• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT ANGKOLA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT ANGKOLA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA

UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT

ANGKOLA DI KABUPATEN

TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh :

SEPTI NUR ERLIANI HARAHAP

NIM 2123210017

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

Septi Nur Erliani Harahap, NIM 2123210017, Makna Simbolik dalam Teks

Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten

Tapanuli Selatan. Skripsi, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan bentuk simbol-simbol, fungsi simbolik, dan makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa yang merupakan kajian ilmu semiotik serta memaknai teks atau nasihat yang digunakan pada upacara mangupa di naharoan boru tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang utama adalah dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan ditambah dengan kajian dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menuliskan data yang telah diperoleh dari lapangan, mendeskripsikan teks, melakukan verifikasi, melakukan pengumpulan data secara terfokus, menganalisis data yang diperoleh, dan merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian. Dari hasil penelitian ditemukan tiga macam makna simbolik yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu bentuk simbol-simbolnya berupa alat dan bahan yang disediakan dalam upacara mangupa di naharoan boru, fungsi simboliknya berupa manfaat/kegunaan alat dan bahan tersebut bagi masyarakat, serta makna-makna simbolnya berupa arti/makna dari alat dan bahan yang disampaikan dalam teks pangupa tersebut. Hasil penelitian akan menentukan dan memaknai bentuk, fungsi, dan makna pada teks pangupa yang terdapat dalam upacara mangupa di naharoan boru.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas segala nikmat iman, islam, kesempatan serta kekuatan

yang telah diberikan Allah SWT, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT ANGKOLA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai

pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan

segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan,

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,

3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

4. Trisnawati Hutagalung, S.Pd.,M.Pd., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia,

5. Dr. Wisman Hadi, S.Pd., M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan

sekaligus sebagai Dosen Penguji,

6. Dr. Syahnan Daulay, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi,

7. Hera Chairunisa, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik,

8. Dra. Rumasi Simaremare, M.Pd.,Dosen Penguji,

9. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

11. Kepala Desa Muaratais 1 Kabupaten Tapanuli Selatan beserta Pegawai di

lokasi penelitian,

12. Kedua orang tua penulis Ayahanda Drs. Syaiful Baliani Harahap, SE. AK

dan Ibunda Erni Novida Lubis yang senantiasa membantu, membimbing,

mendukung, dan memberikan motivasi, serta menyemangati penulis. Saudara

penulis Adik Sepriana Nurliani Harahap, Nenek peneliti Alm. Nurintan

Nasution yang ada di Padang Sidimpuan beserta Uwak peneliti Zainal Arifin

(8)

iii

untuk seluruh keluarga besar peneliti yang berada di Padang Sidimpuan dan

seluruh Sanak Saudara lainnya yang dekat sekalipun yang jauh dimana pun

mereka berada,

13. Terima kasih juga atas bantuan, motivasi serta dukungan dari Nenek Dra. Hj.

Yulizar Nasution, Om Nur Hasan, Tante Sri Mahyuni Lubis, Nur Widayani,

Fauzan Amri dan seluruh keluarga besar penulis di Medan beserta seluruh

Sanak Saudara lainnya yang berada di sekitarnya sekalipun di luar kota

dimana pun mereka berada,

14. Sahabat penulis Ilda Ebrini Harahap, Mini Karlina Lubis, dan Kamelia

Daulay yang telah memberikan semangat kepada penulis beserta Eko

Siswono Hasibuan yang turut serta membantu, memberikan motivasi,

menyemangati, dan membimbing serta mengajarkan banyak hal tentang ilmu

pengetahuan baik yang mencakup tentang pelajaran maupun tentang

kehidupan,

15. Teman-teman terdekat seperjuangan Nondik 2012 Putri Nadia, Tiara

Andianika Br. Perangin-Angin, Ayu Suci Ramadani, Nuni Afriyanti, Hasni

Raudati, Nindita Putri, Willy Mario Pasaribu, dan Muhammad Rulliansyah

beserta teman-teman nondik lainnya yang telah membantu, mendukung dan

memberikan semangat serta motivasi kepada penulis,

16. Semua pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

penyempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini memberikan manfaat bagi

pembacanya.

Medan, Maret 2017

Penulis,

(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Manfaat Penelitian... 10

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN 12

A. Landasan Teoretis ... 12

1. Kajian Semiotik ... 12

2. Semiotik Teks (Bahasa) ... 16

3. Macam-Macam Semiotik ... 18

4. Semiotik dan Semantik ... 20

5. Teori Makna ... 21

6. Teori Fungsi ... 22

7. Tanda ... 24

(10)

v

9. Simbol atau Lambang ... 26

10. Analisis Makna Simbolik ... 29

11. Teori Interaksi Simbolik ... 33

12. Asal Usul Upacara Adat Mangupa ... 38

13. Unsur-Unsur Dalihan Na Tolu ... 42

14. Prosesi Upacara Adat Mangupa di Naharoan Boru ... 44

15. Hidangan dalam Upacara Adat Mangupa ... 46

16. Tingkatan Hidangan Pangupa... 47

17. Sejarah Suku Angkola ... 48

B. Pertanyaan Penelitian ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Metode Penelitian ... 51

B. Sumber Data ... 52

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 53

D. Instrumen Penelitian ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

(11)

vi

2. Fungsi Simbolik yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada

Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten

Tapanuli Selatan ... 58

3. Makna-Makna Simbol yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 60

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

1. Bentuk Simbol-Simbol yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 61

2. Fungsi Simbolik yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 64

3. Makna-Makna Simbol yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

A. Simpulan ... 107

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Transkip Hasil Rekaman Teks Pangupa ... 115

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia terdiri dari berbagai etnik (suku) yang memiliki budaya yang

berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari kondisi letak geografis suatu suku

dan aturan yang berlaku dalam daerah itu. Salah satu etnik (suku) tersebut adalah

masyarakat Angkola yang berdomisili di Kabupaten Tapanuli Selatan yang

tersebar di beberapa Kecamatan, yaitu; Aek Bilah, Angkola Barat, Angkola

Timur, Arse, Marancar, Batang Angkola, Siais, Sipirok, Sayur Matinggi, Batang

Toru, dan Saipar Dolok Hole.

Masyarakat suku Batak Angkola merupakan salah satu sub-etnis dari

masyarakat Batak di samping Batak Simalungun, Karo, Mandailing, dan Pakpak.

Salah satu yang menjadi ciri pembeda antara sub-etnis adalah bahasa dan letak

geografis daerah.

Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan

wacana.Ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa

merupakan bagian dari budaya, hubungan antara kebudayaan dan bahasa saling

mempengaruhi, bahasa mempengaruhi kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan

mempengaruhi bahasa. Bahasa Batak Angkola merupakan salah satu bahasa

daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat setempat dalam

berinteraksi sosial. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam

(14)

2

Tradisi lisan untuk menggantikan istilah folklor, karena istilah tradisi lisan,

mempunyai arti yang terlalu sempit, sedangkan arti folklor lebih luas. Tradisi lisan

hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat;

sedangkan folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian rakyat dan arsitektur

rakyat.Hal ini disebabkan seorang ahli folklor modern meneliti folklor bukan

terbatas pada tradisinya (lore-nya) saja, melainkan juga manusianya

(folk-nya).(James Danandjaja, 1984: 5).

Penelitian terdahulu tentang tanda-tanda yang sudah pernah diteliti oleh

Nelli Loriska L.Gaol, (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Tanda-Tanda

dalam Upacara Perkawinan Batak Toba”(Tinjauan Semiotika). Penelitian ini

membahas tentang tanda-tanda berupa benda yang memiliki makna dalam upacara

perkawinan Batak Toba yang ada di Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang

Hasundutan. Kemudian Amelia Juliani, (2015) ia juga pernah meneliti tentang

Analisis Tuturan pada Upacara Perkawinan Etnis Jawa di Kelurahan Helvetia

Timur Kecamatan Medan Helvetia” (Kajian Semiotik). Penelitian ini membahas

tentang simbol yang terdapat pada upacara wiji dadi atau memecah telur dalam

perkawinan etnis Jawa dan makna dari simbolik pada upacara wiji dadi atau

memecah telur dalam perkawinan etnis Jawa.

Upacara pernikahan masyarakat Angkola menggunakan berbagai bentuk

simbol-simbolyang masing-masing mengandung

fungsisimbolikbagimasyarakatdanmakna-maknasimbol daribentuk simbol-simbol

tersebut. Setiap perangkat pangupa yang ada dalam upacara Mangupa Di

(15)

3

tersendiri yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Selain

itu perangkat pangupa tersebut mencerminkan perilaku, pikiran, pendapat

masyarakat yang bersifat kesopanan, pendidikan, kebijaksanaan yang harus

dijalani oleh kedua mempelai agar mereka dapat menjalin keutuhan dalam

berumah tangga.

Terciptanya fungsidanmakna dari perangkat itu semua hasil dari

kesepakatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, diharapkan kepada

generasi-generasi muda berikutnya agar dapat mengetahui serta memahamifungsi dan

makna simbolik dari bentuk simbol tersebut dan dapat menumbuhkan sikap

perhatian terhadap fungsi dan makna simbol yang terdapat dalam pernikahan yang

memang merupakan ciri khas bagi kebudayaan masyarakat Angkola.

Mangupa sebagai puncak atau bentuk upacara terakhir yang sangat

menarik dalam pernikahan Angkola dihadiri oleh perangkat Dalihan Na Tolu

(Kahanggi, Mora, Anak Boru) yang dilaksanakan sebelum tengah hari di rumah

atau tempat pelaksanaan acara adat pernikahan (horja). Upacaramangupa haroan

boru biasanya dipimpin langsung oleh raja panusunan bulung, yaitu seseorang

yang diangkat sebagai pemimpin adat di lingkungan yang sedang mengadakan

horja. Raja panusunan bulung memegang tampuk adat dalam upacara adat dan

merupakan raja adat yang dianggap ahli tentang adat-istiadat (L.S. Diapari, 1990).

Diapari (1990) dalam buku Adat Istiadat Perkawinan dalam Masyarakat

Batak Tapanuli Selatan memberikan batasan terhadap ketiga unsur adat tersebut

(16)

4

1) Kahanggi, yaitu pihak atau kelompok keluarga yang semarga. Di Toba,

pihak ini disebut sebagai Dongan Tubu atau Dongan Sabutuha.

2) Anak Boru, yaitu pihak atau kelompok yang mengambil istri dari pihak yang

pertama. Pihak ini di Toba disebut sebagai Boru.

3) Mora, yaitu pihak yang memberikan istri kepada pihak pertama. Pihak ini di

Toba Hula-Hula.

Upacara mangupa yang disampaikan secara lisan menggunakan berbagai

macam perangkat pangupaatau benda sebagai simbol dapat diwujudkan dalam

teks yang mengandung nasihat-nasihat atau perumpamaan. Pada tahap ini, upacara

mangupa memasuki bagian dari doa yang sesungguhnya, yaitu bertujuan untuk

memanggil atau mengembalikan tondi ke badan melalui pemaknaan mendalam

terhadap hidangan pangupa dan doa atau mantera tertentu biasanya telah menjadi

hal yang utama dalam upacara pernikahan masyarakat Angkola. Upacara adat ini

berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara yang memiliki tatanan pelaksanaan

yang bersifat khusus dan fungsi nasihat untuk kedua mempelai dalam mengarungi

bahtera kehidupan. Upacara mangupa di naharoan boru dilaksanakan sebelum

tengah hari di rumah atau tempat pelaksanaan acara adat pernikahan (horja).

Adapun contoh sepenggal kalimat teks pangupa yang dibacakan oleh Raja

Panusunan Bulung (pemuka adat) berisidoa dan harapan dalam upacara mangupa

ialah sebagai berikut.

Laing mangindo hita tu Tuhanta Naulibasa i, sai dipasu-pasu ia ma hamu

Tubuan laklak ma na so tubuan lak-lak, tubuan singkoru naso tubuan singkoru,

(17)

5

pitu jana marboru sappulu onom, anggo dung mardakka abaramuyu,

margosta-gosta margiringgiring, maroppa-oppa mangiring-iring, lobi dope sian on

nangkan baenon tanda godang ni roha ni ama dohot ina di pahompu nangkan na

ro.

Antong, bariba tor ma i bariba rura, aek mardomu tu muara, totor iba di

adatniba, i do tanda ni anak ni namora. Malo-malo hamu marhula dongan

songon i marhula marga, inda adong arti ni sinadongan, anggo na so malo iba

martutur poda. On sude hata ni adat, padan ni oppunta na dung lalu, di ari na

sadarion hami pasahat tu badan simanaremuyu. On pe hehe hamu jolo pangupa

jolo pangupa i, kata pembaca pangupa dan beberapa orang mengangkat pangupa

itu ke atas setinggi kepala kedua mempelai seraya pembaca pangupa berkata

“manaek ma hamamora, hatotorkis jana hadidingin di hamu na niupa on.

Artinya: Kita selalu mendo’akan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, agar

kamu diberkati-Nya mendapat keturunan anak laki-laki dan anak perempuan.

Kalau diizinkan beranak laki-laki tujuh belas orang dan anak perempuan enam

belas orang. Sekiranya anak kamu berdua sudah banyak kami akan membuat

acara yang lebih meriah kepada kamu dan cucu kami kelak.

Dengarkanlah, amalkanlah adat istiadat, itulah tanda anak yang dihormati.

Pandai bermasyarakat, tidak ada gunanya harta kalau tidak pandai bergaul. Ini

semua kata-kata adat pesan leluhur kita, hari ini kami titipkan kepada kamu

berdua. (Parsadaan Marga Harahap Dohot Boruna 1993 dan L.S. Diapari 1990).

Dapat disimpulkan bahwaPiercememandang bahwa semiotika sebagai

(18)

6

juga memandang bahwa semiotika sebagai sistem tanda yang utama. Sesuai

dengan hipotesis bahwasemiotika mengkaji semua proses kebudayaan menjadi

sebagai proses komunikasi serta merupakan suatu studi yang mempelajari tentang

tanda dan lambang yang memiliki makna sesuai dengan pemahaman dari

pengirim dan penerima.Penelitian ini lebih menitikberatkan atau berfokus kepada

semiotika komunikasi. Ferdinand de Saussure mengatakan bahwa semiotika

komunikasi adalah tanda yang mencakup bagian dari proses komunikasi. Artinya,

dikatakan tanda adalah apabila seorang pengirim menyampaikan suatu maksud

dengan menggunakan kode atau benda kepada penerima dan penerima memahami

apa yang disampaikan oleh pengirim. Maka dari itu, setiap tanda memiliki makna

atau informasi apa saja yang terkandung di dalamnya.

Upacara pernikahan dalam masyarakat Angkola merupakan serangkaian

upacara yang memancarkan kebesaran suatu tatanan adat istiadat dan kehidupan

sosial masyarakat Angkola secara turun-temurun. Bentuk simbol-simbolyang

berupa alat dan bahan perangkat pangupa dalam upacara pernikahan Angkola di

Tapanuli Selatan tidak akan mungkin lepas dari yang namanya fungsi simbolik

bagi masyarakat dan makna-makna simbol yang telah menjadi kesepakatan

masyarakat.Fungsidan Makna simbol yang ada dalam upacara pernikahan

Angkola memiliki fungsi sebagai cerminan kepribadian masyarakat Angkola.

Masyarakat Angkola diharapkan tetap menjaga segala aturan, bentuk, dan

kegunaan dari perangkat pangupa sehingga susunan adat istiadat masyarakat

Angkola tetap berlanjut. Namun, karena perkembangan dan kemajuan zaman

(19)

7

terabaikan dan kemungkinan perlahan-lahan akan hilang.Sebabmereka yang

melaksanakanupacaramangupahanyadapatmengikutiupacaraadat yang

berisidoadannasihattanpamenerapkandoadannasihattersebutdalamkehidupansehari

-hari. Hal ini disebabkan karena masyarakat Angkola pada saat ini hanya melihat

adat istiadat sebagai formalitas saja dan tidak begitu memperhatikan

fungsidanmakna simbol yang terdapat dalam adat istiadat tersebut. Masyarakat

menganggap itu memang telah menjadi suatu tradisi yang ada sejak dahulu dan

selalu dilaksanakan menurut aturan dan norma yang berlaku dalam adat istiadat

pernikahan tanpa mengetahui makna simbol dari teks mangupa(hata-hata

pangupa, yang terdapat dalam upacara pernikahan masyarakat Angkola.

Khususnya generasi muda saat ini tidak paham mengenai fungsi simbolik dan

makna-makna simbol dari upacara mangupa yang telah menjadi tradisi dalam

pernikahan masyarakat Angkola di Tapanuli Selatan. Maka dari itu, dari

penelitian ini penulis akan menjelaskan bahwa bentuk simbol-simbol dalam

penelitian ini ialah berupa alat dan bahan dari perangkat

pangupa,kemudianfungsisimboliknyaialah berupa manfaat/kegunaan perangkat

pangupa tersebut bagi masyarakat khususnya bagi kedua mempelai pengantin,

serta makna-makna simbolnya berupa arti/makna dari perangkat pangupa dimana

makna-makna simbolnya telah menjadi kesepakatan masyarakat budaya etnis

Angkola dalam menentukan makna-makna simbol tersebut. Selain itu juga

mengenai adanya perbedaan bahasa yang digunakan dalam nasihat pangupa

dengan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Teks pangupa yang

(20)

8

Berdasarkan dari asumsi di atas, maka peneliti berfokus pada teks atau

nasihat (hata-hata pangupa) mangupa di naharoan boru yang di dalamnya

terdapat bentuksimbol, fungsi simbolik dan makna simbol yang terdapat dalam

teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten

Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Hal inilah yang mendorong peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Makna Simbolik dalam Teks

pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli

Selatan” karena sebagian masyarakat Angkola di Tapanuli Selatan belum

sepenuhnya memahami bahasa adat dan makna simbolik yang terdapat dalam teks

pangupa.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, diidentifikasikan

masalah-masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. bentuksimbol-simbol, fungsi simbolik dan makna-makna simbol dari

simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan

masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. kurangnya perhatian masyarakat khususnya generasi muda dalam

memahami bahasa adat, masyarakat juga tidak begitu mengetahui bentuk

simbol-simbol yang berupa alat dan bahan dalam perangkat pangupa,

fungsi simbolik bagi masyarakat, serta makna-makna simbol dari bentuk

simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa padaupacara pernikahan

(21)

9

3. perbedaan ragam bahasa dalam teks pangupa dengan bahasa dalam teks

percakapan sehari-hari.

C.Pembatasan Masalah

Dalam upacara adat mangupa di naharoan boru masyarakat Angkola,

ditemukan jenisperangkat pangupa yang merupakan syarat dan sudah menjadi

tradisi secara turun-temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Jenis perangkat

pangupa tersebut terdapat dalam teks pangupa yang memang tentunya memiliki

makna simbolik. Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, berdasarkan

identifikasi masalah di atas dan sesuai dengan ruang lingkup masalah penelitian

ini dibatasi pada teks pangupa yang disampaikan oleh Raja Panusunan Bulung

(pemuka adat, pembaca teks pangupa), baik itu dari bentuksimbol, fungsi

simbolik, serta makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. bagaimanakahbentuk simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada

upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

2. apa fungsi simbolik yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara

pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

3. apa sajakah makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada

(22)

10

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusanmasalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. agar dapat mendeskripsikan bentuk simbol-simbol yang terdapat dalam teks

pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten

Tapanuli Selatan.

2. agar dapat mengetahui fungsi simbolik yang terdapat dalam teks pangupa

pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli

Selatan.

3. agar dapat menjelaskan makna-makna dari simbol yang terdapat dalam teks

pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten

Tapanuli Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. manfaat teoretis

a. upaya agar dapat mengetahuifungsi simbolikyang terdapat dalam teks

pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten

Tapanuli Selatan.

b. upaya agar dapat memahami makna-makna simbol yang terdapat dalam

teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di

(23)

11

2. manfaat praktis

a. agar dapat menambah wawasan informasi terhadap masyarakat,

khususnya generasi muda yang belum mengetahui fungsi simbolik dan

makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara

pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.

b. sebagai bahan ajar untuk mahasiswa bagi peneliti lain yang ingin

meneliti fungsi simbolik dan makna-maknasimbol melalui kajian

semiotika yang terdapat dalam teks pangupa ataupun untuk materi

lainnya yang mengkaji makna simbolik serta untuk mahasiswa yang

(24)

107

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sesuai

dengan rumusan masalah, yaitu bagaimanakah bentuk simbol-simbol yang

terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di

Kabupaten Tapanuli Selatan, apa fungsi simbolik yang terdapat dalam teks

pangupa, dan apa saja makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa

pada upacara pernikahanadat masyarakat etnis Angkola. Dalam hasil perolehan

data yang didapat, adanya ditemukan teks pangupa yang berisi nasihat dan pantun

yang memiliki fungsi dan makna dari dalam teks yang disampaikan oleh pemuka

adat pada upacara mangupa di naharoan boru.Berdasarkan penjelasan di atas,

dapat ditemukan kajian semiotik yang terdapat dalam upacara mangupa di

naharoan boru (mangupa pada saat menyambut kedatangan mempelai wanita).

Upacara adat mangupa haroan boru adalah salah satu serangkaian upacara

adat dalam pesta pernikahan yang bertujuan untuk mengembalikan tondi ke badan,

memohon berkah serta karunia dari Allah SWT agar selalu sehat wal a’fiat,

selamat di dunia maupun di akhirat, dan tentunya diberikan rezeki yang melimpah

dari Allah SWT setelah berumah tangga.

Sebagai peserta dalam upacara mangupa adalah Dalihan Na Tolu ialah

kahanggi, mora, dan anak boru.Dalihan Na Tolu merupakan unsur penting dalam

pelaksanaan upacara mangupa. Mulai dari musyawarah, hingga mencapai

(25)

108

upacara mangupa, Dalihan Na Tolu memiliki tugas masing-masing berdasarkan

sesuai fungsinya. Tanpa disertai kehadiran Dalihan Na Tolu, maka upacara

mangupa tidak bisa dilaksanakan karena struktur adat tidak terpenuhi. Upacara

mangupa sebaiknya juga memenuhi unsur adat lainnya yang mencakup

suhut/inanta soripada (orang tua perempuan dari pengantin), pisang raut,

hatobangon, cerdik pandai (tokoh adat), alim ulama,raja pamusuk (raja di huta

i), raja torbing balok, raja pangundian, orang kaya, dan raja panusunan bulung.

Menurut Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, dkk bentuk simbol-simbol

dalam teks pangupa yang terdapat pada upacara mangupa ialah terdiri dari: 1)

Burangirsirara huduk (daun sirih), 2) Piramanuk nadihobolan (telur ayam yang

dibelah dua), 3) Sira na ancim (garam yang asin), 4) Manuk hatir-manuk pogang

(ayam pangupa/ayam jago yang besar), 5) Ihan sahat (ikan penyerahan

upah-upah), 6) Ihan sayur (ikan sayur), 7) Ihan napitu sunge (ikan dari tujuh sungai), 8)

Udang (udang), 9) Bulung gadung (daun ubi), 10) Indahan sibonang manita (nasi

upah-upah), 11) Indahan ribu-ribu (nasi seribu), 12) Tolu bulung ujung pisang

sitabar (tiga daun ujung pisang liar namun, buahnya tidak dimakan), 13) Anduri

(tampi), 14) Hambeng ni simaradang tua (kambing yang menjelang usia tua), 15)

Ulu ni hambeng/ hambeng ni simanjunjung (kepala kambing), 16) Horboni

simaradang tua (kerbau yang beranjak tua), 17) Igung ni horbo (hidung kerbau),

18) Dila ni horbo (lidah kerbau), 19) Mata ni horbo/horbo ni simanyolong (mata

kerbau), 20) Pinggol ni horbo/horbo ni simanangi (telinga kerbau), 21) Ate-ate ni

horbo (hati kerbau), 22) Jattung ni horbo (jantung kerbau), 23) Rak ni horbo

(26)

109

(tulang kerbau yang berharga), 26) Pat ni horbo (kaki kerbau), 27) Padang togu

(tumbuhan di pinggir jalan), 28) Sanggar dohot ria-ria (rumput rimbun), 29)

Burangir na salpu jung-jungan (daun sirih dijunjung/dinaikkan ke atas), 30)

Bulung torop (daun yang lebar), 31) Bulung ni haruaya/horas taji (daun dari

pohon beringin), dan bagaimana mengungkapkan bentuk simbol, fungsi simbolik,

serta makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan

masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Fungsi simbolik dari teks pangupa dalam upacara mangupa bagi kedua

mempelai pengantin dan masyarakat lainnya adalah orang yang telah

melaksanakan upacara mangupa atau mangkobar adat, pernikahannya telah

diakui secara hukum adat dan agar masyarakat lainnya tidak merendahkan

kedudukan kedua pengantin dalam bermasyarakat.Apabila upacara mangupa ini

tidak dilaksanakan, kedudukan pengantin tersebut tidak diakui secara adat dan

tidak dapat mengikuti upacara adat lainnya serta tidak dapat memberikan

keputusan dalam musyawarah adat karena dianggap belum berhak dan belum

melaksanakan kewajibannya dalam bermasyarakat adat etnis Angkola.

Karena upacara mangupa di naharoan boru adalah proses upacara adat

yang dilaksanakan di Tapanuli Selatan yang merupakan ungkapan rasa puji

syukur kepada Allah SWT atas keberhasilan yang diperoleh, dilindungi dari

bahaya dan untuk mengembalikan tondi ke badan agar kembali sehat dan selalu

selamat.

Makna-makna simbol dalam teks pangupa yang terdapat dalam upacara

(27)

110

Ogdens dan Richard (1972:9) lambang ini bersifat konvensional, perjanjian; tetapi

ia dapat diorganisir, direkam dan dikomunikasikan. Jadi, untuk mengetahui

maksud lambang-lambang itu kita harus mempelajarinya.Oleh karena itu, bentuk

simbol-simbol telah menjadi kesepakatan masyarakat dalam upacara mangupa

yangdimaknai tersebut disebabkan mereka terlebih dahulu melakukan

musyawarah terhadap penduduk masyarakat Angkola yang ada di sekitarnya

dengan berbagai pendapat yang banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh adat

masyarakat tertentu di Tapanuli Selatan.Setelah dilaksanakannya musyawarah,

maka terjadilah kesepakatan masyarakat terhadap makna-makna simbol dalam

upacara mangupa tersebut.

Telah banyak ditemukan dalam penelitian yang menggunakan kajian

semiotik, namun khususnya pada kajian ini telah diketahui bentuk simbol-simbol,

fungsi simbolik, dan makna-makna simbol dalam teks pangupa etnis Angkola

yang dimaksudkan dalam sebuah fungsi dan makna, penelitian yang dilakukan

lebih banyak menggunakan tuturan yang disampaikan berisi nasihat dan memiliki

fungsi serta makna.

Setidaknya penelitian bisa untuk penelitian-penelitian yang lebih spesifik

terhadap makna simbolik dalam kajian semiotiknya yang menarik, sampel besar

dan teknik analisis yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil kajian yang

menarik. Selain itu dapat juga disampaikan dengan menggunakan teks lisan atau

teks tulisan yang berisi tuturan untuk menyampaikan nasihat yang menggunakan

(28)

111

atau dapat diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia yang baku sesuai

dengan aturan bahasa menurut EYD (ejaan yang disempurnakan).

Semiotik yaitu ilmu tentang tanda-tanda dan kode, tanda-tanda yang

digunakan untuk memproduksi, menyampaikan adapun kode berfungsi untuk

mengatur penggunaanya.Semiotika dan semiologi dua pendekatan yang berbeda,

tetapi terkait dengan teori-signifikasi bagaimana sistem tanda dan kode tersebut

bekerja.

Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah

pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda

linguistik.Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau

leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap

kata atau leksem.Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah pengertian

atau keberadaan bahasa sebagai suatu sistem juga bersifat bidimensional.

B. Saran

Beberapa penelitian kerap menggunakan kajian semiotik, khususnya

dalam upacara pernikahan etnis Angkola dalam kajian semiotik.Dengan

menganalisis makna simboliknya dari berlangsungnya upacara mangupa di

naharoan boruyang diadakan oleh kedua mempelai pengantin pria dan

wanita.Upacara tersebut dapat mengembangkan tradisi adat budaya Angkola

secara turun-temurun ke anak cucu mereka.

Sekiranya lebih banyak penelitian dalam cakupan makna simbolik dalam

pernikahan adat Angkola tersebut yang berobjek acara pernikahan etnis Angkola

(29)

112

panusunan bulung (pemuka adat) sehingga makna simbol dalam acara tersebut

berkesan lebih nyata tidak hanya berfokus pada objek yang bersifat fiksi saja.

Sebaiknya adat istiadat budaya upacara mangupa sebagai kajian folklor

kearifan lokal etnis Angkola dapat tetap dilaksanakan dan dilestarikan untuk ke

depannya karena upacara mangupa ini memiliki makna yang sangat bermanfaat

dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kemasyarakatan.

Sebagai generasi penerus bangsa untuk melanjutkan adat istiadat yang

telah diwariskan nenek moyang secara turun temurun dari budaya adat etnis

Angkola, kaum muda-mudi harus mengetahui dan memahami prosesi pelaksanaan

upacara mangupa agar kelak pelaksanaanya tetap sama seperti yang diwariskan

nenek moyang dahulu dan tidak akan pernah berubah dengan adanya

perkembangan zaman yang semakin modern pada saat ini.

Sebaiknya juga pemerintah Sumatera Utara dapat memberitahukan atau

menyebarluaskan upacara mangupa ini kepada daerah-daerah luar kota sebagai

adat istiadat dan ciri khas daerah etnis Angkola yang berbeda tata pelaksanaanya

(30)

113

DAFTAR PUSTAKA

Alam Perkasa, S.T.B. 2012.Surat Tumbaga Holing 1. Medan: CV Mitra Medan.

___________. 2012. Surat Tumbaga Holing 2. Medan: CV Mitra Medan.

___________, dkk.1987. Burangir Na Hombang. Medan: CV. Partama Mitra Sari.

Aminuddin. 1988. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar baru.

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia Ilmu, Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: Grafiri Pers.

Darma, Y.A. 2009.Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.

Diapari, L.S. 1990. Gelar Patuan Naga Humala Parlindungan, Adat Istiadat Perkawinan Dalam Masyarakat Tapanuli Selatan.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Harahap, H.M.D. 1986. Adat Istiadat Tapanuli Selatan. Universitas Michigan: Grafindo Utama.

Harahap, Sariah. 2016. Artikel Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah Upacara Mangupa Patobang Anak Pada Masyarakat Batak Angkola Di Tulang Bawang Barat. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Hidayat, Bahri. 2005. Tradisi Mangupa Pada Pasangan Pernikahan Pemula Masyarakat Perantau Tapanuli Selatan, Vol. 11, No. 2.

Moelong, L.J. 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, Pandapotan. 2005. Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan Zaman. Medan: Forkala.

(31)

114

Parsadaan Marga Harahap Dohot Anak Boruna. 1993. Horja Adat Dalihan Na Tolu. Bandung: PT. Grafitri.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Pradopo, R.D, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graham Widya.

Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika. Bandung: CV Pustaka Setia.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sutopo, H.B. 2006.Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Kedua. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen penawaran yang masuk dan dinyatakan lengkap serta memenuhi syarat dengan melalui tahapan Koreksi Aritmatika, Pembuktian

[r]

ketidakseimbangan waktu penyelesaian produk di setiap stasiun kerja yang akan.. mengakibatkan adanya penumpukan barang setengah jadi dan idle time

HTML atau yang merupakan singkatan dari Hypertext Mark Up Language adalah bahasa standar pemrograman untuk membuat suatu website yang bisa diakses dengan internet.. Dengan

Sebanyak 16 orang perwakilan Badan Kerja Sama Gereja (BKSG) Kabupaten Cianjur, mendatangi Komnas HAM pada Senin 2 Juni 2014, untuk melaporkan sikap Pemerintah

Pada pengujian ini, sistem pencegahan penyusupan dalam keadaan normal yaitu tidak ada paket data yang dikirim berupa serangan port scanning dan DOS dengan

Terkait metodologi, kelemahan dalam studi ini adalah tidak diberinya kesempatan peneliti dapat face to face dengan sumber data kunci (Sultan bertahta), meskipun

Masalah yang melatar belakangi penelitian ini adalah belum adanya media yang mendukung sebagai sarana penyampaian informasi, pendidikan dan promosi secara cepat di sekolah