• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidrodinamika

Dalam dokumen 1 TEORI DASAR 2.1 UMUM (Halaman 43-49)

2.6 DATA SEKUNDER

2.6.3 Gaya Hidrodinamika

⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 1 ln ln 1 ln 1 o T o T T o r dc z e D e z D e D e z z R (2.6.15) Dimana :

- Uc = kecepatan arus rata-rata (m/detik)

- Uzr = kecepatan arus pada kedalaman referensi (m/detik) - zr = kedalaman referensi (m)

- zo = parameter kekasaran seabed (tabel 2.3 di bawah ini) - e = lebar gap antara pipa dan seabed (m)

- DT = diameter total pipa (termasuk seluruh lapisan) (m) - Rdc = faktor reduksi arus

2.6.3 Gaya Hidrodinamika

Gaya-gaya hidrodinamika yang lazim terjadi pada pipa bawah laut adalah Gaya Drag, Gaya Lift, dan Gaya Inersia. Gaya-gaya tersebut lazim terjadi akibat adanya arus yang melalui pipa. Gaya-gaya tersebut muncul baik pada saat pipa sudah digelar dan berpengaruh sangat besar terhadap kestabilan pipa di dasar laut, maupun ketika instalasi seperti pada saat proses penggelaran pipa maupun pada saat proses pengangkatan pipa yang dibahas dalam laporan ini.

Tabel 2. 3 Parameter kekasaran seabed (zo)

Sumber : DNV Free Spanning Pipelines, 2002

Gaya hidrodinamik yang timbul oleh akibat adanya arus tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis gaya berdasarkan pada arah gayanya. Gaya-gaya tersebut adalah gaya horisontal dan gaya vertikal.

Gaya Horisontal sendiri adalah gaya yang bekerja searah horisontal. Atau searah dengan arah datangnya arus. Gaya-gaya yang termasuk dalam gaya horisontal pada gaya hidrodinamik adalah gaya inersia dan gaya drag. Kedua gaya ini sama berarah horisontal dan sama-sama diakibatkan oleh adanya arus yang terjadi di bawah permukaan laut. Khusus untuk gaya inersia, gaya ini akan diabaikan dalam laporan ini. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasannya gaya inersia pada dasarnya merupakan gaya yang terjadi akibat adanya perubahan perpindahan massa fluida dan dalam hal ini air laut. Gaya inersia ini juga sebanding dengan gaya inersia dari massa fluida yang dipindahkan oleh adanya struktur yang ada pada fluida tersebut dan dalam hal ini struktur tersebut adalah pipa bawah laut. Oleh karena tidak ada perubahan perpindahan massa air atau tidak adanya percepatan atau perlambatan perpindahan massa air maka gaya inersia dapat diabaikan atau akan sama dengan nol.

Sedangkan gaya vertikal adalah gaya yang memiliki arah vertikal atau tegaklurus dengan arah datangnya arus. Gaya hidrodinamik yang termasuk dalam gaya vertikal adalah gaya lift atau gaya angkat yang terjadi pada pipa. Gaya ini juga diakibatkan adanya arus yang mengalir dibawah permukaan laut.

1. Gaya Drag (Gaya Seret) dan Gaya Inersia

Dalam menganalisis gaya-gaya hidrodinamika yang terjadi dengan arah horizontal, seperti gaya drag ini dapat digunakan dua pendekatan, yaitu dengan menggunakan

persamaan Morrison dan Teori Difraksi. Persamaan Morrison digunakan apabila pipa yang dianalisis berukuran relatif kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang dengan ketentuan D/L ≤ 0.2 dimana D adalah diameter pipa dan L adalah panjang gelombang. Pada kondisi ini, gelombang yang terjadi tidak terganggu dengan adanya pipa tersebut serta pengaruh vorteks air (wake) cukup dominan dan dapat menimbulkan flow separation. Hal ini mengakibatkan munculnya dua jenis gaya yang bekerja pada pipa,

yaitu gaya seret dan gaya inersia.

Sedangkan teori difraksi digunakan apabila pipa yang dianalisis berukuran relatif besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang dengan ketentuan D/L > 0.2. Pada kondisi ini, pengaruh wake kecil sedangkan gaya inersia dominan dan efek difraksi harus

dipertimbangkan dalam perhitungan. a) Persamaan Morrison

Pada perhitungan gaya hidrodinamika dengan menggunakan persamaan morrison ini, gaya gelombang yang bekerja dinyatakan sebagai penjumlahan dari gaya seret dan gaya inersia. Gaya seret berhubungan dengan kecepatan air yang melewati benda sedangkan gaya inersia berhubungan dengan percepatan air.

Gaya seret terjadi karena adanya gesekan fluida dengan dinding pipa (skin friction)

dan vorteks yang terjadi di belakang struktur. Vorteks yang terjadi merupakan penyebab dominan dari gaya seret ini. Gambar 2.24 menunjukkan vorteks yang terjadi pada pipa.

Nilai gaya seret yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

. . . | |. (2.6.16)

Dimana :

dFD = Gaya seret per satuan panjang CD = Koefisien seret

D = Diameter pipa

ρ = Berat jenis fluida

Gambar 2. 29 Vorteks dan flow separation

Gaya inersia yang bekerja pada pipa adalah sama dengan gaya inersia dari massa fluida yang dipindahkan oleh pipa. Nilai gaya inersia yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

. . . . (2.6.17)

Dimana :

dFI = Gaya inersia per satuan panjang CM = Koefisien inersia

A = Luas penampang pipa

= Percepatan sesaat partikel fluida

Bentuk standar persamaan morrison menyatakan bahwa jumlah total gaya per satuan panjang (dz) dari sebuah struktur pipa adalah jumlah gaya seret dan gaya inersia seperti di bawah ini.

. . . | |. . . (2.6.18)

Berikut ini beberapa asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan persamaan morrison di atas :

• Kecepatan dan percepatan sesaat dari pertikel air harus didapat dari beberapa teori gelombang seperti teori gelombang linier, Stokes 5th order, solitary, dan sebagainya, dengan menganggap karakteristik gelombang tidak terpengaruh oleh keberadaan struktur pipa. Batasan ukuran struktur agar persamaan morrison dapat

diterapkan adalah D/L ≤ 0.2 dimana D adalah diameter pipa dan L adalah panjang gelombang.

• Bentuk standar dari persamaan morrison menganggap struktur yang dikenai gaya gelombang bersifat kaku (rigid/tidak bergetar). Bila struktur memiliki respon dinamik atau bergetar, maka struktur tersebut memiliki besaran kecepatan dan percepatan yang menyebabkan adanya pergerakan relatif partikel fluida terhadap struktur. Pada kondisi ini, persamaan morrison harus dimodifikasi dengan memasukkan besaran kecepatan relatif partikel fluida terhadap struktur tersebut. • Khusus kasus Tie In ini, besaran kecepatan arus yang ada pada gaya drag adalah

seramagm untuk tiap kedalaman. Selain itu juga kecepatan arus yang diperoleh di sini bukan berasal dari gelombang yang muncul, melainkan dari pasang surut dan penyebab arus lainnya.

• Oleh karena kecepatan arus yang seragam maka percepatan yang timbul akan sama dengan nol. Hal ini akan menyebabkan gaya inersia dapat diabaikan.

b) Teori Difraksi

Apabila gelombang melewati struktur yang berukuran relatif besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang tersebut, maka bentuk gelombang yang terjadi akan terpengaruh dan akan terjadi pemantulan gelombang oleh struktur. Pada kondisi ini, diperlukan formulasi potensial kecepatan baru yang dapat memenuhi semua kondisi batas. Dari potensial kecepatan tersebut dapat dihitung gaya gelombang yang bekerja pada struktur dengan menggunakan metode pressure area seperti di bawah ini.

. (2.6.19)

. (2.6.20)

Dimana :

P = Tekanan akibat gelombang A = Luas penampang struktur F = Gaya gelombang

= Potensial kecepatan aliran gelombang

Untuk teori difraksi ini pada dasarnya tidak digunakan pada analisis tie in laporan ini.

proses pengangkatan pipa sedang berlangsung. Gelombang yang ada tidak mengakibatkan pengaruh yang besar terhadap proses pengangkatan pipa. Akan tetapi kecepatan arus yang ada pada saat proses pengangkatan pipa harus ikut diperhitungkan. Arus tersebut mengaikibatkan pipa dikenai gaya hidrodinamik berupa gaya drag karena arus tersebut bersifat seragam dan tidak terjadi percepatan ataupun perlambatan sehingga tidak terjadi gaya inersia. Oleh karenanya teori difraksi hanya ditampilkan sebagai ilustrai perhitungan gaya-gaya hidrodinamik pada struktur lepas pantai khususnya struktur pipa bawah laut.

2. Gaya Lift (Gaya Angkat)

Gaya dengan arah vertikal yang terjadi pada pipa di bawah laut adalah gaya angkat. Gaya angkat (lift force) adalah gaya dalam arah tegak lurus aliran / rambatan gelombang. Gaya

ini timbul disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi streamline di bagian atas

dengan konsentrasi streamline di bagian bawah pipa Konsentrasi streamline terdapat di

atas silinder yang mengakibatkan gaya angkat ke atas. Jika terdapat celah sempit diantara silinder dan seabed, konsentrasi streamline di bawah silinder akan mengakibatkan gaya angkat negatif ke arah bawah.

Gambar 2. 30 Gaya angkat pada silinder di seabed

Besar gaya angkat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

(2.6.21)

Dimana :

FL = Gaya angkat

ρ = Berat jenis fluida CL = Koefisien angkat

D = Diameter pipa

U = Kecepatan partikel air arah tegak lurus dengan gaya angkat

Untuk keperluan praktis dalam perencanaan desain pipa bawah laut, dapat digunakan nilai koefisien seret, koefisien inersia, dan koefisien angkat yang direkomendasikan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. 4 Daftar Koefisien Desain PIpa Yang Direkomendasikan

Re (Bilangan Reynold) CD (Koefisien Drag) CL (Koefisien Lift) CM (Koefisien Inersia) Re < 5.0 x 104 1.3 1.5 2.0 5.0 x 104 < Re < 1.0 x 105 1.2 1.0 2.0 1.0 x 105< Re < 2.6 x 105 1.53 - (Re / 3 x 105) 1.2 - (Re / 5 x 105) 2.0 2.6 x 105< Re < 5 x 105 0.7 0.7 2.6 - (Re / 5 x 105) 5 x 105 < Re 0.7 0.7 1.5

Untuk menentukan Bilangan Reynold dapat digunakan persamaan berikut.

(2.6.22)

Dimana :

Re : Bilangan Reynold

Um : Kecepatan maksimum aliran akibat gelombang D : Diameter Struktur

υ : Viskositas kinematik = 1.2363 x 10 -5 ft2/s

Bilangan Reynold sendiri merupakan bilangan yang menunjukkan jenis aliran yang terjadi pada fluida yang mengalir tersebut. Berdasarkan jenis aliran inilah nantinya dapat ditentukan koefisien drag, inersia, ataupun lift yang tepat bagi suatu fluida yang mengalir melewatu struktur tertentu seperti pipa bawah laut.

Dalam dokumen 1 TEORI DASAR 2.1 UMUM (Halaman 43-49)

Dokumen terkait