• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKANA LIRIK LAGU BAHASA DAERAH ETNIK SU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKANA LIRIK LAGU BAHASA DAERAH ETNIK SU"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

exel boyz

Senin, 05 Maret 2012

Skripsi Gaya Bahasa Dalam Tuturan Adat Rapanakh Meekeh BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya adalah manusia.

Manusia sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.

Salah satu kelebihan manusia adalah memiliki alat komunikasi yang berupa bahasa.

Dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan gagasan atau ide, realitas, isi

pikiran dan sebagainya. Pada saat ini, sebagai orang yang telah dewasa, kita

sanggup mengutarakan pikiran dan perasaan kita melalui rangkaian kata-kata yang

tidak terbilang banyaknya. Dengan sendirinya, hal ini merupakan suatu karya besar

dalam kehidupan individual tiap orang, tetapi tidak pernah terlintas dalam pikiran

kita untuk mengaguminya sebagai suatu karya besar.

Bangsa kita memiliki kebudayaan yang amat bervariasi dari berbagai suku

dan etnik. Hal inilah yang menjadikan bangsa kita selalu dikatakatan identik dengan

nilai budaya. Budaya yang ada sangatlah beraneka ragam. Hal ini dikarenakan oleh

faktor geogafis dan faktor topogafi. Bicara mengenai kebudayaan tidak telepas dari

(2)

Masyarakat Kisar memiliki kebudayaan yang sangat kaya akan unsur–unsur

nilai seni yang mencakup nilai sastra yang tinggi. Hal ini telihat dari salah satu

upacara pernikahan adat masyarakat Kisar yang disebut “rapanakh meekeh”.

Kisar merupakan daerah yang pernah dikuasai Portugis sehingga memiliki

perpaduan kebudayaan yang unik. Kebudayaan masyarakat Kisar secara umum

juga satu rumpun dengan Timor Leste yang secara geografis letaknya berdekatan.

Kisar terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya. Propinsi Maluku.

Masyarakat Kisar memiliki keunikan tersendiri dalam sistem perkawinan

karena dalam tatanan adat masyarakat Kisar, sistem perkawinan harus melalui

beberapa tahap, yaitu : Mainhari (tingkatan pertama); Mainhari merupakan upacara

persiapan untuk melakukan peminangan. Peminangan inilah yang disebut rapanakh

meekeh. Rapanakh meekeh masuk dalam tingkatan kedua. Penutur dalam

rapanakh meekeh haruslah orang yang dituakan dalam keluarga, dalam hal ini

penutur harus merupakan kepala suku, atau tetua-tetua dari keluarga yang

dianggap layak. Penutuur harus betul-betul memahami rapanakh meekeh.

Penentuan penutur biasanya diambil sesuai dengan garis keturunan dalam

keluarga. Hanya keluarga tertentulah yang bisa menuturkan rapanakh meekeh.

Setelah melakukan rapanakh meekeh, mempelai pria sudah bisa tinggal bersama

mempelai wanita di rumah mempelai wanita. Mempelai pria tidak bisa membawa

mempelai wanita ke rumahnya sebelum melaksanakan polukaar. Polukaar ini

merupakan tingkatan terakhir dari sistem perkawinan adat masyarakat Kisar. Untuk

melaksanakan polukaar, mempelai pria paling tidak harus tinggal di rumah

mempelai wanita minimal tiga tahun, karena ini merupakan persyaratan utama

(3)

Peneliti lebih cenderung memilih rapanakh meekeh untuk diteliti karena

kekhasan bahasa yang diucapkan penutur. Alasan lain peneliti memilih rapanakh

meekeh karena hal ini belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Rapanakh meekeh

merupakan tuturan atau petuah-petuah yang memiliki fungsi dan peran tersendiri

bagi masyarakat Kisar, khususnya bagi pasangan yang hendak melaksanakan

upacara pernikahan. Hal tersebut belum disadari sepenuhnya oleh sebagian besar

masyrakat Kisar sebagai suatu aset budaya yang benilai. Oleh karena itu peneliti

merasa tertarik untuk meneliti rapanakh meekeh dalam masyarakat Kisar, terutama

pemakaian gaya bahasa dan maknanya.

Penelitian ini ditinjau dari segi stilistika yang meliputi konsep-konsep tentang

pilihan leksikal seperti penggunaan bahasa daerah, bahasa asing, mengenai

ungkapan dan majas (Nurgiantoro dalam Sarjianto, 2004 : 8).

Modal dasar kajian stilistika yaitu pemahaman terhadap bahasa. Peneliti yang

kurang paham tentang perbedaan antara bahasa sehari-hari dan bahasa sastra,

tentu akan mengalami kesulitan memahami stilistika. Stilistika sebagai bahasa khas

sastra memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bahasa sehari-hari.

Stilistika adalah bahasa yang telah diciptakan untuk mewakili ide sastrawan.

Penelitian stilistika hendaknya sampai pada tingkatan makna gaya bahasa dan

sastra. Makna tersebut terdiri atas dua hal yaitu makna denotasi (makna lugas) dan

makna konotasi (kias). Kedua makna memiliki hubungan satu sama lain. Stilistika

kiasan ada dua macam yaitu gaya retorik dan gaya kiasan, gaya kiasan amat

banyak ragamnya, antara lain : personifikasi, simile, sarkasme dan sebagainya

(4)

Secara umum, lingkup telaah stilistika mencakup diksi atau pilihan kata

(pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima dan mantra yang

digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sujiman,

1993:13). Di samping itu, kajian stilistika dilakukan dengan mengkaji berbagai

bentuk dan tanda-tanda kebahasaan yang digunakan seperti yang terlihat dalam

struktur lahir. Tanda-tanda kebahasaan itu sendiri dapat berupa unsur fonologi,

unsur leksikal, unsur sintaksis dan unsur bahasa figuratif (Nurgiyantoro, 1995:280).

Dikemukakan Pradopo (1991:4), aspek gaya bahasa meliputi, bunyi, kata dan

kalimat. Bunyi meliputi asosiasi, aliterasi, pola persajakkan, orkestrasi dan

iramanya; kata meliputi aspek morfologi, semantik, etimologi; sedangkan kalimat

meliputi gaya kalimat dan sarana retorika. Menurut Keraf (2000:113), gaya bahasa

yang baik harus mengandung tiga dimensi yaitu, kejujuran, sopan santun dan

menarik. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan,

kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata yang kabur dan tak

terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk

mengundang ketidakjujuran. Sopan santun dalam bahasa berarti kita memberi

penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara, khususnya pendengar

atau pembaca. Menarik dalam bahasa dapat diukur melalui komponen variasi,

humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup dan penuh daya imajinasi.

Melalui gaya bahasa, bahasa dan sastra berjalan seiring dan bahu-membahu

sampai mewujudkan dunia tersendiri dalam gaya bahasa itu sendiri, sehingga pada

akhirnya gaya bahasa tersebut memiliki kekhasan, karena menyimpan kekuatan

estetik yang mandiri. Oleh karena itu, gaya bahasa memiliki wilayah yang kuat.

(5)

bagian ini merupakan sesuatu yang menarik bagi peneliti khususnya dari aspek

stilistika.

Gaya bahasa adalah pengungkapan ide atau gagasan, pikiran-pikiran seorang

penulis yang meliputi hierarki kebahasaan yaitu kata, frasa, klausa bahkan wacana

untuk menghadapi situasi tertentu (Rahayu, 2005:11).

Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas,

citraan, pola rima, matra yang digunakan sastrawan atau yang terdapat dalam

karya sastra. Jadi majas merupakan bagian dari gaya bahasa (Sudjiman dalam

Fillaili, 2007:14). Majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati

batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harafiah (Sudjiman dalam

Fillaili, 2007:13). Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena

perasaan yang timbul atau hidup dalam hati pengarang (Slamet Mujana dalam

Pradopo; dalam Sowikromo, 2007:7).

Gaya bahasa merupakan cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa sebagai

bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau

karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Gorys Keraf, 2004:23).

Dengan gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan

kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Gaya bahasa juga dapat

dimanfaatkan dalam pemikiran strategis.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka perumusan

(6)

1.2.1 Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam tuturan rapanakh meekeh?

1.2.2 Makna apa saja yang terdapat dalam tuturan rapanakh mekeh?

1.3.Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka yang menjadi

tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan bentuk penggunaan gaya bahasa yang dipakai dalam tuturan rapanakh meekeh.

2. Mendeskripsikan makna yang terdapat dalam tuturan rapanakh meekeh.

1.4.Manfaat Penelitian

Secara teoretik itu penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

perilaku manusia dalam menghargai kebudayaan daerah, khusunya gaya bahasa

dan makna yang terdapat dalam tuturan daerah. Manfaat teoretik juga diharapkan

dapat berguna untuk peneliti-peneliti berikutnya yakni sebagai referensi, khususnya

bagi peneliti gaya bahasa dan makna dalam tuturan adat.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjaga eksistensi, sekaligus

sebagai pelestarian budaya masyarakat Kisar. Di samping itu, penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Kisar, khususnya bagi generasi

muda, agar dapat mengenal dan mengetahui gaya bahasa dan makna yang

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

2.1. Kajian Pustaka

Penelitian-penelitian terhadap sastra lisan telah banyak dilakukan, baik dalam

bentuk makalah, jurnal, buku maupun skripsi. Penelitian-penelitian yang memiliki

kemiripan dan telah memberikan kontribusi bagi peneliti dalam meneliti gaya

bahasa dan makna dalam tuturan rapanakh meekeh antara lain penelitian yang

dilakukan oleh Diana yusuf dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa

Dalam Antologi Geguritan Medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki (Kajian

Stilistika: 2005). Masalah yang dibahas adalah bagaimana penggunaan diksi

dengan gaya bahasa dalam antologi geguritan medhitasi alang-alang karya Widodo

Basuki. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi peneliti dalam meneliti gaya

bahasa dalam tuturan adat rapanakh meekeh karena memiliki kemiripan dalam

menganalisis data yaitu dalam menganalisis gaya bahasa dan makna serta

membuka wawasan peneliti dalam mengkaji tuturan adat rapanakh meekeh.

Penelitian relevan lainya tentang gaya bahasa pernah juga dilakukan oleh

Kartika Yuliana dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Diksi dan Gaya Bahasa

Pada Lagu Anak-anak ciptaan A.T. Mahmud”. Masalah yang dibahas adalah:

bagaimanakah penggunaan diksi dalam lirik lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud?

dan bagaimanakah penggunaan gaya bahasa dalam lirik lagu anak-anak ciptaan

A.T. Mahmud? Hasil yang ditemukan penulis dalam skripsi ini yaitu gaya bahasa

(8)

Penelitian ini memberikan kontribusi bagi peneliti dalam meneliti gaya

bahasa dalam tuturan adat rapanakh meekeh karena memiliki kemiripan dalam

menganalisis data yaitu menganalisis gaya bahasadan makna serta juga membuka

wawasan peneliti dalam mengkaji tuturan adat rapanakh meekeh.

Semua penjelasan di atas merupakan pengkajian stilistika berdasarkan karya

sastra terutama karya sastra tulis. Inilah yang membuat perbedaan antara peneliti –

peneliti terdahulu dengan apa yang diteliti oleh peneliti sekarang, sebab dalam

masalah penelitian di sini peneliti lebih cenderung pada masalah penelitian sasra

lisan daerah yang terdapat di daerah Kisar Kabupaten Maluku Barat Daya yaitu

gaya bahasa dan makna dalam tuturan adat perkawinan rapanakh meekeh

masyarakat Kisar.

2.2. Konsep

dalam penelitian ini ada beberapa konsep yang dijabarkan antara lain gaya

bahasa, makna, stilistika, tuturan adat, perkawinan adat. Gaya bahasa disini

mencakup ide-ide atau gagasan pola pikir seorang penulis dalam membahasakan

bahasanya. Makna yang dimaksud yaitu menyangkut arti dari tuturan baik itu

secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan stilistika merupakan ilmu

interdispliner yang mempelajari bahasa yang dipergunakan dalam sastra. Tuturan

adalah bahasa yang disampaikan penutur. Perkawinan adat adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dengan seorang wanita alam membentuk suatu rumah tangga

yang dilaksanaka secara adat. Berikut akan dijelaskan lebih rinci tentang

kensep-konsep yang dijabarkan tadi.

(9)

Gaya bahasa adalah pengungkapan ide atau gagasan, pikiran-pikiran seorang

penulis yang meliputi hierarki kebahasaan yaitu kata frasa, klausa bahkan wacana

untuk menghadapi situasi tertentu (Rahayu, 2005:11). Gaya bahasa adalah susunan

perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati

pengarang (Slamet Mujana dalam Pradopo dalam Sowikromo, 2007:7).

Gaya bahasa merupakan cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa sebagai

bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau

karakteristik atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Gorys Keraf, 2004 : 23).

Gaya bahasa menurut Sekawan (2007 : 146) adalah penggunaan kata kiasan

dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan

maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya

sastra atau dalam berbicara. Setiap orang atau pengarang memiliki cara tersendiri

dalam memilih dan menggunakan gaya bahasa. Gaya bahasa disebut juga majas.

Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk

mendapatkan nilai seni. Hal ini seperti dikemukakan oleh Dick Hartoko dan

Rahmanto (1986 : 137) bahwa gaya bahasa adalah cara yang khas dipakai

seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi). Dikemukakan oleh Slamet

Muljana, bahwa gaya bahasa itu merupakan susunan perkataan yang terjadi karena

perasaan dalam hati pengarang dengan sengaja atau tidak menimbulkan suatu

perasaan tertentu dalam hati pembaca. Selanjutnya, dikatakan bahwa gaya bahasa

itu selalu subjektif dan tidak akan objektif.

Gaya bahasa adalah cara mengekspresikan bahasa dalam prosa ataupun

(10)

yang dikatakan (Abram, 1981 : 190). Begitu juga yang dikemukakan Harimurti

(1983 : 49-50), salah satu pengertiannya adalah pemanfaatannya atas kekayaan

bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; lebih khusus adalah

pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan lebih

luasnya gaya bahasa itu merupakan keseluruan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis

sastra. Dilihat dari segi bahasanya, bahwa gaya bahasa adalah cara menggunakan

bahasa itu. Keraf (2000 : 113) memberi batasan bahwa style atau gaya bahasa

adalah cara mengungkapakan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media

komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara beragam dengan

tujuan untuk ekspresivitas, menarik perhatian atau untuk membuka pesona

(Pradopo, 1990 : 139).

Gaya bahasa menurut Tarigan (1986 : 5) adalah bahasa indah yang

dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta

memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata,

penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi

tertentu (Dale dalam Tarigan, 1986 : 5). Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa

yang khas dan dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang

dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal sebagai bahasa khas

dalam wacana sastra.

(11)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 : 619), makna adalah arti;

maksud pembicara atau penulis.

Makna (http://id.wikipedia.org/wiki/Makna) adalah arti atau maksud dan

antara lain dapat merujuk pada hal-hal berikut.

1. Makna (linguistik), makna yang disampaikan melalui bahasa.

2. Makna (nonlinguistik), makna yang disampaikan tidak melalui bahasa verbal atau

tulisan, melainkan misalnya melalui bahasa tubuh atau fenomena alam.

3. Makna leksikal, makna kata secara leksikal tanpa turunan atau interpretasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa makna

adalah suatu maksud yang disampaikan oleh penulis atau pembicara melalui tindak

bahasa, baik bahasa lisan, tulisan maupun melalui bahasa tubuh.

2.2.3. Stilistika

Stilistika adalah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam

karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; (2) penerapan

linguistik pada penelitian gaya bahasa (Kridalaksana, 1982 : 157). Dari pengertian

di atas maka dapat diartikan bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya (bahasa).

Stilistika menurut Pradopo (1991 : 2) adalah ilmu yang mempelajari gaya

bahasa. Ia juga menambahkan bahwa stilistika adalah ilmu lingustik yang

memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa, seringkali, tetapi tidak

ekslusif, memberikan perhatian khusus pada penggunaan bahasa yang paling dasar

(12)

Stilistika adalah bahasa yang telah diciptakan dan bahkan direkayasa untuk

mewakili ide sastrawan. Stillistika adalah bagian ilmu sastra dan akan menjadi

bagian penting karena melalui metode ini akan terjabarkan ciri-ciri khusus karya

sastra. (Suwardi Endraswara, 2008 : 75). Stilistika adalah penggunaan gaya bahasa

secara khusus dalam karya sastra. Gaya bahasa tersebut mungkin disengaja dan

mungkin pula timbul serta- merta ketika pengarang mengungkapkan idenya.

2.2.4. Tuturan

Dalam Kamus linguistik (Kridaklasana; 2005 : 221) tuturan adalah wacana

yang menonjolkan serangkaian peristiwa dalam serentetan waktu tertentu bersama

dengan partisipan dan keadaan tertentu, sedangkan dalam Kamus Bahasa

Indonesia (2005 : 1231), tuturan adalah ucapan, kata dan bicara, maka dapat

dikatakan bahwa tuturan adalah bahasa yang disampaikan penutur untuk tujuan

tertentu dalam menyampaikan serangkaian peristiwa dalam tatanan waktu

tertentu.

2.2.5. Perkawinan Adat

Perkawinan adat adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang dilaksanakan secara adat atau menurut kebudayaan setempat.

Dengan kata lain, perkawinan adat adalah perjanjian perikatan antara pihak laki-laki

dengan pihak perempuan untuk melaksanakan kehidupan sebagai suami-isteri

dalam menjalankan hidup berumah tangga dan melanjutkan keturunan sesuai

dengan ketentuan agama. Jadi tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang

(13)

2.3. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori stilistika yang dipadukan dengan

teori linguistik kebudayaan. Stilistika merupakan bidang ilmu yang menyelidiki bahasa yang

dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan,

sedangkan linguistik kebudayaan merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara

bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat.

Penelitian stilistika hendaknya sampai pada tingkatan makna gaya bahasa dan sastra.

Makna tersebut ada dua hal yaitu denotasi (makna lugas) dan makna konotasi (kias). Kedua

makna ini akan saling berhubungan satu sama lain. Stilistika kiasan ada dua macam yaitu gaya

retorik dan gaya kiasan, gaya kiasan amat banyak ragamnya, antara lain personifikasi, simile,

sarkasme, dan sebagainya (Suwardi Endraswara, 2008 : 73).

Profesor Bagus, pakar budaya dari Universitas Udayana menggunakan istilah linguistik

kebudayaan sebagai terjemahan dari cultural linguistics. Konsep ini di Indonesia sebenarnya

telah digunakan oleh Alisjahbana (1977) dengan mengikuti gagasan Humboldt, bahwa bahasa

merupakan penjelmaan budaya. Untuk pengertian yang sama, Suharno (1982) menggunakan

istilah linguistik kultural

.

Linguistik kebudayaan sesungguhnya adalah bidang ilmu

interdisipliner yang mengkaji hubungan kovariatif antara struktur bahasa dengan kebudayaan

suatu masyarakat (lihat Mbete, 2004:18—25).

Sasaran utama penelitian ini adalah pemakaian gaya bahasa dan makna yang terkandung

dalam tuturan rapanakh meekeh. Gaya bahasa yang dimaksud adalah gaya bahasa yang

mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas citraan, pola rima, matra yang

(14)

Sedangkan makna yang dimaksud adalah makna yang timbul dari suasana dan isi tuturan

rapanakh meekeh.

Gaya bahasa mempunyai cakupan yang sangat luas. Menurut penjelasan Harimurti

Kridalaksana (Kamus Linguistik : 1982), gaya bahasa (style) mempunyai tiga pengertian, yaitu:

1. Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;

2. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu;

3. Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

Sementara itu, Leech dan Short (1981) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah cara

menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu, untuk tujuan tertentu.

Sebenarnya, apakah fungsi penggunaan gaya bahasa? Pertama-tama, bila dilihat dari

fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik, yaitu menjadikan pesan

lebih berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima yang

menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat

maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka. Pemakaian gaya bahasa juga dapat

menghidupkan apa yang dikemukakan dalam teks, karena gaya bahasa dapat mengemukakan

gagasan yang penuh makna dengan singkat. Seringkali pemakaian gaya bahasa digunakan untuk

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Metode yang dipakai untuk mengetahui gaya bahasa dan makna tuturan adat

rapanakh meekeh adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif

mengurai dalam bentuk kata-kata, baris-perbaris bahkan bait perbait perbait,

sampai keseluruhan isinya. Tujuan metode deskriptif kualitatif adalah untuk

mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan secara sistematis faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki (Maser, 1985 : 63 ).

Selanjutnya Bogdan dan Taylor (dalam Iskandar : 12) mendefenisikan metode

deskriptif kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Pendekatan ini dilakukan dan diarahkan pada latar dan individu secara holistik.

Sejalan dengar Kirk dan Miller (1986) mendefenisikan bahwa penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung dari pengamatan terhadap manusia baik dalam kawasannya maupun

dalam peristilahannya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mempergunakan

pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian serta

pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar dalam konteks khusus. Kerlinger

(Iskandar : 12) penelitian yang dilakukan bersifat secara rasional, sistematis,

terkontrol, empiris dan kritis terhadap objek sasaran dalam bidang yang diteliti

(16)

3.2.Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, terhitung dari disetujuinya proposal ini.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kisar Kabupaten Maluku Barat Daya.

3.3.Instrumen Penelitian

Selain peneliti sebagai instrumen kunci, peneliti juga menggunakan alat

bantu untuk mendapatkan data dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan.

Sejumlah pertanyaan disiapkan oleh peneliti untuk mewawancarai nara sumber.

Secara umum, pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan tuturan

perkawinan adat rapanakh meekeh masyarakat Kisar. Daftar pertanyaan yang

disiapkan, dipergunakan sebagai pedoman bagi peneliti dalam melakukan

wawancara dengan para nara sumber agar pembicaraan dalam wawancara tidak

keluar dari objek atau aspek yang diteliti.

3.4.Jenis dan Sumber Data Penelitian

3.4.1. Jenis Data Penelitian

Data yang akan dihimpun dalam penelitian ini mencakup dua macam data

yaitu :

(17)

Data primer dalam penelitian ini adalah data lisan berupa tuturan rapanakh

meekeh dalam upacara pernikahan adat masyarakat Kisar Kabupaten Maluku Barat

Daya.

2.

Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa informasi atau keterangan

tentang latar belakang sosial budaya dan situasional masyarakat Kisar

Kabupaten Maluku Barat Daya.

3.4.2.Sumber Data Penelitian

Sumber data merupakan bagian yang yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan

memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau

informasi yang diperoleh (Sutopo, 2002:49). Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan

yang terdapat dalam rapanakh meekeh dalam upacara pernikahan adat masyarakat Kisar

Kabupaten maluku Barat Daya.

3.5.Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara,

perekaman, simak-catat dan studi dokumentasi (Bungin, 2007: 107-127). Teknik

pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

(18)

Pengamatan bertujuan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh

tentang konteks situasi penuturan rapanakh meekeh, teknik pengamatan yang

diterapkan adalah pengamat terlibat atau berperan serta.

3.5.2 Wawancara

Berdasarkan data hasil pengamatan, penulis melakukan wawancara yang

terbuka dan mendalam dengan informan. Hal ini bertujuan untuk menggali dan

menjaring pengalaman, pengetahuan dan pandangan mereka tentang gaya bahasa

dan makna tuturan adat rapanakh meekeh. Kegiatan wawancara dilakukan secara

berulang selama beberapa kali dari satu informan ke informan lain. Untuk

menunjang kelancaran dan keterarahan pelaksanaan wawancara, penulis

menyiapkan sejumlah pertanyaan tertulis yang berisi beberapa pokok pikiran utama

berkaitan dengan masalah yang ditelaah. Daftar pertanyaan tersebut berfungsi

sebagai pedoman umum, sehingga komunikasi dan interaksi dengan informan

dalam kerangka pemerolehan data tidak membias ke luar lingkup masalah yang

diteliti.

3.5.3 Perekaman

Perekaman data dilakukan dengan menggunakan perangkat media

audio-visual berupa digital camera/ handy cam dan alat perekam dengan tujuan untuk

memperoleh gambaran data secara lengkap menyangkut perilaku verbal dan

nonverbal yang ditampilkan dalam penyampaian tuturan rapanakh meekeh dalam

upacara pernikahan masyarakat Kisar Kabupaten Maluku Barat Daya.

(19)

Selama pengamatan dan wawancara, peneliti melakukan penyimakkan dan

pencatatan data berupa catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan deskriptif

adalah catatan yang dibuat pada saat kegiatan pengamatan dan wawancara

berlangsung, berisi rincian tentang yang dilihat, dialami dan disimak. Catatan

reflektif berisi kerangka pikir, ide dan komentar atau kesan peneliti yang dibuat

setelah usai melaksanakan semua kegiatan.

3.5.5 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi berupa pengumpulan data dalam berbagai media

bertujuan untuk mendapatkan data sekunder yang relevan dengan masalah

penelitian. Data tersebut dipakai sebagai rujukan penelitian lapangan. Jenis

dokumentasi yang dipakai dalam pemerolehan data adalah acuan umum berupa

buku-buku dan acuan khusus berupa hasil penelitian berupa skripsi, monograf,

artikel, makalah dan lain sebagainya.

3.6.Teknik Analisis Data

Dalam teknik analisis data ini, peneliti menggunakan teknik

3.6.1.Transkripsi

Tuturan rapanakh meekeh dalam upacara pernikahan adat masyarakat Kisar

Kabupaten Maluku Barat Daya direkam, disalin dalam bahasa tulis sesuai dengan

bahasa aslinya (Bahasa Kisar) untuk diarsipkan. Pengarsipan ini disertai dengan

identitas infroman yang meliputi (1) nama, (2) umur, (3) jenis kelamin, (4)

(20)

judul dan jenis sastra lisan pada bagian kiri atas, serta identitas data pada bagian

kanan bawah. Lampiran terlampir.

3.6.2.Terjemahan

Tuturan yang telah diarsipkan dalam bentuk kaset DVD/ VCD diterjemahkan

ke dalam bahasa Indonesia.

3.6.3.Analisis Data

Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teori-teori

yang telah ditentukan peneliti sebelumnya.

3.6.4.Membuat Kesimpulan

Setelah menganalisis data, peneliti akan membuat simpulan akan apa yang

diteliti.

3.7.Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Data yang telah dianalisis akan dideskripsikan dalam bentuk verbal, yaitu dengan

kata-kata, bukan dengan angka. Dengan demikian, metode penyajian hasil analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode informal. Metode penyajian informal adalah perumusan

dengan menggunakan kata-kata (Sudaryanto, 1993: 144).

BAB IV

(21)

Bab IV ini mencakup dua subbab, yaitu (1) hasil penelitian dan (2)

pembahasan hasil penelitian. Subbab pertama (4.1) berisikan pemaparan data hasil

penelitian lapangan yang berkaitan dengan rapanakh meekeh pada masyarakat

Kisar Kabupaten Maluku Barat Daya, sementara subbab kedua (4.2) mencakup tiga

subbab bawahan, yakni (1) bentuk atau struktur dalam tuturan rapanakh meekeh

pada masyarakat Kisar Kabupaten Maluku Barat Daya, (2) gaya bahasa yang

dipakai dalam tuturan rapanakh meekeh dan (3) makna yang terkandung dalam

tuturan rapanakh meekeh pada masyarakat Kisar Kabupaten Maluku Barat Daya.

Pembahasan lebih lanjut ketiga subbab tersebut, masing-masing seperti berikut.

4.1.Hasil Penelitian

4.1.1. Hakekat Rapanakh Meekeh

Bahasa Kisar secarah Ilmiah disebut Bahasa Meher, yang sampai saat ini

masih digunakan oleh masyarakat pendukungnyav untuk berkomunikasi secara

lisan mauppun tulisan. Masyarakat pendukung dan pemakai bahasa Meher ini cukup

banyak. Masyarakat Kisar yang jumlahnya kurang lebih sebanyak 10.000 orang

menggunakan bahasa Meher. Bahasa Meher adalah bagian dari rumpun bahasa

Austronesia, seperti bahasa-bahasa Melayu di Maluku.

Rapanakh meekeh secara harafiah dapat diartikan sebagai meminta

perempuan atau memanggil pulang kembali yang dilakukan oleh pihak laki-laki

kepada pihak perempuan. Kata rapanakh meekeh berasal dari dua suku kata yaitu

rapanakh dan meekeh; rapanakh ini sendiri memiliki arti meminta, sedangkan

meekeh memiliki arti perempuan, jadi arti keseluruhan dari rapankh meekeh ini

(22)

dalam perkawinan masyarakat Kisar, karena di sinlah pihak laki-laki mengadakan

nikah adat agar perempuan bisa dibawa pulang oleh pihak laki-laki yang akan

menjadi pasangan hidupnya sebagai suami.

Rapankh meekeh dituturkan oleh seorang penutur yang biasanya disebut

orkoto ornana. Orkoto ornana ini adalah seseorang yang dianggap pantas dan

dipercayakan dalam menuturkan rapankh meekeh tersebut. Dalam menentukan

penutur rapankh meekeh ini biasanya diambil dari tetua-tetua adat, dan juga dilihat

garis keturunan yang pantas melakukan rapankh meekeh tersebut, baik itu pria

atau wanita ia bisa menuturkn rapanakh meekeh tersebut. Pada umumnya penutur

rapankh meekeh ini berusia antara 30 sampai 60 tahun. Penutur rapankh meekeh

ini dipercayakan penuh untuk mengutarakan maksud dan tujuan yang disampaikan

dalam pernikahan adat tersebut.

Rapankh meekeh ini sudah ada sejak lama dari turun temurun dalam

masyarakat Kisar. Meski seiring perkembangan jaman dan teknologi, adat tetaplah

adat dan kebudayan tetap harus dilestarikan. Bentuk pelestarian budaya yang

sangat tertanam dalam masyarakat Kisar ini jelas terlihat dalam tuturan-tuturan

adat yang bentuknya tidak pernah berubah yakni masih dalam bahasa adat Meher.

Bahasa adat ini tidak bisa dipergunakan dalam berkomunikasi sehari-hari. Dalam

berkomunikasi, masyarakat juga menggunakan bahasa daerah tapi dalam tingkatan

yang sederhana. Sedangkan dalam bahasa adat masuk dalam tingkatan yang lebih

tinggi yaitu dalam taraf tertentu.

Berdasarkan hasil pengamatan serta wawancara dan simak catat yang

(23)

Teks

“Konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali, Nornoro yi in’u ya am’u manmorian mana’uana, Nornoro yi in’u orkoto woro’o, Lolu luhu ___nakar ____ nina koto leher nana wawan, Koto woro’o nana woro’oke’en ida nawinoredi me’e, Wain ida nadinaredi me’e, yi in’u ya am’u nina koto wali nana wali, Were pinna haul akur, rala pina kain kawa’alne rala akur kemen I lim’u, Yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain, Ma’urakan ma’udawak lolo Lulu____nakar___kepel Nikon su’ur romleher,

Yo me’e hau ida namkau wukuwedi me’e, Pina woro’o nawinakedi me’e akur woro’o en nadinu’uledi me’e, Pihilala ke’e helala ke’e, yi’in’u ya am’u koto wali nana wali, Nahinuriyala nawine ‘erala, lolo popono orerekie nina pinne wanakan, Nina ukur duni’ul, nahinuriyala nawine’erala yo odi ainu’u pinne kokalele here, Leke yo odi kopur leu amhara nike, lolo kala lehen kala wain, Rakanala dawa kala lolo luhu ____nakar____nina koto leheren nana wawan, Leke koto himnala here, nina nananre’ale here, hamarale nedemarne, Paharala rokonihe here, nina wono pupinala here, laha leuwala here, oreki aile nohoropo aile male namuli ho’o naiyalaho’o”.

4.1.2.

Proses Perkawinan Adat Masyarakat Kisar

Tahapan perkawinan adat masyarakat Kisar

4.1.2.1.Pengumpulan Keluarga

Pengumpulan keluarga turunan pertama (kandung), ini disebut rauk wuku

aman yain, setelah itu turunan berikutnya adik kakak, disebut aman yain rauk wuku

meherom. setelah itu seluruh marga yang ingin meminang. Keluarga mata rumah

(pemberitahuan ke keluarga perempuan untuk persiapan), luhu; setelah luhu

disebut rauk wuku luhu penu, atau koto nana. Kedua keluarga sepakat untuk

menentukan waktu kapan acara peminangan dilangsungkan.

(24)

Rapanakh mori ra’u wana yang artinya pemberitahuan kepada kedua

keluarga yang hadir bahwa keluarga dari pihak laki-laki telah siap melaksanakan

peminangan. Hal ini disampaikan dalam bahasa adat yang disampaikan orkoto

ornana.

4.1.2.3.Namhoyala Namkauwala Hilili

Namhoyala namkauwala hilili yang artinya meletakan tempat sirih dan

minuman keras (sopi) yang dibawa oleh pria yang ingin meminang dan

menempatkannya di atas meja. Setelah disimpan, orkoto ornana menyampaikan

maksud bahwa sopi itu diminum bersama dan pinang dimakan bersama. Hal ini

melambangkan kebersamaan dan saling menerima.

4.1.2.4.Mo’oniyana Maekana Rala Ils Wenwhe

Mo’oniyana maekana rala ils wenwhe yang artinya cium penghormatan, di

mana kedua mempelai menyampaikan salam penghormatan dengan mencium

seluruh keluarga yang hadir saat itu, dengan dibimbing oleh sorang ibu yang

dituakan dalam keluarga laki-laki.

4.1.2.5.Rapanakh Rala Nou Naku

Pada tahapan ini, kedua mempelai diberikan nasehat oleh orang tua yang

telah dipersiapkan khusus, orang tua pihak laki-laki yang telah dipersiapkan

menasehati mempelai laki-laki, orang tua yang menasehati mempelai laki-laki

disebut Kakan Allah Nounaku Mooniana, begitu juga dengan mempelai perempuan

dinasehati oleh orang tua yang telah dipercayakan oleh pihak keluarga perempuan,

(25)

kedua mempelai selesai maka kedua mempelai tersebut wajib mencium seluruh

keluarga besar yang hadir, sebagai bentuk terima kasih. Sementara proses

menasehati tadi berjalan, sopi dijalankan untuk seluruh keluarga besar yang hadir

untuk meminumnya karena ini merupakan minuman persaudaraan. Setelah

semuanya selesai, keluarga dipebolehkan pulang dan mempelai pria sudah bisa

tinggal dengan mempelai wanita di rumah mempelai wanita sampai proses

rapanakh meekeh dilaksanakan.

Jika pihak keluarga laki-laki ingin agar rapanakh meekeh ini dilaksanakan

maka hal itu langsung dibicarakan saat itu juga dan meminta persetujuan keluarga

perempuan kapan akan dilaksanakan rapanakh meekeh. Apabila pihak keluarga

perempuan belum menyetujui akan dilaksanakanya rapanakh meekeh maka

keluarga laki-laki tidak bisa memaksakannya karena keputusan tergantung pada

pihak keluarga perempuan. Terkadang proses rapanakh meekeh ini biasanya

dilaksanakan bertahun-tahun setelah peminangan dan mempelai laki-laki hanya

tinggal di rumah mempelai perempuan sampai rapanakh meekeh dilaksanakan,

meskipun sudah memiliki anak tetapi jika belum melaksanakan rapanakh meekeh,

laki-laki tetap tinggal di rumah perempuan.

Jika keluarga perempuan setuju untuk melakanakan rapanakh meekeh maka

kedua keluarga langsung membicarakan tentang apa yang akan dibawa dan seperti

apa nanti acara yang akan dilaksanakan. Pembicaraan ini disebut popono worooida

man laa mai ida).

(26)

Setelah proses di atas, pihak keluarga laki-laki pulang dan menghimpun

seluruh keluarga dalam satu marga dan menyampaikan hasil pembicaraan dengan

keluarga perempuan, yang mana rapanakh meekeh atau nikah adat ini akan

dilaksanakan seperti apa dan hal-hal apa yang harus dipersiapkan, setelah itu dari

marga sampaikan hal ini ke mata rumah dan disampaikan ke seluruh keluarga

besar.

4.1.2.7.Nelu lere

Kedua keluarga kumpul antara keluarga utusan laki-laki dan keluarga

perempuan untuk membicarakan waktu dan tempat akan dilaksanakanya

pernikahan adat tersebut.

4.1.2.8.Kunukunohi Man Laa in Ama

Orokoto ornana sampaikan kepada keluarga dari ibu pengantin laki-laki yang

ingin menikah. Keluarga ibu ini disebut in ama bahwa anak mereka ingin

melaksanakan nikah adat, di sini in ama wajib membawakan sopi, beras dan kain

tenun untuk dibawakan pada acara nikah adat nanti. Hal ini merupakan suatu

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh in ama tanpa harus diberitahukan atau

diingatkan kembali oleh orkoto ornana.

4.1.2.9.Man Hoo Lan Konohiyala in Ama

Pada proses ini bukan orkoto ornana yang berperan tetapi si pengantin pria

yang berperan di mana ia pergi ke keluarga dari ibunya (In ama) untuk

(27)

pemberitahuan secara adat dan merupakan salah satu proses yang harus

dilaksanakan.

4.2.Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas mengenai gaya bahasa dan makna yang

tercantum dalam tuturan adat rapanakh meekeh. Gaya bahasa yang terdapat

dalam rapanakh meekeh yaitu gaya bahasa personifikasi, tautologi, metafora,

simbolik, asindeton. Sedangkan makna yang terdapat dalam tuturan rapanakh

meekeh yakni makna sosial, makna penghormatan terhadap orangtua, estetika, dan

etika. Berikut ini akan dibahas lebih rinci tentang makna dan gaya bahasa yang

terdapat dalam rapanakh meekeh.

4.2.1. Gaya Bahasa Dalam Tuturan Rapanakh Meekeh

Gaya bahasa merupakan pengungkapan kata kiasan dan perbandingan yang

tetap untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya

bahasa yang terdapat dalam tuturan rapanakh meekeh adalah sebagai berkut.

4.2.1.1Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang mengumpamakan benda mati

dapat berbuat seolah-olah seperti makhluk hidup. Hal tersebut dapat dilihat dalam

tuturan sebagai berikut :

Koto woro’o nana woro’o ke’en ida nawinoredi me’e, Wain ida

‘Negeri dua negeri dua tongkat satu tertidur sudah penggayung satu

(28)

tersusun sudah/telah.’

Kedua keluarga besar, sebuah kesepakatan yang diambil bersama-sama untuk dijalankan.

nina won pupinala here,

‘punya sarang tutup sudah.’

biarlah rumah itu menjaga dan melindungi dia.

laha leuwala here,

‘gelagar tempat tidur menopang sudah’

segala berkat yang ada dapat menopang hidupnya

Ketiga tuturan di atas menggunakan gaya bahasa personifikasi, hal ini dilihat

pada ‘ke’en’ tongkat yang seolah hidup dan telah tertidur, begitu pula dengan

‘wain’ penggayung yang telah berhenti dan juga ‘won’ rumah (sarang) serta laha

‘tempat tidur’. Tongkat, penggayung dan rumah serta tempat tidur bukan

merupakan benda hidup, akan tetapi dalam tuturan di atas, ketiga benda tersebut

seolah-olah bisa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh manusia.

4.2.1.2Gaya Bahasa Tautologi

Gaya bahasa yang menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya

supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar.

Hal tersebut dapat dilihat dalam tuturan sebagai berikut.

Konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali,

‘Permisi ibu saya bapa saya negeri sebelah negeri sebelah.’

(29)

Pihilala ke’e hehellala ke’e, yi’in’u ya am’u koto wali nana wali,

‘Permisi tolong minta maaf tolong , ibu saya bapa saya negeri sebelah kampong sebelah.’

Dengan segala kerendahan hati kami mau sampaikan kembali bapa dan mama dari keluarga besar perempuan, juru bicara.

Tuturan di atas menggunakan gaya bahasa tautologi, hal ini dapat di lihat

pada tuturan yang menyatakan hal dua kali padahal maknanya sama tetapi harus

diulang agar arti dari tuturan tersebut lebih dipahami. Kata ‘yi’ dan ‘ya’ saya dan

‘wali’ negeri pada kutipan konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali

merupakan pengulangan yang bertujuan untuk mempertegas pernyataan dan

makna dari tuturan yang disampaikan.

4.2.1.3Gaya Bahasa Metafora

Gaya bahasa metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis

dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll. Dengan kata lain, gaya

bahasa metafora merupakan gaya bahasa perbandingan langsung terhadap

sesuatu. Gaya bahasa metafora dapat dilihat pada kutipan berikut.

Were pinna haul akur,

‘Buka kain tenun buka (ikatan) ikatan (natok).’

Membuka hati untuk menerima dengan baik.

Gaya bahasa metafora dalam kutipan di atas ditunjukkan dalam pernyataan

langsung were pinna haul akur ‘buka kain tenun buka (ikatan) ikatan (natok)’,

membuka hati untuk menerima dengan baik, mengarah pada perbandingan antara

(30)

keluarga laki-laki dengan hati terbuka. Hal ini dipertegas dengan pernyataan were

pinna ‘buka kain tenun’.

4.2.1.4Gaya Bahasa Simbolik

Gaya bahasa simbolik adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan

menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

hamarale nedemarne, Paharala rokonihe here,

‘injak pohon tangga, pegang anak tangga sudah.’

berpijak pada kekuatan kebesaran keluarga, menaati norma tata tertib kebudayaan yang berlaku.

Gaya bahasa simbolik dalam kutipan di atas ditunujukkan dalam kata

nedemarne ‘pohon tangga’ yang menggambarkan kekuatan dan kebesaran

keluarga, dan rokonihe ‘anak tangga’ yang mengarah pada nilai-nilai dan norma

budaya yang terdapat dalam masyarakat Kisar.

4.2.1.5Gaya Bahasa Asindenton

Gaya bahasa asindenton adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu

kalimat atau wacana tanpa kata penghubung. Gaya bahasa asindenton dapat

ditampilkan dalam kutipan berikut.

Yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain,

‘Saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung.’

(31)

Pernyataan dalam kutipan di atas berbentuk sebuah kalimat yang

membentuk wacana. Namun, wacana yang dibangun tidak menggunakan kata

(32)

Makna Tuturan dalam Rapanakh Meekeh

Makna merupkan suatu maksud yang disampaikan oleh penulis atau

pembicara melalui tindak bahasa, baik secara lisan, tulisan maupun melalui bahasa

tubuh. Masalah kedua yang dibahas dalam penelitian ini yaitu makna yang

terkandung dalam rapanakh meekeh. Berikut akan dipaparkan tentang makna apa

saja yang terkandung dalam tuturan adat rapanakh meekeh.

4.2.2.1 Makna sosial

Makna sosial disebut juga makna sosiologis, yakni makna yang mengacu

pada hubungan antara sesama manusia dalam berinteraksi uuntuk membangun

relasi yang baik dengan sesama demi menciptakan kehidupan yang harmonis.

Setiap manusia pasti saling membutuhkan satu sama lain. Makna sosial dalam

tuturan rapanakh meekeh terlihat dalam kutipan berikut.

Lolu luhu Mesiapi nakar waku puki nina koto lehern nana wawan,

‘Lewat dusun Mesiapi, rumah batu putih, mempunyai negeri di bawah negeri atas’

Dan semua keluarga yang sementara rapat di mata rumah batu putih

Koto woro’o nana woro’o ke’en ida nawinoredi me’e, Wain ida nadinaredi me’e,

‘Negeri dua negeri dua tongkat satu tertidur sudah penggayung satu tersusun sudah/telah

‘sebuah kesepakatan telah diambil bersama-sama Kedua keluarga besar untuk dijalankan,

Unsur sosial yang terdapat dalam kutipan di atas adalah luhu Mesiapi nakar

waku puki ‘dusun Mesiapi rumah batuputih’ yang mengarah pada unsur deskriptif,

(33)

negeri dua tongkat satu tertidur’ yang menggambarkan adanya kesepakatan antara

pihak laki-laki dengan pihak perempuan dalam menjalin hubungan melalui

anak-anak mereka yang disatukan dengan pernikahan adat.

4.2.2.2 Makna Penghormatan terhadap Orang Tua

Dalam tuturan rapanakh meekeh, peran orang tua menjadi kunci dari

kelancaran pelaksanaan acaranya. Orang tua memiliki peran yang sangat penting

dalam menjaga dan membesarkan anak-anak mereka. Adapun makna

penghormatan terhadap orang tua dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali

‘Permisi ibu saya bapa saya negeri sebelah negeri sebelah’

Permisi saya sampaikan kepada bapak ibu keluarga besar perempuan

Nornoro yi in’u ya am’u manmoriana mana’uana

‘Bersama ibu saya bapa saya yang melahirkkan yang merawat’

Dan dengan bapa ibu kandung yang merawat dan membesarkan

Nornoro yi in’u orkoto woro’o, Ornana woro’o

‘Bersama ibu saya tuan negeri dua tuan marga dua’

Dan kedua keluarga besar yang hadir

Man hophopun man peppepen

‘Yang berunding yang kelilingi’

Yang sedang berunding bersama-sama

Kutipan di atas dengan jelas menggambarkan bagaimana keluarga dihormati

(34)

peminangan, seorang anak perempuan harus direlakan keluarganya untuk memilih

jalannya sendiri, yakni hidup berkeluarga dengan laki-laki yang dicintainya. Untuk

itulah, hal yang pertama kali dilakukan oleh juru bicara dalam rapanakh meekeh

adalah menyapa orang tua dan keluarga besar dari pihak perempuan sebagai

pernyataan taksim.

4.2.2.3 Makna Estetika

Makna estetika mengarah pada daya imajinasi seseorang dalam memilih

kata-kata, dimana suatu keindahan itu terbentuk dan bagaimana seseorang bisa

merasakanya dalam bertutur. Makna estetika dalam tuturan adat selalu muncul, hal

ini dibuktikan dengan tata pemilihan kata-kata yang tidak biasa dipakai dalam

komunikasi sehari-hari. Makna estetika dalam tuturan rapanakh meekeh terlihat

dalam kutipan berikut.

Were pinna haul akur,

‘Buka kain tenun buka(ikatan) ikatan(natok)’

Yang telah Membuka hati untuk menerima dengan baik

rala pina kain kawa’ane rala akur kemen I lim’u,

‘ambil tenunan gantung bahu ambil ikatan letakan saya tanganku’

memberi tanggung jawab kepad saya untuk dilakukan dengan baik

Yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain,

‘Saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung’

(35)

Unsur estetika dalam kutipan di atas sangat jelas terlihat, yaitu pada pina

kain kawa’ane ‘tenunan gantung bahu’ yang mengandung arti memegang

tanggung jawab. Selain itu, kutipan berikut, yakni yo odia kopur leu ya amhara nike,

lolo kala lehen kala wain, ‘saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat

jalan sempit jalan penggayung’ mengacu pada bentuk penghormatan terhadap

petuah-petuah yang diberikan kepada kedua pasangan untuk sabar dalam

menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi dalam hidup berumah tangga

nantinya.

4.2.2.4 Makna Etika

Makna etika berkaitan dengan nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Makna etika mengarah pada sikap dan tindakan manusia dalam mengikuti

pelaksanaan upacara atau ritual adat. Makna etika terdapat dalam rapanakh

meekeh terlihat pada saat penutur dari pihak laki-laki sampai pada rumah

mempelai perempuan, dia harus meminta ijin kepada keluarga yang hadir untuk

meletakan barang bawaanya diatas meja berupa tempat sirih, topi dan pedang

yang dibawanya, hal ini juga berlaku pada pengantin laki-laki bilamana ia diijinkan

untuk menurunkan beban yan iya bawa barulah dia dipersilahkan untuk

meletakanya diatas meja, dan juga si mempelai pria tidak diisinkan duduk sebelu

menjawab beberapa pertanyaan. sedang mengutarakan tuturan, dia harus dalam

posisi berdiri dan selama penuturnya melaksanakan rapanakh meekeh, kedua

keluarga besar harus pada sikap ang tenang, dan tidak mengoceh.

Dari beberapa contoh yang dilihat maka makna etika yang terkandung

sangatlah tinggi, karena disini mereka diajarkan untuk bersopan santun dan

(36)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka

penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1.Masyarakat Kisar memiliki kebudayaan yang sangat kaya akan unsur – unsur nilai

seni yang mencakup nilai sastra yang tinggi. Hal ini telihat dari salah satu

upacara pernikahan adat masyarakat Kisar yang disebut rapanakh meekeh.

Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai tuturan

dalam rapanakh meekeh, terutama berkaitan dengan gaya bahasa dan makna

yang terkandung dalam tuturan tersebut.

2.Rapanakh meekeh merupakan tuturan atau petuah-petuah yang memiliki fungsi

dan peran tersendiri bagi masyarakat Kisar, khususnya bagi pasangan yang

hendak melaksanakan upacara pernikahan.

3. Penelitian ini ditinjau dari segi stilistika yang meliputi konsep-konsep tentang

pilihan leksikal seperti penggunaan bahasa daerah, bahasa asing, mengenai

ungkapan dan majas (Nurgiantoro dalam sarjianto, 2004:8).

4. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori stilistika yang

dipadukan dengan teori linguistik kebudayaan. Stilistika merupakan bidang ilmu

(37)

interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan, sedangkan linguistik

kebudayaan merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa

dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat.

5. Metode yang dipakai untuk mengetahui gaya bahasa dan makna tuturan adat

rapanakh meekeh adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif

mengurai dalam bentuk kata-kata, baris-perbaris bahkan bait perbait perbait,

sampai keseluruhan isinya.

6. Tuturan dalam upacara adat rapanakh meekeh mengandung lima gaya bahasa,

yaitu gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa tautologi, gaya bahasa metafora,

gaya bahasa simbolik dan gaya bahasa asindenton. Selain itu, tuturan dalam

upacara adat rapanakh meekeh mengandung lima makna, yaitu makna sosial,

penghormatan terhadap orang tua, edukasi, makna estetika dan makna etika.

5.2 Saran

1. Masyarakat Maluku, khususnya generasi muda diharapkan mampu mempelajari

dan menganalisis berbagai ungkapan dan makna yang terkandung dalam

budaya daerah sebagai bagian dari kebudayaan lokal.

2.Pemerintah Daerah Maluku Barat Daya diharapkan mampu memberikan perhatian

khusus pada pengembangan dan pelestarian kebudayaan daerah, khususnya

tuturan-tuturan adat yang masih ada dalam masyarakat.

3. Masyarakat Maluku, khususnya masyarakat Kisar diharapkan mampu menjaga

kelangsungan perkembangan kebudayaan daerah dalam hal ini

(38)

Lampiran II

Data Rapanakh Meekeh

Tuturan Rapanakh Meekeh

Konohiyala yi in’u ya am’u, koto wali nana wali,

Permisi ibu saya bapa saya negeri sebelah negeri sebelah

Permisi saya sampaikan kepada bapak ibu keluarga besar perempuan

Nornoro yi in’u ya am’u manmoriana mana’uana,

Bersama ibu saya bapa saya yang melahirkkan yang merawat

Dan dengan bapa ibu kandung yang merawat dan membesarkan

Nornoro yi in’u orkoto woro’o, Ornana woro’o

Bersama ibu saya tuan negeri dua tuan marga dua

Dan kedua keluarga besar yang hadir

Man hophopun man peppepen

Yang berunding yang kelilingi

Yang sedang berunding bersama-sama

Lolu luhu Mesiapi nakar waku puki nina koto lehern nana wawan,

Lewat dusun Mesiapi mata rumah mempunyai negeri di bawah negeri atas

Dan semua keluarga yang sementara rapat di mata rumah batu putih

Koto woro’o nana woro’o ke’en ida nawinoredi me’e, Wain ida nadinaredi me’e,

Negeri dua negeri dua tongkat satu tertidur sudah penggayung satu tersusun sudah/telah

sebuah kesepakatan telah diambil bersama-sama Kedua keluarga besar untuk dijalankan,

(39)

ibu saya bapa saya punya negeri sebelah negeri

bapa dan mama dari keluarga besar dan juru bicara

Were pinna haul akur,

Buka kain tenun buka(ikatan) ikatan(natok)

Yang telah Membuka hati untuk menerima dengan baik

rala pina kain kawa’ane rala akur kemen I lim’u,

ambil tenunan gantung bahu ambil ikatan letakan saya tanganku

memberi tanggung jawab kepad saya untuk dilakukan dengan baik

Yo odia kopur leu ya amhara nike, lolo kala lehen kala wain,

Saya bawa turun tempat tidur saya keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung

Untuk membawa petuah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari Dalam kisah perjalanan hidup yang penuh tantangan

Ma’urakan ma’udawak lolo Lulu____nakar___ kepel Nikoin su’ur romleher,

Saya datang saya bertemu di dusun___mata rumah injak kintal masuk dalam ruah

Dan Setelah saya tiba di keluarga mesiapi dan mata rumah batu putih dan melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah

Yooro ainu’u kotoali nana wali,

Saya bersama saya punya negeri sebelah kampung sebelah,

Bersama Saya dan keluarga besar saya

Pepida nahinodimee wuku wedi me’e hau ida namkau wuku ide me’e

Forum sudah siap ikat di sudah forum satu sepakat ikat satu sudah

Bersama segala sesuatu telah disepakati bersama untuk untuk di jalankan

(40)

Kain tenun dua disusun jadi satu sudah ikatan dua ini terikat sudah

Perlindungan telah diberikan ikatan cinta suci bersama telah diikrarkan

Pihilala ke’e hehellala ke’e, yi’in’u ya am’u koto wali nana wali,

Permisi tolong minta maaf tolong , ibu saya bapa saya negeri sebelah kampung sebelah

Dengan segala kerendahan hati kami mau sampaikan kembali bapa dan mama dari keluaga besar perempuan,(juru bicara)

Nahinuriyala nawine‘erala, lolo popono orerekie nina pinne wanakan,

Berilah kebebasan terbuka, di/pada malam pagi-pagi punya kain tenun lapisan

Berilah kami kebebasan untuk hidup, dalam hidup sehari-hari dalam perlindungan

Nina akur dunu’ul, nahinuriyala nawine’erala yo odi ainu’u pinne kokalele here,

Punya ikatan ikatan, lepas terbuka saya bawa milik saya kain tenun terima sudah

Dalam hubungan yang selalu dijalani, berilah kebebasan untuk menjalani hidup ini

Yo odi akur asalal here

Saya bawa ikatan pegang sudah

Saya akan menjaganya sebagaimana mestinya Saya satukan di dalam keluarga saya,

Leke yo odi kopur leu amhara nike, lolo kala lehen kala wain,

Supaya saya bawa turun tempat tidur keluar pintu, lewat jalan sempit jalan penggayung

Agar bisa bersama melewati suka maupun duka

Rakanala dawak kala lolo luhu ____nakar____ nina koto leheren nana wawan,

Sampai bertemu jalan lewat dusun___mata rumah punya negeri dibawah kampung atas

(41)

Leke koto himnala here, nina nananre’ale here,

Supaya negeri jinjing sudah, punya jaga/lindungi sudah,

Menjunjung tinggi kebesaran negeri serta menjaga dan melindunginya

hamarale nedemarne, Paharala rokonihe here,

injak pohon tangga, pegang anak tangga sudah

berpijak pada kekuatan kebesaran keluarga, menaati norma tata tertib kebudayaan yang berlaku,

nina wono pupinala here,

punya sarang tutup sudah

biarlah rumah itu menjaga dan melindungi dia,

laha leuwala here,

gelagar tempat tidur menopang sudah

segala berkat yang ada dapat menopang hidupnya

Oreki aile nohoropo aile male namuli ho’o naiyalaho’o”.

Besok ada siang(6:30) ada barulah kunjung lagi saling mendatangi

Masi ada hari esok dan lusa untuk kita bisa saling mengunjungi dan mendatangi

Leke kaar ho’o

Negeri datang lihat lagi

Hidup bersama-sama lagi

Diposting oleh exelpmc di 11.19

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke

Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(42)

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Arsip Blog

 ▼ 2012 (3)

o ▼ Maret (3)

 Ciri Bentuk Reduplikasi dalam bahasa indoesia

 Skripsi Gaya Bahasa Dalam Tuturan Adat Rapanakh Me...

 Skripsi Gaya Bahasa Dalam Tuturan Adat Rapanakh Me...

Mengenai Saya

exelpmc

MENIKMATI HIDUP ADALAH CARAKU MENGHADAPI HIDUP

Lihat profil lengkapku

Referensi

Dokumen terkait

 Pola radial, diterapkan pada area yang didalamnya terdapat pusat aktivitas seperti pada area ruang upacara pernikahan. Gambar 6.10 : Pola radial pada area Ruang

Dari hasil penelitian ditemukan tiga macam makna simbolik yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan

Kecamatan Babar Timur dan Pulau Meatimiarang di Kecamatan Mdona Hyera di Kabupaten Maluku Barat Daya pada Gugus Kepulauan Babar. Pulau Leti di Kecamatan Letti, Pulau Kisar di

Tarigan Girson, Skripsi (2012) upacara adat cawir metua pada masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat : Kajian Semiotik.. Van

Perwujudan ajaran Islam dalam kehidupan sosial masyarakat dapat kita lihat dari pelaksanaan setiap upacara adat yang mereka laksanakan seperti upacara pernikahan

Batu Tagak yang menjadi judul dalam lagu tersebut adalah sebuah nagari yang terdapat di Kecamatan Sungai Puar, Kabupaten Agam. Nagari ini dikenal juga dengan

Tahapan- tahapan yang terjadi pada prosesi pernikahan adat budaya Flores di Kabupaten Manggarai Barat yakni“prapeminang”, “peminang” dan “nikah adat”.Istimewah,

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian penulis yakni penelitian terdahulu membahas tentang upacara pernikahan dalam Adat Jawa, ketika masyarakat menggelar pernikahan Adat Jawa