• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS EFEKTIVITAS PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KEMENTERIAN SOSIAL DALAM MENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN MEDAN JOHOR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS EFEKTIVITAS PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KEMENTERIAN SOSIAL DALAM MENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN MEDAN JOHOR."

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

EFEKTIVITAS PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)

KEMENTERIAN SOSIAL DALAM MENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN MEDAN JOHOR

Oleh :

HERIANA BANGUN 167024032

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)
(3)

ABSTRAK

Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial merupakan sebuah bantuan tunai bersyarat kepada keluarga miskin atau dalam istilah internasional dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT). PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang memiliki komponen kesehatan (balita dan ibu hamil), pendidikan (anak SD, SMP, dan SMA), dan kesejahteraan sosial (lansia dan disabilitas sosial).

Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan. Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial diukur dari beberapa indikator yaitu ketepatan sasaran, pelaksanaan sosialisasi program, tercapainya tujuan program, dan evaluasi program.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Johor. Yang digunakan dalam penelitian tesis ini penelitian deskriptif dengan metode penelitian kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif menggunakan kata-kata, gambar, dan bukan sepenuhnya angka ketika data dikumpulkan. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 2.589 dan dengan menggunakan metode multi stage sampling, melalui tahap proportionate stratified dan simple random sampling diambil sampel sebanyak 259 KPM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial di Kecamatan Medan Johor sudah berjalan secara efektif. Namun, masih ada beberapa aspek yang belum sepenuhnya memenuhi keefektivitasan program ini, seperti petugas (pendamping) yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang sering tidak hadir pertemuan kelompok, serta permasalahan seperti saldo nol, kartu rusak atau hilang yang belum ada gantinya, serta perilaku dan sudut pandang KPM mengenai bantuan dari Pemerintah ini yang belum benar.

Kata Kunci: Efektivitas, Program Keluarga Harapan (PKH)

(4)

ABSTRACT

Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial is cash assistance for poor families or an international term known as Conditional Cash Transfer (CCT). PKH is a social protection program that provides cash assistance to Very Poor Households (RTSM) and for members of Beneficiary Families (KPM) that have a health component (under-five and pregnant women), education (elementary, middle and high school children), and wealth social (elderly and social disability).

This program, in the short term aims to reduce the burden of RTSM and in the long term is expected to break the inter-generational chain of poverty, so that the next generation can get out of the poverty trap. The effectiveness of Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial is measured from several indicators, namely the accuracy of the target, the implementation of program socialization, the achievement of program objectives, and program evaluation.

This research was conducted in Medan Johor District. The research used in this thesis is descriptive research with quantitative research methods.

Quantitative descriptive research uses words, images, and not fully numbers when data is collected. The population in this study was 2,589 and using the multi-stage sampling method, through the proportionate stratified and simple random sampling stages, the sample was 259 KPM.

The results of the study indicate that in general the implementation of the Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial in Medan Johor District has been running effectively. However, there are still some aspects that have not fully fulfilled the effectiveness of this program, such as officers (assistants) who have not carried out their duties properly, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) who often do not attend group meetings, as well as problems such as zero balance, damaged or missing cards it has not been replaced, and KPM's behavior and point of view regarding this assistance from the Government has not been correct.

Keywords: Effectiveness, Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial

(5)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Jurusan Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus pembanding.

4. Bapak Matias Siagian, PhD, selaku Ketua Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Dr. Humaizi, MA, selaku Anggota Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Drs. Agus Suriyadi, M.Si, selaku Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Kedua orang tua tercinta, Alm. Setia Bangun dan Karolina Surbakti, S.Th yang telah banyak memberikan cinta, kasih sayang, doa dan dukungan dari awal sampai akhir kepada penulis.

(6)

8. Handi Soma Bangun selaku adik kandung dan Henny Gloria Bangun selaku kakak kandung yang juga terus memberi semangat dan doa tiada hentinya kepada penulis.

9. Bapak dan Ibu dosen dan seluruh staff pengajar di Program Studi Magister Studi Pembangunan yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti perkuliahan.

10. Bapak dan Ibu Staff Administrasi Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

11. Kepada rekan-rekan angkatan 34 Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

12. Bernike, Ledy, Margaretha, Octavia, Helen, Noni, Cindy, Pipin, Dina, Maria, Kak Ida, Cindy, Ririn, Novelly, Feby, Debi, Christian, dan seluruh sahabat yang selalu memberikan semangat tanpa henti-hentinya selama penulisan tesis ini.

13. Seluruh pendamping PKH Kementerian Sosial, terutama pendamping Kecamatan Medan Johor yang selalu mengerti dengan keadaan dan terus memberikan semangat kepada penulis.

14. Lasio Agi Jayanta Sembiring untuk setiap doa, waktu, semangat, dan semua hal terbaik yang tidak pernah berhenti diberikan kepada penulis dari awal sampai penulisan tesis ini terselesaikan.

(7)

Penulis menyadari penulisan tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun, harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, 2019

Penulis

Heriana Bangun

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 9

1.4. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI Landasan Teori ... 12

2.1. Teori Efektivitas ... 17

2.2. Efektivitas Program ... 22

2.3. Program Keluarga Harapan (PKH) 2.3.1. Pengertian Program Keluarga Harapan (PKH) ... 24

2.3.2. Landasan Hukum PKH ... 25

2.3.3. Kedudukan PKH ... 25

2.3.4. Misi PKH ... 26

2.3.5. Perluasan Akses PKH ... 26

(9)

2.3.6. Dampak PKH ... 26

2.3.7. Tujuan Program Keluarga Harapan (PKH) ... 26

2.3.8. Hak dan Kewajiban Peserta PKH ... 27

2.4. Kemiskinan 2.4.1. Pengertian Kemiskinan ... 29

2.4.2. Macam-Macam Kemiskinan ... 32

2.4.3. Garis Kemiskinan ... 33

2.4.4. Konsep Kemiskinan ... 33

2.5. Pendidikan 2.5.1. Pengertian Pendidikan ... 35

2.5.2. Tujuan Pendidikan... 36

2.5.3. Unsur-Unsur Pendidikan... 36

2.5.4. Pengklasifian Pendidikan ... 37

2.5.5. Tingkat Pendidikan ... 38

2.6. Kesehatan ... 39

2.7. Kesejahteraan Sosial ... 40

2.7.1. Lansia ... 41

2.7.2. Disabilitas Berat ... 42

2.8. Kerangka Pemikiran ... 43

2.9. Definisi Konsep dan Operasional 2.9.1. Definisi Konsep ... 46

2.9.2. Definisi Operasional ... 48

(10)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 51

3.2. Lokasi Penelitian ... 52

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi ... 52

3.3.2. Sampel ... 53

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.5. Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV. HASIL DAN KESIMPULAN Pembahasan ... 58

4.1. Analisis Data ... 59

4.1.1. Analisis Karakteristik Responden... 59

4.2. Pelaksanaan PKH Kementerian Sosial... 63

4.3. Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial 4.3.1 Ketepatan Sasaran... 69

4.3.2. Pelaksanaan Sosialisasi Program... 78

4.3.3. Tercapainya Tujuan Program... 85

4.3.4. Adanya Pemantauan Program... 92

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan... 102

5.2. Saran... 104

DAFTAR PUSTAKA... 106 LAMPIRAN

(11)

Kuesioner... 111 Dokumentasi Penelitian... 112

(12)

DAFTAR TABEL

NO. JUDUL

HALAMAN

1. Data Manfaat Penerima Program Keluarga Harapan ... 54

(PKH) Kementerian Sosial 2. Usia ... 59

3. Agama ... 60

4. Pendidikan ... 60

5. Pekerjaan ... 62

6. Rumah/ Tempat Tinggal ... 69

7. Kondisi Dinding ... 71

8. Kondisi Atap ... 72

9. Data Sarana Rumah Ibadah ... 74

10. Sumber Air Minum ... 73

11. Tempat Pembuangan Tinja ... 74

12. Kondisi Makanan Sehari-Hari ...75

13. Uang PKH Digunakan Untuk Keperluan Sekolah ... 76

14. Penjelasan Mengenai Komponen Pendidikan ... 79

15. Penjelasan Mengenai Komponen Kesehatan ... 80

16. Penjelasan Mengenai Komponen Kesejahteraan Sosial ... 81

17. Berkas Validasi ... 81

18. Cara Penyampaian Pendamping ...82

19. Adanya Sesi Tanya Jawab ... 83

20. Pendidikan Dasar Anak Terpenuhi ... 85

21. Kesadaran Akan Pentingnya Kesehatan ... 86

22. Pemenuhan Gizi Ibu Hamil dan Balita ... 87

23. Penerapan Kelima Modul FDS ... 88

24. Kemudahan Akses ke Fasilitas Kesehatan Jika Sakit ... 89

25. Rasa Percaya Diri/ Tidak Minder ... 89

(13)

26. Tahu Cara Menggunakan ATM ... 90

27. Jumlah Bantuan Sesuai dengan Komponen/ Kategori ... 92

28. 4 Tahap Pembayaran PKH ... 92

29. Pertemuan Kelompok Dilakukan Secara Rutin ... 93

30. Pendamping menghubungi/ mencari tahu keadaan KPM ... 94

yang tidak hadir pertemuan kelompok 31. Pemutakhiran Data Dilakukan ... 95

32. Verifikasi Dilakukan ... 96

33. Mendengar/ Menjawab Pengaduan KPM ... 97

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kemiskinan merupakan kondisi seseorang atau sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Konsep ini cukup luas cakupannya atau multidimensional sehingga seringkali kurang terukur. Konsep kemiskinan yang diterapkan di banyak negara termasuk Indonesia adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, pendidikan, kesehatan, dan gizi. Beban kemiskinan sangat dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu seperti perempuan dan anak-anak yang berakibat pada terancamnya masa depan mereka (Suharyanto, dalam Syawie, 2011). Keluarga miskin mempunyai daya beli yang rendah, juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anak. Sebagian besar dari anak keluarga sangat miskin sama sekali tidak mengenyambangku sekolah karena harus mencari nafkah (Konig, 2011). Ketidakmampuan untuk membayar terutama untuk transportasi ke sekolah dan kapabilitas yang rendah menjadi penyebab anak tidak melanjutkan pendidikan menyebabkan kualitas generasi penerus dan keluarga miskin senantiasa rendah dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan (Bappeda, 2009).

Kemiskinan dapat mempengaruhi kehidupan keluarga dalam sejumlah hal lain. Dari perspektif orang miskin, Kempson (1996) menunjukkan bahwa kemiskinan berdampak pada empat bidang yang luas, yakni (1) psikologis,

(15)

dimana kemiskinan berkaitan dengan hilangnya harga diri, perasaan tak berdaya, kemarahan, kecemasan, dan perasaan bosan yang sangat kuat; (2) fisik, yakni kemiskinan dianggap merusak kesehatan dan well-being; (3) relasional, yakni kemiskinan membuat hubungan sosial dan personal buruk dan stigma yang dikaitkan dengan kemiskinan sangat mewarnai relasi tersebut; serta (4) praktis, dimana kemiskinan membatasi pilihan, belanja dan pengasuhan anak. Artinya, kemiskinan nyaris merusak semua bidang kehidupan, terutama bila kemiskinan tersebut tergolong kronis. Resiko anak berasal dari keluarga miskin kronis tetap hidup dalam kemiskinan pada saat dewasa adalah 35% lebih tinggi dibandingkan anak yang bukan dari keluarga miskin kronis (Pakpahan, dkk, 2009).

Permasalahan kemiskinan tidak terlepas dari strategi nasional yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi masyarakat negara tersebut secara keseluruhan. Selain strategi nasional tersebut, negara dalam upaya menanggulangi kemiskinan juga mengacu pada kebijakan internasional.

Millennium Development Goals (MDGs) merupakan salah satu kebijakan internasional yang membahas penanggulangan kemiskinan, dimana di dalamnya terdapat program-program yang sejatinya berkaitan dengan strategi nasional suatu negara. Sebagai negara yang ikut menandatangani deklarasi MDGs, Indonesia harus memiliki komitmen untuk melaksanakan program-program yang berkaitan dengan strategi nasional Indonesia itu sendiri. Permasalahan masih besarnya penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal yang antara lain, Pertama, pemerataan pembangunan belum menyebar secara merata. Masih tingginya pengangguran menyebabkan kurangnya sumber pendapatan bagi masyarakat miskin. Kedua, masyarakat miskin belum mampu menjangkau

(16)

pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk masih terjadi di lapisan masyarakat miskin.

Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Namun sejak 2015, MDGs sudah digantikan oleh SDGs.

2015 merupakan tahun peralihan dari tujuan-tujuan pembangunan millenium (millenium development goals/MDGs), 2000-2015 ke tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) 2016-2030.

Mengingat kembali, MDGs terdiri dari delapan tujuan, yakni mengentaskan kemiskinan ekstrem dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar universal, memajukan kesetaraan jender dan memberdayakan kaum perempuan, mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, dan melawan HIV/AIDs, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya, menjamin keberlanjutan lingkungan hidup, dan mengembangkan kerekanan global bagi pembangunan. Sedangkan SDGs terdiri dari 17 tujuan dengan 169 target. Ke-17 tujuan ini akan dideklarasikan secara resmi dalam sidang umum PBB tanggal 25-27 September 2015. Setelah melalui proses negosiasi panjang sejak tahun 2012 lalu, maka pada tanggal 12 Agustus 2015 negara-negara anggota PBB pada akhirnya sepakat dengan rumusan ke-17 tujuan tersebut.

Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di manapun ditempatkan sebagai tujuan pertama, menyusul tujuan kedua yakni pengentasan kelaparan, mengupayakan terjaminnya kesediaan pangan, peningkatan gizi dan memajukan pertanian berkelanjutan. PBB menempatkan hidup sehat dan pemajuan kesejahteraan semua orang dalam segala tingkatan usia sebagai tujuan ketiga.

(17)

Sedangkan menjamin pendidikan yang inklusif dan setara secara berkualitas dan memajukan peluang belajar seumur hidup bagi semua orang ditempatkan sebagai tujuan yang keempat. PBB juga menyadari bahwa masalah kesetaraan jender harus mendapat perhatian dalam SDGs, dan karenanya, dalam tujuan kelima dirumuskan perlunya pencapaian keseteraan jender dan pemberdayaan semua perempuan dan anak-anak perempuan. Yang tak kalah pentingnya adalah tujuan keenam, yakni menjamin ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi secara berkelanjutan bagi semua. Menyusul penjaminan akses semua orang terhadap energi yang terjangkau, terandalkan, berkelanjutan dan modern sebagai tujuan yang ketujuh. Sedangkan tujuan kedelapan berkaitan dengan upaya memajukan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dan penyediaan lapangan kerja secara penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak bagi semua orang.

Pengembangan infrastruktur yang memacu pembangunan, memajukan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan serta memanfaatkan inovasi menjadi tujuan yang kesembilan, yang disusul dengan tekad untuk mengurangi kesenjangan di dalam dan antarnegara sebagai tujuan kesepuluh. Sedangkan tujuan kesebelas adalah menciptakan kota-kota dan tempat-tempat pemukiman yang inklusif, aman, menunjang kemajuan dan berkelanjutan. Menjamin pola-pola konsumsi dan produksi berkelanjutan dirumuskan sebagai tujuan keduabelas;

sedangkan melakukan tindakan mendesak untuk menggempur perubahan iklim dan berbagai dampaknya termasuk tujuan ketigabelas. Menjaga dan memanfaatkan lautan, laut dan sumber-sumber dayanya bagi pembangunan berkelanjutan ditempatkan sebagai tujuan keempatbelas. Sedangkan tujuan kelima belas adalah melindungi, memulihkan kembali dan memajukan penggunaan

(18)

ekosistem-ekosistem bumi, mengelola hutan secara berkelanjutan, menggempur penggurunan, menghentikan dan mengembalikan daratan yang terdegradasi, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati. Dua tujuan terakhir berbicara tentang upaya memajukan kehidupan bermasyarakat yang damai dan inklusif bagi pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses bagi keadilan untuk semua orang dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel, dan inlklusif pada semua level (tujuan 16); dan tujuan yang ketujuhbelas menekankan perlunya

“memperkuat cara-cara penjabaran dan merevitaliasi kerekanan (partnership) bagi pembangunan berkelanjutan (Litbang Kemensos RI, 2015).

Buku pedoman Umum PKH 2008 menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat minimal sekalipun. Pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga sangat miskin sering tidak memadahi sehingga sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan kematian bayi.

Angka kematian bayi pada kelompok penduduk berpendapatan terendah pada tahun 2003 adalah 61 persen. Angka kematian ibu di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar 310 wanita per 100 ribu kelahiran hidup, atau tertinggi di Asia Tenggara.

Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh tidak adanya kehadiran tenaga medis pada kelahiran, fasilitas kesehatan yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan tindakan, atau masih banyaknya rumah tangga miskin yang lebih memilih tenaga kesehatan tradisional daripada tenaga medis lainnya. Rendahnya kondisi kesehatan keluarga sangat miskin berdampak pada tidak optimalnya proses

(19)

tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-5 tahun. Pada tahun 2003, angka kematian balita pada kelompok penduduk berpendapatan terendah adalah 77 persen per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2005, terdapat kecenderungan bertambahnya kasus gizi kurang yang meningkat dari 24,5 persen pada tahun 2000 menjadi 29 persen pada tahun 2005.

Gizi kurang berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh seseorang sehingga menyebabkan terperangkap dalam siklus kesehatan yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah karena sakit dapat menyebabkan anak putus sekolah atau setidaknya kurang berprestasi di sekolah. Ada juga sebagian dari anak-anak keluarga sangat miskin sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah. Meskipun angka partisipasi sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs. Masih banyaknya keluarga miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh akar permasalahan yang terjadi baik pada sisi demand maupun sisi pelayanan (supply). Pada sisi demand, alasan terbesar untuk tidak melanjutkan sekolah ialah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk mencari nafkah, dan alasan lainnya. Demikian halnya untuk kesehatan, keluarga miskin tidak mampu membiayai pemeliharaan atau perawatan kesehatan bagi angggota keluarganya akibat rendahnya tingkat pendapatan. Sementara itu, pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh rumah tangga miskin. Biaya pelayanan yang tidak terjangkau oleh rumah tangga miskin serta jarak antara tempat tinggal dan lokasi pelayanan yang relatif

(20)

jauh merupakan tantangan utama bagi penyedia pelayanan pendidikan dan kesehatan. Dengan memperhatikan kondisi yang seperti di atas, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan program yang merupakan penegembangan sistem perlindungan sosial yang dapat meringankan dan membantu rumah tangga sangat miskin dalam hal mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan Pendidikan Dasar dengan harapan program ini akan dapat mengurangi kemiskinan di negara kita.

Dengan demikian, dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH).

Program ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan utama pembangunan yaitu masih besarnya jumlah penduduk miskin serta rendahnya kualitas SDM. PKH adalah asistensi sosial kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu (RTM kronis, rentan terhadap goncangan) dengan memberlakukan persyaratan tertentu yang dapat mengubah prilaku individu maupun masyarakat. PKH sebagai perlindungan sosial merupakan upaya dalam mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak memiliki kekuatan, sehingga diperlukan penguatan atau pemberdayaan agar warga tersebut memiliki daya untuk keluar dari lingkaran kemiskinannya.

(www.sinarmedia-ws.com/index.php di akses pada tanggal 20-09-2010). Program keluarga harapan ini mulai diberlakukan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yakni Medan, Nias dan Tapanuli Tengah sebagai daerah percontohan dengan total 33 kecamatan. Sumatera Utara dijadikan salah satu daerah sasaran program keluarga harapan mengingat kondisi kemiskinan di daerah ini masih cukup tinggi, dimana menurut data Badan Pusat

(21)

Statistik (BPS) Sumut per Juni 2009 terdapat sekitar 11,5 % atau setara 1,5 juta jiwa dari total 13,248 juta jiwa penduduk dalam garis kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini menyebabkan banyak keluarga miskin yang tidak dapat mengakses pendidikan dan kesehatan secara layak. (http//www.pkh.depsos.go.id, di akses tanggal 28 Mei 2018, pukul 16.14 WIB).

Ada 21 Kecamatan yang telah memberlakukan program keluarga harapan di Kota Medan, salah satunya adalah Kecamatan Medan Johor. Dengan adanya kucuran bantuan program keluarga harapan ini diharapkan sedikit banyak dapat mengurangi beban rumah tangga sangat miskin yang menjadi penerima PKH di Kecamatan Medan Johor dalam mengakses pelayanan dasar tersebut. Dalam pengimplementasian program keluarga harapan tentu menghadapi berbagai hal, dan berdasarkan dari paparan di atas, penulis merasa tertarik untuk melihat efektifitas pelaksanaan PKH secara langsung di lapangan yang meliputi proses tahapan, permasalahan hingga hasil dan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat miskin tersebut. Ada 4 hal yang dilihat untuk menentukan apakah program keluarga harapan sudah terlaksana dengan baik, yakni: ketepatan sasaran program, sosialisasi program, tujuan program, dan pemantauan program. Oleh karena itu penulis mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang berjudul “Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Medan Johor.”

(22)

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dibuat setelah masalah diidentifikasi dan dipilih.

Perumusan ini penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langkah- langkah selanjutnya (Suryabrata 2008:17). Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut,

1. Bagaimana pelaksanaan program keluarga harapan (PKH) kementerian sosial di Kecamatan Medan Johor?

2. Bagaimana efektivitas program keluarga harapan (PKH) kementerian sosial terhadap masyarakat khususnya bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan program keluarga harapan (PKH) kementerian sosial di Kecamatan Medan Johor.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas program keluarga harapan (PKH) kementerian sosial terhadap masyarakat khususnya bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial di Kecamatan Medan Johor.

(23)

1.3.2. Manfaat Penelitian

a. Secara subyektif, sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur untuk menjadikan suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah kepustakaan pendidikan.

b. Secara praktis, dalam hal ini memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati jalannya pelaksanaan program keluarga harapan (PKH) serta dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan program tersebut.

c. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi baik secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan magister studi pembangunan dan bagi para peneliti atau mahasiswa yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang program keluarga harapan ini.

1.4. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam tesis ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan ini secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab dengan urutan sebagai berikut:

(24)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran- saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini akan dikemukakan beberapa teori yang terkait dengan pembahasan judul penelitian yaitu : pengertian efektivitas, pengertian efektivitas program, pengertian kemiskinan, program keluarga harapan (PKH) kementerian sosial, dan pengertian kesejahteraan. Penelitian yang membahas tentang efektivitas program sebenarnya telah dilakukan terlebih dahulu oleh beberapa peneliti dan dinarasikan dalam bentuk skripsi, tesis, jurnal, maupun disertasi. Beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Akhmad Rozi (2011) dengan judul Implementasi Program Keluarga Harapan di Kabupaten Tanah Lau, sesuai hasil penelitian diperoleh bahwa PKH dalam implementasinya di lokasi kasus dapat dinilai efektif. Pelaksanaan program ditentukan oleh faktor ketepatan sasaran, ketersediaan fasilitas, dan adanya pendampinya yang memadai. Manfaat yang paling dirasakan oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dalam sub-program peningkatan kualitas sarana sekolah, karena dana bantuan PKH benar-benar bisa digunakan untuk mendukung kelangsungan pendidikan formal anak-anak dari keluarga peserta PKH. Dalam konteks kasus di Kabupaten Tanah Lau isi utama yang tampak adalah kurang adanya dukungan dari pihak pelaksana kesehatan dan pendidikan untuk mendukung program. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah implementasi PKH dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat bagi peserta PKH dengan adanya kondisi aktual semacam ini.

(26)

Selanjutnya, Hasbi Iqbal (2008) tesis dengan judul Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan di Kabupaten Kudus. Pelaksanaan lapangan berupa sosialisasi program, verifikasi data, pembagian kartu, pencairan dana, dan pembuatan laporan. Hasil analisis menunjukkan bahwa program keluarga harapan telah berjalan sesuai dengan Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaannya. Dampak yang dirasakan peserta program adalah semakin meningkatnya penggunaan fasilitas pendidikan dan kesehatan oleh anak usia sekolah, ibu hamil serta anak balita. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat keberhasilan pelaksanaan program adalah sikap pelaksana program yang kurang baik.

Kemudian, Julia (2010) dalam penelitian tesis pada Universitas Indonesia yang berjudul “Efektivitas Program Bantuan Operasional SEKOLAH (BOS) di Kecamatan Kotamadya Jakarta Selatan”. Dengan tujuan untuk meringankan beban biaya pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan 9 tahun. Metode penelitiannya adalah penelitian kualitatif, dengan fokus penelitian adalah efektivitas program yang dianalisis melalui tiga indikator yaitu input, proses dan output. Hasil penelitiannya menyatakan berkenaan dengan efektivitas program BOS sudah terlaksana dengan efektif, namun pemerintah harus mengalokasikan dana yang memadai sehingga pemanfaatan dana BOS bisa berjalan optimal.

Septian Dwi Putra (2013) dalam tulisannya yang berjudul “Efektivitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan dalam Rangka Pemberdayaan Perempuan di Kelurahan Nenang Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara”. Fokus dalam penelitian ini yaitu melihat sejauh mana efektivitas PNPM Mandiri Pedesaan khususnya dalam program SPP di

(27)

Kelurahan Nenang Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan metode kualitatif dan studi kasus. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memaparkan dan memberikan gambaran serta penjelasan dari variabel yang diteliti yakni efektivitas PNPM Mandiri Pedesaan khususnya dalam program SPP.

Ukuran efektivitas yang digunakan adalah ketepatan sasaran dan pencapaian tujuan. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, PNPM Mandiri Pedesaan khususnya dalam program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) masih dikatakan belum efektif.

Hal tersebut dikarenakan masih terdapat beberapa sasaran dan tujuan yang belum tercapai secara maksimal. Dalam kenyataannya masih terdapat Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang merupakan sasaran dari program SPP yang belum bisa mengikuti program dikarenakan tidak memiliki usaha. Masalah lainnya yang ditemukan yaitu terkait dana yang disalahgunakan dan terjadi penyimpangan pemanfaatan dana yang berakibat pada tidak terjadinya peningkatan perekonomian masyarakat. Dan partisipasi masyarakat yang kurang juga mengakibatkan keefektifan dari program SPP masih terbilang kurang.

Seterusnya, Rahmatika (2011) dalam skripsinya dengan judul “Analisis Efektivitas Program Pinjaman Dana Bergulir pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri dan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Kecamatan Situjuh Limo Nagari Kecamatan Lima Puluh Kota Tahun 2008-2010”.

Jenis penelitian (kualitatif) fokus penelitian untuk mengetahui sejauh mana Efektivitas Program Pinjaman Dana Bergulir pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM dan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Kecamatan Setujuh Limo Nagari Kecamatan Lima Puluh Kota tahun 2009-2010. Hasil dari

(28)

penelitian ini yaitu program pinjaman dana bergulir belum berjalan secara efektif.

Dikarenakan masih banyak hambatan-hambatan yang terjadi di dalam pelaksanaannya. Namun, secara umum kinerja UPK dalam program pinjaman dana bergulir ini semakin membaik dari tahun ke tahun. Selain itu, pemerintah seharusnya memberikan bekal ilmu kewirausahaan pada masyarakat penerima program pinjaman dana bergulir agar masyarakat saat menerima program dapat meningkatkan kemampuan dalam berwirausaha dan menggunakan secara efektif dana yang diberikan, sehingga manfaatnya akan lebih terasa kepada masyarakat penerima program.

Frida (2011) dalam skripsi pada Universitas Andalas yang berjudul”Efektivitas Pelaksanaan Program Raskin di Kelurahan VI Suku Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok”. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan deskritif kuantitatif. Fokus penelitiannya yaitu efektivitas pelaksanaan program. Penelitian ini lebih menekankan tingkat efektivitas program yang diukur melalui indikator keberhasilannya. Hasil penelitiannya yaitu bawa proses pelaksanaan program Raskin sudah berjalan dengan baik, dengan indikator keberhasilan tepat sasaran 57%, tepat harga 100%, tepat jumlah 100%, tepat waktu 100%, tepat administrasi 100%, dan tepat kualitas 100%.

Selanjutnya ada penelitian mengenai Kajian Efektivitas Program CSR Yayasan Unilever Indonesia (studi kasus : Pasar Minggu Jakarta) yang dilakukan oleh Prabowo (2009), menggunakan analisis deskriptif, regresi, dan korelasi untuk mengkaji efektivitas program CSR. Untuk efektivitas program CSR, variabel yang digunakan dalam penelitian adalah tujuan dari masing-masing program. Dari

(29)

penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi antara program Daur Ulang, Program Pendidikan, dan Program Lingkungan PT Unilever dengan prioritas kebutuhan masyarakat Pasar Minggu dan ketiga program tersebut efektif.

Wahyu Widodo (2014) dalam jurnal eksekutif menulis tentang

“Efektivitas Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Dalam Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sangihe (Suatu studi di Kampung Taloarane Kecamatan Manganitu Kabupaten Sangihe). Untuk dapat mengukur keberhasilan suatu program dapat dilihat dari seberapa jauh program itu mencapai tujuannya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pencapaian tujuan yaitu suatu keseluruhan upaya pencapaian tujuan yang harus dipandang sebagai proses.

Fokus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas program pinjaman dana bergulir PNPM Mandiri Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Sangihe. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian ini, secara keseluruhan sudah menjawab permasalahan yang dibahas. Namun alangkah lebih baiknya, pemerintah tetap mengawasi jalannya program, agar program tersebut berjalan dengan baik.

Pemerintah juga seharusnya bisa lebih mengoptimalkan pelayanan dalam program agar kedepannya lebih efektif kembali. Selain itu, pemerintah sebelum memberikan program seharusnya memberikan informasi terlebih dahulu agar masyarakat mengetahui perihal program yang akan diberikan sehingga masyarakat banyak yang ikut bergabung atau berpartisipasi dalam program.

Mustika Rihadini (2012) dalam skripsinya dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (PNPM MP SPP) di Kecamatan

(30)

Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode 2010”. Dengan tujuan untuk mendeskripsikan Efektivitas Pelaksanaan PNPM MP SPP. Menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan yang dilakukan bersifat deskriptif, dengan fokus penelitian adalah organisasi PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Ranomeeto terkait masalah Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan di Kecamatan Ranomeeto dengan menggunakan teori pengukuran efektivitas yang dikemukakan oleh Duncan (Steers 1986:53). Ukuran efektivitas menggunakan teori pengukuran efektivitas yang dikemukakan oleh Duncan (Richard M. Steers 1985:53) dimana terdapat 3 indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efektvitas yaitu: pencapaian tujuan, integrasi, dan adaptasi. Hasil penelitian pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan khususnya Simpan Pinjam Perempuan (SPP) sudah efektif namun belum maksimal.

2.1. Teori Efektivitas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2001) menerjemahkan efektivitas sebegai keefektifan. Kata dasarnya efektif, yakni dapat membawa hasil: berhasil guna, atau dalam istilah lain disebut mangkus.

Amirullah, dkk (2002) menyatakan, efektivitas menunjukkan kemampuan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan telah diperoleh efektivitas operasionalnya.

Sementara Ravianto (1989:113), menyatakan pengertian efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat

(31)

diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif.

Pendapat lainnya dikemukakan Bernard (dalam Prawirosoentono, 1997:27) yang menyatakan, “Accordingly, we shall say that an action is effective if it spesific objectuve aim. It is efficient if it satisfies the movies of the aim, whatever it is effecttive or not.” (Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa suatu tindakan adalah efektif jika ada tujuan tertentu. Hal ini efisien apabila memenuhi motif tujuannya, apakah efektif atau tidak). Pendapat ini antara lain menunjukkan bahwa suatu kegiatan dikatakan efektif apabila telah mencapai tujuan yang ditentukan.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target yang telah ditentukan berhasil dicapai, suatu hal yang dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindakan-tindakan untuk mencapai hal tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas, dan fungsi instansi tersebut.

Menurut pendapat Arens dan Lorlbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abdul Jusuf dalam Satries (2011 : 32) memberi batasan tentang efektivitas adalah:

(32)

“Efektivitas mengacu pada pencapaian suatu tujuan, sedangkan efisiensi mengacu kepada sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan itu”.

Dalam sebuah organisasi efektivitas sebuah program merupakan suatu keharusan dan tuntunan guna mencapai tujuan ingin dicapai dalam rangka keberhasilan dari sebuah perencanaan yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Stoner dalam Tangklisan (2005 : 138) yang menekankan bahwa “Efektivitas merupakan kunci dari kesuksesan suatu organisasi”, selanjutnya Makmur (2011 : 6) bahwa : “Kegiatan dilakukan secara efektif apabila dalam proses pelaksanaannya senantiasa menampakkan ketepatan antara harapan yang diinginkan dengan hasil yang dicapai. Maka dengan demikian efetivitas dapat kita katakan sebagai ketepatan harapan, implementasi, dan hasil yang dicapai. Sedangkan kegiatan yang tidak efektif adalah kegiatan yang selalu mengalami kesenjangan antara harapan, implementasi, dengan hasil yang dicapai”.

Menurut Husein Umar (1998: 10), efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Sedangkan menurut Chester I. Bernard, “Efektvitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama” (Gibsen Donely, 1994: 16) . Tingkat pencapaian menunjukan tingkat efekvitas. Selanjutnya, H. Emerson (Soewarno Handoyoningrat, 1992: 16) menyatakan bahwa arti dari efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainva tujuan atas sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas merupakan salah satu ukuran dalam menentukan keberhasilan suatu program atau rencana.

Tujuan merupakan hal yang menjadi indikator dalam menentukan efektivitas, oleh karena itu tujuan dari suatu program harus jelas agar pada akhirnya dapat

(33)

diketahui apakah rencana dari program tersebut telah dilaksanakan. Pengukuran efektivitas program hanya mungkin dilakukan jika dokumen program tersebut menunjukkan:

1. Tujuan-tujuan program dirumuskan dengan jelas dan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang terukur.

2. Persoalan serius seringkali muncul karena hasil program merupakan proses negosiasi dan perumusan dari tujuan tersebut merupakan hasil dari kompromi, solusi dilakukan dengan perumusan tujuan secara kabur atau dalam bentuk pernyataan-pernyataan ambisius.

3. Evaluator menghadapi masalah karena atasannya memiliki penafsiran yang berbeda mengenai tujuan program.

Efektivitas program dapat diukur sebagai berikut:

efektivitas  hasil tujuan

Dari pendapat lain mengatakan “ Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai” Sedarmayanti (2009 : 59). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tolak ukur yang turut menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program yang telah direncanakan oleh sebuah organisasi.

Menurut H. Emerson yang dikutip Handayaningrat (1985 : 16) menyatakan sebagai berikut : “Efektivitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu diperhatikan sebab mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan orang banyak” (http.//www.academia.edu/3724853 diakses pada tanggal 27 September 2018 pukul 23.41 WIB).

(34)

Campbell J.P dalam Lase (2013 : 4) mengungkapkan bahwa pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran 3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output 5. Pencapaian tujuan menyeluruh

Effendy dalam Moningka (2014) mengartikan bahwa “Efektivitas merupakan komunikasi yang prosesnya mencapi tujun yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan”. Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa efektivitas adalah sebuah pengukuran dimana suatu target telah dicapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan, untuk itu maka proses komunikasi harus dapat berjalan dengan efektif.

Efektivitas adalah usaha untuk pencapaian tujuan yang diperuntukkan guna kepentingan orang banyak yaitu masyarakat, sebagaiman yang dinyatakan oleh Handoko (2001 : 7) “Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang telah ditetapkan”, Selanjutnya Druckes dalam Handoko (2001 : 7) menyebutkan bahwa “Efektivitas adalah melakukan pekerjaan dengan benar”.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat dapatlah dipahami bahwa pengertian efektivitas merupakan ukuran untuk menunjuk seberapa jauh program atau kegiatan telah mencapai hasil dan manfaat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsep kesamaan atau kesesuaian yang dimaksud meliputi faktor waktu, prosedur, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk

(35)

mengetahui suatu program maupun kegiatan sudah efektif dalam proses perencanaan perlu ditetapkan secara jelas indikator keberhasilan yang diinginkan.

Pendapat Subagyo dalam Budiani (2007 : 52) “Efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan”. Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, jelaslah bahwa pengertian efektivitas merupakan ukuran untuk menunjukkan seberapa jauh program yang telah dibuat dapat terlaksana mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu juga efektivitas sebuah program juga dapat diketahui melalui ketepatan sasaran dan tingkat kepuasan objek sasaran dalam menerima implementasi dari sebuah program. Dengan kata lain program dikatakan efektif apabila terdapat kesesuaian antara harapan dengan implementasi dan hasil yang telah dicapai.

Pengertian efektivitas yang dikemukakan oleh para pakar keilmuan sangat beragam sesuai sudut pandang kajian dan dimana konteks efektivitas tersebut digunakan. Secara umum kata efektivitas selalu dikaitkan dengan sebuah perencanaan untuk mencapai sebuah tujuan yang dinginkan. Berbicara masalah efektivitas akan selalu bersamaan dengan kata efisiensi, namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Sesuatu program dikatakan efektif apabila sasaran dan tujuan tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, namun sebaliknya efisiensi mengandung makna optimalisasi pengunaan pembiayaan yang dikeluarkan dengan hasil yang dicapai.

2.2. Efektivitas Program

Untuk mengukur efektivitas program dapat dilihat dari sejauh mana tercapainya sebuah tujuan dengan sasaran yang telah ditetapkan. Di saping itu pendapat masyarakat penerima manfaat program dapat dijadikan barometer untuk

(36)

menentukan efektivitas program. Menurut Gibson dalam Kurniawan (2005 : 107) berpendapat bahwa ukuran efektivitas program adalah sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik

(Toni, Antonio. Efektivitas Manajemen. http://www.academia.edu/3724853 (28 September 2018 diakses pada pukul 07.13 WIB).

Selanjutnya Subagyo dalam Budiani (2007 : 53) bahwa : “Efektivitas adalah kesesuaian antara output dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”.

Sehingga untuk mengukur efektivitas suatu program apat dilihat dari beberapa ukuran sebagai berikut:

1. Ketepatan sasaran program

Ketepatan sasaran program dapat dilihat dari sejauh mana sasaran penerima manfaat program tepat dan bersesuaian dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Pelaksanaan Sosialisasi program

Sosialisasi program adalah kemampuan pembuat ataupun penyelenggara program dalam menyebarluaskan informasi sebuah program guna memberi pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan program, pelaksanaan program kepada masyarakat umumnya dan penerika manfaat khususnya.

(37)

3. Tercapainya Tujuan program

Tujuan program dapat dilihat dari sejauh mana kesesuaian atara hasil pelaksanaan program dalam bentuk kegiatan dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Adanya Pemantauan program

Pemantauan program merupakan kegiatan yang senantiasa harus dilakukan oleh pembuat ataupun penyelenggara program dari sejak perencanaan sehingga sampai ketika pelaksanaan program, agar pogram benar-benar dapat terlaksana sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sekaligus sebagai salah satu bentuk perhatian kepada penerima manfaat program.

Dengan demikian jelaslah bahwa efektivitas program merupakan suatu acuan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam rangka memenuhi tujuan pelaksanaan program.

2.3. Program Keluarga Harapan (PKH)

2.3.1. Pengertian Program Keluarga Harapan (PKH)

Program keluarga harapan (PKH) merupakan sebuah bantuan tunai bersyarat kepada keluarga miskin atau dalam istilah internasional dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT). PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar

(38)

dari perangkap kemiskinan. Pelaksanaan PKH juga mendukung upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) atau dikenal dengan Tujuan Pembangunan Millenium. Lima komponen tujuan MDG’s yang akan terbantu oleh PKH yaitu: pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, Pendidikan Dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, pengurangan kematian ibu melahirkan.

2.3.2. Landasan Hukum PKH

Landasan hukum diberlakukannya PKH menjadi sebuah program nasional yakni: 1). Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional. 2) Undang-undang nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin. 3) Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan. 4) Inpres nomor 3 Tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan poin lampiran ke 1 tentang penyempurnaan pelaksanaan program keluarga harapan. 5) Inpres nomor 1 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi poin lampiran ke 46 tentang pelaksanaan transparansi penyaluran bantuan langsung tunai bersyarat bagi keluarga sangat miskin (KSM) sebagai peserta program keluarga harapan (PKH).

2.3.3. Kedudukan PKH

1). Program prioritas nasional;

2). Center of excellence penanggulangan kemiskinan yang mensinergikan berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial nasional.

(39)

2.3.4. Misi PKH

1). Menurunkan target penurunan angka kemiskinan 7-8 persen;

2). Penurunan kesenjangan (gini ratio).

2.3.5. Perluasan Akses PKH 1). Layanan kesehatan 2). Layanan Pendidikan

3). Layanan Kesejahteraan Sosial

2.3.6. Dampak PKH

1). Biaya paling efektif mengurangi kemiskinan 2). Efektivitas paling tinggi menurunkan gini ratio,

3). Meningkatkan angak partisipasi kasar (enrollment rate) pendidikan.

Berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K) Tahun 2015 PKH berhasil meningkatkan konsumsi rumah tangga penerima manfaat di Indonesia sebesar 4,8 persen. PKH juga memberikan dampak yang penting dalam pendidikan. Peningkatan angka partisipasi kasar (enrollment rate) sejalan dengan tujuan PKH untuk mendorong akses pendidikan kepada anak usia sekolah.

2.3.7. Tujuan Program Keluarga Harapan (PKH)

Tujuan PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan dari kelompok paling miskin. Tujuan ini berkaitan langsung dengan upaya mempercepat

(40)

pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Secara khusus, tujuan PKH adalah: 1) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi Peserta PKH 2) Meningkatkan taraf pendidikan Peserta PKH 3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil (bumil), ibu nifas, bawah lima tahun (balita) dan anak prasekolah anggota Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)/ Keluarga Sangat Miskin (KSM).

2.3.8. Hak dan Kewajiban Peserta PKH 1. Hak Peserta PKH Hak peserta PKH adalah:

a). Menerima bantuan uang tunai,

b). Menerima pelayanan kesehatan (ibu dan bayi) di Puskemas, Posyandu, Polindes, dan lain-lain sesuai ketentuan yang berlaku,

c). Menerima pelayanan pendidikan bagi anak usia wajib belajar Pendidikan Dasar dua belas tahun sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kewajiban Peserta PKH

Agar memperoleh bantuan tunai, peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan pendidikan anak dan kesehatan keluarga, terutama ibu dan anak. a) Kesehatan KSM yang sudah ditetapkan menjadi peserta PKH dan memiliki kartu PKH diwajibkan memenuhi persyaratan kesehatan yang sudah ditetapkan dalam protokol pelayanan kesehatan sebagai berikut: a) Anak usia 0-6 tahun: - Bayi baru lahir (BBL) harus mendapat IMD, pemeriksaan segera saat lahir, menjaga bayi tetap hangat, Vitamin K, HBO, salep mata, konseling menyusui, - Anak usia 0-28 hari (neonatus) harus diperiksa kesehatannya sebanyak 3 kali: pemeriksaan pertama

(41)

pada 6-48 jam, kedua: 3-7 hari, ketiga: 8-28 hari. Anak usia 0-6 bulan harus diberikan ASI ekslusif (ASI saja), - Anak usia 0–11 bulan harus diimunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan, - Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A minimal sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu bulan Februari dan Agustus, - Anak usia 12–59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan, - Anak usia 5-6 tahun ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan untuk dipantau tumbuhkembangnya dan atau mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD/Early Childhood Education) apabila di lokasi/posyandu terdekat terdapat fasilitas PAUD. b) Ibu hamil dan ibu nifas: - Selama kehamilan, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 (empat) kali, yaitu sekali pada usia kehamilan sekali pada usia 0-3 bulan, sekali pada usia kehamilan 4-6 bulan, dua kali pada kehamilan 7-9 bulan, dan mendapatkan suplemen tablet Fe, - Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, - Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/ diperiksa kesehatan dan mendapat pelayanan KB pasca persalinan setidaknya 3 (tiga) kali pada minggu I, IV, dan VI setelah melahirkan, - Anak dengan disabilitas: Anak penyandang disabilitas dapat memeriksa kesehatan di dokter spesialis atau psikolog sesudai dengan jenis dan derajat kecacatan.

(42)

2.4. Kemiskinan

2.4.1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merunjuk kepada negara-negara yang “miskin” (Criswardani Suryawati, 2005:18).

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup : 1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari –hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. 2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilkan sosial, ketergantungan, dan ketidakmapuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilkan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral , dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. 3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai makna”memadai” disini sangat berbeda-beda melintas bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

(43)

BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ini ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidk dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan tetap untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktifitas, terbatasnya modal yang dimiliki berpartisipasi dalam pembangunan.

Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan karena kemiskinan itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang. Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan realtif . Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sedangkan kemiskinan realtif adalah penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan masyrakat sekitarnya.

Kemiskinan menurut tingkatan kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis.

Kemiskinan sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebabnya adanya bencana alam dan kemiskinan kronis yaitu kemiskinan yang terjadi pada mereka yang kekurangan keterampilan, aset, dan stamina (Aisyah, 2001:151). Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000: 107) sebagai berikut: 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya

(44)

yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah. 2.

Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitas juga rendah, upahnya pun rendah. 3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) akibat adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000:7). Teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”,terjemahan dari “Vicius Sircle Of Poverty” yaitu konsep yang mengadaikan suatu konstellasi yang melingkar dari daya-daya yang cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara demikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam suasana kemiskinan. Teori itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan di negara-negara sedang berkembang yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Bertolak dari teori inilah, kemudian dikembangkan teori-teori ekonomi pembangunan, yaitu teori yang telah dikembangkan lebih dahulu di Eropa Barat yang menjadi cara pandang atau paradigma untuk memahami dan memecahkan masalahmasalah ekonomi di negara-negara sedang berkembang, misalnya India atau Indonesia.

Hasilnya teori itu mengatakan bahwa negara-negara sedang berkembang itu miskin dan tetap miskin, karena produktivitasnya rendah. Karena rendah

(45)

produktivitasnya, maka penghasilan seseorang juga rendah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya yang minim. Karena itulah mereka tidak bisa menabung, padahal tabungan adalah sumber utama pembentukan modal masyarakat sehingga capitalnya tidak efesien (boros). Untuk bisa membangun, maka lingkaran setan itu harus diputus, yaitu pada titik lingkaran rendahnya produktivitasnya, sebagai sebab awal dan pokok. Untuk memutus lingkaran setan kemiskinan dari sisi demand yaitu dengan meningkatkan pendapatnya. Hal ini akan berdampak kepada perimintaan meningkat dan investasi juga meningkat maka modal menjadi efisien. Dengan demikian produktifitas dapat meningkat.

2.4.2. Macam-macam Kemiskinan

Sumodiningrat (1989:65) mengemukakan bahwa kemiskinan memiliki beberapa macam yaitu adalah sebagai berikut: 1. Kemiskinan absolut: apabila tingkat pendapatanya di bawah “garis kemiskinan” atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. 2. Kemiskinan relatif: kondisi dimana pendapatanya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyrakat sekitarnya. 3. Kemiskinan kultural: karena mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyrakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. 4. Kemsikinan struktural: kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan

(46)

yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan.

2.4.3. Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatau negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga defenisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju dari pada di negara berkembang (Debraj Ray, 1998:37).

Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.

2.4.4. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.

Berdasrkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan

(47)

menetapkan persedian sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut.

Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disertarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per orang per hari adalah contoh kemiskinan absolut. Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan stuktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal.

Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya”

(cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat dimuncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb. Sedangkan, faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturanperaturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya.

(48)

Kemiskinan model ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan”

simiskin untuk bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatankesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefiniskan kemiskinan dan merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia.

2.5. Pendidikan

2.5.1. Pengertian Pendidikan

Umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi, formal atau informal akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama dalam penghayatan akan arti pentingnya produktivitas. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas, mendorong tenaga kerja bersangkutan melakukan tindakan produktif. Menurut Siagian (2006:273) pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yangtelah ditetapkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001:32) bahwa melalui pendidikan, seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari. Dari beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang memajukan timbulnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter) yang dilakukan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut bahwa dalam pengujian secara simultan, ditemukan bahwa kinerja

Sehingga kedepan program ini bisa dikembangkan untuk desa-desa yang lain baik di Banjarnegara maupun desa lain yang masih perlu dukungan dan dorongan motivasi

Hasil dari penelitian ini adalah pengaplikasian strategi komunikasi agar performa organisasi dapat efektif adalah dengan enam hal yaitu komunikasi yang terbuka dalam

Kerjasama atau kolaborasi merupakan salah satu ciri penting pembelajaran masa depan yang lebih banyak mengedepankan kemampuan individual, namun kemampuan ini kemudian disinergikan

menjadi lebih professional untuk menangani kebutuhan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien, dan memiliki daya tarik yang tinggi. Keuntungan yang diperoleh dengan

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Morfologi permukaan berpori membran dengan variasi ukuran partikel lolos 60 mesh, pori besar yang sebelumnya dihasilkan dari membran mentahnya mengalami

Sebuah Kesepakatan Bersama mengenai Penyediaan Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan terhadap Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Provinsi Jawa