• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi melalui Kelompok Usaha Bersama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi melalui Kelompok Usaha Bersama"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: kertas kerja hari graduasi tahun 6

(2)

Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi melalui

Kelompok Usaha Bersama

Oleh:

Endro Winarno, dkk

Badan Pendidikan Penelitian dan Penyuluhan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta

(3)

Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi melalui Kelompok Usaha Bersama.

Tim Peneliti : Endro Winarno, Chatarina Rusmiyati, Warto, Irmawan , Fatwa Nurul Hakim, Devi Anggriyani, Eny Rahmawati, Sri Wahyuni,

Konsultan/Editor : Prof. Dr. Sjafri Sairin Setting/Lay Out : Tim B2P3KS Press Design Cover : Tim B2P3KS Press

Copy Right @ 2020 Penulis

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All right reserved

Cetakan Pertama, 2020

Diterbitkan oleh:

B2P3KS Press

Jl. Kesejahteraan Sosial Nomor 1 Sonosewu Yogyakarta Telp. 0274 377265, 373530 Fax. 0274 373530

Email: b2p3ks_press@yahoo.co.id Anggota IKAPI DIY

ISBN: 978-979-698-477-0

(4)

Pengantar Kepala

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu p rogram yang bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan d i In don esia. Tahun 2018, angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,82% merupakan angka kemiskinan yang terendah sepanjang sejarah . Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan Program Bansos, terutama Program Keluarga Harapan . Dari 111.127.917 KPM-PKH beberapa diantaranya sudah Graduasi Mandiri. Data menunjukkan bahwa sejak keberadaannya di tahun 2007 hingga akhir tahun 2019 selama 12 tahun, PKH telah meluluskan sebanyak 3 80.353 KPM atau 3,41% (Dit JSK, 2019). Fakta ini mengungkapkan bahwa mendoron g KPM untuk berhenti dari kepesertaannya dalam PKH b u kan p ek erjaan mudah.

Karena itu perlu keberadaan kebijakan lanjutan penopang keberdayaan KPM PKH yang telah Graduasi melalui penerapan strategi Dual Track berupa pemberian modal usaha dan penguatan akses terhadap lapangan kerja.

Intervensi ini diberikan berupa pemberian bantuan modal usaha melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) atau Usaha Ekonomi Pro duk tif (UEP) kepada KPM PKH yang telah Graduasi. B2P3KS sebagai unit pelaksana teknis di bidang penelitian dan pengembangan di lingkungan Kementerian Sosial RI terpanggil melakukan kajian untuk mengetahui dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE.

Tim Peneliti mengungkap bahwa secara umum pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE di wilayah Daerah Istimewa Yogyak arta telah memberi dampak sosial ekonomi yang cukup menggembirakan. Lebih d ari separuh jumlah responden penelitian meliputi KPM PKH Graduasi mengemukakan keberadaan dampak sosial ekonomi, terutama terkait dengan aspek lingkungan, kesehatan, pemenuhan hak pribadi, peru bahan aspirasi, ekonomi, psikologi, cara hidup masyarakat, budaya, sosial, politik, dan religi dari upaya pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE. Aspek religi merupakan dampak paling menonjol yang dijumpai pada upaya pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara umum hasil analisis data kuantitatif mengungkap bahwa diantara lima kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulonprogo merupakan wilayah paling kondusif bagi upaya pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE diikuti Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunun gkid ul. Jumlah anak meru pakan faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi p emberd ay aan KPM PKH Graduasi melalui KUBE di Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama mengarah pada aspek ekonomi.

(5)

Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, disampaikan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Yogyakarta, Desember 2020.

Kepala B2P3KS,

Dr. Oetami Dewi

(6)

Pengantar Penerbit

B2P3KS Press menerbitkan buku hasil penelitian yang berjudul Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi melalui Kelompok Usaha Bersama. Penelitian ini dilakukan Tim Peneliti B2P3KS Yogyakarta dengan tujuan mengetahui dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE dan mengetahui faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE.

Hasil penelitian yang dikemas dalam buku ini terdiri dari lima b ab . Bab Satu menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab Dua menjabarkan perspektif teoritik yang meland asi penelitian ini yakni tentang dampak sosial, pemberdayaan, Kelompok Usah a Bersama dan kemandirian KPM PKH. Bab Tiga menguraikan metode penelitian yang digunakan, meliputi jenis dan pendekatan penelitian, lo kasi dan penentuan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis d ata, serta limitasi penelitian. Bab Empat berisi hasil penelitian yang men ggamb arkan kondisi umum responden penelitian, dampak sosial p emberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE serta faktor pendukung keberadaan d ampak sosial ekonomi upaya pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE.

Bab Lima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi penelitian.

Semoga buku ini dapat memberikan informasi kepada berbagai p ihak yang berkepentingan terkait dampak sosial ek on omi p emb erdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Yogyakarta, Desember 2020.

B2P3KS Press

(7)
(8)

Daftar Isi

Halaman Judul i

Pengantar Kepala iii

Pengantar Penerbit v

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Grafik ix

Daftar Gambar x

Abstrak xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Rumusan Masalah 9

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 9

BAB II PERSPEKTIF TEORITIK

A. Dampak Sosial 11

B. Pemberdayaan 14

C. Kelompok Usaha Bersama 17

D. Kemandirian KPM PKH 19

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 23 B. Lokasi dan Penentuan Sampel 23

C. Teknik Pengumpulan Data 23

D. Teknik Analisis Data 24

E. Limitasi Penelitian 25

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Responden Penelitian 27 B. Dampak Sosial Pemberdayaan KPM PKH Graduasi

melalui KUBE 71

C. Faktor Pendukung Keberadaan Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan KPM PKH Graduasi

melalui KUBE 72

(9)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 75

B. Rekomendasi 77

Daftar Pustaka 79

(10)

Daftar Tabel

Tabel 1 Rekapitulasi Jumlah KPM PKH Berdasarkan Provinsi

Tahun 2019 5

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Kabupaten/Kota 27

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Kabupaten/Kota dan Kapanewon/Kemantren (Kecamatan) 28 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Kabupaten/Kota, Kapanewon/Kemantren, dan

Kalurahan/Kelurahan 33

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Jenis

Kelamin 37

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Kategori Usia 38

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Tingkat Pendidikan 39

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Agama 41 Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Jumlah

Anak 42

Tabel 10 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Jumlah

Tanggungan 44

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Penghasilan Keluarga per Bulan 45

Tabel 12 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut

Pengeluaran Keluarga per Bulan 46

(11)

Daftar Grafik

Grafik 1 Persentase Jumlah Responden Penelitian Menurut Status

Daerah Tempat Bermukim 36

Grafik 2 Deskripsi 11 Dimensi Dampak Sosial Pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2020 (N = 113) 47 Grafik 3 Deskripsi 11 Dimensi Dampak Sosial Pemberdayaan

KPM PKH Graduasi melalui KUBE pada 5 Kabupaten/

Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2020

(N = 113) 51

(12)

Daftar Gambar

Gambar 1 Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of

Poverty) 73

Gambar 2 Skema Uji Korelasi Faktor Pendukung Keberadaan Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan KPM PKH

Graduasi melalui KUBE 73

(13)
(14)

ABSTRAK

Penelitian Dampak Sosial Ekonomi Pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE bertujuan mengetahui dampak sosial ekonomi dan faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi pemberday aan KPM PKH Graduasi melalui KUBE. Sumber data penelitian adalah KPM PKH Graduasi yang telah mendapat pemberdayaan berupa Program Bantuan Sosial melalui KUBE. Masing-masing kabupaten/kota secara purposive sampling ditentukan sebanyak 30 KPM, sehingga terkumpul sebanyak 1 50 responden, dan setelah dilakukan cleaning tersisa sebanyak 113 responden.

Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi dengan angket yang disebarkan kepada KPM PKH Graduasi melalui jasa enumerator dan wawancara mendalam oleh tim peneliti saat p elaksanaan sp otcheck u ntu k dianalisis secara deskriptif. Secara umum pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE di Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan dampak sosial ekonomi yang cukup menggembirakan. Lebih dari separuh jumlah responden mengemukakan keberadaan dampak sosial ekonomi terkait dengan aspek lingkungan, kesehatan, pemenuhan h ak p ribadi, p eru bah an aspirasi, ekonomi, psikologi, cara hidup masyarakat, budaya, sosial, politik , dan religi dari pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE. Kota Yogyakarta merupakan wilayah paling kondusif bagi pemberdayaan KPM

PKH Graduasi melalui KUBE pada aspek budaya, cara hidup masyarakat, perubahan aspirasi dan aspek sosial. Kabupaten Bantul merupakan wilayah paling kondusif bagi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE pada aspek kesehatan, politik dan p emenuhan h ak p ribad i.

Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah kon dusif b agi p emberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE pada aspek religi dan ekonomi.

Kabupaten Sleman merupakan wilayah kondusif bagi p emberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE pada aspek psikologi, sedan gkan Kab upaten Gunung Kidul merupakan wilayah kondusif bagi pemberday aan KPM PKH Graduasi melalui KUBE pada aspek lingkungan. Jumlah an ak merup akan faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi pemberd ayaan KPM

(15)

PKH Graduasi melalui KUBE di Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama mengarah pada aspek ekonomi. Penelitian in i merek omend asikan b ahwa penguatan berbagai program yang terarah pada perubahan mindset masyarakat terkait dengan budaya kemiskinan dengan harapan agar segera terbebas dari Lingkaran Setan Kemiskinan akan lebih efektif dan efisien apabila disampaikan melalui kalangan ibu-ibu rumah-tangga.

(16)

Bab 1. Pendahuluan

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam salah satu paper karyanya yang bertajuk Social Development is Economic Development, Birdsall (1993) petinggi lembaga riset pembangunan terkemuka dunia Center for Global Development (CGD) mengatakan bahwa ”social development is good economics”.

Pernyataan ini menegaskan bahwa tujuan mendasar dari pembangunan ekonomi bukanlah semata-mata pada pertumbuhan ekonomi, tetapi bermuara pada peningkatan kesejahteraan manusia (human wellbeing).

Atas dasar itu, pembangunan sosial yang termanifestasi pada investasi manusia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi, dan kedua elemen ini seyogyanya saling mendukung. Pernyataan ini belum sepenuhnya tercermin dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial bagi penduduk miskin dan rentan di Indonesia paling tidak hingga tahun 2015. Pada saat itu pengeluaran pemerintah Indonesia untuk menopang pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial masih sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto.

Selain itu pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia pada saat itu masih dilaksanakan secara sporadis dan berorientasi residual.

Pernyataan Birdsall (1993) tersebut mulai digunakan sebagai acuan pembangunan kesejahteraan sosial bagi penduduk miskin dan rentan di Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (2015- 2019) yang terarah pada peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup lebih baik bagi terpenuhinya kebutuhan dasar serta penyediaan akses pelayanan dasar. Perubahan ini didasarkan pada pergeseran paradigma pembangunan kesejahteraan sosial yang semula berbasis pendekatan charity, kasuistik, single issue, residual, dan reaktif/kuratif; menjadi hak, inklusif, crosscutting issue, holistik, dan preventif. (Suryanegara, 2019). Kementerian Sosial RI merupakan lembaga yang oleh Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan

(17)

Miskin melalui pemanfaatan potensi beserta sumber kesejahteraan sosial setempat.

Pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (2015-2019), Kementerian Sosial RI telah menerbitkan dan mengimplementasikan sejumlah program yang bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu diantara program tersebut adalah Bantuan Sosial (Bansos) melalui Program Keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disebut PKH sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang miskin dan rentan yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin. Tujuan PKH 1) Meningkatkan taraf hidup Keluarga Penerima Manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial; 2) Mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan; 3) Menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial; 4) Mengurangi kemiskinan dan kesenjangan; serta 5) Memperkenalkan manfaat produk dan jasa keuangan formal kepada Keluarga Penerima Manfaat.

Sasaran PKH adalah keluarga miskin dan rentan yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang memiliki komponen Kesehatan dengan kriteria ibu hamil/ menyusui, dan anak berusia Nol sampai dengan Enam tahun. Komponen Pendidikan dengan kriteria anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau sederajat, anak sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah atau sederajat, anak sekolah menengah atas/madrasah aliyah atau sederajat, dan anak usia Enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun.

Sejak tahun 2016 terdapat penambahan komponen Kesejahteran Sosial dengan kriteria lanjut usia yang diutamakan mulai dari usia 60 (enampuluh) tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat. (Kemsos RI, 2018). Dalam kesempatan berbeda, Menteri

(18)

Sosial RI mengungkapkan bahwa PKH merupakan program perlindungan sosial yang diarahkan untuk mengangkat taraf kehidupan masyarakat prasejahtera menjadi sejahtera. Upaya yang dilakukan melalui intervensi pemerintah kepada keluarga-keluarga miskin dan rentan agar terangkat dari kemiskinan. Program perlindungan sosial ini diharapkan dapat memutus Lingkaran Setan Kemiskinan (vicious circle of poverty) yang mewarnai kehidupan keluarga-keluarga miskin dan rentan. Kebijakan bantuan sosial ini akan terus didorong untuk memperkuat pemberdayaan, penumbuhan kreatifitas ekonomi, pemunculan ibu-ibu entrepreuner yang memiliki dampak sosial di lingkungan terdekat dan melahirkan anak- anak berprestasi di berbagai bidang. (Kementerian Sosial RI, 2019). Hal ini harus menjadi gerakan sosial untuk mempercepat para penerima manfaat agar berdaya dan mandiri secara sosial dan ekonomi.

Gambar 1.

Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of Poverty)

PENDAPATAN RENDAH

DAYA BELI, PENDIDIKAN, DAN INFORMASI RENDAH PENGETAHUAN

RENDAH

PRODUKTIVITAS RENDAH KINERJA

RENDAH

KESEHATAN RENDAH

STATUS GIZI

RENDAH PRASARANA- SARANA DASAR PEMUKIMAN

RENDAH

KONSUMSI RENDAH

TABUNGAN RENDAH

PRODUKSI RENDAH

MODAL KECIL

KEMISKINAN

Sumber: Ragnar Nurkse, 1953

Program Perlindungan Sosial yang juga dikenal di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) ini terbukti

(19)

suatu negara, tidak terkecuali di Indonesia, terutama pada masalah kemiskinan kronis. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018; angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,82% merupakan angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah. Hal ini tidak lepas dari keberhasilan Program Bansos, terutama Program Keluarga Harapan, yakni dari 10 Juta KPM-PKH, beberapa diantaranya sudah Graduasi Mandiri. (Media Indonesia, 2018). Graduasi Mandiri adalah kehendak secara sukarela KPM PKH untuk melepaskan diri atau tidak lagi menerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan. Graduasi Mandiri KPM PKH menjadi target utama PKH yang diupayakan secara terukur dan sistematis melalui pendampingan.

Terdapat dua alasan KPM PKH keluar atau berhenti dari kepesertaannya pada PKH, yakni 1) Graduasi, adalah KPM PKH yang telah berhasil merintis usaha sendiri, atau telah mengundurkan diri secara sukarela karena merasa telah mampu secara ekonomi untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya. Kondisi ini seringkali disebut dengan istilah Graduasi Mandiri. 2) Terminasi, adalah KPM PKH, kendati belum mampu secara ekonomi untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya, namun sudah tidak lagi memenuhi persyaratan, yakni tidak lagi memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial sebagai alasan untuk mendapatkan bantuan sosial melalui PKH. Kondisi ini seringkali disebut dengan istilah Graduasi Alami.

Seyogyanya semenjak awal kepesertaannya, kepada setiap KPM PKH ditanamkan pemahaman bahwa bantuan sosial melalui PKH tidak selamanya diberikan pemerintah. KPM PKH tidak dibenarkan bergantung selamanya kepada bantuan sosial dari pemerintah. Oleh karena itu Graduasi Mandiri KPM PKH merupakan target utama PKH yang perlu diupayakan secara terukur dan sistematis melalui pendampingan.

Kenyataan ini sejalan dengan arah pembangunan kesejahteraan sosial bagi penduduk miskin dan rentan yang akan semakin diperkuat pada masa pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin (2019-2024), sebagaimana terumus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(20)

(RPJMN) 2020-2024, bahwa postur anggaran belanja pemerintah pusat lebih fokus untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien, diantaranya melalui peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan penguatan Program Perlindungan Sosial.

Sejak awal keberadaannya pada tahun 2007, PKH telah menyalurkan bantuan sosial kepada keluarga miskin dan rentan yang telah terdaftar pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), khususnya keluarga miskin dan rentan yang memenuhi syarat tertentu, yakni memiliki komponen pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.

Rekapitulasi jumlah Keluarga Penerima Manfaat yang telah menerima dan tidak lagi menerima bantuan sosial melalui Program Keluarga Harapan tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 1

Rekapitulasi Jumlah KPM PKH Berdasarkan Provinsi Tahun 2019

NO PROV

KPM TERMINASI

KPM GRADUASI

KPM TERMINASI +

GRADUASI

KPM TERDAF-

TAR

KPM EKSISTI

NG

KPM PENGGE

-NAPAN (Covid-

n % n % n % 19)

1 N Aceh

Darussalam 29.248 9,21 18.987 5,98 48.235 15,19 317.480 269.245 16.198 2 Bali 11.199 11,93 4.439 4,73 15.638 16,66 93.879 78.241 8.458 3 Banten 42.234 12,45 10.142 2,99 52.376 15,44 339.186 286.810 33.393 4 Bengkulu 14.866 14,45 7.965 7,74 22.831 22,19 102.866 80.035 8.911 5 DI

Yogyakarta 49.681 18,94 12.686 4,84 62.367 23,77 262.335 199.968 4.970 6 DKI Jakarta 13.674 16,90 3.029 3,74 16.703 20,64 80.932 64.229 29.430 7 Gorontalo 12.715 17,65 1.255 1,74 13.970 19,39 72.052 58.082 3.592 8 Jambi 3.112 2,65 7.362 6,26 20.474 17,42 117.544 97.070 15.017 9 Jawa Barat 268.242 13,78 46.564 2,39 314.806 16,17 1.946.843 1.632.037 138.018 10 Jawa

Tengah 307.318 16,83 74.867 4,10 382.185 20,93 1.825.850 1.443.665 134.658 11 Jawa Timur 385.719 18,91 55.226 2,71 440.945 21,61 2.040.119 1.599.174 122.681 12 Kalimantan

Barat 16.296 9,90 4.777 2,90 21.073 12,80 164.675 143.602 16.521 Kalimantan

(21)

14 Kalimantan

Tengah 7.644 14,00 4.814 8,82 12.458 22,82 54.596 42.138 8.114 15 Kalimantan

Timur 9.247 12,13 7.360 9,65 16.607 21,78 76.248 59.641 8.656 16 Kalimantan

Utara 1.433 9,57 668 4,46 2.101 14,03 14.980 12.879 2.114 17 Kepulauan

Babel 3.237 12,41 2.415 9,26 5.652 21,66 26.094 20.442 3.129 18 Kepulauan

Riau 6.610 14,27 2.482 5,36 9.092 19,63 46.311 37.219 1.894 19 Lampung 64.394 12,33 10.461 2,00 74.855 14,33 522.313 447.458 27.288 20 Maluku

Utara 4.274 10,43 1.458 3,56 5.732 13,10 40.947 32.084 2.588 21 Maluku 7.854 7,87 1.009 1,01 8.863 8,88 99.826 94.094 4.659

22 Nusa Tenggara Barat

52.599 13,71 5.463 1,42 58.062 15,13 383.724 325.662 22.768

23 Nusa Tenggara Timur

47.375 11,58 7.481 1,83 54.856 13,41 408.994 354.138 15.111 24 Papua Barat 2.718 7,31 603 1,62 3.321 8,93 37.174 33.853 3.603 25 Papua 8.656 16,36 1.819 3,44 10.475 19,79 52.922 42.447 7.518 26 Riau 15.524 9,30 7.186 4,31 22.710 13,61 166.843 144.133 17.128 27 Sulawesi

Barat 3.882 6,04 1.454 2,26 5.336 8,30 64.275 58.939 3.250 28 Sulawesi

Selatan 36.679 10,83 6.621 1,96 43.300 12,79 338.571 295.271 19.894 29 Sulawesi

Tengah 14.313 9,29 3.322 2,16 17.635 11,45 153.998 136.363 10.721 30 Sulawesi

Tenggara 9.114 7,28 4.717 3,77 13.831 11,05 125.135 111.304 7.499 31 Sulawesi

Utara 21.448 18,65 3.533 3,07 24.981 21,72 115.027 90.046 8.048 32 Sumatera

Barat 16.187 8,20 8.288 4,20 24.475 12,40 197.401 172.926 11.030 33 Sumatera

Selatan 53.093 14,48 19.148 5,22 72.241 19,70 366.637 294.396 34.861 34 Sumatera

Utara 59.481 17,14 18.332 5,28 77.813 22,42 347.058 404.792 51.629 JUMLAH 1.630.681 14,65 380.353 3,41 2.011.034 18,06 11.127.917 9.252.430 810.944

Sumber: Direktorat Jaminan Sosial Keluarga Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI (http://s.kemsos.go.id/13k)

Data yang tersaji pada tabel tersebut menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2019 jumlah seluruh KPM PKH adalah sebagai berikut. KPM PKH Terdaftar sebanyak 11.127.917 keluarga, KPM PKH Terminasi sebanyak

(22)

1.630.681 keluarga (14,65%), dan KPM PKH Graduasi sebanyak 380.353 keluarga (3,41%), sehingga sisanya, yakni KPM PKH Eksisting sebanyak 9.252.430 keluarga. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang RI (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), pemerintah RI menganggap perlu memberikan Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net) bagi Keluarga Miskin terdampak Pandemi Covid-19, salah satunya berupa penambahan KPM PKH sebanyak 810.944 keluarga yang disebut dengan istilah KPM PKH Penggenapan. Data tersebut juga menunjukkan bahwa sejak keberadaannya di tahun 2007 hingga akhir tahun 2019 atau selama 12 tahun, implementasi PKH dapat menghasilkan KPM PKH Graduasi sebanyak 380.353 keluarga (3,41%) dari 11.127.917 KPM PKH yang terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa mendorong KPM untuk berhenti dari kepesertaannya pada PKH bukan pekerjaan mudah.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020- 2024 menetapkan bahwa postur anggaran belanja pemerintah pusat lebih fokus untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien, diantaranya melalui peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan penguatan Program Perlindungan Sosial. Kebijakan pembangunan itu tercermin pada pos anggaran Pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, Beasiswa, Riset, Kartu Pra Kerja, sarana dan prasarana pendidikan sebesar Rp 508,1 Triliun. Pos anggaran Kesehatan sebesar Rp 132,2 Triliun melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS), Jaminan Kesehatan Nasional, sarana dan prasarana kesehatan. Pos anggaran Perlindungan Sosial melalui Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Non Tunai, sarana dan prasarana perlindungan sosial; Akses Perumahan;

Subsidi Produktivitas Pertanian; serta Permodalan melalui Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar Rp 372,5 Triliun. Fokus rencana pembangunan ini dimaksudkan untuk memaksimalkan investasi sosial pada modal manusia dan modal sosial dalam menghadapi era globalisasi

(23)

serta disruptive economy melalui ketahanan sosial sumber daya manusia.

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2020 telah menetapkan Prioritas Nasional (PN) pertama pada pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan dengan target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 75,5%; Tingkat Kemiskinan sebesar 8,5-9,0%; Tingkat Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,3-5,5%; Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,7-6,1%; dan Tingkat Kesenjangan (Indeks Gini Ratio) sebesar 0,375-0,380. (Suryanegara, 2019).

Pemberdayaan untuk peningkatan pendapatan dilakukan melalui penerapan strategi Dual Track, yakni pemberian modal usaha dan penguatan akses terhadap lapangan kerja. Strategi ini sejalan dengan strategi nasional penanganan kemiskinan berupa pengurangan beban pengeluaran dan peningkatan pendapatan. (Menteri Sosial RI, Majalah Tempo 2-8 Maret 2020). Strategi ini didasari hasil studi SMERU yang dilaksanakan atas bantuan Pemerintah Australia (DFAT) di tahun 2019 yang mengungkap bahwa transfer bantuan tunai dapat berdampak positif terhadap produktivitas dan akses ke peluang kerja, namun masih perlu didukung intervensi ekonomi melalui modal usaha mikro serta penguatan pengetahuan dan keterampilan dalam memperoleh pekerjaan. (Tempo, 2-8 Maret 2020).

Intervensi ekonomi berupa pemberian bantuan modal usaha melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) kepada KPM PKH yang telah Graduasi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan (profitable) dan menjadikan mereka bankable agar selanjutnya dapat terhubung pada akses pendanaan lain, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pembiayaan Ultra Mikro (UMI), serta Permodalan Nasional Madani (PNM) Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar). Sedang peningkatan akses lapangan kerja, terutama bagi anak-anak KPM PKH graduasi yang telah lulus SMA atau SMK diupayakan melalui penerimaan Kartu Pra-Kerja. Penerapan strategi Dual Track untuk meningkatkan kemandirian KPM PKH Graduasi seyogyanya mendapatkan perhatian seksama, mengingat betapa susahnya menyadarkan dan mendorong KPM PKH untuk berhenti dari kepesertaanya pada PKH

(24)

tanpa disertai jaminan berupa keberadaan dampak sosial yang menguntungkan bagi KPM.

B. Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimana dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE?.

2. Apakah faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE?.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE.

2. Mengetahui faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan wahana untuk mengungkap keberadaan dan wujud dampak sosial ekonomi, serta faktor pendukung keberadaan dampak sosial ekonomi pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi empirik bagi penyempurnaan kebijakan atau strategi peningkatan kemandirian KPM PKH Graduasi.

(25)
(26)

Bab II. Perspektif Teoritik

A. Dampak Sosial

Soemarwoto (1999) menyatakan bahwa dampak adalah perubahan yang terjadi akibat dari suatu aktifitas, baik menguntungkan atau tidak menguntungkan; tergantung tujuan dari aktivitas tersebut.

Dalam Bahasa Inggris, dampak dikenal dengan istilah Impact bersinonim dengan Effect atau Consequences berarti pengaruh kuat yang mendatangkan akibat. Dampak dapat dibedakan sebagai berikut. a.

Dampak positif, yakni dampak yang dianggap baik, b. Dampak negatif, yakni dampak yang dianggap tidak baik, c. Dampak yang disadari (Intended Consequences) dampak ini adalah dampak yang diketahui, disadari, dan direncanakan akan terjadi. Dalam kepustakaan sosiologi, hal seperti itu disebut sebagai fungsi manifes. Dampak ini mudah diketahui karena disadari keberadaannya atau telah diperkirakan oleh penyelanggara kegiatan. d.

Dampak yang tidak disadari (Unintended Consequences). dampak ini tidak direncanakan, tidak diketahui, dan tidak disadari. Dalam kepustakaan sosiologi disebut sebagai fungsi laten. Dampak ini sulit diketahui karena tidak disadari atau tidak pernah ditemukan dalam proposal penyelanggara.

Dampak sosial adalah pengaruh dari suatu kejadian, keadaan, kebijakan yang mengakibatkan perubahan, baik yang bersifat positif maupun negatif bagi lingkungan sosial dan keadaan sosial (Glosarium kemsos.go.id). Fardani (2012) menyatakan bahwa dampak sosial adalah sebuah bentuk akibat yang terjadi karena keberadaan sesuatu hal.

Menurut psikolog Bibb Latané (1981), dampak sosial didefinisikan sebagai pengaruh apapun pada perasaan, pikiran, atau perilaku individu yang diciptakan dari kehadiran atau tindakan nyata orang lain, yang disiratkan atau dibayangkan. Atas dasar hal itu dapat disimpulkan bahwa dampak sosial berarti akibat dari suatu kejadian, keadaan, kebijakan terhadap manusia dalam jumlah yang banyak, bukan hanya satu atau dua orang. Dengan kata lain, dampak sosial merupakan akibat dari suatu

(27)

kejadian, keadaan, atau kebijakan terhadap kehidupan sosial sebuah komunitas atau masyarakat.

Dampak sosial tidak selalu sama dalam masyarakat, ikhwal ini disebabkan oleh warga masyarakat berada dalam keadaan yang tidak sama secara sosial dan ekonomi. Ketidaksamaan tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan warga masyarakat untuk memecahkan masalah (adaptasi) yang ditimbulkan oleh suatu kejadian, keadaan, atau kebijakan.

Warga masyarakat yang berada dalam situasi lemah secara ekonomi dan sosial merupakan kelompok yang lebih merasakannya karena merekalah yang memiliki berbagai rintangan untuk beradaptasi. Kelompok yang lemah disebut sebagai Kelompok Marjinal adalah lapisan masyarakat miskin, perempuan, anak-anak, dan lansia. Kelompok kaya lebih memiliki kemampuan untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Oleh karena itu, setiap penelaahan terhadap dampak perlu mempertimbangkan keberagaman masyarakat yang terkena dampak dengan memberikan perhatian lebih kepada Kelompok Marjinal.

Analisis dampak sosial adalah suatu kajian yang dilakukan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sebagai akibat keberadaan suatu kejadian, keadaan, atau kebijakan pada suatu wilayah atau area tertentu. Kajian dilakukan untuk menelaah dan menganalisis berbagai dampak yang terjadi, baik positif maupun negatif sebagai akibat dari keberadaan suatu kejadian, keadaan, atau kebijakan tertentu. Kajian tidak sebatas terpusat pada dampak positif, tetapi juga mengungkapkan dampak negatif. Kajian tidak hanya fokus pada fungsi manifes, melainkan juga meliputi fungsi laten. Seharusnya fungsi laten inilah yang menjadi tekanan dalam kajian dampak. Fokus pada fungsi laten berarti konsentrasi pada sesuatu yang tidak tampak, tidak diharapkan, dan tidak disadari. Dalam konteks kajian ini, penelaahan terhadap dampak sosial pemberdayaan melalui KUBE bagi KPM PKH Graduasi meliputi sejumlah aspek berikut.

1. Lingkungan, terkait 1) perubahan tata guna lahan, 2) kerusakan lingkungan, 3) kekeringan 4) sumber mata ai, dan 5) bencana alam.

(28)

2. Kesehatan, terkait 1) perilaku hidup sehat, 2) frekuensi sakit, dan 3) jenis penyakit (baru atau lama).

3. Hak Pribadi, terkait 1) kemudahan untuk memenuhi kebutuhan, 2) kemudahan untuk bekerja, 3) memperoleh tempat tinggal yang layak, 4) kebebasan menyatakan pendapat, 5) kebebasan menentukan pilihan, dan 6) kebebasan dari rasa takut dan ancaman.

4. Perubahan Aspirasi, terkait 1) pandangan terhadap pemimpin, 2) pandangan terhadap tetangga, 3) pandangan terhadap negara, dan 4) pandangan terhadap cara penyelesaian masalah.

5. Ekonomi, terkait 1) pekerjaan yang dijalani, 2) kemampuan produksi, 3) kemampuan pemenuhan kebutuhan pasar, 4) jumlah penghasilan dan pengeluaran, 5) akses terhadap sumber ekonomi, serta 6) ketersediaan potensi sosial dan alam.

6. Psikologi, terkait 1) kematangan dan kemandirian, 2) kemampuan mengelola diri sendiri, 3) kemampuan membuat keputusan, 4) tanggung jawab, 5) kemampuan mengelola emosi, dan 6) kemampuan menghadapi orang lain.

7. Cara Hidup Masyarakat, terkait 1) perubahan mata pencaharian, 2) perubahan sistem komunikasi, 3) perubahan cara penyelesaian konflik/perbedaan pendapat, 4) perubahan frekuensi tatap muka antarwarga, 5) perubahan cara investasi, dan 6) perubahan peran di masyarakat

8. Budaya, terkait 1) nilai kearifan lokal, 2) adat dan kebiasaan pribadi dan masyarakat, dan 3) kepercayaan terhadap alam.

9. Sosial, terkait 1) hubungan/interaksi antara individu dan masyarakat, 2) strata sosial, 3) pandangan terhadap orang lain dalam masyarakat, dan 4) sifat dasar dari setiap individu manusia.

10. Politik, terkait 1) hak menyalurkan pendapat dari diri sendiri, 2) hak untuk dipilih, 3) hak menyalurkan pendapat dalam keluarga, 4) hak mendapat jaminan yang sama dalam keluarga, 5) hak mendapat kebebasan dalam berpolitik, 6) hak untuk mengadakan musyawarah

(29)

untuk menyampaikan partisipasi, dan 7) hak menentukan pandangan dan pendapat berdasar keputusan bersama.

11. Religius, terkait 1) kebebasan beribadah, 2) kebebasan berinteraksi dengan tokoh agama, 3) kebebasan berinteraksi antar umat beragama, dan 4) kebebasan mengikuti kegiatan keagamaan. (The 1st International Seminar on Link and Match Between Social Protection Program in Frame of Social Impact Analysis B2P3KS as a Center of Amdas di Hotel Cavington Yogyakarta, 16 Oktober 2019).

B. Pemberdayaan

Dalam bukunya yang berjudul Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Edi Suharto (2010) menampilkan definisi pemberdayaan dari sejumlah pakar menurut tujuan, proses, dan implementasinya. Menurut Rappaport (1984), pemberdayaan adalah suatu cara ketika rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai kehidupannya. Swift dan Levin (1987) memaknai pemberdayaan merupakan usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Menurut Cox (1994) pemberdayaan adalah proses orang menjadi kuat untuk berpartisipasi dalam pengontrolan, dan mempengaruhi kejadian serta lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan, bahwa orang dapat memperoleh keterampilan, pengetahuan, beserta kekuasaan untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Sedangkan menurut Ife (1995) pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung agar dapat memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan sejumlah definisi tersebut, Suharto menyimpulkan bahwa makna dari pemberdayaan adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas individu, kelompok atau masyarakat dengan memanfaatkan potensi beserta sumber internal dan eksternal, agar dapat berdaya (berkuasa, mampu, bebas), berkembang, mandiri serta berfungsi

(30)

sosial (social fuction). Pemberdayaan mengandung makna mengatasi masalah, menyadari kelemahan dan kekurangan, perbaikan kehidupan, pembangunan fisik, mental dan sosial, pemanfaatan potensi dan sumber secara optimal, agar memiliki kemampuan (swadaya) dalam berinteraksi terhadap perubahan lingkungan atau zaman. (Suharto, 2010).

Menurut Payne (1997) pemberdayaan merupakan kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya, guna mengambil keputusan dan menentukan suatu tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka. Upaya pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk mendayagunakan sumber potensi yang dimiliki dan yang tersedia di sekitarnya untuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Sedang Wrihatnolo (2007) memaknai pemberdayaan sebagai upaya penyediaan sumberdaya, peluang, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat dalam meningkatkan kapasitas mereka untuk menentukan masa depan serta mengambil bagian dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pemberdayaan (empowerment) berasal dari konsep power yang bermakna kekuasaan atau keberdayaan. Ide utama dari empowerment adalah pemberian kekuasaan, karena power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan. Dengan demikian kata daya tidak saja berarti mampu, tetapi juga terkait dengan kepemilikan kekuasaan.

Wrihatnolo juga mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu ”proses menjadi” bukan ”instan”. Sebagai suatu proses, pemberdayaan perlu melalui tiga tahapan, yakni penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Tahap pertama, sasaran yang akan diberdayakan diberi pencerahan berupa penyadaran bahwa mereka berhak mempunyai ”sesuatu” dan dapat berdaya. Kondisi tersebut dapat tercapai apabila mereka memiliki kemampuan untuk keluar dari permasalahan yang dialami. Pemberdayaan dalam tahap ini berupa pemberian pengetahuan yang bersifat kognitif, belief, dan healing dengan target mereka menyadari dan memahami memang perlu diberdayakan. Tahap kedua, berupa pengkapasitasan yang juga sering disebut dengan terminologi capacity building. Pengkapasitasan adalah

(31)

memampukan manusia, baik dalam konteks individu maupun kelompok melalui penyadaran atas potensi diri dan lingkungan, dilanjutkan peningkatan keterampilan dan pemberian bantuan permodalan untuk usaha sesuai potensi yang memungkinkan untuk dikembangkan. Upaya pengkapasitasan juga dilakukan dengan cara mengelompokkan sasaran dalam suatu jenis usaha yang dikelola secara bersama-sama disesuaikan dengan sumber potensi yang tersedia, serta mendapat pendampingan agar memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Pengkapasitasan pada kelompok mampu dilakukan melalui penumbuhan kepedulian untuk membantu warga masyarakat sekitar yang kurang beruntung. Tahap ketiga, berupa pendayaan sistem nilai. Dalam konteks ini sasaran pemberdayaan adalah aturan main yang disepakati.

Seirama dengan pendapat tersebut, Fathurochman (2012) menguraikan bahwa pemberdayaan masyarakat meliputi tiga aspek, antara lain a. Menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang (enabling), yakni menumbuhkan kesadaran bahwa setiap manusia dan atau masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan. b. Memperkuat potensi untuk memanfaatkan akses (opportunities) melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, sumber ekonomi, modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

Membangun prasarana dan sarana fisik. Menanamkan nilai budaya modern yang positif: kerja keras, hemat, disiplin, terbuka dan tanggungjawab serta menghilangkan budaya negatif: malas bekerja, boros, sombong, kikir, putusasa dan pesimis, serta c. Melindungi kelompok lemah terhadap kelompok kuat (protection), untuk mencegah diskriminasi dan persaingan yang tidak sehat agar dapat bersaing secara sehat dan mandiri. Berdasarkan pendapat tersebut, pemberdayaan tidak terbatas dilakukan kepada masyarakat yang powerless, akan tetapi dapat juga diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki daya dan mandiri (powerfull) agar bersedia membagi kemampuan dan kewenangan yang dimilikinya.

(32)

Pemberdayaan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan power bagi masyarakat kurang beruntung dimaknai sebagai upaya pengembangan, kemandirian, keswadayaan, dan memperkuat posisi tawar warga masyarakat, khususnya lapisan bawah terhadap kekuaran-kekuatan penekan. Pemberdayaan dapat bermakna melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah dari persaingan yang tidak seimbang atau eksploitasi. Pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, yakni a. kecenderungan primer: kecenderungan yang menekankan pada proses pemberian ataupun pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada warga masyarakat agar individu semakin berdaya; b. kecenderungan sekunder: kecenderungan yang menekankan pada stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan/keberdayaan dalam menentukan pilihan hidup melalui dialog (Marsden and Oakley, 1990). Pemberdayaan ditujukan untuk kemandirian yaitu kondisi tertentu yang membuat individu atau kelompok manusia tidak lagi tergantung pada kedermawanan dari pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pemberdayaan juga dapat dimaknai sebagai usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial, yakni suatu cara mengarahkan rakyat, organisasi, dan komunitas agar mampu menguasai kehidupannya.

C. Kelompok Usaha Bersama

Bantuan Sosial melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah Program dari Kementerian Sosial RI yang bertujuan membantu kelompok usaha ekonomi melalui pemberian bantuan dana sebesar Rp 20 Juta setiap kelompok (@ Rp 2 juta X 10 KK). Sumber dana dari APBN dengan ketentuan bahwa bantuan merupakan aset kelompok bukan aset perorangan dengan mekanisme pencairan melalui tranfer ke rekening kelompok. Kriteria penerima bantuan atau anggota KUBE, yakni a.

Keluarga Fakir Miskin atau Miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu; b. Berusia 18 tahun ke atas, masih produktif dan sudah menikah; c. Berdomisili tetap dan

(33)

berdekatan (dalam satu wilayah); d. Menyatakan siap berusaha dalam kelompok; e. Memiliki potensi dan keterampilan di bidang Usaha Ekonomi Produktif; serta f. Bukan PNS, TNI/POLRI atau pensiunan.

Syarat KUBE antara lain a. Berbentuk kelompok usaha bersama;

b. Memiliki rencana usaha atau pemanfaatan dana bantuan; c. Memiliki rekening dan stempel atas nama kelompok pada Bank; dan d. Diusulkan pemerintah kabupaten melalui dinas sosial setempat dengan tembusan kepada dinas sosial provinsi. KUBE merupakan unit usaha yang dikelola sejumlah keluarga kurang mampu sebanyak 5 hingga 10 KK di wilayah tertentu yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Program KUBE merupakan pengembangan usaha ekonomi produktif bagi warga masyarakat di bawah garis kemiskinan. Program KUBE bertujuan meningkatkan perekonomian rumahtangga melalui pendayagunaan potensi dan sumberdaya lokal, serta menjalin kemitraan sosial-ekonomi dengan berbagai pihak terkait. (Ditjen PFM, 2019) Strategi pemberdayaan masyarakat melalui KUBE dilakukan dengan Empat cara, yaitu a. Peningkatan komitmen keagamaan, Pancasila, toleransi, dan Bhinneka Tunggal Ika; b. Pemberian perlindungan, pembinaan dan bantuan dari pemerintah (BPJS, BPNT, KUBE, UEP); c.

Dukungan dan partisipasi dari masyarakat serta dunia usaha (donatur, sumbangan bencana, CSR); d. Peningkatan kemampuan administrasi versi Luther Gullick dan Linda Urwick meliputi POSDCoRB (Planning, Organization, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting). (Mufis, 1985).

Pemberdayaan keluarga miskin melalui Program Bantuan Sosial KUBE, menurut pemikiran Wrihatnolo (2007) merupakan proses pemberdayaan pada tahap kedua, yakni pengkapasitasan (capacity building) berupa penyadaran atas potensi diri dan lingkungan, dilanjutkan peningkatan keterampilan dan pemberian bantuan permodalan untuk usaha sesuai potensi yang memungkinkan untuk dikembangkan.

Sedangkan menurut pemikiran Fathurochman (2012), pemberdayaan keluarga miskin melalui Program Bantuan Sosial KUBE juga merupakan

(34)

proses pemberdayaan pada tahapan kedua berupa penguatan potensi untuk memanfaatkan akses (opportunities) melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, sumber ekonomi, modal, teknologi, informasi, lapangan pekerjaan, dan pasar. Membangun prasarana dan sarana fisik.

Menanamkan nilai budaya modern yang positif: kerja keras, hemat, disiplin, terbuka dan tanggungjawab serta menghilangkan budaya negatif: malas bekerja, boros, sombong, kikir, putusasa dan pesimis.

Strategi pemberdayaan seperti pemikiran Wrihatnolo (2007) dan Fathurochman (2012) juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, khususnya pada Pasal 12 Ayat 2 yang menggariskan bahwa pemberdayaan sosial dilakukan melalui a.

peningkatan pengetahuan dan kemampuan, b. penggalian potensi dan sumberdaya, c. penggalian nilai-nilai dasar, d. pemberian akses, dan e.

pemberian bantuan usaha. Lebih jauh diuraikan pada Pasal 12 Ayat 13 bahwa pemberdayaan sosial dilakukan dalam bentuk kegiatan a. diagnosis dan pemberian motivasi, b. pelatihan keterampilan, c. pendampingan, d.

pemberian stimulan, modal, peralatan usaha dan tempat usaha, e.

peningkatan akses pemasaran hasil usaha, f. supervisi dan advokasi sosial, g. penguatan keserasian sosial, h. penataan lingkungan, dan i.

bimbingan lanjut. Sejumlah klausula tersebut pada prinsipnya memberikan pengertian kepada masyarakat tentang hakikat pemberdayaan sosial beserta proses pelaksanaannya.

D. Kemandirian KPM PKH

Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan dan mempertanggungjawabkan tindakan serta menjalin hubungan yang suportif dengan orang lain. (Steinberg, 2017). Mandiri adalah tidak tergantung kepada orang lain atau dapat hidup dengan usahanya sendiri.

Kemandirian merupakan tendensi untuk mencapai dan mengatasi sesuatu serta mampu bertindak terhadap lingkungan dalam merencanakan dan mewujudkan harapan. Kemandirian identik dengan kemampuan berinisiatif, kemampuan mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai

(35)

rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu beserta hasrat untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Secara singkat kemandirian mengandung pengertian sesuatu keadaan ketika seseorang yang memiliki hasrat berusaha untuk maju demi kebaikannya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dan memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas serta tanggung jawab. (2011, http://tiyaraepradiktas.blogspot.com).

Kemandirian merupakan kebebasan dari ketergantungan kepada orang lain dan kebebasan dari ketergantungan nasib atau kontrol dari orang. Dua hal tersebut ditandai dengan kemampuan mencari nafkah atau memelihara diri sendiri dan mengarahkan dirinya pada hal-hal yang berhubungan dengan hambatan atau gangguan dari luar. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kemandirian adalah tendensi perilaku yang diarahkan kepada diri sendiri dan tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain dalam memecahkan masalah sendiri. Sifat mandiri seringkali dibedakan dengan sifat tergantung. Teori yang menjelaskan makna kemandirian adalah teori Psychological Needs dari Murray (dalam Suharto, 1997). Teori ini menganggap bahwa perilaku psikologis manusia digerakkan oleh sejumlah kebutuhan biologis. Dua jenis kebutuhan yang berlainan adalah kebutuhan untuk mandiri dan kebutuhan untuk bergantung. Kebutuhan untuk mandiri tercermin dalam perilaku yang sesuai dengan kehendak sendiri, menyatakan pikiran sendiri, bebas dalam mengambil keputusan, merasa memiliki kebebasan untuk mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kebutuhannya, menghindari situasi ketika diharapkan menyesuaikan dirinya, dan mengerjakan sesuatu tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Sedang kebutuhan untuk tergantung tercermin dalam perilaku ingin mendapat saran dari orang lain, mengikuti petunjuk dan mengerjakan seperti yang diharapkan, menerima kepemimpinan orang lain, menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan menghindari perubahan-perubahan kebiasaan, serta menjadikan orang lain membuat keputusan.

(36)

Menurut Masrun (1986) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang secara bebas, melakukan sesuatu atau dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan, untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak orisinal, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Dengan demikian seseorang dapat memilih jalan hidup untuk berkembang dengan lebih mantap. Menurut Steinberg (2017) kemandirian meliputi a. Kemandirian Emosional adalah aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan seseorang yang berusaha untuk melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain. Hal ini ditandai dengan ketidaktergantungan secara emosional kepada orang lain, keinginan untuk berdiri sendiri, dan kemampuan menjaga emosi di depan orang lain. b.

Kemandirian Tingkah Laku yakni kemampuan untuk membuat keputusan tanpa tergantung kepada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Kemandirian tingkah laku bukan hanya kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan bebas, namun juga kemampuan untuk mempertimbangkan dan memutuskan tingkah laku dengan bebas. d. Kemandirian Nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar atau salah, dan tentang apa yang penting atau tidak penting. Seseorang akan melakukan tingkah laku tertentu setelah memikirkannya terlebih dahulu akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Kemandirian ditandai dengan kemampuan dalam menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mampu mengatur tingkah laku, bertanggungjawab, mampu menahan diri, mampu membuat keputusan-keputusan sendiri, mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. (Desmita, 2011).

Berdasarkan sejumlah pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu keadaan pada seseorang untuk mengontrol tindakan diri sendiri, mampu mengambil keputusan sendiri tanpa bimbingan dan bantuan orang lain atau dari pihak manapun.

(37)

Mereka mampu melakukan pemenuhan kebutuhan diri sendiri, memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan keluarga, berinisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri, merasa puas dengan hasil usahanya, dan mampu bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan. Apabila dihubungkan dengan kondisi objektif KPM PKH sebagai mahkluk sosial, maka kemandirian KPM dapat dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan fungsi sosial secara wajar.

Pengertian fungsi sosial mengarah kepada cara yang dipergunakan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan permasalahan, dan memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, pembahasan tentang social functioning tidak dapat terlepas dari pembahasan social role (peran sosial) dan social status (status sosial) orang tersebut di lingkungan/masyarakat (Sukoco, 1998).

(38)

Bab III. Metode Penelitian

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian penggabungan (mixed method) dengan pendekatan paralel konvergen. Pendekatan paralel konvergen merupakan salah satu jenis penelitian gabungan yang dilakukan dengan menggabungkan data secara kuantitatif dan kualitatif pada waktu yang sama untuk diinterpretasikan hasilnya secara keseluruhan. (Creswell, 2016). Penggabungan ini akan menghasilkan data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif. (Sugiyono, 2014).

B. Lokasi dan Penentuan Sampel

Sumber data primer penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) Graduasi yang telah mendapatkan pemberdayaan berupa Program Bantuan Sosial melalui Kelompok Usaha Bersama yang bermukim di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah pelaksana Program Bantuan Sosial melalui Kelompok Usaha Bersama, meliputi aparat pemerintah lokal terkait dan pendamping program. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan secara Purposive Sampling atau penentuan sumber data berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016), yakni pemilihan 30 KPM PKH Graduasi pada masing- masing kabupaten/kota di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian penelitian ini melibatkan sumber data primer sebanyak 150 KPM PKH Graduasi dan sumber data sekunder sebanyak 10 orang pelaksana beserta pendamping program KUBE.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

(39)

kepada KPM PKH Graduasi melalui jasa enumerator lokal, yakni pelaksana program KUBE sekaligus merupakan sumber data sekunder penelitian. Data penelitian juga dikumpulkan menggunakan teknik wawancara mendalam, terutama kepada sumber data sekunder dan apabila memungkinkan ditunjang penggunaan teknik studi dokumen.

1. Teknik Observasi

Teknik observasi menggunakan check-list berupa kuesioner terkait keberadaan dampak sosial ekonomi implementasi Program KUBE khususnya pada KPM PKH Graduasi. Instrumen pengumpulan data berupa sejumlah pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban. Selain itu juga disediakan pertanyaan terbuka dalam menggali informasi terkait dengan jawaban yang diberikan.

2. Teknik Wawancara

Wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi kualitatif terkait faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Program KUBE. Wawancara juga dilakukan untuk menggali informasi terkait peran berbagai pihak serta dampak sosial implementasi Program KUBE.

3. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan untuk menggali data penunjang, baik berupa data sekunder yang disediakan instansi terkait (BPS/dinsos/Kemensos/lainnya), laporan yang pernah dibuat pelaksana program dan atau pendamping, hasil penelitian yang relevan serta dokumen terkait lainnya.

D. Teknik Analisis Data 1. Analisis data kuantitatif

Analisis data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk mengetahui keberadaan dampak sosial pemberdayaan melalui Program KUBE. Data kuantitatif diolah

(40)

menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).

2. Analisis data kualitatif

Analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif deskriptif yang dilakukan pada data hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen. Miles dan Huberman (1994) menjelaskan bahwa data yang sudah terkumpul dianalisis menggunakan tiga tahapan, yakni reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclussion drawing/verification).

E. Limitasi Penelitian

1. Mengandalkan Teknik Purposive Sampling dalam penentuan sumber data

Teknik Purposive Sampling mendasarkan pada pertimbangan tertentu dalam penentuan responden atau sumber data penelitian. Dalam konteks penelitian ini ketepatan sasaran (eligibilitas) terkait dengan topik penelitian, keterbatasan waktu, dan pemenuhan kebutuhan administrasi menjadi dasar pertimbangan yang harus diperhatikan. Data dan informasi yang sudah terkumpul dari sumber data perlu dicleaning/cleansing agar sesuai dengan kebutuhan analisis. Hal ini tentu saja akan mengurangi kemampuan untuk menjamin keterwakilan populasi (representativeness) dan kurang memadai bagi upaya generalisasi hasil penelitian.

2. Mengandalkan enumerator dalam pengumpulan data

Hal ini kurang mampu menjamin kedalaman serta komprehensivitas data dan informasi yang diharapkan dapat diperoleh melalui pelaksanaan penelitian ini. Data dan informasi yang komprehensif sangat dibutuhkan sebagai referensi empirik bagi upaya penyusunan serta penyempurnaan kebijakan.

(41)
(42)

Bab IV. Hasil Penelitian

A. Gambaran Umum Responden Penelitian

Populasi penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Graduasi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diberdayakan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). KPM PKH Graduasi adalah mantan KPM PKH yang secara sukarela telah menyatakan berhenti menerima bantuan sosial PKH karena telah merasa mampu memenuhi kebutuhan keluarga, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Sampel penelitian ini ditentukan secara purposive sebanyak 150 keluarga, meliputi 30 keluarga dari masing-masing kabupaten/kota. Namun setelah dilakukan pembersihan data (datacleaning/cleansing), yakni penyiapan data untuk dianalisis dengan cara menghapus data salah, tidak relevan, duplikat, atau tidak terformat (Wu, 2013), maka diperoleh sebanyak 113 keluarga warga Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta yang relevan (eligible) sebagai responden penelitian ini dengan gambaran umum sebagai berikut.

Gambaran umum responden penelitian berdasarkan kabupaten/kota tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota f %

Sleman 20 18

Gunungkidul 15 13

Bantul 20 18

Kulonprogo 30 26

Yogyakarta 28 25

Total 113 100

(43)

Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi ke dalam lima kabupaten/kota, yakni Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta. Data yang berhasil dihimpun dari lapangan menunjukkan bahwa responden berjumlah 113 keluarga, terdiri 20 keluarga (18%) dari Kabupaten Sleman, 15 keluarga (13%) dari Kabupaten Gunungkidul, 20 keluarga (18%) dari Kabupaten Bantul, 30 keluarga (26%) dari Kabupaten Kulonprogo, dan 28 keluarga (25%) dari Kota Yogyakarta. Kenyataan ini menunjukkan bahwa responden terbanyak berasal dari Kabupaten Kulonprogo diikuti Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul, sedangkan responden paling sedikit berasal dari Kabupaten Gunungkidul. Gambaran umum responden penelitian berdasarkan wilayah kapanewon/kemantren (kecamatan) tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Responden Penelitian Menurut Kabupaten/Kota dan Kapanewon/Kemantren

(Kecamatan)

Kabupaten/Kota Kapanewon/Kemantren f %

Sleman Godean 4 4

Moyudan 13 12

Pakem 3 3

Gunungkidul Rongkop 1 1

Girisubo 2 2

Gedangsari 3 3

Karangmojo 1 1

Playen 1 1

Paliyan 1 1

Saptosari 6 5

Bantul Sewon 1 1

Pandak 7 6

Pundong 2 2

(44)

Kasihan 8 7

Kulonprogo Nanggulan 6 5

Wates 22 19

Kokap 1 1

Sentolo 1 1

Yogyakarta Umbulharjo 4 4

Kotagede 11 10

Kraton 1 1

Tegalrejo 3 3

Gedongtengen 1 1

Jetis 3 3

Wirobrajan 1 1

Gondokusuman 2 2

Danurejan 1 1

Gondomanan 1 1

Total 113 100

Sumber: Data Primer Penelitian, 2020.

Dari kelima kabupaten/kota tersebut, DIY memiliki 78 wilayah kecamatan, terdiri dari 64 wilayah kapanewon (setara dengan kecamatan di wilayah kabupaten), serta 14 wilayah kemantren (setara dengan kecamatan di wilayah kota). Diantara 78 wilayah kecamatan yang dimiliki DIY; 17 kapanewon berada di wilayah Kabupaten Sleman, 18 kapanewon berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul, 17 kapanewon di wilayah Kabupaten Bantul, dan 12 kapanewon berada di wilayah Kabupaten Kulonprogo, sedangkan Kota Yogyakarta memiliki 14 wilayah kemantren.

Penelitian ini melibatkan responden yang bermukim di 29 wilayah kecamatan dari 78 kecamatan yang dimiliki DIY. Kota Yogyakarta melibatkan responden yang bermukim di 10 kemantren, Kabupaten Gunungkidul melibatkan 7 kapanewon, Kabupaten Bantul

Gambar

Grafik  di  atas  memperlihatkan  gambaran  umum  mengenai  persentase  jumlah  responden  penelitian  menurut  status  daerah  tempat  bermukim
Grafik 2 Deskripsi 11 Dimensi Dampak Sosial Pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE di Provinsi Daerah Istimewa  Yogyakarta Tahun 2020 (N = 113)  Sumber: Data primer penelitian, 2020
Grafik 3   Deskripsi 11 Dimensi Dampak Sosial Pemberdayaan KPM PKH Graduasi melalui KUBE   pada 5 Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2020 (N = 113)  umber: Data primer penelitian, 2020

Referensi

Dokumen terkait

3)  Nira pada BP II dialirkan ke BP III yang dipanaskan dengan uap nira dari  Nira pada BP II dialirkan ke BP III yang dipanaskan dengan uap nira dari BP II. Pada BP Pada BP III III

Penanggung jawab tersebut harus berada ditempat pekerjaan selama jam kerja dan pada saat diperlukan dalam pelaksanaan, atau pada pada saat yang dikehendaki oleh MK

PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Bantuan sosial yang didapatkan oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) adalah uang tunai sebesar Rp. Penyaluran bantuan dilakukan sebanyak

Kriteria keputusan dari uji tersebut adalah jika signifikansi kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa alternatif yang mengatakan bahwa terdapat

Prosedur pengendalian produk tidak sesuai usulan untuk memenuhi persyaratan klausul 8.3 yaitu organisasi harus menetapkan prosedur untuk memperoleh konsesi kepada

Hasil dari penelitian ini adalah pengaplikasian strategi komunikasi agar performa organisasi dapat efektif adalah dengan enam hal yaitu komunikasi yang terbuka dalam

Penelitian ini berfokus pada keberfungsian sosial eks Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan pasca melakukan graduasi mandiri.. Penelitian ini merupakan penelitian