• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gaya Bahasa Retoris dan Kiasan dalam Kumpulan Cerpen

Setelah data terkumpul, maka diklasifikasikan data yang berbentuk gaya bahasa retoris dan kiasan yang terdapat dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995 – 2005) karya Dewi Lestari.

No. Contoh Gaya Bahasa Gaya Bahasa Retoris

“Untuk cappucino, dibutuhkan standar penampilan yang tinggi.

Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan.” (FK/4)

- Personifikasi

3.

“Bagaimana dengan kopi tubruk?”

Seseorang bertanya iseng.

“Lugu, sederhana, tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam.” (FK/5)

- Personifikasi

4. Bak pemain sirkus Ben

menghidangkan secangkir kopi tubruk.

(FK/5)

-

Persamaan/

Simile

5.

“Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan langkah pembuatan yang tepat.”

(FK/5)

Kepalaku terasa pening. Entah karena tonjokan kafein atau cerita sukses itu.(FK/9)

Hiperbola -

8.

“Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna.” (FK/10)

Hiperbola -

9.

Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. (FK/11)

Asindeton -

10.

Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter Frankestein. The Mad Barista. (FK/11)

- Eponim

11. Kedai mungil kami gegap gempita.

(FK/13)

Eufemismus -

12. Kopi yang Anda minum hari ini : Ben’s Perfecto artinya sukses adalah wujud kesempurnaan hidup.

(FK/13)

- Persamaan/

Simile

13.

“Nah, yang ini bukan sekedar enak, Pak. Tapi ini yang pualiiing... enak!

Nomor satu di dunia,” aku berpromosi. (FK/15)

Hiperbola -

14. “Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari. (FK/15)

- Persamaan/

Simile

15.

“Memangnya, Bapak pernah coba yang lebih enak dari ini?” Ben bertanya dengan otot – otot muka ditarik. (FK/16)

Perifrasis -

16.

Ben cuma membisu. Hanya matanya diliputi misteri. Perlahan, aku ikut menenggak. Dan.... (FK/21)

Elipsis -

17.

“Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... (FK/22)

Asindeton -

18. Mendengarnya, otakku seperti macet berargumentasi. (FK/24)

- Persamaan/

Simile 19. Semangat hidupnya pupus seperti lilin

tertiup angin ( FK/25)

- Persamaan/

Simile

20. Sama nasibnya seperti kedai kami yang padam. (FK/25)

- Persamaan/

Simile 21. “Kapan lagi aku yang cuma tahu

menyeduh kopi sachet ini nekat membikinkan kopi segar untuk seorang barista?” kelakarku. (FK/27)

Litotes -

22.

Kopi yang Anda minum hari ini : Kopi Tiwus artinya walau tak ada yang sempurna hidup ini indah begini adanya. (FK/27)

- Persamaan/

Simile

23. Filosofi Kopi yang lama diam bagai bubuk kopi tanpa riak air. (FK : 29)

- Persamaan/

Simile

24.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya, filmnya yang baru kami tonton, kumisnya yang mengagumkan, yang mengilhamiku beserta seluruh teman aba ngnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. (MH/32)

Asindeton -

25. Lama Hera mendekam seperti tahanan rumah. (MH/33)

- Persamaan/

Simile

26.

Hera tersenyum setengah mendengus

sambil menggeleng kenes, seolah Pertanyaan -

merespons pertanyaan “adakah garam yang tak asin?” (MH/34)

Retoris

27.

Hera telah bermetamarfosis menjadi perempuan modern yang tidak terjangkau ukuran sosialku.

(MH/34)

Litotes -

28.

Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku basah, sejak mendengar kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu hari pergi dan tak kembali. (MH/38)

Perifrasis -

29.

Saat kubaca nama yang tertera disana, seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. (MH/38)

Asindeton -

30.

Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan,

Polisindeton -

dengan malam, dengan detik jam...tentang dia (STPS/40)

31.

Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kalian berjumpa.

(STPS/41)

Asindeton -

32.

Betapa sebelah darimu percaya bahwa setetes air mata pun akan terhitung, tak ada yang mengalir mubazir, segalanya pasti bermuara di satu samudera tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan cakrawala...

(STPS/41)

Asindeton -

33. Betapa kamu rela membatu untuk itu. (STPS/42)

Perifrasis -

34. Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43)

- Persamaan/

Simile

35.

Lama bagi kamu untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang

Pertanyaan Retoris

-

kalian alami bersama? (STPS/43)

36.

Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupamu, pasti tidak tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang kamu hafal betul temperaturnya.

(STPS/45)

Sudah hampir tiga tahun aku begini.

Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh.

Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.00.

Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu.

(SKL/53)

40. Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor. (SKL : 53)

- Persamaan/

Simile 41. Hidup memang bagaikan mengitari

Gunung Sinai (SKL/54)

- Persamaan/

Simile

42.

Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang. (SKL/54)

Asindeton -

43. Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. (SG/58)

Hiperbola -

44.

Cukup lama aku terlatih membaca makna-makna tersirat dalam kalimatnya, walaupun belum cukup lama untuk mengerti alasan dibalik itu semua, misalnya, buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (SG/59)

Pertanyaan Retoris

-

45. Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. (SG/61)

Hiperbola -

46.

“Itu kebutaan sejati. Kamu memilih menjadi tunanetra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata kamu sendiri.” (SG/63)

- Metafora

47. “Dan kesedihan kamu pelihara seperti - Persamaan/

orang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah.” (SG/63)

Simile

48.

Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang menahun sudah membiarkannya terkatung-katung.

(SG/63)

Hiperbola -

49. Sementara cintanya Egi yang masokhis juga alien bagiku. (SG/63)

- Metafora

50. Jembatan komunikasi kami runtuh.

(SG/63)

Dengan tatapan kagum dan cinta, Indi meraba kulit Lei perlahan – lahan, sama takzimnya dengan menghayati kehalusan sutra yang ditenun ulat.

(SKK/72)

Hiperbola -

53. Ada daya pejal yang membuat dada Lei nyaman seperti bantal. (SKK/73)

- Persamaan/ 55. Malam hari membawanya ke dalam

penjara. (SKK/74)

- Personifikasi

56. Bagai luapan sungai saat penghujan, - Persamaan/

air mata membanjir. (SKK/76) Simile

57.

Secepat aliran listrik di jaringan saraf, secepat itu Indi memvisualisasikan sepasang sepatu tua yang disembunyikan di bawah tangga. (SKK/78)

Kelenjar air mata yang sudah lama dinonaktifkan memompa deras butir-butir air asin yang membuat kulit pipinya seperti meleleh.

(SKK/81)

Hiperbola -

60.

Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri.

(SKK/82)

Asindeton -

61. Sederet angka mencuat dari kertas putih, menusuk mata Lana. (LL/88)

Hiperbola -

62.

Rasa sayang dikemas dalam kiasan seperti membungkus putri dalam gaun pesta lalu dilepas anggun ke lantai

-

Persamaan/

Simile

dansa. (LL/89)

63. Kamu cukup jadi kacung intelektualku saja. (LL/89)

Perifrasis -

64. Kamu itu bajaj bermesin BMW.

(LL/89)

- Eponim

65.

Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan eksekusi kontrak belaka.

Jadi, apakah seseorang bisa dibiang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? (LL/92)

Pertanyaan Retoris

-

66. Bergaul dengan Lana seperti hanyut dalam air sejuk. (LL/93)

- Persamaan/

Simile

67.

Jempol Lana bergetar seolah dibebani bergunung-gunung sampah batin yang dikoleksinya sepanjang hayat.

(LL/94)

Hiperbola -

68. Kejujuranlah obat sejati. (LL/94) - Metafora

69.

Mereka berlima. Mereka muda.

Mereka bahagia. Mereka lajang.

Mereka bersahabat. Mereka raja-raja dunia. (BB/102)

Asonansi -

70.

Lima tequila shot mereka tenggak

bersama. Sesaat kemudian, hadir Hiperbola -

sensasi meledak di kepala. (BB/102) 71. Memiliki Omen sama dengan

memiliki telepon umum. (BB/105)

- Persamaan/

Simile

72.

Bergesernya kerak bumi tak mengubah letak kepala seorang Omen dari bantal. (BB/105)

Hiperbola -

73.

Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105)

Asindeton

-

74. Bejo di tengah-tengah mereka ibarat perawan dalam sarang penyamun.

(BB/107)

- Persamaan/

Simile

75. Tanpa Bejo, mereka semua seperti meja berkaki tiga.(BB/107)

- Persamaan/

Simile 76. Bejo tanpa mereka adalah sebatang

kayu. (BB/107)

- Metafora

77. Meja bulat berlapis kaca itulah tempat Perifrasis -

persinggahan ibuku yang terakhir.

(RC/109)

78. Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran sebelum wafat disemprot Baygon. (RC/109)

Eufemismus -

79. Dia mempelajari semuanya dari kotak listrik warna-warni itu. (RC/111)

Perifrasis -

80. Ayah menamai dirinya sendiri HUNTER. (RC/111)

- Eponim

81.

Aku dan adik-adik tiriku tengah memandangi Ayah yang berbicara berapi-api di depan mimbar.(RC/114)

Hiperbola -

82. Tak lama, pertemuan itu bubar.

Suasana istana muram durja.

(RC/115)

Perifrasis -

83. Di luar dugaan kami, Ayah malah naik pitam. (RC/117)

Perifrasis -

84.

Keberanian dari panci mana ini?

Bisa-bisanya aku menentang Hunter sang Raja. (RC/118)

- Personifikasi

85. “Di mata manusia, kita selamanya hitam, kecil, jelek, bau!” (RC/119)

Asindeton -

86. Hari-hariku berubah menjadi rangkaian nelangsa. (RC/120)

Eufemismus -

4.1.1 Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang semata – mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2006 : 130). Berdasarkan teori Gorys Keraf terdapat 21 jenis gaya bahasa retoris. Setelah diteliti dari data yang diklasifikasikan di atas, maka ditemukan 10 jenis gaya bahasa retoris dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari yang terdiri atas asonansi, asindeton, polisindeton, elipsis, eufemismus, litotes, tautologi, perifrasis, pertanyaan retoris, dan hiperbola. Dari data tersebut, yang termasuk dalam gaya bahasa retoris, sebagai berikut :

1. Asonansi

Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 1 gaya bahasa asonansi. Berikut gaya bahasa asonansi adalah:

1) Mereka berlima. Mereka muda. Mereka bahagia. Mereka lajang. Mereka bersahabat. Mereka raja-raja dunia. (BB/102)

Pada data di atas mengandung peerulangan bunyi vokal yang sama.

Perulangan bunyi terlihat pada vokal /a/ yang terdapat pada kata mereka, berlima, muda, bahagia, lajang, bersahabat, raja dan dunia.

2. Asindeton

Asindeton adalah suatu gaya bahasa yang berupa acuan, yang besifat padat dan mampat dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 11 gaya bahasa asindeton. Berikut gaya bahasa asindeton adalah :

1) Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. (FK/11)

2) “Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... (FK/22)

3) Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya, filmnya yang baru kami tonton, kumisnya yang mengagumkan, yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. (MH/32) 4) Saat kubaca nama yang tertera disana, seketika aku dapat merasakan kaki

Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. (MH/38)

5) Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kalian berjumpa. (STPS/41)

6) Betapa sebelah darimu percaya bahwa setetes air mata pun akan terhitung, tak ada yang mengalir mubazir, segalanya pasti bermuara di satu samudera tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan cakrawala...

(STPS/41)

7) Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupamu, pasti tidak tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang kamu hafal betul temperaturnya. (STPS/45)

8) Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang. (SKL/54)

9) Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. (SKK/82)

10) Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105) 11) “Di mata manusia, kita selamanya hitam, kecil, jelek, bau!” (RC/119)

Pada data di atas (1) – (11) gaya bahasa asindeton membentuk kata yang kedudukannya sejajar antara yang satu dengan yang lain. Hubungan kata tersebut dengan kata yang lain ditandai dengan penggunaan tanda koma (,). Inilah yang menandakan kalimat-kalimat tersebut bersifat padat dan mampat.

3. Polisindeton

Polisindeton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 1 gaya bahasa polisindeton. Berikut gaya bahasa polisindeton adalah:

1) Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam...

tentang dia (STPS/40)

Pada data di atas, termasuk dalam gaya bahasa polisindeton yang beberapa kata dalam sebuah kalimat tersebut dihubungkan dengan kata sambung dengan yang menggambarkan suatu kejadian.

4. Elipsis

Elipsis adalah suatu gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 1 gaya bahasa ellipsis. Berikut gaya bahasa elipsis adalah :

1) Ben cuma membisu. Hanya matanya diliputi misteri. Perlahan, aku ikut menenggak. Dan... (FK/21)

Pada data di atas, termasuk dalam gaya bahasa elipsis yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat seperti Perlahan, aku ikut menenggak. Dan...

dapat ditafsirkan dan diartikan menjadi Perlahan, aku ikut menenggak. Dan aku

mengerti reaksi Ben. Sesuai dengan situasinya, mereka berdua tak bersuara, teguk demi teguk berlalu dalam keheningan.

5. Eufemismus

Eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 4 gaya bahasa eufemismus.

Berikut gaya bahasa eufemismus adalah :

1) Kedai mungil kami gegap gempita. (FK/13) 2) Jembatan komunikasi kami runtuh. (SG/63)

3) Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran sebelum wafat disemprot Baygon. (RC/109)

4) Hari-hariku berubah menjadi rangkaian nelangsa. (RC/120)

Pada data di atas, (1) pada kata mungil dapat digantikan dengan kata kecil untuk menggantikan ungkapan yang menyinggung perasaan. Data (2) kata runtuh digantikan dengan kata terputus untuk mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Data (3) kata wafat digantikan dengan kata meninggal untuk menggantikan ungkapan yang menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Data (4) kata rangkaian nelangsa dapat digantikan dengan kata kesedihan untuk menggantikan ungkapan yang menyinggung perasaan.

6. Litotes

Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 2 gaya bahasa litotes. Berikut gaya bahasa litotes adalah :

1) “Kapan lagi aku yang cuma tahu menyeduh kopi sachet ini nekat membikinkan kopi segar untuk seorang barista?” kelakarku. (FK/27)

2) Hera telah bermetamarfosis menjadi perempuan modern yang tidak terjangkau ukuran sosialku. (MH/34)

Pada data di atas , menunjukkan gaya bahasa litotes adalah (1) cuma tahu menyeduh kopi sachet ini, hal ini menunjukkan bahwa Jodi merendahkan dirinya untuk menghibur Ben dan data (2) tidak terjangkau ukuran sosialku merupakan sesuatu hal yang berbeda dari kenyataannya dengan tujuan merendahkan dirinya.

7. Tautologi

Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata – kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.

Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 1 gaya bahasa tautologi.

Berikut gaya bahasa tautologi adalah :

1) Sekarang pukul 1.30 pagi di tempatmu. (SKL/52)

Pada data di atas, mengandung pernyataan yang menggunakan kata-kata berlebihan (perulangan) dari sebuah kata yang lain yaitu 1.30 dan pagi . Pukul 1.30 sudah mewakili pagi hari yang merupakan bagian awal dari hari yang ditunjukkan pada waktu 00.00 – 12.00 waktu Indonesia.

8. Perifrasis

Perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti satu kata saja. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 8 gaya bahasa perifrasis.

Berikut gaya bahasa perifrasis adalah :

1) “Memangnya, Bapak pernah coba yang lebih enak dari ini?” Ben bertanya dengan otot – otot muka ditarik. (FK/16)

2) Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku basah, sejak mendengar kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu hari pergi dan tak kembali. (MH/38)

3) Betapa kamu rela membatu untuk itu. (STPS/42) 4) Kamu cukup jadi kacung intelektualku saja. (LL/89)

5) Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir.

(RC/109)

6) Dia mempelajari semuanya dari kotak listrik warna-warni itu. (RC/111) 7) Tak lama, pertemuan itu bubar. Suasana istana muram durja.(RC/115) 8) Di luar dugaan kami, Ayah malah naik pitam. (RC/117)

Pada data di atas, terdapat gaya bahasa perifrasis yang mempergunakan kata lebih banyak yang sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Data (1) otot –otot yang ditarik dapat digantikan dengan satu kata saja menjadi serius.

Data (2) ditemukan dua gaya bahasa perifrasis dalam satu kalimat. Pernyataan mataku basah dan satu hari pergi dan tak kembali dapat digantikan dengan satu kata saja menjadi menangis dan meninggal. Data (3) membatu untuk itu dapat digantikan dengan satu kata saja menjadi terdiam. Data (4) ungkapan kacung inteletualku dapat digantikan menjadi satu kata yaitu pesuruh.

Data (5) ungkapan persinggahan yang terakhir merupakan ungkapan yang menggantikan kata kuburan atau makam. Data (6) ungkapan kotak listrik warna – warni dapat digantikan menjadi dengan satu kata saja menjadi televisi. Pada data (7) ungkapan muram durja dapat digantikan menjadi kata sedih. Data (8) ungkapan naik pitam dapat digantikan menjadi kata marah.

9. Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi terdapat ditemukan 4 gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris. Berikut gaya bahasa erotesis adalah:

1) Hera tersenyum setengah mendengus sambil menggeleng kenes, seolah merespons pertanyaan “adakah garam yang tak asin?” (MH/34)

2) Lama bagi kamu untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama? (STPS/43)

3) Cukup lama aku terlatih membaca makna-makna tersirat dalam kalimatnya, walaupun belum cukup lama untuk mengerti alasan dibalik itu semua, misalnya, buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (SG/59)

4) Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan eksekusi kontrak belaka. Jadi, apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? (LL/92)

Pada data di atas, yang menunjukkan gaya bahasa erotesis terdapat pada kalimat (1) “adakah garam yang tak asin?” (2) berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama? (3) Buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (4) Jadi, apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? merupakan kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban dan hanya berisi penekanan yang wajar. Kalimat tersebut seolah bertanya tetapi tidak bertanya.

10. Hiperbola

Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 17 gaya bahasa hiperbola. Berikut gaya bahasa hiperbola adalah :

1) “Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan langkah pembuatan yang tepat.” (FK/5)

2) Kepalaku terasa pening. Entah karena tonjokan kafein atau cerita sukses itu.(FK/9)

3) “Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna.” (FK/10)

4) “Nah, yang ini bukan sekedar enak, Pak. Tapi ini yang pualiiing... enak!

Nomor satu di dunia,” aku berpromosi. (FK/15)

5) Sudah hampir tiga tahun aku begini. Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.00. Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu. (SKL/53)

6) Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus mortalitas.

(SKL/53)

7) Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. (SG/58) 8) Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. (SG/61)

9) Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang menahun sudah membiarkannya terkatung-katung. (SG/63)

10) Dengan tatapan kagum dan cinta, Indi meraba kulit Lei perlahan – lahan,

10) Dengan tatapan kagum dan cinta, Indi meraba kulit Lei perlahan – lahan,

Dokumen terkait