• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Gangguan Mental dan Perilaku Penyalahgunaan NAPZA

NAPZA adalah Narkotika, Psikotropika, dan Zat-zat Adiktif. Menurut UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam United Nation Conference for Adoption of Protocol on Psychotropic Substance disebutkan batasan-batasan zat psikotropika yaitu bahan yang dapat mengakibatkan keadaan ketergantungan, depresi, dan stimulant sistem sarap Pusat (SSP), menyebabkan halusinasi, menyebabkan gangguan fungsi motorik atau persepsi.

Zat Adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) yakni keinginan menggunakan kembali secara terus menerus. Penggunaan zat adiktif antara lain akan menimbulkan efek

seperti merusak otak, memperlambat kerja sistem saraf pusat, memperlambat refleks motorik, serta dapat menyebabkan kematian akibat berhentinya pernafasan dan gangguan pada jantung (Dalami, dkk 2009)

Jenis-Jenis NAPZA yang disalahgunakan adalah sebagai berikut. 1.Narkotika

a. Heroin

Heroin atau diasetilmorfin adalah obat semi sintetik dengan kerja analgetis yang 2 kali lebih kuat tetapi mengakibatkan adiksi yang cepat dan hebat sekali sehingga tidak digunakan dalam terapi. Pertama kali ditemukan digunakan untuk penekan dan melegakan batuk (antitusif) dan penghilang rasa sakit, menekan aktivitas depresi dalam sistem saraf, melegakan nafas dan jantung, juga membesarkan pembuluh darah dan memberikan kehangatan serta melancarkan pencernaan.

Akibat pemakaian heroin adalah ketergantungan fisik dan psikis seperti narkotika yang lain, juga dapat menyebabkan euphoria, badan terasa sakit, mual dan muntah, mengantuk, dan konstipasi.

b. Kokain/Cocain

Pada tahun 1880, Sigmund Freud membaca sebuah laporan seorang dokter tentara Jerman yang memberikan kokain kepada pasukan Bavaria yang akan melakukan suatu gerakan operasi. Hasilnya luar biasa, pasukan tersebuh memperlihatkan peningkatan energi dan daya tahan yang benar-benar hebat (Hamzah, 1994).

Kokain memacu jantung, meningkatkan tekanan darah dan suhu badan, juga menghambat perasaan lapar serta menurunkan perasaan letih dan kebutuhan tidur.

Penyalahgunaan kokain yang dihisap melalui hidung menimbulkan euphoria tetapi disusul segera oleh depresi berat yang menimbulkan keinginan untuk menggunakannya lagi dalam dosis yang semakin besar dan menyebabkan ketergantungan psikis yang kuat dan toleransi untuk efek sentral. Pada keadaan kelebihan dosis timbul eksitasi,kesadaran menurun, pernafasan tidak teratur, tremor, pupil melebar, nadi bertambah cepat, suhu badan naik, rasa cemas dan ketakutan, serta kematian biasanya disebabkan pernafasan berhenti.

c. Mariyuana Ganja/Kanabis

Nama jalanan yang sering digunakan adalah : grass, cimeng, ganja, gelek, hasish, dan bhang. Marijuana berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ganja terkandung tiga zat utama yaitu : tetrehidro, kanabinol, dan kanabidio. Efek rasa dari Kanabis tergolong cepat, si pemakai: cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebih (euphoria), sering berfantasi (Ardani, 2011).

Mariyuana memberikan efek tergantung pada potensi dan ukuran dosisnya. Dosis besar dilaporkan menimbulkan berbagai perubahan cepat dalam emosi, perhatian yang menumpul, pikiran yang terpecah, dan melemahnya memori. Dosis yang sangat besar kadang menimbulkan halusinasi dan berbagai efek lain yang sama dengan efek LSD termasuk

kepanikan ekstrim, yang kadang muncul dari keyakinan bahwa pengalaman yang menakutkan tersebut tidak akan pernah berakhir (Davidson G, 2006).

Menurut Penelitian Ilmiah Marijuana Research Findings pada tahun 1980 mengindikasikan bahwa mariyuana menghambat banyak fungsi kognitif. Sejumlah tes yang mengganti angka-angka dengan simbol, tes waktu reaksi, menghapal serangkaian deretan angka dari depan dan dari belakang, penghitungan aritmatik, tes pemahaman bacaan dan berbicara, -mengungkap kelemahan intelektual pada mereka yang berada didalam pengaruh mariyuana (Davidson G, 2006).

Mariyuana juga memberikan efek somatik. Efek somatik jangka pendek mariyuana mencakup mata yang memerah dan gatal, mulut dan kerongkongan kering, nafsu makan meningkat, berkurangnya tekanan pada mata, dan meningkatkan tekanan darah. Penggunan mariyuana dalam waktu lama secara serius merusak struktur dan fungsi paru-paru karena mariyuana mengandung zat karsinogen (Davidson G, 2006).

d. Morfin

Morfin merupakan hasil olahan dari opium/candu yang menimbulkan efek stimulasi sistem saraf pusat (SSP) seperti miosis (penciutan pupil mata), mual, muntah-muntah, eksitasi dan konvulsi. Pada pemakaian yang teratur, morfin dengan cepat menimbulkan toleransi dan ketergantungan yang cepat. Morfin menekan pusat pernafasan yang

terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat yang menyebabkan kematian (Tjah dan Rahaja, 2002).

Sifat morfin yang lainnya adalah dapat menimbulkan kejang abdominal, mata merah, dan gatal terutama disekitar hidung yang disebabkan terlepasnya histamine dalam sirkulasi darah dan konstipasi. Pemakai morfin akan merasa mulutnya kering, seluruh tubuh hangat, anggota badan terasa berat, dan euphoria (Davidson G, 2006).

e. Kodein

Kodein termasuk turunan dari candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih dan cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.

2. PSIKOTROPIKA

a. Amfetamin (Amphetamine)

Amfetamin pada awal 1930 sebagai inhaler untuk melegakan hidung tersumbat dan kemudian diresepkan oleh para dokter untuk mengendalikan depresi ringan. Amfetamin seperti Benzedrin, Deksedrin, dan Methedrin menghasilkan efeknya dengan menyebabkan pelepasan norepinefrin dan dopamin dan menghambat pengembalian kedua neorotransmiter tersebut. Obat-obatan tersebut dapat ditelan atau disuntikkan dan dapat menyebabkan kecanduan. Keterjagaan meningkat, fungsi-fungsi pencernaan dihambat, dan nafsu makan berkurang-oleh karena itu obat ini digunakan untuk diet. Denyut jantung semakin cepat, dan pembuluh darah dikulit serta selaput lendir mengalami penyempitan.

Individu yang bersangkutan menjadi terjaga, euforik, dan bersemangat serta dirasuki oleh energi yang seolah tanpa batas dan rasa percaya diri (Davidson G, 2006).

Dosis yang lebih besar dapat membuat pengguna menjadi gugup, mudah terpancing, dan bingung sehingga ia dapat mengalami gemetar, sakit kepala, pusing dan tidak dapat tidur. Terkadang para pengguna berat menjadi sangat dipenuhi rasa curiga dan bersikap bermusuhan sehingga ia dapat membahayakan orang lain (Davidson G, 2006).

b. Ecstasy

Ecstasy pada tahun 1914 dipasarkan sebagai obat penekan nafsu makan. Pada tahun 1970-an, obat ini digunakan di Amerika Serikat sebagai obat tambahan pada psikoterapi dan kemudian dilarang pada tahun 1985. Sekarang ini ecstasy banyak digunakan oleh para pecandu di banyak negara termasuk Indonesia terutama oleh para remaja dan kalangan eksekutif di tempat-tempat hiburan sehingga disebut juga party drug atau dance drug (Tjah & Rahaja, 2002).

Ecstasy saat ini dikenal dengan nama lain yaitu: huge drug, yuppie drug, essence, clarity, butterfly, dan lain-lain. Penggunaan Ecstasy dapat menimbulkan kerusakan otak yang permanen dan kematian (Dalami, dkk 2009).

Daya kerjanya agak singkat (4-6 jam) dan bekerja berdasarkan gangguan re-uptake dari serotonin di otak yang berperan penting pada suasana hati, proses berfikir, makan, dan tidur. Obat-obat Ecstasy

mempunyai efek kerja serotonergik dan dopaminergenik pada sistem saraf pusat dan adakalanya dicampur dengan obat-obatan lain dengan tujuan memperkuat efeknya yaitu rasa senang yang berlebih atau eforia (Tjah & Rahaja, 2002).

Karena ecstasy dibuat dari bahan dasar amfetamin, maka efek yang ditimbulkan juga mirip, seperti mulut kering, jantung berdenyut lebih cepat, berkeringat, mata kabur, demam tinggi, ketakutan, sulit konsentrasi, dan seluruh otot nyeri (Sasangka, 2003).

c. Shabu

Nama Shabu adalah nama julukan terhadap zat metamfetamin yang mempunyai sifat stimulansia lebih kuat dibanding turunan amphetamine yang lain. Nama lainnya adalah Ice, Crystal, dan Crank. Cara penggunaannya adalah dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (Ardiani, 2011).

Penggunaan zat ini akan menimbulkan perasaan melayang, semangat dan gembira luar biasa, serta mengakibatkan insomnia dan mengurangi nafsu makan. Perasaan melayang dan semangat tersebut hanya bersifat sementara yang kemudian akan berangsur-angsur membangkitkan kegelisahan luar biasa (Dalami dkk, 2011).

Dalam pemakaian jangka panjang penggunaan shabu akan menimbulkan gangguan serius pada kejiwaan, pembuluh darah rusak,

rusaknya ujung saraf dan otak, kehilangan berat badan, serta tekanan darah meningkat (Dalami dkk, 2011).

d. Sedatif

Sedatif memberikan efek depresiva yaitu mengurangi kegiatan dari Sistem saraf pusat sehingga dipergunakan untuk menenangkan saraf atau membuat seseorang mudah tidur. Obat ini justru menimbulkan ketergantungan fisik maupun psikis dan pada umumnya sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan terus menerus.

Sedatif dengan golongan barbiturat digunakan sebagai obat yang membantu seseorang agar dapat tidur atau merasa rileks. Sedatif ini melemaskan otot, mengurangi kecemasan dan dalam dosis rendah menghasilkan kondisi euforik ringan. Dosis yang berlebihan menyebabkan bicara menjadi tidak jelas dan langkah tidak stabil. Penilaian, konsentrasi, dan kemampuan untuk bekerja dapat sangat melemah. Pengguna kehilangan kendali emosional dan dapat menjadi mudah tersinggung serta agresif sebelum akhirnya tertidur lelap. Dosis yang sangat besar dapat menjadi fatal karena otot diafragma melemas hingga ke kondisi yang dapat membuat individu kehabisan nafas (Davidson G, 2006).

Sedatif dengan golongan benzodiazepin juga digunakan sebagai obat penenang dan obat tidur. Nama jalanannya adalah : BK, Dum, Lexo,

Mg, Rohyp. Pemakaian benzodiazepine dapat melalui oral, intra vena, dan rectal (Ardani, 2011).

e. Halusinogen

Halusinogen disebut juga psikodelika. Pada tahun 1954, A. Hoffer dan H. Osmond memperkenalkan istilah halusinogen untuk memberi nama pada zat tertentu yang dalam jumlah sedikit dapat mengubah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang serta menimbulkan halusinasi (Davidson G, 2006).

Salah satu zat yang termasuk dalam golongan halusinogen adalah LSD (Lysergic Acid) yang memiliki nama jalanan acid, trips, tabs. Zat ini menyebabkan distorsi penglihatan dan pendengaran yang mampu menimbulkan efek khayalan, juga menyebabkan ketegangan dan depresi.

Bahaya terbesar menggunakan LSD adalah dapat berkembang menjadi serangan panik yang sempurna dan menimbulkan ketakutan yang disebut dengan bad trip/flip (Davidson G, 2006).

3. Zat-Zat Adiktif a.Alkohol

Efek alkohol bervariasi tergantung kadar konsentrasi zat tersebut didalam aliran darah dimana tergantung pada banyaknya alkohol yang dikonsumsi dalam satu kurun waktu tertentu, adanya makanan dalam lambung yang menahan alkohol dan mengurangi tingkat penyerapannya, dan kemampuan kerja organ hati.

Alkohol memberikan efek awal yaitu bersifat merangsang dimana peminum merasakan suatu perasaan sosiabilitas dan nyaman yang

ekspansif seiring naiknya kadar alkohol dalam darah. Namun, setelah kadar alkohol dalam darah mencapai puncaknya dan mulai turun, alkohol berfungsi sebagai depresan dimana berbagai emosi negatif meningkat (Davidson G, 2006).

Alkohol dalam jumlah banyak mengganggu proses berfikir kompleks, koordinasi motorik, keseimbangan, kemampuan bicara dan penglihatan juga melemah. Alkohol juga mampu menghilangkan rasa sakit dan dalam dosis yang lebih besar bersifat sedatif, menyebabkan orang tertidur bahkan kematian (Davidson G, 2006).

Kebiasaan minum yang kronis menimbulkan kerusakan biologis parah selain kemunduran psikologis. Konsumsi alkohol dalam waktu lama memberikan efek negatif bagi hampir setiap jaringan dan organ tubuh seperti malnutrisi parah. Alkohol tidak mengandung berbagai zat gizi yang penting bagi kesehatan (Dalami dkk,2011).

Pada penyalahgunaan alkohol kronis yang berusia lebih tua, kekurangan vitamin B-kompleks dapat mengakibatkan sindrom amnestik yaitu suatu sindrom hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa yang belum lama berselang maupun yang sudah lama terjadi. Kesenjangan memori ini sering kali diisi dengan menuturkan berbagai kejadian imajiner yang sangat tidak mungkin.

Konsumsi alkohol yang sangat banyak semasa hamil diketahui merupakan penyebab utama retardasi mental. Pertumbuhan janin melambat, dan terjadi kelainan tempurung kepala, wajah serta anggota

tubuh. Kondisi tersebut dikenal sebagai sindrom alkohol fetal (Davidson G, 2006)

b. Inhalansia dan Solvent (Pelarut)

Zat yang digolongkan dalam inhalansia dan Solvent (pelarut) ini adalah gas atau zat pelarut yang mudah menguap. Zat ini banyak terdapat pada alat-alat keperluan rumah tangga seperti perekat, hair spray, deodorant spray, pelumas mesin, bahan pembersih, dan thinner.

Inhalansia bekerja pada membrane sel terutama sel saraf pusat. Gejala pecandu inhalansi antara lain : pusing-pusing, bicara tidak lancer, berjalan atau berdiri sempoyongan, euphoria, halusinasi, mudah tersinggung, impulsif, perilaku aneh, dan luka-luka atau peradangan disekitar mulut dan hidung (Davidson G, 2006).

c. Nikotin

Nikotin adalah zat dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan. Nikotin merangsang pelepasan dopamin di otak. Dopamin adalah zat dalam saraf yang berperan menghadirkan rasa bahagia. Nikotin menstimulasi produksi dopamin secara berlebihan, membuat tubuh rileks.

Ketika konsentrasi dopamin menurun, orang bisa merasa gelisah. Akhirnya konsumsi nikotin lewat rokok meningkat intensitasnya. Jika tiba-tiba menghentikan konsumsi rokok, ia pasti akan mengalami efek balikan (withdrawal effect).

d. Kafein

Kafein adalah alkaloida yang terdapat dalam tanaman coffee Arabica, coffea canephora yang berasal dari Arab, Etiopia, dan Liberia.

Selain kopi, minuman lain yang banyak mengandung kafein seperti daun teh (teh hitam dan teh hijau), kakao, dan coklat.

Minum kopi terlalu banyak (lebih dari 3-4 cangkir per hari) dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung karena memperbesar kadar hemosistein darah terutama bila bersamaan dengan kebiasaan merokok (Tjah & Raharja, 2002).

Kafein dapat menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga meningkatkan konsentrasi. Kafein merangsang otot jantung sehingga kadang-kadang menyebabkan aritmia jantung, menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak, meningkatkan tekanan darah,dan iritasi pada lambung.

Konsumsi kafein terlalu banyak mengakibatkan tangan gemetar, perasaan gelisah, tidak tenang, ingatan berkurang, tidak dapat tidur, poliuria, mual, otot berkedut, serta denyut jantung cepat dan tidak teratur (Sesangka, 2003).

2.4.2 Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA

Dalam penggunaan NAPZA penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat terjadi dan ditandai oleh berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih banyak dari yang dimaksudkan, mencoba untuk berhenti namun tidak berhasil, memiliki berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena penggunaan obat dan mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan teman-teman.

Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pola penggunaan NAPZA yang bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat tersebut walaupun penderita mengetahui dirinya sedang menderita sakit fisik akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan yang terjadi tersebut adalah gangguan fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau teman-temannya karena perilaku yang tidak wajar, impulsive, atau karena perasaan agresif yang tidak wajar. Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas, serta perbuatan kriminalitas lainnya karena motivasi memperoleh uang (Ardiani, 2011).

NAPZA memberikan pengaruh pada susunan saraf pusat dan menimbulkan berbagai efek kognitif dan perilaku maladaptif. Ketergantungan obat dibedakan atas ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis. Arti adiksi dipersempit menjadi ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis disebut habituasi. Beberapa ahli memberi arti adiksi sebagai bentuk ketergantungan yang berat pada hard drug (heroin, morfin), sedangkan habituasi sebagai bentuk ketergantungan ringan yaitu pada soft drug seperti marijuana dan sedatif. (Ardiana, 2011).

Untuk memperoleh khasiat seperti semula dari zat yang dipakai berulang kali, diperlukan jumlah yang makin lama makin banyak. Keadaan yang demikian disebut toleransi. Toleransi diindikasikan oleh salah satu dari : dosis zat yang

dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang didingginkan lebih besar atau efek obat menjadi sangat berkurang jika mengonsumsi obat dalam dosis yang biasa (Davidson G, 2006).

Gejala putus zat atau gejala lepas zat (Withdrawal syndrome) merupakan gejala yang timbul bila seseorang yang ketergantungan pasa suatu zat kemudian dihentikan atau dikurangi (Ardiani, 2011).

Dokumen terkait