• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Bahasa Dalam Tuturan Rapanakh Meekeh

Dalam dokumen MAKANA LIRIK LAGU BAHASA DAERAH ETNIK SU (Halaman 27-36)

4.1. Hasil Penelitian

4.2.1. Gaya Bahasa Dalam Tuturan Rapanakh Meekeh

Gaya bahasa merupakan pengungkapan kata kiasan dan perbandingan yang tetap untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa yang terdapat dalam tuturan rapanakh meekeh adalah sebagai berkut. 4.2.1.1Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang mengumpamakan benda mati dapat berbuat seolah-olah seperti makhluk hidup. Hal tersebut dapat dilihat dalam tuturan sebagai berikut :

Koto woro’o nana woro’o ke’en ida nawinoredi me’e, Wain ida

‘Negeri dua negeri dua tongkat satu tertidur sudah penggayung satu nadinaredi me’e,

tersusun sudah/telah.’

Kedua keluarga besar, sebuah kesepakatan yang diambil bersama-sama untuk dijalankan.

nina won pupinala here, ‘punya sarang tutup sudah.’

biarlah rumah itu menjaga dan melindungi dia. laha leuwala here,

‘gelagar tempat tidur menopang sudah’

segala berkat yang ada dapat menopang hidupnya

Ketiga tuturan di atas menggunakan gaya bahasa personifikasi, hal ini dilihat pada ‘ke’en’ tongkat yang seolah hidup dan telah tertidur, begitu pula dengan ‘wain’ penggayung yang telah berhenti dan juga ‘won’ rumah (sarang) serta laha ‘tempat tidur’. Tongkat, penggayung dan rumah serta tempat tidur bukan merupakan benda hidup, akan tetapi dalam tuturan di atas, ketiga benda tersebut seolah-olah bisa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh manusia.

4.2.1.2Gaya Bahasa Tautologi

Gaya bahasa yang menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar. Hal tersebut dapat dilihat dalam tuturan sebagai berikut.

Konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali,

‘Permisi ibu saya bapa saya negeri sebelah negeri sebelah.’

Pihilala ke’e hehellala ke’e, yi’in’u ya am’u koto wali nana wali,

‘Permisi tolong minta maaf tolong , ibu saya bapa saya negeri sebelah kampong sebelah.’

Dengan segala kerendahan hati kami mau sampaikan kembali bapa dan mama dari keluarga besar perempuan, juru bicara.

Tuturan di atas menggunakan gaya bahasa tautologi, hal ini dapat di lihat pada tuturan yang menyatakan hal dua kali padahal maknanya sama tetapi harus diulang agar arti dari tuturan tersebut lebih dipahami. Kata ‘yi’ dan ‘ya’ saya dan ‘wali’ negeri pada kutipan konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali merupakan pengulangan yang bertujuan untuk mempertegas pernyataan dan makna dari tuturan yang disampaikan.

4.2.1.3Gaya Bahasa Metafora

Gaya bahasa metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll. Dengan kata lain, gaya bahasa metafora merupakan gaya bahasa perbandingan langsung terhadap sesuatu. Gaya bahasa metafora dapat dilihat pada kutipan berikut.

Were pinna haul akur,

‘Buka kain tenun buka (ikatan) ikatan (natok).’ Membuka hati untuk menerima dengan baik.

Gaya bahasa metafora dalam kutipan di atas ditunjukkan dalam pernyataan langsung were pinna haul akur ‘buka kain tenun buka (ikatan) ikatan (natok)’, membuka hati untuk menerima dengan baik, mengarah pada perbandingan antara kesediaan dari para orang tua perempuan untuk menerima pinangan dari pihak

keluarga laki-laki dengan hati terbuka. Hal ini dipertegas dengan pernyataan were pinna ‘buka kain tenun’.

4.2.1.4Gaya Bahasa Simbolik

Gaya bahasa simbolik adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

hamarale nedemarne, Paharala rokonihe here, ‘injak pohon tangga, pegang anak tangga sudah.’

berpijak pada kekuatan kebesaran keluarga, menaati norma tata tertib kebudayaan yang berlaku.

Gaya bahasa simbolik dalam kutipan di atas ditunujukkan dalam kata nedemarne ‘pohon tangga’ yang menggambarkan kekuatan dan kebesaran keluarga, dan rokonihe ‘anak tangga’ yang mengarah pada nilai-nilai dan norma budaya yang terdapat dalam masyarakat Kisar.

4.2.1.5Gaya Bahasa Asindenton

Gaya bahasa asindenton adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung. Gaya bahasa asindenton dapat ditampilkan dalam kutipan berikut.

Yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain,

‘Saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung.’

Saya membawa petuah untuk menjalankan kehidupan sehari-hari Dalam kisah perjalanan hidup yang penuh tantangan.

Pernyataan dalam kutipan di atas berbentuk sebuah kalimat yang membentuk wacana. Namun, wacana yang dibangun tidak menggunakan kata penghubung.

Makna Tuturan dalam Rapanakh Meekeh

Makna merupkan suatu maksud yang disampaikan oleh penulis atau

pembicara melalui tindak bahasa, baik secara lisan, tulisan maupun melalui bahasa tubuh. Masalah kedua yang dibahas dalam penelitian ini yaitu makna yang

terkandung dalam rapanakh meekeh. Berikut akan dipaparkan tentang makna apa saja yang terkandung dalam tuturan adat rapanakh meekeh.

4.2.2.1 Makna sosial

Makna sosial disebut juga makna sosiologis, yakni makna yang mengacu pada hubungan antara sesama manusia dalam berinteraksi uuntuk membangun relasi yang baik dengan sesama demi menciptakan kehidupan yang harmonis. Setiap manusia pasti saling membutuhkan satu sama lain. Makna sosial dalam tuturan rapanakh meekeh terlihat dalam kutipan berikut.

Lolu luhu Mesiapi nakar waku puki nina koto lehern nana wawan,

‘Lewat dusun Mesiapi, rumah batu putih, mempunyai negeri di bawah negeri atas’ Dan semua keluarga yang sementara rapat di mata rumah batu putih

Koto woro’o nana woro’o ke’en ida nawinoredi me’e, Wain ida nadinaredi me’e, ‘Negeri dua negeri dua tongkat satu tertidur sudah penggayung satu tersusun sudah/telah

‘sebuah kesepakatan telah diambil bersama-sama Kedua keluarga besar untuk dijalankan,

Unsur sosial yang terdapat dalam kutipan di atas adalah luhu Mesiapi nakar waku puki ‘dusun Mesiapi rumah batuputih’ yang mengarah pada unsur deskriptif, sedangkan pada kutipan Koto woro’o nana woro’o ke’en ida nawinoredi ‘negeri dua

negeri dua tongkat satu tertidur’ yang menggambarkan adanya kesepakatan antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan dalam menjalin hubungan melalui anak-anak mereka yang disatukan dengan pernikahan adat.

4.2.2.2 Makna Penghormatan terhadap Orang Tua

Dalam tuturan rapanakh meekeh, peran orang tua menjadi kunci dari kelancaran pelaksanaan acaranya. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan membesarkan anak-anak mereka. Adapun makna penghormatan terhadap orang tua dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali

‘Permisi ibu saya bapa saya negeri sebelah negeri sebelah’

Permisi saya sampaikan kepada bapak ibu keluarga besar perempuan Nornoro yi in’u ya am’u manmoriana mana’uana

‘Bersama ibu saya bapa saya yang melahirkkan yang merawat’ Dan dengan bapa ibu kandung yang merawat dan membesarkan Nornoro yi in’u orkoto woro’o, Ornana woro’o

‘Bersama ibu saya tuan negeri dua tuan marga dua’ Dan kedua keluarga besar yang hadir

Man hophopun man peppepen ‘Yang berunding yang kelilingi’

Yang sedang berunding bersama-sama

Kutipan di atas dengan jelas menggambarkan bagaimana keluarga dihormati sebagai dasar dari munculnya kehidupan seorang anak. Apalagi dalam acara

peminangan, seorang anak perempuan harus direlakan keluarganya untuk memilih jalannya sendiri, yakni hidup berkeluarga dengan laki-laki yang dicintainya. Untuk itulah, hal yang pertama kali dilakukan oleh juru bicara dalam rapanakh meekeh adalah menyapa orang tua dan keluarga besar dari pihak perempuan sebagai pernyataan taksim.

4.2.2.3 Makna Estetika

Makna estetika mengarah pada daya imajinasi seseorang dalam memilih kata-kata, dimana suatu keindahan itu terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merasakanya dalam bertutur. Makna estetika dalam tuturan adat selalu muncul, hal ini dibuktikan dengan tata pemilihan kata-kata yang tidak biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari. Makna estetika dalam tuturan rapanakh meekeh terlihat dalam kutipan berikut.

Were pinna haul akur,

‘Buka kain tenun buka(ikatan) ikatan(natok)’

Yang telah Membuka hati untuk menerima dengan baik rala pina kain kawa’ane rala akur kemen I lim’u,

‘ambil tenunan gantung bahu ambil ikatan letakan saya tanganku’ memberi tanggung jawab kepad saya untuk dilakukan dengan baik Yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain,

‘Saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung’

Untuk membawa petuah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari Dalam kisah perjalanan hidup yang penuh tantangan

Unsur estetika dalam kutipan di atas sangat jelas terlihat, yaitu pada pina kain kawa’ane ‘tenunan gantung bahu’ yang mengandung arti memegang tanggung jawab. Selain itu, kutipan berikut, yakni yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain, ‘saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung’ mengacu pada bentuk penghormatan terhadap petuah-petuah yang diberikan kepada kedua pasangan untuk sabar dalam menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi dalam hidup berumah tangga nantinya.

4.2.2.4 Makna Etika

Makna etika berkaitan dengan nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Makna etika mengarah pada sikap dan tindakan manusia dalam mengikuti pelaksanaan upacara atau ritual adat. Makna etika terdapat dalam rapanakh meekeh terlihat pada saat penutur dari pihak laki-laki sampai pada rumah mempelai perempuan, dia harus meminta ijin kepada keluarga yang hadir untuk meletakan barang bawaanya diatas meja berupa tempat sirih, topi dan pedang yang dibawanya, hal ini juga berlaku pada pengantin laki-laki bilamana ia diijinkan untuk menurunkan beban yan iya bawa barulah dia dipersilahkan untuk meletakanya diatas meja, dan juga si mempelai pria tidak diisinkan duduk sebelu menjawab beberapa pertanyaan. sedang mengutarakan tuturan, dia harus dalam posisi berdiri dan selama penuturnya melaksanakan rapanakh meekeh, kedua keluarga besar harus pada sikap ang tenang, dan tidak mengoceh.

Dari beberapa contoh yang dilihat maka makna etika yang terkandung sangatlah tinggi, karena disini mereka diajarkan untuk bersopan santun dan menghargai orang lain.

BAB V

Dalam dokumen MAKANA LIRIK LAGU BAHASA DAERAH ETNIK SU (Halaman 27-36)

Dokumen terkait