3.1. Sejarah BPR
sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berawal sejak zaman
penjajahan Belanda. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dimulai sejak
abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR) dan Lumbung Desa, yang
dibangun dengan tujuan membantu petani, pegawai, buruh, agar dapat melepaskan
diri dari jeratan para rentenir yang membebani dengan bunga yang tinggi.
Pada masa pemerintahan koloni Belanda, BPR dikenal oleh masyarakat dengan
istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saaat
itu hanya ada di Jawa dan Bali. Tahun 1929 berdiri badan yang menangani kredit
dipedasaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD) yang berdiri di Jawa dan Bali,
sementara untuk pengawasan dan pembinaan, Pemerintah Kolonial Belanda
membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama lembaga yaitu
Instansi Kas Pusat (IKP).
Setelah Indonesia merdeka , Pemerintah mendorong pendirian bank-bank pasar
yang terutama sangat terkenal karna di dirikan di lingkungan pasar dan bertujuan
untuk memberikan pe3layanan jasa keuangan kepada pedagang pasar. Bank-bank
pasar terssebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi Bank
31
Bank-bank yang didirikan antara 1950-197 didaftarkan sebagai Perseroan
Terbatas (PT), CV, KOPERASI, MASKAPAI ANDIL INDONESIA, YAYASAN
dan PERKUMPULAN. Pada masa tersebut terdiri beberapa lembaga keuangan
yang didirikan oleh Pemerintah Daerah, Bank Karya Produksi Desa (BKPD) DI
Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit usaha
Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur, Lumbung Pitih Negeri (LPN) di Sumatera
Barat, dan Lembaga Pengkreditan Desa (LPD) di Bali.
Pada tanggal 27 oktober 1988 pemerintah menetapkan kebijakan diregulasi
perbankan yang dikenal sebagai Pakto 88, sebagai kelanjutan dari Pakto 88,
Pemerintah mengeluarkan beberapa paket perbankan yang merupakan
penyempurnaan dari paket sebelumnya. Sejalan dengan itu, pemerintah
menyempurnakan UU No.14 Th.1967.
Tentang pokok-pokok perbankan, dengan mengeluarkan undang-undang No.7
TH.1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut di sempurnakan lebih lanjut
dalam UU No.10 Th 1998. Dalm UU ini secara tegas ditetapkan bahwa jenis bank
di Indonesia adalah Bank Umum dan BPR.
Bank adalah badan usaha yang menghipun dana dari mmasyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk –bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konfensional dan berdasarkan prinsp syariah yang dalam kegiatannya
BPR adalah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konfensional dan berdasarkan prinsp syariah yang dalam kegiatannya
yang tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sekitar tahun 1987-1988, terjadi urbanisasi besar-besaran hal itu diakibatkan
perkembangat perekonomian di ibu Kota Jakarta sangat pesat, sedangkan di
daerah sangatlah lambat dan hampir tidak berkembang. Dari kondisi tersebut, PT.
NUSAMBA mempunyai niat membantu Pemerintah dan masyarakan dalam upaya
pemerataan ekonomi dengan cara mendirikan bank pada awal februari tahun 1990,
BPR Nusamba di dirikan serentak di pulau Jawa dan Bali sebanyak 20 kantor
pusat. Pada akhir tahun 2005 terdapat 38 kantor pelayanan dan pada tahun 2006
bertambah menjadi 70 kantor pelayanan, sedangkan target tahun 2007-2008 adlah
lebih dari 100 kantor pelayanan.
3.2. Struktur Organisasi Bank Perkreditan Rakyat
Struktur Organisasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengacu pada SK Direksi
bank Indonesia No.26/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan
33
Gambar 2. Struktur Organisasi BPR atau BPR Syariah
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan lembaga tertinggi pada
organisasi internal Bank Perkreditan Rakyat (BPR). RUPS merumuskan kebijakan
strategis yang akan diambil oleh bank. Dewan Komisaris mewakili pemilik Bank
untuk melakukan pengawasan terhadap organisional oprasional bank, agar sesuai
dengan keputusan RUPS dan rambu-rambu Undang-Undang dan Ketentuan yang
berlaku.
Pada BPR atau BPR Syariah yang memiliki aset lebih besar atau sama dengan 10
Milyar Rupiah, ketentuan Bank Indonesia mewajibkan pertanggungjawaban
keuangan diaudit oleh kantor akuntan publik. RUPS Dewan Komisaris Direksi Dewan Pengawas Syariah (Pada BPR Syariah) Audit Intern / Ekstern
Kas / Teller Pendanaan Marketing,
Kredit / Pembiayaan
pada BPR Syariah
Dewan Pengawas Syariah merupakan eksekutif tertinggi bagi BPR Syariah, hal
ini berdasarkan SK Direksi Bank Indonesia No.32/35/KEP/DIR dan
No.32/36/KEP/DIR masing-masing tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat dan Bannk Perkreditan Rakyat Syariah. Jumlah Direksi BPR
dan BPR Syariah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang. Pada BPR dengan volume
usaha yang besar, Direksi BPR dibantu oleh Kepala Bagian Oprasional.
3.3. Bentuk Hukum BPR
Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik
Daaerah), Koperasi Perseroan Terbatas ,dan bentuk lain yang ditetapkan
Pemerintah.
3.4. Kepemilikan BPR
1. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia,
badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia,
pemerintah hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia, dan pemerintah daerah.
2. BPR yang membentuk hukum koperasi, kepemilikan diatur berdasarkan
ketentuan dalam UU tentang perkoperasian yang berlaku.
3. BPR yang berbentuk perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan
dalam bentuk saham atas nama.
35
5. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat
ijin Mentri Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3.5. Pembinaan dan Pengawasan BPR
Fungsi Bank Indonesia sebagai pembinaan dan pengawasan bank pada umumnya
terdapat dalam UU Pokok Perbankan Nomor 7 tahun 1992 Bab V Pembinaan dan
Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33,34, 35, 36, dan 37.
Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi:
1. Pemberian bantuan dan llayanan perbankan kepada lapisan masyarakat
yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu
dengan memberikan pinjaman kepada pedagang dan pengusaha kecil di
desa daan di passar agar tidaak terjerat rentenir.
2. Membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarak guna memahami
pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3. Penciptaan pemertaan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
Dalam melakukan pengawassan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu:
1. Organisasi dan sisitem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan
yang ditetapkan.
3. Mengalami masalah likuiditas
4. Belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya.
3.6 Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD dan BRI
1. BPR yang terdapat di desa sebagai pengganti Bank Desa, kedudukannya
ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank desa yang
ada dan kegiatannya siarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil
untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang
tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi
anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan
pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya.
Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari
anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.
3. BPR yang ditetapkan di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank
Pegawai atau bank sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan
pedagang di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adlah
berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
37
4. BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang
dipinjamkan kepada pengusaha menengan di pedesaan dan di perkotaan.
3.7. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Propinsi Lampung
Bank Perkreditan Rakyat Di Propinsi Lampung seluruhnya telah mempunyai unit
oprasional yang terdiri dari :
1. Seksi Kas / Teller
2. Seksi Pembukuan / Akunting
3. Seksi Dana
4. Seksi Marketing / Kredit / Pembiayaan
Pemilik BPR di Propinsi Lampung Terdiri dari badan usaha dan perorangan yang
memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Pada jajaran pengurus (Dewan
Komisariat dan Direksi) sebagian besar terdiri dari mantan praktisi bank umum
swasta, pensiunan bank pemerintah, dan mantan pegawai BPR. Di bidang
Tabel 2. Rekap data jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat Konvensional di wilayah Propinsi Lampung.
No. KABUPATEN KANTOR