• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Ganti Kerugian

Ganti kerugian secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya untuk memberikan sesuatu hal sebagai bentuk penggantian atas tindakan yang dilakukan yang menimbulkan kerugian. Ganti kerugian menurut Pasal 1 angka 22 KUHAP adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Penegasan mengenai ganti kerugian berdasarkan Pasal 1 angka 22 KUHAP tersebut yaitu sebagai berikut:

41

M. Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali), Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 58.

a. Ganti kerugian merupakan hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya;

b. Hak tersebut berupa imbalan sejumlah uang;

c. Hak tersebut timbul dikarenakan ditangkap, ditahan ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya.

Alasan yang berdasarkan undang-undang sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 22 KUHAP yaitu dimaksudkan sebagai alasan-alasan atas sebuah tindakan yang berkaitan dengan syarat dan tata cara dilakukannya tindakan tersebut berdasarkan KUHAP. Alasan-alasan ini akan menilai apakah tindakan yang dilakukan tersebut adalah sah atau tidak.

2. Ganti Kerugian dalam KUHAP

Ketentuan mengenai ganti kerugian di dalam KUHAP diatur dalam Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP. Ketentuan mengenai ganti kerugian yang diatur dalam KUHAP hanya bersifat umum yaitu perihal siapa yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian, ke mana tuntutan ganti kerugian diajukan, dalam hal apa dapat diajukan tuntutan ganti kerugian, bentuk putusan pemberian ganti kerugian dan penunjukan hakim untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian.

Berkaitan dengan pihak yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian, ketentuan Pasal 95 ayat (3) menentukan bahwa tuntutan ganti kerugian diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya. Tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang

bersangkutan atau apabila perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, maka tuntutan ganti kerugian dapat diajukan dan diputus di sidang praperadilan.

Alasan dapat diajukannya tuntutan ganti kerugian diatur dalam Pasal 95 ayat (1) yang pada pokoknya menentukan bahwa tuntutan ganti rugi dapat diajukan karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikarenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

3. Ganti Kerugian dalam PP Nomor 92 Tahun 2015

Pemberian ganti kerugian yang diatur di dalam KUHAP telah memiliki aturan pelaksananya tersendiri yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Peraturan Pelaksana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Salah satu substansi yang diatur di dalam peraturan pemerintah tersebut yaitu mengenai ganti kerugian. Ketentuan mengenai ganti kerugian yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1983 ini dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini sehingga perlu untuk melakukan perubahan terhadap peraturan pemerintah tersebut. Pengaturan mengenai pelaksanaan ganti kerugian korban salah tangkap pada saat ini telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pelaksana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 ini merubah ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, khususnya ketentuan mengenai ganti kerugian.Ketentuan pelaksana ganti kerugian korban salah

tangkap ini mengatur hal-hal yang bersifat tekhnis dalam ganti kerugian yaitu mengenai prosedur pengajuan tuntutan ganti kerugian, besaran ganti kerugian dan pembayaran ganti kerugian.

Khusus berkaitan dengan prosedur tuntutan ganti kerugian, Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 pada pokoknya menentukan bahwa tuntutan ganti kerugian hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima atau 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan dalam hal tuntutan ganti kerugian diajukan terhadap yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan.

Ketentuan mengenai pelaksanaan ganti kerugian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 ini juga menunjukkan bahwa pembayaran ganti kerugian dibebankan kepada Negara melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 yaitu bahwa pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan putusan atau penetapan pengadilan.

Besaran nominal ganti kerugian yang diatur di dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 yaitu sebagai berikut:

(1) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(3) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

III. METODE PENELITIAN A. PendekatanMasalah

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif di dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melihat dan menelaah kebijakan hukum pidana pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015.

Pendekatan yuridis normatif ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, peraturan-peraturan hukum serta hukum yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum positif dalam pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap dan perbandingan hukum kebijakan pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap yang telah diatur di Peraturan Perundang-undangan Indonesia dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015.

Berkaitan dengan sinkronisasi hukum positif dalam pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap, maka pokok kajian yang diteliti yaitu mengenai keserasian antara pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 dengan hukum positif tertulis yang ada di Indonesia baik secara vertical maupun horizontal. Tolok ukur

yang akan digunakan dalam meneliti sinkronisasi ini yaitu Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan beserta asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berkaitan dengan perbandingan hukum kebijakan pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap, maka penelitian difokuskan pada membandingkan sistem hukum berbagai Negara yang berkaitan dengan kebijakan pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap, termasuk di dalamnya mengenai asas dan pengaturan pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap.

Pendekatan yuridis normatif yang digunakan dalam penelitian ini selain dilakukan melalui penelitian kepustakaan, juga dilengkapi dengan narasumber yang dipandang relevan atau sesuai dan mampu untuk membahas permasalahan serta data yang akan dipakai dalam penelitian ini. Narasumber dalam penelitian ini yaitu narasumber yang berasal dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung, Advokat dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

B. Sumber Data dan Jenis Data

Dokumen terkait