• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 TEORI DASAR 2.1 UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 TEORI DASAR 2.1 UMUM"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

1

TEORI DASAR 

2.1 UMUM

Tie in pada dasarnya merupakan proses pengangkatan pipa yang dapat dimodelkan sebagai

elemen balok dari keadaan diam dan tanpa sudut dari dasar laut ke atas permukaan laut atau di bawah permukaan laut dengan tujuan untuk disambungkan dengan fasilitas pemipaan yang lain, contohnya dengan riser atau dengan pipa yang lain. Tie in itu sendiri terbagi menjadi 2 (dua) kegiatan utama, yaitu :

1. Menaikkan pipa dari dasar laut ke posisi yang diinginkan untuk dilakukan penyambungan. Posisi penyambungan tersebut dapat berada di bawah permukaan laut (underwater tie in) ataupun di atas permukaan air atau di atas barge (above water tie in). Proses ini juga memerlukan analisis yang mendalam agar jangan sampai pada saat proses pengangkatan tersebut stress yang dialami oleh pipa melebihi stress pipa yang disyaratkan. Biasanya pada proses pengangkatan pipa ini stress yang disyaratkan adalah stress pada saat pipa mengalami tekuk (bending stress) tegangan tekuk yang dialami pipa tidak boleh melebihi 85% SMYS (Specified Minimum Yield Strength).

2. Setelah pipa disambung ke fasilitas pipa yang lain, baik itu menggunakan proses pengelasan (welding) maupun dengan menggunakan flanged joint, kedua fasilitas pemipaan yang telah disambungkan tersebut diturunkan ke dasar laut. Sama halnya dengan proses penaikan pipa, pada saat penurunan pipa juga harus diperhatikan mengenai stress yang terjadi pada pipa. Jangan sampai stress yang terjadi pada pipa tersebut melebihi stress yang disyaratkan.

Untuk dapat menganalisa proses tie in diperlukan pemahaman mengenai beberapa teori dasar yang berkaitan dengan tie in tersebut. Teori-teori dasar tersebut meliputi metode elemen hingga yang sangat sesuai untuk diaplikasikan pada instalasi pipa, baik itu penggelaran pipa

(2)

maupun tie in. Beberapa metode mengenai analisa deformasi suatu struktur juga dapat digunakan, seperti Metode Castigliano ataupu Metode Beban Satuan. Selain itu juga pengetahuan dasar mengenai mekanika bahan juga sangat penting karena digunakan dalam menentukan kekuatan daripada pipa, baik pada saat beroperasi maupun pada tahap instalasi dan juga pada saat lifting itu sendiri.

2.2 METODE ELEMEN HINGGA

Menurut Logan, metode elemen hingga merupakan metode numerik yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan teknik dan matematik. Adapun tipikal permasalahan yang sering menggunakan metode elemen hingga dalam teknik maupun matematik adalah analisis struktur, transfer panas, aliran fluida, transportasi massa, dan potensial elekrtomagnetik.

Metode elemen hingga sangatlah efisien dan tepat sekali jika digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai analisis struktur. Pada dasarnya setiap elemen struktur memiliki kekakuannya masing-masing dan kekakuan tersebut yang akan menyebabkan deformasi tertentu kepada suatu elemen akibat gaya yang dikenakan pada elemen tersebut. Adapun contoh-contoh elemen yang ada adalah per (spring), balok (beam), rangka (frame) dan grid serta plane.

Gambar 2. 1 Contoh elemen per (spring)

Untuk proses pengangkatan dan penurunan pipa ini, dasar teori yang digunakan hampir serupa dengan teori pada saat penggelaran pipa pada umumnya. Teori penggelaran pipa yang lazim digunakan adalah metode elemen hingga yang juga dipergunakan dalam program

pipelaying analysis, yaitu offpipe. Metode elemen hingga yang digunakan di sini

mengasumsikan pipa sebagai sebuah elemen balok (beam) dimana menurut Logan, beam adalah sebuah sebuah struktur bundar yang dapat menerima gaya transversal dan mengakibatkan tekuk pada member balok (beam) tersebut.

L

1

2

k

1x

d

d

2x

f

1x

f

2x

(3)

Pada teorinya terdapat 2 (dua) macam elemen balok yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga. Pertama adalah elemen balok tanpa sudut awal dan yang kedua adalah elemen balok bersudut atau yang lebih dikenal dengan elemen balok 2 (dua) dimensi. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai penurunan matriks kekakuan dari kedua jenis elemen balok tersebut.

2.2.1 Balok Tanpa Sudut Awal

Ketika suatu pipa yang akan diangkat dari permukaan laut, pipa tersebut sebenarnya dapat dimodelkan sebagai sebuah balok tanpa sudut awal dimana hanya terdapat defleksi dan gaya transversal pada ujung bebas dari pipa tersebut. Oleh karenanya untuk memodelkannya dapat digunakan metode elemen hingga dengan balok tanpa sudut.

Gambar 2. 2 Model balok tanpa sudut awal

Pada balok tanpa sudut awal terdapat gaya transversal, momen, rotasi, dan defleksi pada setiap titik-titik nodalnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, sekaligus dengan sketsa gaya-gaya dalamnya. Adapun konversi tanda yang digunakan pada setiap nodalnya adalah sebagai berikut :

• Momen (m) positif adalah berlawanan arah dengan jarum jam • Rotasi (ø) berharga positif jika berlawanan dengan arah jarum jam

• Gaya (f) yang ada juga berharga posritif jika searah dengan sumbu y-positif

(4)

Gambar 2. 3 Elemen balok dengan defleksi, momen, rotasi, dan gaya-gaya dalamnya pada tiap nodal

Persamaan dasar elemen hingga pada umumnya adalah penurunan dari rumus Hooke, dimana setiap gaya sebanding dengan kekauan benda tersebut dikali dengan jarak perpindahannya, seperti persamaan dibawah ini.

F = K x d (2.2.1)

Dimana :

F : Gaya transversal

K : Kekakuan daripada elemen yang dikenai gaya

d : Perpindahan atau defleksi yang terjadi akibat gaya yang dikenakan pada elemen Ketika sebuah permasalahan dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga maka langkah-langkah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tentukan jenis elemen tersebut (beam, spring, frame) 2. Tentukan fungsi daripada defleksinya

3. Tetukan hubungan antara regangan dengan defleksi dan tegangan dengan regangan 4. Tentukan persamaan matriks kekakuannya

Berikut ini akan dijelaskan mengenai penurunan matriks kekakuan untuk elemen balok (beam).

1. Menentukan persamaan defleksi dari struktur balok

Diasumsikan persamaan defleksi arah transversal adalah sebagai berikut:

(5)

Persamaan defleksi di atas dapat digunakan karena untuk balok terdapat 4 (empat) derajat kebebasan, yaitu defleksi di 2 (dua) nodal dan rotasi di 2 (dua) nodal. Setelah itu kita sederhanakan persamaan (2.2.2) di atas dengan menggunakan persamaan dan syarat-syarat batas yang ada, yaitu :

υ(0) = d1y = a4 (2.2.3)

(2.2.5)

υ(L) = d2y = a1L3 + a2L2 + a3L + a4 (2.2.5)

3 2 (2.2.6)

Kemudian akan didapat persamaan defleksi transversal yang baru, yaitu : 2

(2.2.7)

Persamaan (2.2.7) di atas diubah kedalam bentuk matriks dengan persamaan dasarnya adalah sebagai berikut :

(2.2.8)

Dimana dan (2.2.98)

Sehingga didapat : 2 3 ) 2 )

2 3 ) (2.2.10)

N1, N2, N3, dan N4 merupakan fungsi bentuk (shape function) dari elemen balok.

2. Menetapkan hubungan antara regangan dan defleksi serta antara tegangan dan regangan. Pada balok dapat diasumsikan bahwasannya hubungan antara regangan axial dapat ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut :

, (2.2.11)

Dimana u adalah fungsi daripada defleksi axial, sedangkan hubungan antara defleksi axial dengan defleksi axial adalah sebagai berikut :

(6)

(2.2.12)

Gambar 2. 4 Segmen elemen balok sebelum berdeformasi

Gambar 2. 5 Segmen elemen balok setelah berdeformasi

Dengan menggabungkan persamaan (2.2.11) dan (2.2.12) akan didapatkan peramaan regangan yang baru yang berbentuk sebagai berikut :

, (2.2.13)

Dari persamaan dasar balok dapat dituliskan hubungan antara momen dan tegangan geser dengan defleksi transversal. Hubungan ini nantinya akan digunakan untuk mendapatkan matriks kekakuan dari sebuah elemen balok. Hubungan momen dan tegangan geser dengan defleksi transversal tersebut adalah sebagai berikut :

(2.2.14)

3. Turunkan persamaan dan matriks kekakuan dari elemen balok.

Dengan menggunakan persamaan (2.2.7) dan (2.2.14) dan pendekatan kesetimbangan gaya antara gaya-gaya dalam (momen dan tegangan geser) dengan gaya-gaya pada tiap nodal maka akan didapatkan persamaan kesetimbangan gaya di tiap nodal seperti berikut :

(7)

0

6 4 6 2

12 6 12 6 (2.2.15)

6 2 6 4

Kemudian persamaan gaya dia atas diubah kedalam bentuk matriks, sehngga didapatkan :

12 6 12 6

6 4 6 2

12 6 12 6

6 2 6 4

(2.2.16)

Dengan persamaan matriks kekakuannya adalah :

12 6 12 6

6 4 6 2

12 6 12 6

6 2 6 4

(2.2.17)

Nantinya persamaan matriks inilah yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan davit lifting atau penaikan dan penurunan pipa tahap pertama. Persamaan matriks kekakuan di atas diterapkan pada saat pengangkatan awal pipa dari permukaan laut dan penurunan pertama pipa dari barge. Hal ini dilakukan karena pada pengangkatan dan penurunan tahap pertama, pipa hanya akan mendapatkan gaya transversal dan defleksi pada nodal di ujung pipa yang bebas.

2.2.2 Elemen Balok 2 (dua) dimensi

Ketika balok atau pipa yang diangkat sudah membentuk sudut dan defleksi maka pipa akan menjadi sebuah elemen yang selain memiliki gaya transversal (f1y dan f2y) pipa juga akan

mengalami gaya aksial dan perpindahan searah aksialnya juga. Untuk gaya aksial ini persamaan gaya, kekaukan serta efeknya akan dipelihatkan pada persamaan (2.2.18) berikut.

1 1

1 1 (2.2.18)

Untuk mempermudah perhitungan, perhitungan mengenai deformasi pipa hanya akan dilakukan pada koordinat lokal saja, sehingga gaya-gaya yang bekerja serta efeknya hanya akan diturunkan pada koordinat lokal pipa.

(8)

Gambar 2. 6 Model balok 2 (dua) dimensi

Kemudian persamaan (2.2.18) dikombinasikan dengan persamaan (2.2.17), dimana kombinasi ini dimaksudkan untuk memasukkan gaya dan efek aksial yang terjadi pada balok akibat sudut yang dibentuknya. Kombinasi kedua persamaan tersebut menjadi persamaan berikut. 0 0 0 0 0 12 6 0 12 6 0 6 4 0 6 2 0 0 0 0 0 12 6 0 12 6 0 6 2 0 6 4 (2.2.19) Dimana : dan (2.2.20)

Dengan persamaan matriks kekakuan lokalnya adalah sebagai berikut :

0 0 0 0 0 12 6 0 12 6 0 6 4 0 6 2 0 0 0 0 0 12 6 0 12 6 0 6 2 0 6 4 (2.2.21)

Nantinya dengan persamaan matriks kekakuan inilah deformasi, gaya tali, dan panjang pipa yang akan diangkat akan ditentukan. Selain itu juga proses transformasi untuk mengubah gaya dan efek lokal menjadi gaya dan efek pada koordinat global tidak perlu dilakukan, hal ini dikarenakan gaya dan efek pada koordinat lokal sudah dapat mewakili defleksi dan rotasi yang terjadi pada koordinat global.

(9)

2.2.3 Penerapan Gaya Ekuivalen

Pipa yang dapat dianggap sebagai balok yang memiliki beban merata dapat dihitung deformasi yang terjadi pada pipa dengan menggunakan metode elemen hingga. Untuk beban merata diperlukan sebuah perumusan gaya ekuivalen yang dapat mewakili beban merata tersebut pada setiap nodalnya.

Gaya ekuivalen sendiri adalah gaya pengganti pada tiap nodal sebagai akibat dari beban merata maupun pada gaya terpusat lainnya. Gaya ekuivalen ini nantinya hanya dikerjakan pada nodal-nodal daerah penampang yang ditinjau. Selain untuk penyederhanaan dengan hanya mengumpulkan gaya-gaya yang terjadi sepanjang bentang hanya pada nodal, penerapan gaya ekuivalen ini juga dilakukan karena beban merata yang ada pada pipa tidak dapat dijadikan beban terpusat kecuali dengan gaya ekuivalen ini. Untuk itu penurunan persamaan gaya ekuivalen untuk beban merata akan dijelaskan pada subbab ini.

Gambar 2. 7 Balok yang dikenakan beban merata dan gaya ekuivalen pada nodalnya

Berdasarkan gambar 2.6 diasumsikan :

Wdiskrit = Wmerata (2.2.22)

Wmerata = (2.2.23)

Wdiskrit = (2.2.24)

Untuk Wmerata dapat didefinisikan lebih lanjut menjadi :

(2.2.25)

Dan substitusikan harga dengan persamaan (2.2.7)

2

(2.2.26)

Sehingga akan didapatkan :

L

W

1

2

L

m

f d

m

f d

(10)

2

(2.2.27)

Pengkombinasian persamaan (2.2.25) dan persamaan (2.2.26) diamksudkan untuk mendapatkan persamaan gaya dan momen ekuivalen pada nodal-nodal. Sebelum itu harga defleksi dan momen diasumsikan terlebih dahulu sehingga mendapatkan momen dan gaya ekuivalen pada nodal. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Untuk mendapatkan momen ( diasumsikan : 1 , 0 , 0 , dan 0 • Untuk mendapatkan momen ( diasumsikan : 0 , 1 , 0 , dan 0 • Untuk mendapatkan momen ( diasumsikan : 0 , 0 , 1 , dan 0 • Untuk mendapatkan momen ( diasumsikan : 0 , 0 , 0 , dan 1 Dari asumsi yang telah digunakan untuk mendapatkan gaya dan momen pada nodal di atas, maka akan didapatkan persamaan gaya dan momen ekuivalen pada tiap nodal sebagai berikut :

• • • •

Tidak hanya beban merata saja, beban terpusat juga dapat disederhanakan menjadi beban ekuivalen pada nodal-nodal struktur. Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk penyederhanaan masalah untuk struktur yang memiliki beban terpusat cukup banyak.

Adapun untuk beban terpusat dengan model pembebanan seperti gambar 2.7 gaya dan momen ekuivalennya adalah sebagai berikut.

(11)

Gambar 2. 8 Pemodelan beban terpusat pada suatu bentang

• • • •

2.2.4 Perhitungan Gaya Dan Momen Asli

Setelah kita mendapatkan gaya dan momen ekuivalen kita juga harus mencari gaya dan momen asli dimana perumusannya adalah sebagai berikut :

F = kd – F0 (2.2.28)

Dimana :

F = gaya dan momen asli Kd= gaya dan momen efektif F0 = gaya dan momen ekuivalen

Penggunaan persamaan di atas juga dapat dilakukan pada koordinat lokal maupun pada koordinat global. Adapun gaya dan momen efektif dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut. 0 0 (2.2.29)

a

b

P

1

2

L

(12)

Untuk harga defleksi pada nodal 2 (d2y) dan rotasi pada nodal 2 (ø1) adalah besaran yang

didapat dari proses iterasi dengan menggunakan gaya dan momen ekuivalen. Proses iterasi tersebut dilakukan hingga mendapatkan defleksi pada nodal 2 seperti yang diharapkan.

Adapun pada laporan tugas akhir ini metode pengerjaan proses pengangkatan pipa dengan menggunakan metode elemen hingga adalah dengan terlebih dahulu mencari defleksi dan rotasi akibat gaya dan momen ekuivalen. Kemudian defleksi dan rotasi tersebut dikalikan dengan matriks kekakuan balok yang nantinya akan mendapatkan gaya dan momen efektif pada tiap nodal. Setelah itu gaya dan momen efektif tersebut dikurangkan dengan gaya dan momen ekuivalen hingga mendapatkan gaya dan momen asli.

Gambar 2. 9 Flowchart perhitungan gaya dan momen asli dengan gaya dan momen ekuivalen

2.3 METODE CASTIGLIANO

Apabila suatu gaya eksternal bekerja pada sebuah struktur, struktur tersebut akan mengalami deformasi dan titik dimana gaya luar tersebut bekerja akan berpindah dari posisi semula sebelum dikenakan gaya luar. Apabila gaya tersebut bekerja secara berangsur-angsur

(quasi-static), maka energi kinetik yang terjadi bisa diabaikan sehingga bila tidak ada energi yang

hilang dalam proses tersebut dan kerja yang dilakukan oleh gaya luar akan sama dengan perubahan internal energy.

U F d∆j atau U ∆j dFj (2.3.1)

Dimana :

U = energi deformasi atau strain energy U* = energi komplementer atau force energy Fj = gaya atau stress bekerja pada titik j

F

0

Defleksi

dan

Rotasi

Gaya dan Momen

Efektif

F

(e)

Gaya dan Momen

Asli

F = F

(e)

-

F

0

(13)

Δj = perpindahan atau deformasi pada titik j Untuk sistem atau struktur linier, maka U =U*

Gambar 2. 10 Sistem struktur linier dan non-linier

Turunan parsial dari U dan U* adalah sebagai berikut :

∆ (2.3.2)

∆ (2.3.3)

Ada beberapa teorema yang dikeluarkan oleh Castigliano untuk dapat menghasilkan penurunan rumus mengenai deformasi yang terjadi pada sebuah balok atau struktur yang dikenai gaya luar.

Teorema Castigliano 1 :

Apabila sekumpulan gaya bekerja pada struktur elastis linier dan strain energy U dapat dituliskan sebagai fungsi dari perpindahan titik-titik dimana gaya-gaya tersebut bekerja, maka turunan parsialdari U terhadap salah satu perpindahan titik Δj sama dengan gaya yang bekerja pada titik tersebut sebesar Fj.

(2.3.4)

(2.3.5)

Teorema Castigliano 2 :

Apabila sekumpulan gaya bekerja pada struktur dan Complementary Strain Energy U* dapat dituliskan sebagai fungsi dari kumpulan gaya tersebut, maka turunan parsial dari U* terhadap salah satu gaya Fj akan sama dengan perpindahan titik dimana gaya tersebut bekerja sebesar Δj dalam arah sesuai dengan gaya tersebut bekerja.

U

U

*

j d j Fj dFj

Nonlinier

(14)

∆ (2.3.6)

(2.3.7)

Untuk struktur linier akan diperoleh :

∆ (2.3.8)

(2.3.9)

2.3.1 Penurunan Teorema Castigliano

Untuk lebih memperjelas mengenai penurunan Teorema Castigliano tinjau gambar berikut.

Gambar 2. 11 Benda yang dikenakan sembarang gaya

Bila gaya-gaya tersebut bekerja secara perlahan-lahandan secara bersamaan, maka kerja yang dilakukan oleh gaya-gaya tersebut adalah :

∆ ∆ ∆ (2.3.10)

Usaha tersebut disimpan sevagai Internal Strain Energy. Apabila ditambah gaya sebesar dPn, maka Inetrnal Strain Energy akan bertambah sebesar :

U

dPn (2.3.11)

Sehingga Strain Energy totalnya akan menjadi :

U U dPn (2.3.12)

Apabila gaya dPn bekerja terlebih dahulu kemudian gaya-gaya P bekerja kemudian, perpindahan pada titik dimana dPn bekerja dan searah dengan dΔn akan bertambah sebesar Δn akibat bekerjanya gaya-gaya P, sehingga total Strain Energy menjadi :

∆ (2.3.13)

P

1

P

2

P

3

(15)

Untuk struktur elastis linier, Strain Energy total tidak bergantung pada urutan gaya yang bekerja, sehingga Strain Energy pada kasus pertama akan sam dengan Strain Energy pada kasus ke dua.

U U dPn ∆ (2.3.14)

∆n U Teorema Castigliano (2.3.15)

2.3.2 Strain Energy/Internal Energy

1. Apabila gaya tarik aksial P bekerja pada suatu balok elastis

Gambar 2. 12 Balok dengan beban aksial dan grafik deformasinya

Perpanjangan/perpindahan yang terjadi akibat gaya tarik P adalah

∆ (2.3.16)

Dimana :

L = Panjang Balok E = Modulus Elastisitas A = Luas Penampang Baloj

Maka, Internal Strain Energy adalah :

∆ (2.3.17)

Apabila gaya tarik P bekerja pada sepanjang balok, maka Strain Energy pada elemen balok sepanjang dx adalah :

(2.3.18)

P

A

B

0

L

P

P

(16)

Sehingga Strain Energy total sepanjang balok menjadi :

(2.3.19)

2. Apabila gaya momen puntir (torque) bekerja pada suatu balok elastis

Gambar 2. 13 Torsi pada balok

Perpindahan sudut (angle of twist) akibat momen puntir adalah :

(2.3.20)

Dimana :

L = Panjang Balok

G = Modulus Elastisitas Geser

J = Momen Inersia Polar Penampang Balok Maka, Internal Strain Energy adalah :

(2.3.21)

Strain Energy pada elemen balok sepanjang dx adalah :

(2.3.22)

Sehingga Strain Energy total sepanjang balok menjadi :

(2.3.23)

3. Apabila gaya momen lentur bekerja pada suatu balok elastis, maka rotasi yang terjadi akibat momen lentut tersebut adalah :

(2.3.24)

Internal Strain Energy menjadi :

T

(17)

(2.3.25) Sehingga Strain Energy total sepanjang balok menjadi :

(2.3.26)

2.4 MEKANIKA REKAYASA

Untuk dapat menganalisa proses pengangkatan pipa dengan menggunakan Metode Castigliano, pengetahuan dasar mengenai mekanika rekayasa menjadi hal yang wajib untuk dipahami. Mekanika rekayasa di sini hanya yang berkaitan dengan gaya-gaya dalam yang timbul pada suatu bentang struktur akibat dikenai gaya eksternal maupun gaya internal. Hal ini dikarenakan Metode Castigliano merupakan metode analisa deformasi yang didasarkan pada gaya-gaya dalam, seperi momen untuk menghitung defleksi.

Oleh karenanya menjadi sangat penting untuk dibahas dalam laporan ini mengenai dasar-dasar mekanika rekayasa yang nantinya sangat membantu dalam pengerjaan proses pengangkatan pipa dengan menggunakan Metode Castigliano.

2.4.1 Sistem Perletakan

Di dunia konstruksi ada beberapa jenis sistem perletakan yang dapat digunakan sebagai asumsi dalam pemodelan sebuah struktur. Sistem perletakan ini juga bisa digunakan sebagai sebuah syarat batas yang digunakan pada sebuah struktur. Efek dan keadaan yang dimiliki dan dihasilkan oleh sistem perletakan tertentu akan memiliki hasil yang berbeda untuk sebuah sistem perletakan yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu proses penganalisa mengenai sistem perletakan ini tidak boleh keliru karena dampaknya yang sangat besar terhadap kekokohan dan keberlangsungan sebuah struktur.

Adapun jenis-jenis sistem perletakan yang lazim digunakan adalah sebagai berikut : 1. Sendi (Pin)

Sistem perletakan sendi adalah sebuah sistem perletakan yang menahan gaya dan pergerakan arah horisontal dan vertikal. Akibatnya defleksi yang terjadi pada arah horisontal dan vertikal dari sistem perletakan tersebut adalah nol. Selain itu juga pada proses pengerjaan gaya-gaya dalamnya sudah dapat dipastikan bahwasannya momen pada perletakan yang berupa pin atau sendi akan sama dengan nol.

(18)

Gambar 2. 14 Simbolisasi sendi

Pada perletakan sendi juga bisa terjadi rotasi pada strukturnya, hal ini dimungkinkan karena momen pada bentang yang tepat di atas perletakan sama dengan nol. Pipa bawah laut yang sudah digelar di atas seabed juga diasumsikan sebagai sebuah sendi perletakan tiap nodalnya. Hal ini dimungkinkan karena tanah atau seabed hanya dapat menahan pergerakan pipa arah vertikal dan pergeseran pipa selama dalam batas ketahanan daripada seabed untuk menahan pipa tersebut.

2. Rol

Sistem perletakan rol adalah sebuah sistem perletakan yang menahan gaya dan pergerakan arah vertikal. Akibatnya defleksi yang terjadi pada arah vertikal dari sistem perletakan tersebut adalah nol. Selain itu juga pada proses pengerjaan gaya-gaya dalamnya, sudah dapat dipastikan bahwasannya gaya horisontal pada perletakan yang berupa rol akan sama dengan nol.

Gambar 2. 15 Simbolisasi rol

Pada sistem perletakan rol dimungkinkan untuk terjadinya defleksi pada arah horisontal perletakan dan rotasi pada perletakannya. Sama halnya seperti rol, sistem perletakan ini akan mengalami pergeseran atau bergerak searah horisontalnya jika diberi gaya horisontal. Oleh karena itu pemodelan pada struktur dengan menggunakan sistem perletakan rol harus benar-benar dipastikan apakah struktur tersebut tidak mengalami gaya horisontal sama sekali yang memungkinkan terjadinya defleksi arah horisontal.

(19)

3. Jepit (Fixed)

Sistem perletakan jepit adalah sebuah sistem perletakan yang menahan gaya dan pergerakan arah vertikal serta menahan rotasi pada perletakan.. Akibatnya defleksi yang terjadi pada arah vertikal, horisontal dan rotasi dari sistem perletakan tersebut adalah nol. Selain itu juga pada proses pengerjaan gaya-gaya dalamnya momen, gaya horisontal, dan gaya vertikal pada perletakan yang berupa jepit adalah sebuah bilangan unknown.

Gambar 2. 16 Simbolisasi jepit

Pada sistem perletakan jepit ini defleksi dan rotasi tidak diizinkan untuk terjadi. Adapun contoh sistem perletakan jepit adalah seperti pada kolom atau pilar sebuah bangunan yang langsung menumpu dan menancap ke dalam tanah. Dalam hal ini tanah digunakan sebagai alat penjepit untuk menahan pergerakan dari kolom atau pilar tersebut, baik pergerakan pada arah horisontal maupun pergerakan pada arah horisontal dan rotasinya. Proses pengangkatan pipa adalah suatu proses dimana pada ujung terikatnya dapat diasumsikan sebagai jepit, hal ini dikarenakan diharapkan pada ujung yang terikat tersebut tidak terjadi rotasi dan defleksi, baik pada arah horisontal maupun pada arah vertikal. Pada proses ini yang berperan sebagai penjepit adalah berat dari pipa itu sendiri. 2.4.2 Penentuan Gaya-Gaya Dalam

Sebelum menentukan gaya-gaya dalam yang ada pada suatu bentang struktur, terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap sifat statis tertentu dan stabilitas suatu struktur yang akan ditinjau tersebut. Sifat statis tertentu tersebut ditentukan oleh ketentuan berikut.

3m r 3j n Struktur tidak stabil 3m r 3j n Struktur statis tertentu 3m r 3j n Struktur statis tak tentu Dimana :

(20)

ma = banyaknya batang

ra = banyaknya komponen reaksi

j = banyaknya titik

n = banyaknya persamaan kondisi

Setelah itu baru dapat ditentukan gaya-gaya dalamnya dengan persamaan keseimbangan sebagai berikut :

1. Tentukan reaksi perletakan.

2. Buat diagram benda bebas dengan memotong pada titik yang akan dicari gaya dalamnya. 3. Pada diagram benda bebas gambarkan beban yang bekerja, reaksi-reaksi perletakan dan

gaya-gaya dalam pada arah positifnya.

4. Hitung gaya dalam dengan persamaan statis. Hasil positif berarti arah asumsi awal sudah benar dan jika tanda negatif maka arah asumsi salah atau terbalik.

Ketika akan mencari gaya dalam dan reaksi perletakan dari suatu struktur atau bentang, maka diperlukan beberapa persamaan kesetimbangan gaya untuk struktur statis tertentu. Kesetimbangan gaya yang digunakan adalah sebagai berikut.

∑ 0 (2.3.27)

∑ 0 (2.3.28)

∑ 0 (2.3.29)

2.5 MEKANIKA BAHAN

Di dalam perhitungan dan analisis pada pipa banyak dijumpai proses-proses yang membutuhkan definisi dan formula yang jelas terhadap sifat-sifat bahan seperti ukuran dimensi, jenis bahan yang akan mempengaruhi nilai kekuatan bahan terhadap tarik atau tekan, dan nilai-nilai tegangan leleh dan tegangan runtuh spesifik bahan.

Adapun manfaat ilmu mekanika bahan ini adalah untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan material yang digunakan pada suatu bagian struktur agar dapat menahan beban-beban tersebut secara aman dan ekonomis. Selain itu juga semua struktur yang didesain menahan tegangan tertentu akibat dari beban yang ada. Adapun jenis-jenis tegangan yang seringkali dijumpai pada suatu struktur akan dijelaskan pada subbab berikut.

(21)

2.5.1 Tegangan Dan Regangan Pada Balok

Tegangan dan regangan merupakan suatu fenomena yang lazim terjadi pada setiap struktur, termasuk struktur pipa. Tegangan dan regangan yang terjadi pada pipa tersebut harus diamati dan dianalisa secara benar, karena pada dasarnya sebuah struktur memiliki keterbatasan dalam menerima tegangan dan regangan, baik akibat beban sendiri maupun beban dari luar. Oleh karenanya menurut kode dan peraturan yang berlaku secara internasional, diatur mengenai batasan-batasan tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu struktur.

Berikut ini akan disajikan mengenai teori dasar yang berkaitan dengan tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu struktur sederhana.Tinjau suatu benda uji tarik dari bahan berbentuk batang seperti pada gambar 2.12 yang memiliki luas penampang A, panjang batang L, dan diameter R

Gambar 2. 17 Benda uji tarik

Benda uji ini ditarik dengan gaya sebesar P yang bekerja pada titik berat penampang. Intensitas gaya per satuan luas penampang yang didefinisikan sebagai tegangan (stress) dihitung dengan menggunakan rumus :

A P = σ (2.5.1) Dengan : • σ adalah tegangan.

• P adalah tekanan (pressure) • A adalah luas penampang struktur

Akibat adanya tarikan, bagian panjang batang L akan mengalami perpanjangan sebesar ΔL. Perpanjangan relatif, yaitu pertambahan panjang per satuan panjang awal batang yang didefinisikan sebagai regangan (strain) diekspresikan sebagai berikut:

L L Δ = ε (2.5.2) Dengan :

(22)

• • • Untuk merepre Hukum ⋅ =ε σ Dimana sesaat E modulu Keadaa dinyata Hal in dipresen zy yx x τ τ σ τ τ σ Apabila represen Arah te memenu ε adalah re ΔL adalah p L adalah pa P sebagai esentasikan m Hooke ber E a E disebut E tergantun us elastisitas an tegangan kan oleh ti ni disebut ntasikan da z zy yz y z x xy σ τ τ σ τ τ a kita meng ntasi tegang egangan ges uhi kondisi egangan. perubahan p anjang (uku gaya tekan n hubungan rikut ini : t modulus e ng pada je s yang lazim yang beker iga kompon sebagai T lam kompo gambil sala gan dua dim

Gam

ser pada gam keseimban panjang (uk uran) struktu n, dapat jug n linier an elastisitas b enis bahan. m digunakan rja dalam ti nen teganga Tensor Teg nen matriks ah satu sisi mensi dengan mbar 2. 18 T mbar di atas ngan. kuran) yang ur awal. ga digamba ntara tegang bahan atu m Untuk pip n adalah seb iga dimensi an yang sal gangan (St s: i dari kubu n konfigura egangan dalam s adalah sali terjadi pad arkan hubun gan dan re modulus Yo pa yang ter besar 3 x 10 i dapat dilih ling tegak l tress Tenso us sebagai t asi seperti p m 2 (dua) dim ing mendek a struktur. ngan serup egangan, d ung. Nilai rbuat dari 07psi.

hat pada seb lurus pada

or). Tenso

tinjauan ma ada gambar

mensi

kati atau sali

pa. Formula dituangkan modulus el baja (steel) buah eleme seluruh sis or tegangan aka akan d r 2.17 beriku ing menjauh asi yang sebagai (2.5.3) lastisitas ), harga en kubus i kubus. n dapat (2.5.4) diperoleh ut ini : hi untuk

(23)

Sebuah pada ba balok a menimb masing-sebelum Pada pi mengal Tegang 1. Teg Teg oleh mom Mom balo gam balok yang alok untuk adalah gaya bulkan tega -masing ga mnya. ipa yang ju ami beber gan-tegangan gangan Norm gangan norm h beban ak men lentur y Ga men tekuk ok dapat m mbar 2.20. g dikenai g menjaga k a aksial, gay angan terse aya dalam. uga dapat di rapa tegan n yang terja mal mal dapat d ksial yang yang bekerj ambar 2. 19 B (lentur) se menimbulkan Gam (a) gaya luar ak keseimbanga ya geser da endiri pada Khusus ka iasumsikan ngan untuk adi tersebut dibagi menj bekerja pa ja pada struk Balok dengan ebagai kom n deformasi mbar 2. 20 De ) kan bereaks an gaya-gay an momen balok. Un asus tegang sebagai seb k menjaga adalah seba adi 2 (dua) ada struktur ktur. n tegangan aks mponen gaya i pada balo eformasi pada (b) si menghasi ya. Gaya-ga lentur. Mas ntuk itu per

gan akibat buah balok kesetimba agai berikut ), yaitu tega r dan tegan

sial (a) dan teg a dalam ak ok itu sendi balok akibat l ilkan system aya dalam sing-masing rlu dianalis beban aksi , jika diken angan gay t : angan aksia ngan lentur gangan lentur kibat aktivit iri. Tinjau lentur m gaya-gay yang munc g gaya dala sis tegangan

ial telah dij

nai beban lu ya-gaya da al yang diak r yang diak (b) tas gaya lu sebuah bal ya dalam cul pada am akan n akibat jelaskan uar akan alamnya. kibatkan kibatkan uar pada ok pada

(24)

Momen lentur terhadap sumbu z batang (tegak lurus bidang gambar) akan menghasilkan deformasi balok yang ditandai dengan tertekannya serat atas dan tertariknya serat bawah balok. Bentuk deformasi balok ini dapat direpresentasikan sebagai bagian dari lingkaran dengan radius ρ sedangkan kurva kelengkungan dari deformasi ini dinyatakan sebagai κ. Dengan menggunakan hukum Hooke, persamaan (2.5.3) dapat diekspresikan kembali dalam bentuk hubungan tegangan regangan dalam arah longitudinal (sumbu x) sebagai berikut :

σx = Eεx = -Eκy (2.5.5)

Untuk kasus lentur murni pada balok, penjumlahan semua gaya dalam arah x (arah sumbu balok) harus nol.

= − = A A xdA EκydA 0 σ (2.5.6)

Dari definisi, integral di atas (pers 2.5.6)

A

ydA

Eκ = ydA dimana y adalah jarak dA terhadap titik berat A. karena hasil integral ini adalah nol sedangkan A bukanlah nol maka jarak y haruslah nol. Karena itu sumbu z (tegak lurus y) harus melalui titik berat penampang. Ini berarti bila sumbu z dipilih maka baik regangan normal εx maupun

tegangan normal σx adalah nol. Sumbu ini disebut juga sebagai sumbu netral.

Selanjutnya untuk persamaan keseimbangan momen diformulasikan sebagai berikut :

y E y dA M M A x z O = ⇒ − σ = σ =− κ ∑ 0

0dimana x (2.5.7) sehingga Mz = Eκy2dA (2.5.8) atau Mz = EκIz (2.5.9)

Dimana Iz adalah momen inersia penampang A. Dengan mencari formula κ melalui

persamaan (2.5.6) dan mensubstitusikannya pada persamaan (2.5.3) maka formula elastik untuk tegangan pada batang akibat momen lentur adalah :

y I M z z x = σ (2.5.10)

(25)

Dalam prakteknya, batang dapat dikenai momen lentur terhadap dua sumbu (misal y dan z) dan gaya aksial sekaligus yang masing-masing komponen dapat menimbulkan tegangan pada arah sumbu batang. Tegangan aksial akibat kombinasi komponen-komponen tersebut dapat diperoleh melalui superposisi masing-masing tegangan yang disormulasikan sebagai berikut :

y y z z x I Z M I y M A P ± ± = σ (2.5.11)

Sedangkan tanda ± digunakan untuk menyatakan keadaan tarik atau tekan akibat momen pada suatu serat batang yang ditinjau.

2. Tegangan Geser

Untuk bisa menurunkan persamaan tegangan geser pada struktur mari kita tinjau sebuah penampang berikut :

Gambar 2. 21 Balok dengan tegangan geser

Gambar 2. 22 Tegangan geser pada balok

Jika gaya geser timbul pada penampang batang maka momen lentur beraksi pada bagian A ketimbang pada bagian B. karena itu gaya tarik atau gaya dorong akan lebih bekerja pada salah satu bagian dari area fghj ketimbang bagian yang lain sebagai gaya reaksi

(26)

y A I dM ydA I dM dF fghj areafghj = = =

(2.5.20) Pada batang solid, gaya reaksi dF dapat timbul hanya pada bidang dari perpotongan longitudinal yang paralel terhadap sumbu batang. Oleh karena itu, dengan mengasumsikan bahwa tegangan geser τ terdistribusi seragam di sepanjang penampang yang lebarnya t maka tegangan geser pada bidang longitudinal dapat diperoleh dengan membagi dF dengan daerah t dx.

It y A dx dM dxt dF = fghj = τ (2.5.21) Perlu diingat di sini bahwa gaya lintang V, merupakan turunan pertama momen lentur terhadap jarak sehingga persamaan (2.3.21) dimodifikasi menjadi:

It y VAfghj = τ (2.5.22) 3. Tegangan Radial

Tegangan radial adalah tegangan pada silinder yang memiliki tekanan dari dalam. Hal ini hampir serupa dengan keadaan yang dialami oleh pipa yang dialiri oleh zat tertentu. Zat yang mengalir tersebut memiliki tekanan yang akan menimbulkan tegangan radial pada dinding pipa. Untuk lebih jelasnya, tegangan radial ini akan dibahas lebih lanjut pada subbab berikut.

2.5.2 Silinder Bertekanan

Analisis pipa bawah laut yang mendistribusikan fluida dapat dipandang sebagai tabung/silinder yang dikenai tekanan dari dalam (tekanan dari fluida) dan tekanan dari luar (tekanan air/hidrostatis). Pada silinder bertekanan memiliki beberapa jenis tegangan utama, yaitu :

1. Tegangan Sirkumfernsial (Tegangan Hoop) 2. Tegangan Lentur (Bending Stress)

3. Tegangan Thermal (Thermal Stress) 4. Tegangan Poisson (Poisson Stress)

(27)

6. Tegangan Ekuivalen (Equivalent Stress)

Tegangan-tegangan tersebut merupakan bagian daripada tegangan yang selalu terjadi pada silinder yang memiliki dinding tipis, ujung tertutup, dan memiliki tekanan baik dari dalam pipa itu sendiri maupun dari luar pipa. Tegangan hoop yang juga disebut tegangan tangensial pada dasarnya merupakan tegangan yang terjadi pada pipa akibat daripada kombinasi tekanan yang terjadi pada pipa, yaitu tekanan dari dalam pipa akibat fluida (cair atau gas) yang mengalir di dalamnya maupun tekanan dari luar pipa berupa tekanan hidrostatis akibat dari posisi pipa yang berada di dasar laut atau kedalaman laut tertentu.

Dalam analisis tegangan akibat tekanan tersebut ada dua kasus yang dapat ditinjau yaitu kasus silinder berdinding tipis dan kasus berdinding tebal. Kriteria tipis-tebalnya dinding silinder secara umum adalah bahwa tebal maksimum dinding untuk silinder berdinding tipis sebesar sepersepuluh radius dalam silinder (E.Popov, Mechanic of Solids,1999).

1. Tegangan Sirkumfernsial (Tegangan Hoop)

Persamaan untuk menghitung tegangan tangensial yang diakibatkan oleh tekanan internal dan eksternal pipa diperoleh dari analisis gaya pada silinder bebas. Perhatikan pipa dengan jari-jari pipa r dan ketebalan pipa t pada gambar 2.18. Pipa tersebut dikenai beban

tekanan sebesar P yang merupakan resultan dari tekanan luar (Po) yang diakbitkan oleh gaya hidrostatis dan tekanan dalam (Pi) yang diakibatkan oleh fluida yang mengalir dalam pipa. Ditetapkan P (tekanan total) pada pipa yang merupakan resultan antara tekanan internal pipa dan tekanan eksternal pipa.

(28)

Gambar 2. 23 Tekanan internal dan eksternal pada pipa

2 0 (2.5.24)

2 (2.5.25)

(2.5.26)

Tegangan dalam arah tangensial dan jari-jari pipa dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

(2.5.27) (2.5.28) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.5.26) ke persamaan (2.5.27), persamaan tegangan arah tangensial dapat dinyatakan sebagai berikut.

D

(2.5.28) Dimana :

σh = Tegangan arah tangensial atau hoop stress, psi

P = Tekanan internal pipa, psi D = Diameter luar pipa, inci t = Ketebalan pipa, inci

(29)

Dalam perhitungan tegangan arah tangensial ini, digunakan faktor desain sebesar 0.5 untuk riser dan pipeline yang berada di dalam radius 500 meter dari platform dan faktor

desain sebesar 0.72 untuk pipeline yang berada di luar radius 500 meter dari platform.

2. Tegangan Lentur (Bending Stress)

Tegangan tekuk (bending stress) terjadi akibat adanya momen tekuk pada pipa, sehingga perlu diketahui beban total penghasil gaya tekuk pada pipa. Beban ini merupakan kombinasi dari berat pipa dalam air dan gaya hidrodinamik horizontal dengan persamaan berikut;

(

)

2 2 max sub D I q= W + F +F (2.5.28) Maka, tegangan tekuk maksimum yang terjadi adalah;

. . 2. B B tcc B M y M D I I σ = = (2.5.29) Dimana : σB = Tegangan Lentur

MB = Momen Lentur Maksimum

Dtcc = Diameter terluar pipa

I = Momen Inersia

Untuk proses davit lifting ini, digunakan tegangan lentur yang berasal dari momen lentur akibat proses pengangkatan pipa. Momen lentur yang digunakan di sini adalah momen lentur maksimum pada setiap proses diskritisasi atau setiap step.

3. Tegangan Termal (Thermal Stress)

Thermal stress adalah tegangan yang terjadi akibat adanya ekspansi (pemuaian) yang

terjadi pada pipa. Persamaan tegangan pemuaian adalah sebagai berikut; . .

T E T T

σ = α Δ (2.5.30)

Dimana :

E = modulus elastisitas baja αT = koefisien ekspansi thermal

(30)

ΔT = perbedaan temperatur antara kondisi instalasi dan operasional 4. Tegangan Poisson (Poisson Effect Stress)

Poisson stress merupakan tegangan yang terjadi akibat adanya tegangan residual pada

saat fabrikasi pipa, sehingga pipa harus kembali ke keadaan semula. Maka, kembalinya pipa ke keadaan semula menyebabkan terjadinya gaya aksial, sehingga menyebabkan kontraksi pada dinding pipa.

p H σ =ν σ (2.5.31) Dimana : ν = Koefisien Poisson (0.3) σH = Tegangan Hoop

5. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress)

Longitudinal stress merupakan kombinasi dari bending stress, thermal stress, end cap effect,dan poisson effect. Longitudinal stress ini merupakan tegangan aksial yang bekerja

pada penampang pipa. Persamaan longitudinal stress adalah sebagai berikut;

L B ep T p

σ =σ +σ +σ +σ (2.5.32)

Dimana :

σL = Tegangan Longitudinal

σB = Tegangan Lentur

σe = Tegangan End Cap

σT = Tegangan Termal

σp = Tegangan Poisson

6. Tegangan Ekuivalent (Equivalent Stress)

Equivalent stress merupakan resultan seluruh komponen tegangan yang terjadi pada pipa.

Persamaan tegangan ekuivalen dirumuskan sebagai tegangan von mises berikut ini;

2 2 . 3. E H L H L x σ = σ +σ −σ σ + τ (2.5.33) Dimana : σE = Tegangan Ekuivalen

(31)

σH = Tegangan Hoop

σL = Tegangan Longitudinal

Besaran tegangan geser tangensial τx diabaikan dalam perhitungan tegangan ekuivalen ini karena besarnya tidak dominan dibanding komponen tegangan lainnya. Untuk perhitungan konservatif maka perkalian antar tegangan tangensial dan longitudinal diabaikan.

2.5.3 Karakteristik Penampang

Dari garis besar penjelasan mengenai perhitungan tegangan pada suatu penampang dapat dilihat bahwa akan dibutuhkan besaran-besaran mengenai karakteristik penampang. Besaran-besaran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Titik Berat Penampang

Titik berat permukaan dapat dipandang sebagai suatu titik yang merupakan pusat dari seluruh permukaan. Hal ini berarti titik berat permukaan akan memberikan momen statis yang sama terhadap sumbu X dan sumbu Y atau terhadap sumbu manapun juga. Koordinat titik berat penampang dihitung dengan rumus:

Tinjau penampang datar pada gambar di bawah ini (Gambar 2.20) :

Gambar 2. 24 Luas permukaan datar

Jika x, y koordinat titik berat penampang dan titik pusat sumbu koordinat berimpit dengan titik berat penampang, maka :

x 0 x dA 0 y 0 y dA 0

A

y y x x x y dA

(32)

= = A A y o dA xdA A S x (2.5.34)

= = A A x o dA ydA A S y (2.5.35) Selain itu juga jika penampang A dapat dibagi menjadi beberapa penampang Ai yang titik

beratnya sudah diketahui, persamaan (2.5.34) dan persamaan (2.5.35) dapat ditulis menjadi sebagai berikut :

x ∑ AA (2.5.36)

y ∑ AA (2.5.37)

2. Luas Penampang, A

Rumus umum untuk luas penampang diberikan sebagai berikut:

A A dA (2.5.38)

Dimana untuk koordinat sumbu kartesian digunakan bentuk diferensial luas dA = dx dy. 3. Statis Momen, S

Gambar 2. 25 Bidang datar dengan titik berat, luas pemukaan, dan statis momen

Selanjutnya untuk perhitungan momen statis pada gambar 2.25 di atas digunakan formula :

= A X ydA S (2.5.39)

(33)

= A

xdA

Sy (2.5.40)

Kedua persamaan di atas (pers (2.5.39) dan pers (2.5.40) menyatakan momen statis permukaan masing-masing terhadap koordinat sumbu X dan sumbu Y. titik O merupakan titik sembarang yang dipilih untuk digunakan sebagai titik referensi darimana sumbu X dan Y dinyatakan.

4. Momen Inersia, I

Momen inersia merupakan sebuah besaran yang menunjukkan kemampuan dari sebuah penampang yang memiliki luas tertentu untuk menahan lentur atau tekukan. Jika terdapat dua buah balok dengan material yang sama dan penampang yang berbeda, balok dengan penampang yang memiliki momen inersia yang lebih besar akan memiliki ketahanan yang lebih besar pula terhadap lentur. Selain itu juga, tidak semua balok yang memiliki momen inersia besar memiliki luas permukaan yang besar pula. Momen inersia pada dasarnya ditentukan oleh distribusi dari luasan relatif terhadap sumu referensi yang diambil.

Gambar 2. 26 Momen inersia penampang

Momen inersia penampang merupakan momen turunan kedua yang dinyatakan sebagai berikut :

• I momen inersia terhadap sumbu x y dA • I momen inersia terhadap sumbu y x dA

• I momen inersia terhadap koordinat 0,0 r dA x y dA I y

• I momen inersia silang xy dA

A

y

x

x y r

(34)

• I momen inersia pipa D ID

Dari bentuk-bentuk persamaan di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1) Momen inersia Ix,Iy selalu bernilai positif terhadap tata sumbu

2) Momen inersia silang (Ixy) bernilai riil (bisa positif, negatif, maupun nol) 2.5.4 Penampang Komposit

Pipa bawah laut pada dasarnya terdiri dari beberapa material, sebut saja baja yang menjadi material utama pipa dan lapisan pelindung pipa yang biasanya terbuat dari beton serta lapisan anti karat pipa. Oleh karenanya pipa bawah laut dapat disebut sebagai sebuah penampang komposit.

Masing-masing material tersebut memiliki kualitas dan kekakuannya masing-masing serta keelastisan dari material tersebut. Parameter keelastisan dari material tersebut adalah modulus elastisitas (Modulus Elasticity).

Untuk dapat mempermudah perhitungan material yang berbeda-beda tersebut dilakukan proses transformasi agar penampang tersebut dianggap atau diasumsikan sebagai sebuah satu penampang yang utuh. Proses transformasi tersebut dapat didefiniskan sebagi ekivalensi material yang dinyatakan dengan sebuah angka modulus.

Pada pipa bawah laut ini diasumsikan material dominan yang ada adalah beton dan baja. Lapisan anti korosi dianggap memiliki elastisitas yang sama dengan pipa dan juga ketebalannya dapat diabaikan. Oleh karenanya beton akan ditransformasikan menjadi baja dengan perhitungan sebagai berikut.

(2.5.41)

E2 = modulus elastisitas baja

E1 = modulus elastisitas beton

n = ekivalensi

Persamaan di atas digunakan untuk mentransformasikan material beton ke material baja. Nantinya beton tersebut akan ditransformasikan menjadi baja sehingga momen inersia dan modulus elastisitas yang digunakan adalah penampang komposit atau penampang hasil transformasi beton ke baja.

2.5.5 Properti Pipa Bawah Laut

Material utama pipa terdiri baja atau carbon steel atau logam lainnya. Di laut yang notabene

(35)

pipa tersebut rusak atau failure. Gaya-gaya dan fenomena yang mungkin terjadi di bawah laut

yang dapat mengancam keberadaan sebuah pipa di bawah laut diantaranya adalah gaya hidrostatis, gaya hidrodinamika, dan air laut yang sangat bersifat korosif.

Untuk itu pipa bawah laut agar dapat memenuhi masa layannya diberikan perlindungan yang mumpuni. Perlindungan tersebut dapat berupa memberikan lapisan pelindung pada pipa yang nantinya akan mengurangi dampak perilaku laut yang ganas tersebut atau hanya mengeliminirnya saja.

Perlindungan yang biasanya diberikan pada pipa bawah laut ada 2 (dua) jenis, yaitu lapisan anti korosi dan lapisan beton. Untuk lapisan anti korosi dapat diberikan High Density Polyethylene (HDPE), sedangkan untuk lapisan beton bisanya digunakan beton dengan mutu

tinggi. Lapisan beton ini juga dapat berfungsi sebagai pemberat agar pipa yang digelar di bawah laut dapat lebih stabil menahan gaya-gaya yang ada.

Potongan melintang sebuah pipa bawah laut ditunjukkan gambar 2.27 di bawah ini.

Gambar 2. 27 Potongan melintang pipa bawah laut

Berikut adalah keterangan mengenai properti pipa pada gambar 2.27. ID : Diameter dalam pipa baja

OD (Ds) : Diameter luar pipa baja = ID + 2.ts

(36)

tcorr : Ketebalan lapisan anti korosi (corrosion coating)

tcc : Ketebalan lapisan beton (concrete coating)

Wst : Berat pipa baja di udara

Wcorr : Berat lapisan anti korosi di udara

Wcc : Berat lapisan beton di udara

Wcont : Berat content (isi pipa) di udara

Wbuoy : Berat/gaya apung (buoyancy)

Wsub : Berat pipa di dalam air (terendam)

ρs : Massa jenis baja

ρcorr : Massa jenis lapisan anti korosi

ρcc : Massa jenis lapisan beton

ρsw : Massa jenis air laut

ρcont : Massa jenis content (isi pipa)

Dalam perhitungan tie in ini dilakukan perhitungan untuk mencari berat pipa dalam air. Adapun perhitungan tersebut dilakukan berdasarkan fase instalasi. Jadi di sini content daripada pipa tidak diperhitungkan.

Berikut adalah langkah perhitungan untuk mencari berat pipa di dalam air (Submerged Weight).

Berat baja di udara (Ws)

2 2 4

s s

W =π ρ ⎡ODID

(2.5.42) Berat lapisan anti korosi di udara (Wcorr)

2 2 ( 2. ) 4

corr corr s corr s

W =π ρ ⎡ D + tD

(2.5.43) Berat lapisan beton di udara (Wcc)

2 2 ( 2. 2. ) ( 2. ) 4 cc cc s corr cc s corr W =π ρ ⎡ D + t + tD + t (2.5.44) Berat content pipa di udara (Wcont)

(37)

2 . 4 cont cont W =π ρ ID (2.5.45) Berat/gaya apung pipa (Wbuoy)

[

]

2 . 2. 2. 4 buoy sw s corr cc W =π ρ D + t + t (2.5.46) Berat pipa di dalam air (Wsub)

sub s corr cc cont buoy

W =W +W +W +WW (2.5.47)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa lapisan beton berguna untuk menjaga stabilitas pipa di dasar laut. Selain itu, juga berguna sebagai pelindung pipa dari benturan, maupun aktivitas manusia lainnya yang bersifat merusak.

Sebagai pemberat, ketebalan lapisan beton juga harus diperhitungan secara detail dengan melihat kondisi seabed dan gaya lingkungannya dan juga kondisi instalasi. Lapisan beton yang terlalu tebal dapat menyebabkan pekerjaan instalasi menjadi terlalu berat, dan rawan terhadap buckling.

2.6 DATA SEKUNDER

Segala sesuatu yang dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya berkaitan dengan mekanika rekayasa. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai teori dasar yang digunakan dalam menganalisa dan menggunakan data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud dalam subbab ini adalah pasang surut arus. Selain itu juga efek dari besaran tersebut seperti gaya hidrodinamika yang terjadi pada pipa juga harus diperhatikan. Gaya tersebut berupa gaya drag dan gaya lift yang terjadi akibat adanya arus yang mengalir pada saat proses pengangkatan pipa berlangsung. Besaran-besaran tersebut akan dijelaskan pada subbab berikut ini.

2.6.1 Pasang Surut

Besaran pasang surut sangat penting dalam menentukan seberapa tinggi pipa akan diangkat. Untuk proyek SSWJ II ini pipa akan diangkat setinggai kedalaman periran dan muka air tertinggi, seperti formulasi yang ada pada persamaan di bawah ini.

(38)

Dimana :

MSL : muka air rata-rata HAT : muka air tertinggi

Besaran-besaran di atas dapat dicari dengan melakukan analisis terhadap pasang surut yang terjadi pada daerah tie in tersebut. Adapun data-data yang digunakan untuk analisa pasang

surut ini dapat berasal dari pengamatan langsung di lapangan atau dengan menggunakan program pasang surut yang sudah ada.

Pasang surut sendiri adalah peristiwa perubahan ketinggian (elevasi) muka air laut yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi benda-benda langit, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air di bumi. Peristiwa pasang surut bersifat periodik karena pergerakan bumi dan benda-benda langit tersebut juga bersifat periodik.

Tabel 2. 1 Sembilan Komponen Pasang Surut (Sumber : Coastal Processes 2002)

Oleh sebab itu, perubahan elevasi muka air laut di suatu lokasi dapat diramalkan dengan hasil yang baik. Untuk mengetahui pasang surut yang terjadi pada suatu lokasi, terlebih dahulu dilakukan pengukuran elevasi muka air laut di lapangan. Pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya selama 15 hari secara kontinu dengan interval pengukuran adalah 1 jam. Setelah didapatkan data hasil pengukuran pasang surut lapangan, data kemudian dianalisa untuk mendapatkan komponen-komponen pasang surut, sesudah itu baru dapat dilakukan peramalan pasang surut untuk jangka waktu yang diinginkan.

Komponen pasang surut merupakan penjabaran pengaruh benda-benda langit terhadap terjadinya pasang surut. Ada sembilan komponen pasang surut yang utama. Kesembilan komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(39)

2.6.1.1 Least Square Method (Metode Kuadrat Terkecil) 

Dalam mendapatkan nilai komponen pasang surut digunakan metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Metoda ini menggunakan prinsip bahwa kesalahan peramalan pasang surut harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan dengan data pengamatan harus minimum.

Gambar 2. 28 Grafik muka air

Dengan i ialah nomor pengamatan dan m adalah jumlah pengamatan, maka persamaan modelnya dapat ditulis, sebagai berikut :

)

cos(

)

(

1 i m i i i

t

A

So

t

z

=

+

Φ

=

ω

(2.6.1)

Dapat ditulis menjadi

=

+

+

=

m i i i i i

t

B

t

A

So

t

z

1

sin

cos

)

(

ω

ω

(2.6.2)

Misalkan data pengamatan kita ialah

z

^ (i), maka persamaan errornya akan menjadi :

t

B

t

A

So

i

z

i

z

i

z

J

t

ω

ω

ε

sin

cos

)

(

0

)

(

)

(

^ 2 ^ 2

+

+

=

=

=

=

(2.6.3)

(40)

{

}

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

J

1 2

)

(

sin

)

(

cos

)

(

ω

ω

(2.6.4)

Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan diatas diturunkan secara parsial untuk setiap variabel atau parameternya :

0

)

(

=

parameter

J

(2.6.5)

(

){

}

=

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

i

t

B

J

1

)

(

sin

)

(

cos

)

(

)

(

sin

2

0

ω

ω

ω

(2.6.6)

( ){

}

=

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

So

J

1

)

(

sin

)

(

cos

)

(

2

0

ω

ω

(2.6.7)

(

){

}

=

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

i

t

A

J

1

)

(

sin

)

(

cos

)

(

)

(

cos

2

0

ω

ω

ω

(2.6.8)

Ketiga persamaan diatas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan seperti dibawah ini :

⎪ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ = ⎪ ⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎩ ⎪ ⎨ ⎧

= = = = = = = = = = = m i t m i t m i t m i m i m i m i m i m i m i m i i t i z i t i z i z B A So i t i t i t i t i t i t i t i t i t i t m 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 ) ( sin ) ( ) ( cos ) ( ) ( ) ( sin ) ( sin ) ( cos ) ( sin ) ( cos ) ( sin ) ( cos ) ( cos ) ( sin ) ( cos

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

(2.6.9) Atau

[ ]

{ }

z

B

A

So

D

=

(2.6.10)

(41)

[ ]

D

{ }

z

B

A

So

1 −

=

(2.6.11)

Matriks di atas dapat diselesaikan dengan Eliminasi Gauss sehingga nilai S0, A, B dapat

diketahui. A dan B ialah komponen pasang surut.

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai amplitudo dan beda fasa dari kesembilan komponen pasut (m = 9) digunakan persamaan berikut :

Amplitudo : 2 2

B

A

C

=

+

(2.6.12) Fasa :

=

Φ

A

B

1

tan

(2.6.13)

2.6.1.2 Peramalan pasang surut 

Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, maka perubahan elevasi muka air akibat pasang surut dihitung untuk jangka waktu 18,6 tahun. Jangka waktu 18,6 tahun adalah periode ulang pasang surut.

Berdasarkan peramalan pasang surut, didapatkan data fluktuasi elevasi muka air laut selama 18,6 tahun. Untuk keperluan perencanaan, ditetapkan elevasi-elevasi yang digunakan sebagai elevasi acuan dengan cara menganalisa data ramalan pasang surut tersebut (lihat Tabel 2.2). Analisa dilakukan dengan metode statistika.

(42)

Tabel 2. 2 Elevasi Muka Air Rencana

Setelah mendapatkan elevasi-elevasi penting dari pasang surut daerah tersebut maka untuk proses Tie In ini elevasi muka air laut yang menjadi acuan adalah MSL (Mean Sea Level)

atau muka air rata-rata . Sedangkan harga HHWL dapat disamakan dengan harga HAT (Higeh Astronomical Tide).

2.6.2 Arus

Data arus dibutuhkan pada saat menggunakan program offpipe. Data arus pada offpipe akan

diolah menjadi gaya drag dan gaya lifting yang akan terjadi pada pipa akibat arus yang terjadi pada saat proses pengangkatan pipa. Untuk itu dirasa penting untuk sekedar memberikan sekilas mengenai teori dasar mengenai arus yang ada pada saat proses pengangkatan laut. Di Program Offpipe hanya parameter kecepatan arus pada tiap kedalaman yang dijadikan

input. Sedangkan parameter arus yang dimaksudkan di sini adalah kecepatan arus yang diakibatkan oleh pasang surut maupun fenomena penyebab timbulnya arus yang lain kecuali arus akibat gelombang di permukaan laut. Hal tersebut terjadi karena perairan di mana dilangsungkannya proses Tie In adalah perairan yang cukup tenang sehingga tidak terjadi

tinggi gelombang yang signifikan. Oleh karenanya arus yang diakibatkan oleh gelombang diabaikan pada proses pengangkatan pipa ini.

Arus yang dijadikan input ini adalah arus yang seragam pada setiap kedalamannya. Oleh karena itu nantinya gaya-gaya hidrodinamika yang muncul hanya gaya drag dan lifting. Gaya inersia tidak dimasukkan, karena pendefinisian dasar dari gaya inersia adalah gaya yang diakibatkan oleh adanya perubahan perpindahan massa air atau dengan kata lainnya terjadinya percepatan atau perlambatan pada arus yang mengalir, sedangkan dalam kasus ini arus diasumsikan seragam untuk setiap kedalamannya.

Analisis data arus diperoleh dari pengukuran arus di lokasi instalasi jaringan pipa, dimana data arus yang diperoleh sebaiknya diproses menjadi grafik data kecepatan dan arah arus tiap

(43)

jam yang kemudian ditransformasi menjadi data spektrum kecepatan arus. Selanjutnya dilakukan perhitungan kecepatan arus rata-rata pada kedalaman pipa menggunakan transformasi dari data arus pada kedalaman referensi (zr) yang telah diketahui, dengan

menggunakan asumsi bahwa kecepatan arus tetap (steady current) dan pengaruh efek lapisan

batas dikombinasikan dalam formulasi integrasi :

( )

zr dc D e e C U zdz U R U = +

= ⋅ (2.6.14) ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 1 ln ln 1 ln 1 o T o T T o r dc z e D e z D e D e z z R (2.6.15) Dimana :

- Uc = kecepatan arus rata-rata (m/detik)

- Uzr = kecepatan arus pada kedalaman referensi (m/detik)

- zr = kedalaman referensi (m)

- zo = parameter kekasaran seabed (tabel 2.3 di bawah ini)

- e = lebar gap antara pipa dan seabed (m)

- DT = diameter total pipa (termasuk seluruh lapisan) (m)

- Rdc = faktor reduksi arus 2.6.3 Gaya Hidrodinamika

Gaya-gaya hidrodinamika yang lazim terjadi pada pipa bawah laut adalah Gaya Drag, Gaya Lift, dan Gaya Inersia. Gaya-gaya tersebut lazim terjadi akibat adanya arus yang melalui pipa. Gaya-gaya tersebut muncul baik pada saat pipa sudah digelar dan berpengaruh sangat besar terhadap kestabilan pipa di dasar laut, maupun ketika instalasi seperti pada saat proses penggelaran pipa maupun pada saat proses pengangkatan pipa yang dibahas dalam laporan ini.

(44)

Tabel 2. 3 Parameter kekasaran seabed (zo)

Sumber : DNV Free Spanning Pipelines, 2002

Gaya hidrodinamik yang timbul oleh akibat adanya arus tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis gaya berdasarkan pada arah gayanya. Gaya-gaya tersebut adalah gaya horisontal dan gaya vertikal.

Gaya Horisontal sendiri adalah gaya yang bekerja searah horisontal. Atau searah dengan arah datangnya arus. Gaya-gaya yang termasuk dalam gaya horisontal pada gaya hidrodinamik adalah gaya inersia dan gaya drag. Kedua gaya ini sama berarah horisontal dan sama-sama diakibatkan oleh adanya arus yang terjadi di bawah permukaan laut. Khusus untuk gaya inersia, gaya ini akan diabaikan dalam laporan ini. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasannya gaya inersia pada dasarnya merupakan gaya yang terjadi akibat adanya perubahan perpindahan massa fluida dan dalam hal ini air laut. Gaya inersia ini juga sebanding dengan gaya inersia dari massa fluida yang dipindahkan oleh adanya struktur yang ada pada fluida tersebut dan dalam hal ini struktur tersebut adalah pipa bawah laut. Oleh karena tidak ada perubahan perpindahan massa air atau tidak adanya percepatan atau perlambatan perpindahan massa air maka gaya inersia dapat diabaikan atau akan sama dengan nol.

Sedangkan gaya vertikal adalah gaya yang memiliki arah vertikal atau tegaklurus dengan arah datangnya arus. Gaya hidrodinamik yang termasuk dalam gaya vertikal adalah gaya lift atau gaya angkat yang terjadi pada pipa. Gaya ini juga diakibatkan adanya arus yang mengalir dibawah permukaan laut.

1. Gaya Drag (Gaya Seret) dan Gaya Inersia

Dalam menganalisis gaya-gaya hidrodinamika yang terjadi dengan arah horizontal, seperti gaya drag ini dapat digunakan dua pendekatan, yaitu dengan menggunakan

(45)

persamaan Morrison dan Teori Difraksi. Persamaan Morrison digunakan apabila pipa yang dianalisis berukuran relatif kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang dengan ketentuan D/L ≤ 0.2 dimana D adalah diameter pipa dan L adalah panjang gelombang. Pada kondisi ini, gelombang yang terjadi tidak terganggu dengan adanya pipa tersebut serta pengaruh vorteks air (wake) cukup dominan dan dapat menimbulkan flow separation. Hal ini mengakibatkan munculnya dua jenis gaya yang bekerja pada pipa,

yaitu gaya seret dan gaya inersia.

Sedangkan teori difraksi digunakan apabila pipa yang dianalisis berukuran relatif besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang dengan ketentuan D/L > 0.2. Pada kondisi ini, pengaruh wake kecil sedangkan gaya inersia dominan dan efek difraksi harus

dipertimbangkan dalam perhitungan. a) Persamaan Morrison

Pada perhitungan gaya hidrodinamika dengan menggunakan persamaan morrison ini, gaya gelombang yang bekerja dinyatakan sebagai penjumlahan dari gaya seret dan gaya inersia. Gaya seret berhubungan dengan kecepatan air yang melewati benda sedangkan gaya inersia berhubungan dengan percepatan air.

Gaya seret terjadi karena adanya gesekan fluida dengan dinding pipa (skin friction)

dan vorteks yang terjadi di belakang struktur. Vorteks yang terjadi merupakan penyebab dominan dari gaya seret ini. Gambar 2.24 menunjukkan vorteks yang terjadi pada pipa.

Nilai gaya seret yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

. . . | |. (2.6.16)

Dimana :

dFD = Gaya seret per satuan panjang CD = Koefisien seret

D = Diameter pipa

ρ = Berat jenis fluida

(46)

Gambar 2. 29 Vorteks dan flow separation

Gaya inersia yang bekerja pada pipa adalah sama dengan gaya inersia dari massa fluida yang dipindahkan oleh pipa. Nilai gaya inersia yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

. . . . (2.6.17)

Dimana :

dFI = Gaya inersia per satuan panjang CM = Koefisien inersia

A = Luas penampang pipa

= Percepatan sesaat partikel fluida

Bentuk standar persamaan morrison menyatakan bahwa jumlah total gaya per satuan panjang (dz) dari sebuah struktur pipa adalah jumlah gaya seret dan gaya inersia seperti di bawah ini.

. . . | |. . . (2.6.18)

Berikut ini beberapa asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan persamaan morrison di atas :

• Kecepatan dan percepatan sesaat dari pertikel air harus didapat dari beberapa teori gelombang seperti teori gelombang linier, Stokes 5th order, solitary, dan sebagainya, dengan menganggap karakteristik gelombang tidak terpengaruh oleh keberadaan struktur pipa. Batasan ukuran struktur agar persamaan morrison dapat

(47)

diterapkan adalah D/L ≤ 0.2 dimana D adalah diameter pipa dan L adalah panjang gelombang.

• Bentuk standar dari persamaan morrison menganggap struktur yang dikenai gaya gelombang bersifat kaku (rigid/tidak bergetar). Bila struktur memiliki respon dinamik atau bergetar, maka struktur tersebut memiliki besaran kecepatan dan percepatan yang menyebabkan adanya pergerakan relatif partikel fluida terhadap struktur. Pada kondisi ini, persamaan morrison harus dimodifikasi dengan memasukkan besaran kecepatan relatif partikel fluida terhadap struktur tersebut. • Khusus kasus Tie In ini, besaran kecepatan arus yang ada pada gaya drag adalah

seramagm untuk tiap kedalaman. Selain itu juga kecepatan arus yang diperoleh di sini bukan berasal dari gelombang yang muncul, melainkan dari pasang surut dan penyebab arus lainnya.

• Oleh karena kecepatan arus yang seragam maka percepatan yang timbul akan sama dengan nol. Hal ini akan menyebabkan gaya inersia dapat diabaikan.

b) Teori Difraksi

Apabila gelombang melewati struktur yang berukuran relatif besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang tersebut, maka bentuk gelombang yang terjadi akan terpengaruh dan akan terjadi pemantulan gelombang oleh struktur. Pada kondisi ini, diperlukan formulasi potensial kecepatan baru yang dapat memenuhi semua kondisi batas. Dari potensial kecepatan tersebut dapat dihitung gaya gelombang yang bekerja pada struktur dengan menggunakan metode pressure area seperti di bawah ini.

. (2.6.19)

. (2.6.20)

Dimana :

P = Tekanan akibat gelombang A = Luas penampang struktur F = Gaya gelombang

= Potensial kecepatan aliran gelombang

Untuk teori difraksi ini pada dasarnya tidak digunakan pada analisis tie in laporan ini.

Gambar

Gambar 2. 1 Contoh elemen per (spring)
Gambar 2. 2 Model balok tanpa sudut awal
Gambar 2. 3 Elemen balok dengan defleksi, momen, rotasi, dan gaya-gaya dalamnya pada tiap nodal
Gambar 2. 5 Segmen elemen balok setelah berdeformasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi cairan pada periode latihan dan status hidrasi setelah latihan (p<0,05), tetapi tidak terdapat hubungan antara keringat

Pada aktivitas motion waste berupa mekanik kembali lagi ke lini produksi, solusi yang diberikan ialah dengan menempatkan toolbox di lini produksi diharapkan

Hasil estimasi model menunjukkan tanda koefisien variabel nilai tukar riil negara tujuan terhadap Dollar positif terhadap ekspor spare parts Indonesia ke sembilan

KETIGA : Menetapkan jadwal pelaksanaan pelayanan dan upaya kesehatan di lingkungan kerja Puskesmas II Denpasar Selatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II

Berdasarkan hasil pada Tabel 4, cluster 1 lebih mengindikasikan sebagai kelompok telur dengan kualitas baik, sedangkan cluster 2 lebih mengindikasikan pada

Memuat tentang semua sumber kepustakaan yang dipergunakan untuk keperluan penelitian. Pada halaman ini perlu dituliskan sumber tersebut dengan maksud aga para pembaca dapat

Karakteristik wanita usia subur yang terkait dengan PMS adalah faktor umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS adalah mereka yang

Berdasarkan penjelasan materi di atas dapat penulis simpulkan bahwa VGA merupakan komponen yang tugasnya menghasilkan visual dari komputer dan hardware yang