• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV. Hasil Penelitian

A. Gambaran Umum Responden Penelitian

Populasi penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Graduasi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diberdayakan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). KPM PKH Graduasi adalah mantan KPM PKH yang secara sukarela telah menyatakan berhenti menerima bantuan sosial PKH karena telah merasa mampu memenuhi kebutuhan keluarga, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Sampel penelitian ini ditentukan secara purposive sebanyak 150 keluarga, meliputi 30 keluarga dari masing-masing kabupaten/kota. Namun setelah dilakukan pembersihan data (datacleaning/cleansing), yakni penyiapan data untuk dianalisis dengan cara menghapus data salah, tidak relevan, duplikat, atau tidak terformat (Wu, 2013), maka diperoleh sebanyak 113 keluarga warga Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta yang relevan (eligible) sebagai responden penelitian ini dengan gambaran umum sebagai berikut.

Gambaran umum responden penelitian berdasarkan kabupaten/kota tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota f %

Sleman 20 18

Gunungkidul 15 13

Bantul 20 18

Kulonprogo 30 26

Yogyakarta 28 25

Total 113 100

Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi ke dalam lima kabupaten/kota, yakni Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta. Data yang berhasil dihimpun dari lapangan menunjukkan bahwa responden berjumlah 113 keluarga, terdiri 20 keluarga (18%) dari Kabupaten Sleman, 15 keluarga (13%) dari Kabupaten Gunungkidul, 20 keluarga (18%) dari Kabupaten Bantul, 30 keluarga (26%) dari Kabupaten Kulonprogo, dan 28 keluarga (25%) dari Kota Yogyakarta. Kenyataan ini menunjukkan bahwa responden terbanyak berasal dari Kabupaten Kulonprogo diikuti Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul, sedangkan responden paling sedikit berasal dari Kabupaten Gunungkidul. Gambaran umum responden penelitian berdasarkan wilayah kapanewon/kemantren (kecamatan) tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Kabupaten/Kota dan Kapanewon/Kemantren

(Kecamatan)

Kabupaten/Kota Kapanewon/Kemantren f %

Sleman Godean 4 4

Moyudan 13 12

Pakem 3 3

Gunungkidul Rongkop 1 1

Girisubo 2 2

Gedangsari 3 3

Karangmojo 1 1

Playen 1 1

Paliyan 1 1

Saptosari 6 5

Bantul Sewon 1 1

Pandak 7 6

Pundong 2 2

Kasihan 8 7

Kulonprogo Nanggulan 6 5

Wates 22 19

Kokap 1 1

Sentolo 1 1

Yogyakarta Umbulharjo 4 4

Kotagede 11 10

Kraton 1 1

Tegalrejo 3 3

Gedongtengen 1 1

Jetis 3 3

Wirobrajan 1 1

Gondokusuman 2 2

Danurejan 1 1

Gondomanan 1 1

Total 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Dari kelima kabupaten/kota tersebut, DIY memiliki 78 wilayah kecamatan, terdiri dari 64 wilayah kapanewon (setara dengan kecamatan di wilayah kabupaten), serta 14 wilayah kemantren (setara dengan kecamatan di wilayah kota). Diantara 78 wilayah kecamatan yang dimiliki DIY; 17 kapanewon berada di wilayah Kabupaten Sleman, 18 kapanewon berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul, 17 kapanewon di wilayah Kabupaten Bantul, dan 12 kapanewon berada di wilayah Kabupaten Kulonprogo, sedangkan Kota Yogyakarta memiliki 14 wilayah kemantren.

Penelitian ini melibatkan responden yang bermukim di 29 wilayah kecamatan dari 78 kecamatan yang dimiliki DIY. Kota Yogyakarta melibatkan responden yang bermukim di 10 kemantren, Kabupaten Gunungkidul melibatkan 7 kapanewon, Kabupaten Bantul

dan Kabupaten Sleman melibatkan 3 kapanewon. Ikhwal ini menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta melibatkan kecamatan dengan jumlah terbanyak (10 kemantren), sedangkan Kabupaten Sleman melibatkan kecamatan dengan jumlah terkecil (3 kapanewon) dengan jumlah seluruh responden sebanyak 150 keluarga.

Sepuluh kemantren di wilayah Kota Yogyakarta lokasi pemukiman dari 28 keluarga responden penelitian ini, antara lain Kemantren Umbulharjo, Kotagede, Kraton, Tegalrejo, Jetis,Gedongtengen, Wirobrajan, Gondokusuman, Danurejan, dan Gondomanan. Kemantren Kotagede menyumbang responden dengan jumlah terbanyak (11 keluarga) diikuti Kemantren Umbulharjo (4 keluarga), Kemantren Tegalrejo dan Jetis (masing-masing sebanyak 3 keluarga), Kemantren Gondokusuman (2 keluarga), serta Kemantren Kraton, Gedongtengen, Wirobrajan, Danurejan, dan Gondomanan (masing-masing sebanyak 1 keluarga).

Tujuh kapanewon di wilayah Kabupaten Gunungkidul lokasi pemukiman 15 keluarga responden penelitian ini, antara lain Kapanewon Gedangsari, Girisubo, Rongkop, Karangmojo, Playen, Paliyan, dan Kapanewon Saptosari. Kapanewon Gedangsari menyumbang responden dengan jumlah terbanyak (3 keluarga), diikuti Kapanewon Girisubo (2 keluarga), Kapanewon Rongkop, Karangmojo, Playen, Paliyan, dan Kapanewon Saptosari (masing-masing menyumbang 1 keluarga) sebagai responden penelitian ini. Dua kapanewon (Playen dan Paliyan) merupakan daerah perbatasan dengan Kapanewon Wonosari ibukota dari Kabupaten Gunungkidul dengan karakteristik semi perkotaan, sedang lima kapanewon lainnya merupakan daerah perdesaan.

Lima kapanewon di wilayah Kabupaten Bantul lokasi pemukiman dari 20 keluarga responden penelitian ini adalah Kapanewon Kasihan, Pandak, Pundong, Imogiri, dan Kapanewon Sewon. Kapanewon di wilayah Kabupaten Bantul yang menyumbang responden terbanyak adalah Kapanewon Kasihan (8 keluarga), secara berturut-turut diikuti oleh Kapanewon Pandak (7 keluarga), Pundong (2 keluarga), Imogiri (2

keluarga), dan Kapanewon Sewon (1 keluarga). Kapanewon Kasihan dan Sewon mempunyai karakteristik daerah pinggiran Kota Yogyakarta, sedangkan Kapanewon Pandak, Pundong, dan Imogiri merupakan wilayah perdesaan.

Empat kapanewon di wilayah Kabupaten Kulonprogo lokasi pemukiman 30 keluarga responden penelitian ini adalah Kapanewon Wates, Nanggulan, Sentolo, dan Kapanewon Kokap. Diantara keempat kapanewon tersebut, Kapanewon Wates menyumbang responden terbanyak, yakni 22 keluarga, secara berturut-turut diikuti Kapanewon Nanggulan (6 keluarga), Sentolo, dan Kokap (masing-masing 1 keluarga).

Berdasarkan pengamatan menunjukkan satu kapanewon, yakni Wates merupakan daerah perkotaan, sedang Kapanewon Sentolo merupakan daerah semi perkotaan karena dilalui jalur antarpropinsi dari Yogyakarta menuju wilayah Provinsi Jawa Tengah Bagian Barat dan Provinsi Jawa Barat, sedang dua kapanewon lain, yakni Nanggulan dan Kokap merupakan wilayah perdesaan.

Tiga kapanewon di wilayah Kabupaten Sleman lokasi pemukiman 20 keluarga responden penelitian ini, yakni Godean, Moyudan, dan Pakem memiliki karakteristik yang saling berbeda. Kapanewon Godean merupakan daerah semi perkotaan sebagai daerah penyangga wilayah KotaYogyakarta. Kapanewon Pakem juga merupakan daerah semi perkotaan karena memiliki kawasan wisata Kaliurang serta Kampus Universitas Islam Indonesia. Sementara Kapanewon Moyudan merupakan daerah perdesaan. Kapanewon Moyudan menyumbang responden terbanyak (13 keluarga) yang secara berturut-turut diikuti oleh Kapanewon Godean menyumbang 4 keluarga, dan Kapanewon Pakem menyumbang 3 keluarga sebagai responden penelitian ini.

Data lapangan menunjukkan bahwa jumlah responden terbesar bermukim di Kapanewon Wates Kabupaten Kulonprogo (22 keluarga);

dan secara berturut-turut diikuti oleh Kapanewon Moyudan Kabupaten Sleman (13 keluarga); Kemantren Kotagede Kota Yogyakarta (11 keluarga); Kapanewon Kasihan Kabupaten Bantul (8 keluarga); Kapanewon

Pandak Kabupaten Bantul (7 keluarga); Kapanewon Saptosari Kabupaten Gunungkidul dan Kapanewon Nanggulan Kabupaten Kulonprogo (masing-masing 6 keluarga); Kapanewon Godean Kabupaten Sleman dan Kemantren Umbulharjo Kota Yogyakarta (masing-masing 4 keluarga);

serta Kapanewon Pakem KabupatenSleman, Kapanewon Gedangsari Kabupaten Gunungkidul, Kemantren Tegalrejo, dan Kemantren Jetis Kota Yogyakarta (masing-masing 3 keluarga). Sedang 12 kapanewon/kemantren lainnya, yakni Kapanewon Rongkop, Karangmojo, Playen, dan Paliyan di Kabupaten Gunungkidul;

Kapanewon Sewon Kabupaten Bantul; Kapanewon Kokap dan Sentolo Kabupaten Kulonprogo; serta Kemantren Kraton, Gedongtengen, Wirobrajan, Danurejan, dan Kemantren GondomananKota Yogyakarta yang masing-masing menyumbangkan 1 keluarga sebagai responden penelitian ini. DI Yogyakarta memiliki 392 kalurahan (setara dengan desa di wilayah kabupaten) dan 46 kelurahan (setara dengan kelurahan di wilayah kota). Diantara 392 kalurahan dan 46 kelurahan tersebut, 35 kalurahan di wilayah kabupaten dan 16 kelurahan di wilayah kota merupakan lokasi bermukim responden penelitian ini.

Kabupaten Sleman melibatkan 20 responden yang tersebar di 8 kalurahan, yakni Kalurahan Sidoarum di Kapanewon Godean; Kalurahan Sumberrahayu, Sumberagung, Sumbersari, dan Sumberarum di Kapanewon Moyudan; Kalurahan Candibinangun, Hargobinangun, dan Pakembinangun di Kapanewon Pakem. Kabupaten Gunungkidul melibatkan 15 responden yang tersebar di 9 kalurahan, yakni Kalurahan Petir di Kapanewon Rongkop; Kalurahan Jepitu dan Songbayu di Kapanewon Girisubo; Kalurahan Mertelu dan Hargomulyo di Kapanewon Gedangsari; Kalurahan Giring di Kapanewon Paliyan; Kalurahan Jetis di Kapanewon Saptosari; Kalurahan Gading di Kapanewon Playen; dan Kalurahan Bendungan di Kapanewon Karangmojo. Kabupaten Bantul melibatkan 20 responden yang tersebar di 11 kalurahan, yakni Kalurahan Bangunharjo di Kapanewon Sewon; Kalurahan Triharjo, Wijirejo, dan Caturharjo di Kapanewon Pandak; Kalurahan Srihardono di Kapanewon

Pundong; Kalurahan Ngestiharjo, Tirtonirmolo, Bangunjiwo, dan Tamantirto di Kapanewon Kasihan; Kalurahan Girirejo, dan Sriharjo di Kapanewon Imogiri.

Kabupaten Kulonprogo melibatkan 30 responden yang tersebar di 7 kalurahan, yakni Kalurahan Donomulyo, Banyuroto, Wijimulyo, dan Kembang di Kapanewon Nanggulan; Kalurahan Wates di Kapanewon Wates; Kalurahan Hargomulyo di Kapanewon Kokap, dan Kalurahan Banguncipto di Kapanewon Sentolo. Sedang Kota Yogyakarta melibatkan 28 responden yang tersebar di 16 kelurahan, yakni Kelurahan Tahunan dan Mujamuju di Kemantren Umbulharjo; Kelurahan Rejowinangun, Prenggan, dan Purbayan di Kemantren Kotagede;

Kelurahan Kadipaten di Kemantren Kraton; Kelurahan Kricak dan Karangwaru di Kemantren Tegalrejo; Kelurahan Pringgokusuman di Kemantren Gedongtengen; Kelurahan Bumijo dan Gowongan di Kemantren Jetis; Kelurahan Wirobrajan di Kapanewon Wirobrajan;

Kelurahan Kotabaru dan Demangan di Kemantren Gondokusuman;

Kelurahan Tegalpanggung di Kemantren Danurejan dan Kelurahan Prawirodirjan di Kemantren Gondomanan.

Songba nyu 1 1

Gedongtengen Pringgokusuma n 1 1

Jetis Bumijo 2 2

Gowonga n 1 1

Wirobra ja n Wirobra ja n 2 2

Gondokusuma n Kota ba ru 1 1

Dema nga n 1 1

Da nureja n Tega lpa nggung 1 1 Gondoma nan Pra wirodirja n 1 1

Total 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Data yang tersaji dalam tabel di atas menunjukkan bahwa dikaji berdasarkan lokasi bermukim, diketahui bahwa Kalurahan Wates di Kapanewon Wates Kabupaten Kulonprogo menyumbang responden dengan jumlah terbanyak (22 keluarga/19%) dan secara berturut-turut diikuti oleh Kelurahan Purbayan Kemantren Kotagede Kota Yogyakarta apabila (7 keluarga/6%),serta Kalurahan Saptosari Kapanewon Jetis Kabupaten Gunungkidul (6 keluarga/5%), sedangkan sebagian besar kalurahan lainnya rata-rata menyumbang 1-2 keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa kendati kurang dapat dikatakan representatif, namun persebaran responden penelitian ini sudah cukup merata di 5 kabupaten/kota di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kenyataan ini juga tercermin pada distribusi frekuensi responden penelitian menurut status daerah tempat mereka bermukim seperti tersaji pada grafik berikut.

Pedesaan 56%

Perkotaan 44%

Pedesaan Perkota an

Grafik 1

Persentase Jumlah Responden Penelitian Menurut Status Daerah Tempat Bermukim

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Grafik di atas memperlihatkan gambaran umum mengenai persentase jumlah responden penelitian menurut status daerah tempat bermukim. Data yang tersaji dalam grafik tersebut menunjukkan bahwa 63 (56%) KPM PKH Graduasi responden penelitian ini mengemukakan status daerah tempat mereka bermukim adalah wilayah perdesaan, sedangkan 50 (44%) KPM PKH Graduasi responden penelitian ini bermukim di kawasan perkotaan. Ikhwal ini sekali lagi merefleksikan bahwa kendati kurang dapat dikatakan representatif, namun persebaran responden penelitian ini sudah cukup merata di 5 kabupaten/kota di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, baik di wilayah perdesaan maupun kawasan perkotaan.

Distribusi persentase jumlah responden penelitian ini menurut jenis kelamin tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin f %

Laki-Laki 1 0,88

Perempuan 112 99,12

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Seperti telah dikemukakan pada bahagian terdahulu dari kajian ini bahwa responden penelitian ini adalah KPM PKH Graduasi yang tergabung dalam KUBE. KPM PKH Graduasi adalah mantan KPM PKH yang atas kesadaran sendiri sudah keluar dari kepesertaannya dalam PKH, karena merasa sudah berdaya, kemudian tergabung dalam KUBE dan mendapatkan bantuan sosial untuk mengembangkan berbagai macam jenis usaha. Data yang tersaji dalam Tabel 4 mendeskripsikan bahwa responden yang terlibat dalam penelitian ini hampir seluruhnya berjeniskelamin perempuan, yakni sebanyak 112 orang (99,12%), sedangkan responden laki-laki hanya seorang (0,88%).

KPM PKH adalah keluarga miskin yang memiliki ibu hamil atau sedang menyusui, memiliki anak berusia nol sampai lima tahun 11 bulan, memiliki anak SD, SMP, SMA atau sederajat dan memiliki anak usia enam hingga 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar.

Berdasarkan kriteria komponen tersebut, maka wajarlah apabila mayoritas responden penelitian ini adalah anggota KPM PKH berjenis kelamin perempuan. Diantara 113 responden KPM PKH graduasi, terdapat seorang responden laki-laki, yakni anggota KUBE Sejahtera XVIII GK DS 038 Kalurahan Jepitu, Kapanewon Girisubo Kabupaten Gunungkidul dengan usaha ternak sapi. Diperoleh informasi bahwa jenis usaha KUBE KPM PKH Graduasi diantaranya adalah warung kelontong, jualan pakaian, minuman, jajan pasar, gorengan, alat tulis kantor, gas,

persewaan traktor, ternak kambing, sapi, serta usaha penggemukan sapi dan kambing. Usaha tersebut dilakukan KPM PKH Graduasi yang tergabung dalam KUBE yang masing-masing anggotanya berjumlah 10 orang.

Distribusi persentase jumlah responden penelitian ini menurut kategori usia tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Kategori Usia

Jenis Kelamin f %

<18 0 0

20-29 4 4

30-39 25 22

40-49 67 59

50-59 17 15

≥60 0 0

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Data yang tersaji dalam Tabel 5 menunjukkan sebaran usia responden KPM PKH Graduasi penerima bantuan sosial KUBE di lima kabupaten/kota lokasi penelitian. Kriteria penerima bantuan sosial atau menjadi anggota KUBE diantaranya adalah keluarga miskinyang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial berusia 18 tahun ke atasmasih produktif dan sudah menikah. Data yang terkumpul menunjukkan bahwa usia responden berada di rentang 20 hingga 59 tahun. Dengan distribusi sebagai berikut 67 responden (59%) berusia 40-49 tahun, 25 responden (22%) berusia 30-39 tahun, 17 orang (15%) berusia 50-59 tahun dan 4 responden (4%) berusia 20-29 tahun.

Sebanyak 85 persen responden penelitian berada dalam rentang usia 20 sampai dengan 49 tahun dan 15 persen di rentang usia 50 hingga 59

memiliki semangat dalam bekerja dan tanggung-jawab terhadap keluarga.

Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden termasuk dalam kelompok usia produktif sebagaimana kriteria yang ditentukan untuk menerima bantuan sosial KUBE. Dengan kriteria produktif diharapkan respondenmemiliki potensi, keterampilan, dan bersedia mengembangkan usaha secara berkelompok dengan memanfaatkan bantuan sosial sebagai modal usaha melalui KUBE.

Distribusi persentase jumlah responden penelitian ini menurut tingkat pendidikan tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Tingkat Pendidikan

Jenis Kelamin f %

Tidak Tamat SD 2 2

Tamat SD 15 13

Tamat SMP 24 21

Tamat SMA 60 53

Tamat S1 9 8

Tamat S2/S3 3 3

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Data yang tertuang dalam Tabel 6 menunjukkan identitas responden penelitian menurut tingkat pendidikan di lima kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menerima bantuan sosial KUBE. Terdapat 2 orang responden (2%) dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD, 15 orang responden (13%) tamat SD, 24 orang responden (21%) tamat SMP, 60 orang responden (53%) tamat SMA, 9 orang responden (8%) tamat S1, dan sisanya sebanyak 3 orang responden (3%) tamat S2/S3.

Tingkat pendidikan dapat dikategorikan menjadi 3 kategori,

Taman Kanak-Kanak (TK) sampai dengan Sekolah Dasar (SD); 2) Pendidikan Menengah dari SMP, MTS dan sederajat sampai SMA, MAN dan sederajat; 3) Pendidikan Tinggi mulai dari Diploma, Strata 1, Strata 2 hingga Strata 3. Pemerintah telah menerbitkan Program Wajib Belajar 9 tahun dengan asumsi 6 tahun Sekolah Dasar dan ditambah 3 tahun Sekolah Menengah Pertama. Data yang tertuang dalam tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 101 orang (89%) berpendidikan dasar hingga menengah.

Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa sebagian besar responden penelitian ini memiliki tingkat pendidikan tamat SMA dengan berbagai bentukketerbatasan wawasan, pengalaman, dan keterampilan.

Hal ini menunjukkan bahwa keikutsertaan KPM PKH Graduasi dalam program bantuan sosial, yang dalam hal ini KUBE merupakan langkah tepat untuk menjamin keberlangsungan kegiatan usaha mereka.

Keberlangsungan kegiatan usaha KUBE juga memerlukan kepemilikanwawasan, pengalaman, dan keterampilan pada tingkatan tertentu. Tingkat pendidikan memadai dan pengalaman dalam berorganisasi; mulai dari membuat rencana kerja, pelaksanaan, laporan hasil usaha dan evaluasi, serta kepemilikan keterampilan teknis terkait jenis usaha merupakan modal dasar agar unit usaha KUBE dapat berjalan lancar dan berkembang dengan baik. Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden (89%) memiliki tingkat pendidikan dasar hingga menengah dan hanya sebagian kecil responden (11%) yang memiliki pendidikan tinggi menunjukkan perlu adanya faktor lain yang mampu menjamin keberlangsungan usaha mereka. Dalam kondisi demikian keikutsertaan KPM PKH Graduasi dalam program bantuan sosial, yang dalam hal ini KUBE merupakan langkah bijaksana demi meningkatkan kemandirian sosial dan kesejahteraan sosial keluarga.

Distribusi jumlah responden penelitian ini menurut agama yang mereka anut tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 8

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Agama

Jenis Kelamin f %

Islam 110 97

Katholik 2 2

Kristen 1 1

Hindu 0 0

Budha 0 0

Konghucu 0 0

Lainnya 0 0

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Data yang termaktub dalam Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden penelitian ini (97%) beragama Islam, sedangkan responden lainnya, yakni 2 % pemeluk Agama Katholik, 1% pemeluk Agama Kristen, dan tidak seorangpun responden penelitian ini yang beragama Hindu, Budha, Konghucu atau lainnya.

Salah satu karakteristik bangsa Indonesia adalah memiliki kebebasan dalam beragama, sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan masing-masing. Pemeluk agama yang baik akan taat menjalankan perintah dan patuh menjauhi larangan sesuai ajaran agama atau keyakinannya. Hal tersebut dapat dijadikan pegangan dalam menghadapi ujian kehidupan, sehingg apabila seseorang diuji dengan kemiskinan, kekurangan pangan, sandang, dan papan akan tetap tabah dan berusaha mencari rezeki serta berserah diri pada Tuhan YME.

Sedang apabila diuji dengan harta dan jabatan, selayaknya tidak lupa diri, dapat bersyukur dengan memberikan sebagian hartanya kepada kelompok rentan maupun miskin. Pemeluk agama yang baik memiliki budi pekerti yang baik pula, seperti rajin, jujur, dan dapat dipencaya.

dengan baik dan amanah. Berdasarkan data dan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan keberagaman beragama di Daerah Istimewa Yogyakarta telah berjalan dengan baik dan saling menghargai serta bertoleransi, sehingga dapat menciptakan suasana tertib, aman, dan nyaman. Kondisi demikian diharapkan dapat membantu KUBE agar mampu menjalankan usahanya dengan lancar dan berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Meskipun KPM PKH Graduasi sudah tidak mendapat program bantuan sosial PKH, namun kehidupannya tetap sejahtera dan mandiri serta memiliki peran di kalangan masyarakat sesuai status sosialnya.

Distribusi frekuensi responden penelitian ini menurut jumlah anak yang mereka miliki tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 9

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Jumlah Anak

Jumlah Anak f %

0 0 0

1 14 12

2 56 50

3 29 26

>3 14 12

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Data dalam Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak dijumpai seorangpun responden penelitian ini yang tidak mempunyai anak. Ikhwal ini mengungkap bahwa seluruh responden penelitian ini telah mempunyai anak, bahkan 14 orang responden (12%) memiliki anak lebih dari 3 orang, 14 responden lainnya (12%) mempunyai seorang anak, 29 responden (26%) mempunyai 3 orang anak, dan mayoritas responden (56 orang atau 50%) memiliki anak sebanyak 2 orang. Jumlah anak sangat

mempengaruhi pengeluaran keluarga KPM PKH Graduasi, terutama anak usia sekolah. Sebelum graduasi, anak usia sekolah menjadi salah satu komponen sebagai dasar kelayakan untuk menerima bantuan sosial PKH. Seiring berjalannya waktu ditemukan anak yang sudah lulus SMA sehingga tidak layak menjadi komponen dasar penerima bansos PKH.

Anak biasanya menjadi harapan bagi sebuah keluarga untuk dapat menyelamatkan dari keterpurukan. Hal ini berbasis pada istilah

”banyak anak banyak rezeki”. Namun semakin banyak jumlah anak yang dimiliki sebuah keluarga biasanya akan mempengaruhi pengeluaran keluarga tersebut. Semakin banyak tanggungan pada suatu keluarga, maka alokasi dana untuk masing-masing tanggungan akan berkurang apabila tidak dibarengi dengan pendapatan yang cukup.

Namun jumlah tanggungan dapat menjadi alasan seseorang untuk lebih semangat dalam bekerja. Seorang kepala keluarga yang memiliki tanggungan akan lebih semangat dalam bekerja, karena dia sadar bahwa bukan hanya dia yang akan menikmati hasil pekerjaannya, ada orang lain yang menunggu hasil jerih payahnya dan menjadi tanggung jawabnya. Anak juga menjadi penyemangat keluarga untuk mandiri.

Sejumlah keluarga mengaku bahwa mereka sudah tidak pantas menerima bansos PKH, karena merasa sudah meningkat kesejahteraan keluarganya, sehingga hal ini dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.

Distribusi frekuensi responden penelitian ini menurut jumlah tanggungan yang mereka miliki tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 10

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Jumlah Tanggungan

Jumlah Tanggungan f %

1 - 2 orang 2 2

3 - 4 orang 60 53

5 - 6 orang 44 39

7 - 8 orang 3 3

>8 orang 4 4

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Informasi yang terkandung dalam Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitianini, yakni 60 orang (53%) memiliki tanggungan sebanyak 3-4 orang, diikuti 44 orang responden (39%) yang memiliki tanggungan sebanyak 5-6 orang, sedangkan responden lainnya memiliki tanggungan sebagai berikut. 4 orang responden (4%) memiliki tanggungan berjumlah lebih dari8 orang; 3 orang responden (3%) memiliki tanggungan berjumlah 7-8 orang; dan 2 orang responden (2%) memiliki tanggungan berjumlah 1-2 orang. Kenyataan ini mengungkap bahwa Sebagian besar (92%) responden penelitian ini mempunyai tanggungan berjumlah 3-6 orang.

Tanggungan keluarga adalah setiap anggota keluarga atau rumahtangga yang belum bekerja, hidup bersama satu atap, dan menjadi beban tanggungjawab keluarga atau rumahtangga tersebut. Badan Pusat Statistik mengelompokkan jumlah tanggungan keluarga kedalam tiga kelompok, yakni tanggungan keluarga kecil 1-3 orang, tanggungan keluarga sedang 4-6 orang, dan tanggungan keluarga besar lebih dari 6 orang. Dalam konteks kehidupan ekonomi, jumlah tanggungan keluarga dianggap sebagai salah satu faktor penentu tingkatan kesejahteraan sosial suatu keluarga. Diasumsikan bahwa semakin sedikit jumlah tanggungan suatu keluarga akan semakin besar peluang keluarga

tersebut untuk hidup sejahtera. Data yang tersaji dalam Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian ini (92%) memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3-6 orang atau menurut pengelompokkan BPS termasuk dalam kategori sedang. Ikhwal ini menunjukkan relatif terbatasnya peluang keluarga untuk hidup sejahtera, apabila tidak diimbangi dengan kesungguhan dalam berusaha.

Berikut disajikan data statistik mengenai distribusi frekuensi responden penelitian ini menurut penghasilan keluarga per bulan.

Tabel 11

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Penghasilan Keluarga per Bulan

Penghasilan Keluarga / Bulan f %

< Rp 1.000.000,- 8 7

Rp 1.000.001 - Rp 2.000.000,- 49 43

> Rp 2.000.000,- 56 50

Jumlah 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Data dalam Tabel 10 mengungkap bahwa 56 keluarga (50%) diantara 113 keluarga responden penelitian ini berpenghasilan di atas Rp 2.000.000,- per bulan, diikuti dengan 49 keluarga (43%) berpenghasilan antara Rp 1.000.001,- sampai dengan Rp 2.000.000,- per bulan, serta 8 KPM PKH Graduasi yang berpenghasilan tidak lebih dari Rp 1.000.000,- per bulan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa KPM PKH Graduasi responden penelitian ini belum seluruhnya dianggap layak untuk tidak lagi menerima bantuan sosial PKH, karena 57 keluarga (50%) lainnya masih berpenghasilan di bawah Rp 2.000.000,- per bulan.

Atas dasar hal itu keikutsertaan mereka dalam Program KUBE merupakan langkah bijaksana bagi peningkatan peluang keluarga untuk hidup lebih sejahtera.

Dalam tabel berikut disajikan data mengenai distribusi frekuensi responden penelitian ini menurut pengeluaran keluarga per bulan.

Dalam tabel berikut disajikan data mengenai distribusi frekuensi responden penelitian ini menurut pengeluaran keluarga per bulan.