• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG GANTI RUGI KORBAN SALAH

B. Kerangka Konseptual

4. Ganti Rugi

Istilah ganti rugi tidak ditemukan dalam hukum pidana materiil. Namun dalam KUHAP terdapat aturan yang berkaitan dengan perihal ganti kerugian yakni pada Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP. Bunyi pasal tersebut adalah:

Pasal 95

(1) Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa ada alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahan serta tindakan lain tanpa ada alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak dijukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. (4) Untuk memeriksa dan memutuskan perkara tuntutan ganti kerugian

tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. (5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4)

mengikuti acara praperadilan.19

Andi Hamzah dalam bukunya berjudul Hukum Acara Pidana di Indonesia, mengemukakan bahwa aturan pelaksanaan ganti kerugian dalam Pasal 95 tidak lagi disebut-sebut tentang praperadilan. Berarti dalam hal acara pelaksanaan ganti kerugian dalam Pasal tersebut hanya mengatur mengenai ganti kerugian yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke

Pengadilan Negeri. Adapun acara pelaksanaannya menurut Andi Hamzah adalah sebagai berikut:

a. Pihak yang berhak mengajukan ganti kerugian adalah tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang menangani perkara yang bersangkutan.

b. Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian, ketua pengadilan menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. Pada point ini, Andi Hamzah berpendapat bahwa hal ini sebenarnya tidak diperlukan, karena ketentuaan ini akan mendorong hakim yang menyidangkan suatu perkara untuk menjatuhkan pidana tidak akan kurang dari lamanya penahanan, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan tuntutan ganti kerugian, yang menurut ketentutan Undang-Undang hakim itu sendirilah yang akan memeriksa dan memutuskannya.

c. Pemeriksaan dan putusan mengenai tuntutan ganti kerugian mengikuti acara praperadilan.

d. Putusan tentang pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.20

Pada pengajuan permintaan ganti kerugian dapat dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

(1) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.

(2) Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka

23

waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.

Menurut Yahya Harahap “Sekiranya seorang terdakwa dituntut dan diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan, kemudian ternyata apa yang didakwakan tidak dapat dibuktikan berdasar alat bukti yang sah, sehingga apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dan terdakwa dibebaskan dari tuntutan pidana. Berarti terdakwa telah dituntut dan diadili tanpa dasar alasan hukum. Putusan pembebasan tersebut, menjadi dasar bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan telah dituntut dan diadili tanpa berdasarkan undang-undang”. Adapun kekeliruan mengenai orangnya karena salah tangkap terhadap seorang yang disidik, didakwa, diperiksa, dan terakhir diputus oleh pengadilan terbukti dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, kemudian terungkap atau muncul orang yang mengaku sebagai pelaku tindak pidana sesungguhnya, contoh kasus yang sangat terkenal yaitu : Sengkon dan Karta.21

Jumlah besaran ganti kerugian yang dapat diterima oleh korban salah tangkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 9 yaitu:

(1) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling

21 https://badilum.mahkamahagung.go.id/artikel-hukum/2990-tuntutan-ganti-kerugian-dalam-perkara-praperadilan.html diakses pada tanggal 08 Maret 2021 pukul 20.00 WIB.

sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(3) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Ketentuan mengenai pembayaran ganti kerugian diatur pada Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan putusan atau penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

(2) Pembayaran ganti kerugian dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian diterima oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran ganti kerugian diatur dengan Peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Pemeriksaan ganti kerugian juga diatur dalam KUHAP dalam Pasal 95 butir (5) yaitu dengan melalui praperadilan. Leden berpendapat bahwa mekanismenya adalah setelah 3 (tiga) hari menerima permintaan atau tuntutan ganti kerugian, Lalu ketua pengadilan menunjuk hakim dan menetapkan hari sidang. Hakim yang ditunjuk adalah hakim yang sama ketika mengadili pidana yang bersangkutan (Pasal 95 butir (4)). Mengenai pemeriksaan ganti kerugian tersebut diputus dalam 7 (tujuh) hari sesuai dengan bunyi Pasal 82 butir (1) huruf c. 22

22 Mohammad Naufal, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap Menurut

Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan PT DKI No: 142/PID/2015/PT.DKI),

25

Putusan ganti kerugian berbentuk penetapan, hal ini diatur dalam Pasal 96 KUHAP. Penetapan tersebut berdasarkan keputusan hakim, baik tuntutan ganti kerugian itu diterima atau ditolak, dan alasan pemberian atau penolakan tersebut harus dicantumkan dalam penetapan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983, Salinan penetapan ganti kerugian diberikan kepada penuntut umum, penyidik, dan direktorat Jendral Anggaran dalam hal ini Kantor Perbendaharaan Negara.23

Setelah penetapan ganti kerugian dikeluarkan maka akan dilaksanakan eksekusi yang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 983/KMK.01/1983 tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Kerugian.mengenai pencairan ganti kerugian.

Dokumen terkait