BAB III METODE PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Provinsi Aceh
Aceh, daerah khusus di Indonesia, terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera.
Aceh berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara (Microsoft Encarta, 2009).
4.1.1.
Lambang Provinsi Aceh
Gambar 4.1 Lambang Daerah Aceh
(Sumber: http://acehpedia.org/)
Lambang Aceh terkenal dengan PANCACITA atau Lima Cita, yaitu
Keadilan, Kepahlawanan, Kemakmuran, Kerukunan dan Kesejahteraan. Lambang
persegi lima yang menyerupai kopiah menunjukkan falsafah hidup rakyat dan
pemerintahan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, di dalamnya terdapat dacing:
melambangkan cita keadilan, rencong: cita kepahlawanan, padi (bahan pangan
pokok), kapas (bahan sandang utama), lada (kekayaan utama Aceh di masa lampau),
dan cerobong pabrik (industrialisasi): cita kemakmuran, kubah mesjid: cita
kerukunan, kitab dan kalam (ilmu pengetahuan): cita kesejahteraan. Warna Putih
melambangkan kemurnian, Kuning sebagai Kejayaan, dan Hijau melambangkan
Kesejahteraan dan Kemakmuran (sumber: http://acehpedia.org/).
4.1.2.
Visi Pemerintahan Aceh
Terwujudnya perubahan yang fundamental di Aceh dalam segala sektor
kehidupan masyarakat Aceh dan pemerintahan, yang menjunjung tinggi asas
transparansi dan akuntabilitas bagi terbentuknya suatu pemerintahan Aceh yang
bebas dari praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan sehingga pada tahun 2015
Aceh akan tumbuh menjadi negeri makmur yang berkeadilan dan adil dalam
kemakmuran (sumber: http://acehpedia.org/).
4.1.3.
Misi Pemerintahan Aceh
Kepemimpinan yang inspiratif dan intuitif
1.
Membangun suatu mekanisme kontrol yang ketat agar para pemimpin
dari level tertinggi (gubernur) sampai yang terendah (bupati/walikota dan
camat), memperlihatkan keteladanan yang baik, hidup sederhana,
menegakkan keadilan, taat pada hukum, tidak melakukan kkn dalam
bentuk apapun, sehingga memberi contoh keteladanan bagi masyarakat
(sumber: http://acehpedia.org/).
2.
Pemimpin harus memiliki intuisi yang tinggi dalam menciptakan dan
melaksanakan kebijakan agar selalu dalam koridor kepentingan rakyat.
pemimpin dan pejabat negara adalah orang besar, namun kebesarannya
bukan karena dia berpangkat tinggi, kaya raya atau berketurunan
bangsawan tetapi karena dia dengan setia telah menjadi pelayan
masyarakat (sumber: http://acehpedia.org/).
4.1.4.
Struktur Organisasi Pemerintahan Propinsi Aceh
Gambar 4.2. Struktur Organisasi Pemerintahan Propinsi Aceh
(Sumber : http://depdagri.go.id)
4.1.5.
Daratan dan Sumber Daya
Aceh terletak di utara khatulistiwa, menempati 55.392 km², atau sekitar 3
persen dari luas total Indonesia. Sebagian besar daerah ini terletak di Pulau Sumatera,
tetapi mencakup beberapa pulau lepas pantai juga. Aceh didominasi oleh pegunungan
Gayo Pusat. puncak tertinggi adalah Gunung Leuser (3.404 m). Luas daratan pesisir
memanjang sepanjang pantai timur laut sampai ke utara. Dataran juga membentang
pada pinggiran pantai barat daya. Di bagian tengah daerah pegunungan hampir
bertemu dengan laut. Sungai Alas berasal dari pegunungan Gayo Pusat dan bermuara
di Samudera Hindia di ujung selatan Aceh. Danau terpenting adalah Danau Tawar,
berlokasi di Aceh Tengah, 1.120 m di atas permukaan laut (Microsoft Encarta, 2009).
Aceh memiliki iklim tropis, dengan musim kering berlangsung dari bulan
Maret hingga Agustus. Suhu rata berkisar antara 23 ° sampai 32 ° C pada pantai dan
dari 13 ° sampai 22 ° C (55 ° sampai 72 ° F) di pegunungan. Curah hujan berkisar
antara 1.000 sampai 3.000 mm (40-100 dalam) per tahun (Microsoft
Encarta, 2009).
4.1.6.
Populasi dan Kebudayaan
Aceh memiliki jumlah penduduk 3.855.200 dengan sebagian besar orang yang
tinggal di daerah pedesaan. Ibukotanya adalah Banda Aceh, terletak di ujung barat
laut pulau. Lhokseumawe, di pantai timur laut, merupakan pusat industri dan
pelabuhan utama. Sejak tahun 1969 pemerintah Indonesia telah mensponsori program
transmigrasi untuk membawa orang ke Aceh dari daerah lain di Indonesia. penduduk
baru, banyak dari mereka dari Jawa, sudah termasuk personil militer dan pegawai
negeri sipil (Microsoft Encarta, 2009).
Sebagian besar masyarakat Aceh termasuk dalam kelompok etnis Aceh. Suku
Gayo dan Alas hidup di daerah dataran tinggi. Wilayah ini memiliki tradisi Islam
kuat, sekitar 96 persen penduduk beragama Islam. Bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi, namun banyak bahasa lain juga digunakan (Microsoft Encarta, 2009).
Aceh adalah rumah bagi sejumlah situs budaya dan lembaga yang signifikan.
Masjid Baiturrachman, di Banda Aceh, yang dibangun di lokasi sebuah masjid tua
yang dihancurkan oleh Belanda pada abad ke-19. Museum Aceh, termasuk sebuah
rumah tradisional Aceh yang dibangun tanpa paku. Sebuah pemakaman Kerkhoff
dikenal sebagai kuburan berisi lebih dari 2.000 tentara Belanda tewas dalam perang
Aceh (1873-1908). Taman Sari, sebuah taman di Banda Aceh, berisi Gunongan,
bangunan resor fantastis dibangun dalam bentuk pegunungan yang tertutup salju oleh
Sultan Iskandar Muda tahun 1600-an. Makam abad ke-17 Sultan Iskandar Thani juga
di taman (Microsoft Encarta, 2009).
4.1.7.
Sejarah
Terletak di titik paling barat dari Malay Archipelago, Aceh adalah pelabuhan
penting untuk pedagang India, Arab, dan pedagang Eropa yang menuju Hindia Timur
selama sejarah perdagangan rempah-rempah. Sementara perdagangan rempah-
rempah telah terjadi sejak zaman prasejarah, pengembangan rute perdagangan
rempah-rempah utama ini diprakarsai oleh pedagang Eropa mulai pada abad ke-12.
Perluasan perdagangan terbesar terjadi selama abad 15 dan 16 (Microsoft Encarta,
2009).
Awalnya Aceh adalah sebuah negara Hindu. Aceh menjadi basis Islam di
Indonesia ketika kerajaan Islam pertama Peureulak didirikan di 804. Aceh kemudian
memainkan peranan penting sebagai pusat penyebaran Islam di seluruh Nusantara.
Ketika Portugis ditangkap dekat Malaka (Melaka) tahun 1511, pedagang non-Eropa
banyak berdagang ke Aceh, dan pelabuhan sebagai pusat perdagangan tumbuh
(Microsoft Encarta, 2009).
Aceh adalah sebuah kekuatan regional yang penting selama periode Portugis,
Inggris, dan Belanda ekspansi kolonial dimulai pada abad ke-16, mempertahankan
kemerdekaan dan perdagangan dengan Singapura dan Britania. Pada tahun 1824
Britania dan Belanda menandatangani perjanjian pengalihan harta Inggris di Malay
Archipelago kepada Belanda. Pada tahun 1824 Aceh merdeka, tapi dicari oleh
Belanda, yang menyatakan perang terhadap Aceh dan menyerang pada tahun 1873.
Butuh waktu lebih dari 30 Tahun bagi Belanda untuk menguasai Aceh. Perlawanan
terhadap kekuasaan Eropa berlanjut sampai abad ke-20, sampai Malay Archipelago
diduduki oleh Jepang pada tahun 1942, selama Perang Dunia II. Setelah Jepang
menyerah pada 1945, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Aceh menjadi
sebuah provinsi di Indonesia pada tahun 1949 (Microsoft Encarta, 2009).
Dalam dokumen
Pengembangan aplikasi pencarian data korban bencana (sinra) di Indonesia berbasis web
(Halaman 78-83)