• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORITIK

D. Gaya Mengajar

Proses pengajaran dapat berjalan dengan efektif jika di dalam proses ini seorang anak didik menemukan figur yang dikaguminya atau seseorang yang menjadi panutan di dalam bertindak. Jika seorang instruktur mampu mengatur siswa maupun sarana pembelajaran dengan baik serta mampu mengendalikannya dalam suasana yang dapat mendukung situasi dan kondisi belajar yang baik maka diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien.

Mengajar adalah suatu upaya pendidikan dalam memberikan perangsang, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Gaya mengajar adalah sikap yang harus dilakukan untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung bagi proses belajar mengajar. Menurut Winkel (2004:229) gaya mengajar yaitu keseluruhan tingkah laku instruktur yang khas bagi dirinya dan agak bersifat menetap pada setiap kali mengajar/melatih. Di satu pihak, seorang instruktur dituntut agar bisa menyesuaikan corak mengajar/melatih dengan kebutuhan kelas. Akan tetapi, di pihak lain, seorang instruktur tersebut mempunyai ciri khas tersendiri dari gaya mengajar/melatihnya. Oleh karena itulah, dalam mengajar/melatih seorang instruktur tidak akan terlalu menyimpang dari gaya mengajar/melatih khas yang telah dikembangkannya sendiri.

Adapun aspek yang membentuk gaya mengajar (teaching style) adalah sebagai berikut.

1. Gaya memimpin kelas

Gaya memimpin kelas menunjuk pada cara instruktur memberikan pengarahan pada proses belajar mengajar. Menurut Kurt Lewin (Winkel, 2004:228) gaya memimpim kelas dibagi menjadi tiga.

a. Gaya otoriter

Dalam gaya otoriter, instruktur berlagak dominan. Instrukturlah yang mengatur segala-galanya dan tidak diberikan inisiatif kepada siswa.

b. Gaya laissez faire

Dalam gaya laissez faire, instruktur membiarkan siswa untuk belajar sendiri, menurut seleranya sendiri. Instruktur tidak akan memberikan pengarahan kecuali bila diminta.

c. Gaya demokratis

Dalam gaya demokratis, instruktur bertindak sebagai anggota kelompok kelas. Instruktur bersama siswa menentukan bagaimanakah sebaiknya proses belajar diatur.

2. Orientasi instruktur

Orientasi instruktur dapat lebih terarah pada materi pelajaran/praktek atau lebih pada siswa. Bila instruktur berorientasi pada materi pelajaran/praktek maka gaya mengajar instruktur tersebut akan membosankan. Hal ini dikarenakan instruktur menerapkan strategi mengajar yang monoton. Sebaliknya bila instruktur berorientasi pada siswa maka instruktur tersebut akan memperhatikan perkembangan belajar/keterampilan siswa sehingga nantinya siswa tersebut akan menjadi tenaga siap pakai yang handal.

3. Anggapan/pandangan pedagogis-didaktis

Pandangan pedagogis-didaktis dapat lebih bersifat konservatif atau lebih progresif. Instruktur yang berpandangan lebih progresif menekankan aktivitas belajar siswa sendiri, kerjasama antar siswa, ekspresi kreatif dan sumbangan pikiran siswa.

J. Roggema (Winkel, 2004:230) membedakan gaya mengajar menjadi dua.

1. Gaya mengajar formal

Gaya mengajar formal mempunyai ciri-ciri antara lain: guru sangat terikat dengan kurikulum pengajaran yang telah ditetapkan, menuntut banyak prestasi hapalan, berpegang pada buku pelajaran, bergaya memimpin lebih otoriter, kurang bersedia menerima sumbangan pikiran dari siswa dan menekankan perlunya siswa belajar untuk lulus ujian. 2. Gaya mengajar informal

Gaya mengajar informal mempunyai ciri-ciri antara lain: penentuan luas materi pelajaran tergantung dari kebutuhan siswa, mendorong siswa untuk berdiskusi mengenai materi pelajaran, memberikan pandangan sendiri terhadap pelajaran, bergaya memimpin lebih demokratis, menaggapi dengan baik pikiran kritis siswa dan menekankan agar siswa belajar demi perkembangan diri sendiri

Baik-tidaknya gaya mengajar, selalu dikaitkan dengan keseluruhan pengelolaan pendidikan di BLK tertentu, yang pada kenyataannya tidak serba ideal. Disamping itu juga tekanannya terletak pada pihak instruktur yang cenderung bergaya mengajar tertentu meskipun berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi siswa dalam kelas.

Instruktur adalah pemimpin dalam suatu kelas praktek. Menurut Syah (1995:254) ada tiga ragam gaya penampilan dan kepemimpinan instruktur dalam mengelola proses belajar mengajar yaitu: otoriter,

laissez-faire dan demokratis. Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Kepemimpinan otoriter adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama dengan segala kegiatan yang dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata. Adapun ciri-ciri gaya penampilan dan kepemimpinan instruktur secara otoriter antara lain sebagai berikut.

1. Wewenang mutlak pada instruktur 2. Keputusan selalu dibuat oleh instruktur

3. Komunikasi berlangsung satu arah dari instruktur kepada siswanya

4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para siswanya dilakukan secara ketat

5. Tugas-tugas bagi siswa diberikan secara instruktif 6. Lebih banyak kritik daripada pujian

7. Kasar dan kaku dalam bertindak

8. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman

9. Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat

10. Instruktur menuntut prestasi sempurna dari siswanya

Gaya kepemimpinan otoriter dapat menimbulkan kerugian yaitu suasana kelas menjadi tegang, kaku sehingga dapat menghambat kelancaran proses belajar mengajar. Akan tetapi, harus diakui banyak guru yang otoriter yang dapat menyelesaikan tugas keguruan secara baik, dalam artian sesuai rencana.

Kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan ditentukan bersama antara instruktur dan siswanya. Adapun ciri-ciri gaya penampilan dan kepemimpinan instruktur secara demokratis antara lain sebagai berikut.

1. Wewenang instruktur tidak mutlak

2. Keputusan dibuat bersama antara instruktur dan siswanya

3. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara instruktur kepada siswanya maupun antara sesama siswa

4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para siswanya dilakukan secara wajar

5. Tugas-tugas bagi siswa diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif

6. Pujian dan kritik seimbang

7. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak, terdapat suasana saling hormat-menghormati, saling percaya dan saling menghargai

8. Tidak ada paksaan, ancaman dan hukuman

9. Banyak kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat

10. Instruktur mendorong prestasi sempurna dari siswanya dalam batas kemampuan masing-masing

Adapun keuntungan dari penerapan gaya kepemimpinan yang demokratis berupa keputusan dan tindakan yang lebih objektif dan tumbuhnya rasa ikut memiliki. Kerugiannya, yaitu keputusan serta tindakan-tindakan kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang dan keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.

Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada gaya mengajar yang dikemukakan oleh Syah (1995:254). Hal ini dikarenakan penulis lebih mudah menjelaskan dan membuat indikator-indikator untuk kuesioner gaya mengajar.

Dokumen terkait