vii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA FASILITAS KERJA, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) DAN PENGALAMAN KERJA DENGAN GAYA
MENGAJAR INSTRUKTUR DI BALAI LATIHAN KERJA (BLK) Studi kasus pada Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Astrina Dewi Dwi Wulandari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan antara (1) fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), (2) pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), (3) pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK). Penelitian ini dilaksanakan di Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah para instruktur di BLK Jogyakarta yang berjumlah 52 orang instruktur.
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi
viii ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN WORK FACILITIES, TRAINING AND EDUCATION AND WORK EXPERIENCE WITH INSTRUCTOR’S
TEACHING STYLE AT BALAI LATIHAN KERJA (BLK) A case study at Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Astrina Dewi Dwi Wulandari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
The objective of this research is to know whether there are some correlations between (1) work facilities with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK), (2) training and education with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK), (3) work experience with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK). This research done at Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta. The populations of this research were 52 instructors of Balai Latihan Kerja Jogjakarta.
The data of this research analized with product moment correlation analysis technique with significant level α = 5%. The result of this research shows that: (1) there is correlation between work facilities and instructors teaching style (rcount = 0,312 > rtable = 0,294) (2) there is correlation between training and
i
HUBUNGAN ANTARA FASILITAS KERJA, PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN (DIKLAT) DAN PENGALAMAN
KERJA DENGAN GAYA MENGAJAR INSTRUKTUR DI
BALAI LATIHAN KERJA (BLK)
Studi Kasus Pada Balai Latihan Kerja (BLK) JogyakartaSKRIPSI
Disusun Oleh:
Astrina Dewi Dwi Wulandari
031334036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
:
Astrina Dewi Dwi Wulandari
Nomor Mahasiswa
:
031334036
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Antara Fasilitas Kerja, Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Dan
Pengalaman Kerja Dengan Gaya Mengajar Instruktur Di Balai Latihan Kerja
(BLK)
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me ngalihkan dalam
bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 31 Januari 2008
Yang menyatakan
vii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA FASILITAS KERJA, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) DAN PENGALAMAN KERJA DENGAN GAYA
MENGAJAR INSTRUKTUR DI BALAI LATIHAN KERJA (BLK) Studi kasus pada Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Astrina Dewi Dwi Wulandari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan antara (1) fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), (2) pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), (3) pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK). Penelitian ini dilaksanakan di Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah para instruktur di BLK Jogyakarta yang berjumlah 52 orang instruktur.
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi
viii ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN WORK FACILITIES, TRAINING AND EDUCATION AND WORK EXPERIENCE WITH INSTRUCTOR’S
TEACHING STYLE AT BALAI LATIHAN KERJA (BLK) A case study at Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Astrina Dewi Dwi Wulandari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
The objective of this research is to know whether there are some correlations between (1) work facilities with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK), (2) training and education with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK), (3) work experience with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK). This research done at Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta. The populations of this research were 52 instructors of Balai Latihan Kerja Jogjakarta.
ix
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah yang telah mengajar dengan perantara pena,
mengajar manusia tentang apa yang belum diketahuinya. Alhamdulilahi rahmani
rahim hanya saya haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayahnya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Hubungan antara Fasilitas Kerja, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dan Pengalaman Kerja Dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja” studi kasus pada Balai Latihan Kerja Jogjakarta ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW hingga
hari akhir nanti.
Penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak maka sudah sepantasnyalah penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim., M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku ketua Program Studi
Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku dosen penguji skripsi yang
telah mengevaluasi demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd. selaku dosen penguji skripsi
yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.
7. Bapak Drs. Haryoto selaku Kepala Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta
x
8. Bapak Djamil Ismail, ST dan Bapak Amirul Musthofa, SH terimakasih telah
membantu penulis dalam pengumpulan data. Bapak Ibu instruktur BLK
Jogjakarta yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner.
9. Bapak Ibu Instruktur BLK Sleman, terima kasih karena telah mengisi
kuesioner untuk uji validitas dan reliabilitas.
10. Kedua ortuku yang telah membesarkan, memberikan dukungan materi dan
moral, doa dan kasih sayang yang selalu tercurahkan untuk penulis.
11. Mba Yenni dan adik-adikku tersayang, Dek Titin dan Dek Bambang,
terimakasih atas bantuan dan doanya selama penyusunan skripsi ini.
12. Motorku, SUPRA X BN 7641 EA yang telah menjadi temanku dalam
perjalanan dan selalu menghiburku.
13. My Best Friend Now and Forever, Atik Maharani, trim’s ya dah mo susah
untuk aku. Dewi, Tiara, Anti, Aci makan-makan kelulusannya kapan???.
14. Emilia Wahyu Ratna Ningrum (cepetan nyusul ya). Mas Andi, Adel, Mas
Anto, Yiska, Mas Yuda, (jangan lupa undangan dan tiket nikahnya ya). Santy,
Wawan, Anes, Mety, Ari, Dwi, Siska, Septi dan teman-teman PAK B’03,
Don’t forget me pren!!!
15. Teman-teman KOPMA, Sasma, Evan, Ari, Mba indah, Sorong, Endah,
Katrin, Marsha, Lilis dan anggota lainnya, atas keceriaan yang menghibur.
16. Teman-temanku dan semua pihak yang telah mengisi hari-hariku yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, penulis mohon maaf untuk itu. Akhir kata penulis berharap semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Yogyakarta, 23 Januari 2008
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT
... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 7
C.
Tujuan Penelitan... 7
D.
Batasan Penelitian ... 8
E.
Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Buku Teks Sebagai Media Belajar Mengajar... 11
B. Peraturan Menteri Tentang Buku Teks Pelajaran... 13
C. Pengertian dan Arti Penting Buku Paket di Tingkat SMP... 15
D. Pengertian Akses Buku Paket... 19
E. Pengertian Pemanfaatan Buku Paket dalam Pembelajaran... 23
F.Kriteria Buku Paket... 26
BAB II.
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian... 27
B.
Lokasi Penelitian... 27
xii
D.
Populasi dan Sampel... 29
E.
Variabel dan Data Penelitian... 31
F.
Teknik Analisis Data... 34
BAB IV. GAMBARAN UMUM
A. Sejarah SMP Negeri 6 Pangkal pinang... 35
B. Daftar Guru... 36
C. Daftar Kepala Sekolah... 37
D. Buku Inventaris perpustakaan SMP Negeri 6... 37
E. Data Siswa... 39
F. Fasilitas... 39
BAB V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 41
A. Akses Buku Paket... 41
B. Pemanfaatan Buku Paket... 46
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan... 50
B. Saran... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Fasilitas Kerja ... 40
Tabel III.2 Kisi-kisi Kuesioner Fasilitas Kerja BLK Jogjakarta ... 41
Tabel III.3 Kisi-kisi Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur BLK Jogjakarta ... 42
Tabel III.4 Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur 43 Tabel III.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Fasilitas Kerja ... 45
Tabel III.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Gaya Mengajar ... 46
Tabel III.7 Indeks Korelasi dan Interprestasi Reliabilitas ... 47
Tabel III.8 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 48
Tabel IV.1 Data Normatif Pegawai Negeri Sipil BLK Jogjakarta ... 56
Tabel IV.2 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Otomotif BLK Jogjakarta ... 64
Tabel IV.3 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Teknologi Mekanik BLK Jogjakarta ... 66
Tabel IV.4 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Elektronika BLK Jogjakarta ... 67
Tabel IV.5 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Listrik BLK Jogjakarta ... 68
Tabel IV.6 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Bangunan BLK Jogjakarta ... 70
Tabel IV.7 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Bahasa Asing BLK Jogjakarta ... 71
Tabel IV.8 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Tata Niaga BLK Jogjakarta ... 71
Tabel IV.9 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Perhotelan BLK Jogjakarta ... 72
Tabel IV.10 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Aneka Kerajinan BLK Jogjakarta . 74 Tabel IV.11 Data Masa Kerja Instruktur BLK Jogjakarta ... 75
Tabel IV.12 Data Pendidikan Terakhir Instruktur BLK Jogjakarta ... 78
Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Fasilitas Kerja ... 85
Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) ... 86
Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Pengalaman Kerja ... 87
Tabel V.4 Distribusi Frekuensi Gaya Mengajar ... 88
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Teknik-teknik Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) ... 23
Gambar II.2 Langkah-langkah Evaluasi ... 25
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Kuesioner ... 109
Lampiran II. Validitas dan Reliabilitas ... 113
Lampiran III. Data Induk Penelitian ... 119
Lampiran IV. Daftar Distribusi Frekuensi ... 121
Lampiran V. Pengujian Normalitas ... 126
Lampiran VI. Perhitungan Korelasi ... 127
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan Bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, kenyataan yang
terjadi pada saat ini, pendidikan di Indonesia membutuhkan biaya yang cukup
mahal. Oleh karena itulah, pendidikan di Indonesia mempunyai suatu dilema
yaitu peningkatan mutu pendidikan dan biaya pendidikan yang mahal. Hal ini
terjadi karena pendidikan di Indonesia sudah dimasuki kepentingan bisnis
yang menekankan pada profit oriented. Menurut Ludin Lubis, Feli Kama dan
Salman Habeahan (2003:142) terjadinya praktek bisnis dalam dunia
pendidikan Indonesia disebabkan oleh kewajiban sekolah yang harus
membayar pajak, sama seperti perusahaan atau lembaga bisnis. Sekarang ini,
yayasan pendidikan sudah menjadi wajib pajak. Inilah juga yang merupakan
faktor yang turut mempersulit kelangsungan hidup lembaga-lembaga
pendidikan, sekolah-sekolah swasta untuk tetap mempertahankan idealisme
dan otonomi pendidikan. Selain itu, pihak sekolah juga mengharapkan
sumbangan yang besar-besar demi pengembangan fasilitas sekolah.
Akibatnya yang masuk sekolah bermutu itu didominasi oleh anak-anak dari
keluarga kaya atau kelas menengah. Anak-anak dari ekonomi lemah akan sulit
sekali masuk sekolah-sekolah bermutu.
Hal ini didukung oleh komenter Eddy Al tentang biaya pendidikan
yang ditulis di Bandung pada tanggal 24 Juli 2007, dalam website
PintuNet.com. Menurut Eddy, saat ini sekolah sudah menjadi kapitalisme
yang licik. Persoalan biaya sekolah yang semakin tinggi membuat harapannya
untuk dapat menyekolahkan anak setinggi mungkin semakin mengawang
tinggi. Untuk masuk sekolah, kerap si miskin berhadapan dengan birokrasi
yang dibuat untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar miskin, hanya
untuk mendapatkan dana BOS. Setelah diterima sebagai siswa pun, anak-anak
orang miskin tetap merasakan kuatnya cekikan lembaga sekolah. Contoh kecil
untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah murid harus mengerjakan di lembar
atau buku LKS yang harus dibeli pula. Ada pula sekolah yang kreatif mencari
pemasukan dengan kewajiban bagi muridnya membeli kertas ulangan atau
buku yang telah diformat dan diberi kop sekolah tersebut.
Inilah keanehan lembaga sekolah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar.
Sekolah dan lembaga bisnis tak ada bedanya. Tidak ada uang, rapor ditahan,
tak ada uang, ijazah macet, tanpa uang, jangan harap bisa pintar.
Hal senada juga dikemukakan oleh Ari S dalam website
PintuNet.com yang ditulis di Jogjakarta pada tanggal 16 Juli 2007. Menurut
Ari, Pendidikan yang harusnya menjadi hak setiap warga negara Indonesia
justru diganti menjadi hak bagi mereka yang berduit saja. Hal ini tentunya
akan berpengaruh terhadap kemajuan daripada pendidikan itu sendiri.
Mahalnya pendidikan di Indonesia sungguh sangat berpengaruh besar
pendidikan maka akan menimbulkan banyak anak didik putus sekolah. Akan
tetapi yang terjadi saat ini adalah setelah anak putus sekolah, kebanyakan
menjadi pengangguran. Hal ini juga dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan
dengan modal pendidikan yang rendah. Banyaknya pengangguran jelas sangat
berpengaruh terhadap perkembangan psikologis mereka, ketika menganggur
sedangkan kebutuhan sehari-hari harus terpenuhi, seperti makan, minum dan
biaya hidup yang lain yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya
banyak diantara mereka yang melakukan jalan pintas, seperti: mencuri,
merampok, mengemis, dan lain sebagainya. Selain itu, Sudah bukan rahasia
lagi bahwa saat ini banyak yang beranggapan bahwa kampus-kampus dan
universitas-universitas di Indonesia lebih banyak menciptakan calon-calon
pengangguran dibandingkan menciptakan pengusaha-pengusaha yang bisa
menciptakan lapangan pekerjaan. Dari puluhan ribu lulusan mahasiswa yang
di wisuda setiap tahunnya, tidak kurang dari 5% lulusan yang bisa
menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, lulusan yang bekerja menjadi
pegawai, karyawan, Guru atau yang lain jumlahnya pun sangat sedikit,
selebihnya menjadi pengangguran.
Oleh karena itulah, pemerintah perlu melakukan usaha-usaha untuk
meningkatkan kemampuan kerja pengangguran baik pengangguran yang
disebabkan oleh putus sekolah maupun pengangguran yang tidak mempunyai
keterampilan atau keahlian kerja. Salah satu usaha pemerintah dengan
mengadakan program latihan kerja di Balai Latihan Kerja (BLK).
lulusan SMU/SMK yang tidak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi, remaja-remaja yang tidak mempunyai keterampilan serta warga
masyarakat lain yang tertarik untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
selain dari bangku sekolah.
BLK merupakan Unit Pelaksana Teknis Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dibawah naungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada prinsipnya, BLK diharapkan mampu untuk mencetak lulusan yang siap
kerja dan benar-benar diminati pasar kerja. BLK juga berupaya memfasilitasi
masyarakat agar mampu mendayagunakan potensi yang dimiliki untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BLK selalu dituntut untuk
memberikan berbagai pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar kerja sehingga tujuan diselenggarakannya Latihan Kerja Institusional
tersebut adalah untuk membekali ketrampilan kepada peserta dalam berbagai
bidang kejuruan dengan kualifikasi tingkat dasar dan memberikan motivasi
untuk berusaha mandiri dengan sasaran agar terciptanya tenaga kerja yang
terampil, disiplin dan memiliki etos kerja produktif sehingga mampu mengisi
kesempatan kerja yang ada serta mampu menciptakan lapangan kerja melalui
usaha yang mandiri
Untuk itulah, BLK terus berupaya meningkatkan kualitas pelatihan
sehingga lulusannya juga memiliki kualitas yang memadai. Dalam
meningkatkan kualitas pelatihan, sangat erat kaitannya dengan kualitas
instruktur yang dimiliki oleh BLK tersebut. Oleh karena itulah, BLK
adalah orang yang bertugas mengajarkan sesuatu dan sekaligus memberikan
latihan dan bimbingan. Salah satu faktor yang bisa dilihat secara nyata dalam
menentukan kualitas instruktur adalah gaya mengajar instruktur tersebut.
Gaya mengajar instruktur adalah perilaku mengajar seorang instruktur dalam
kelas praktek pada setiap kali mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar di
BLK, instruktur bertindak sebagai pengajar dan pelatih. Instruktur dituntut
tidak hanya mampu menyampaikan materi secara lisan melainkan juga
mampu mengaplikasikan bahan ajarannya dalam bentuk praktek. Bagi BLK,
instruktur merupakan sumber daya yang sangat berharga yang dimiliki. Hal
ini dikarenakan instruktur merupakan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan untuk berpikir secara rasional dan menampakkan kemampuan
dirinya baik dalam bentuk positif maupun negatif. Oleh karena itulah,
instruktur ikut menentukan keberhasilan bagi setiap kegiatan di BLK. Dalam
proses belajar mengajar, gaya mengajar instruktur mempunyai peranan yang
sangat dominan dalam menciptakan antusias siswa untuk mengikuti setiap
kegiatan di BLK. Ada banyak faktor yang berhubungan dengan gaya
mengajar instruktur di BLK. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada 3
(tiga) faktor yaitu: fasilitas kerja yang disediakan BLK, pendidikan dan
pelatihan (diklat) instruktur di BLK dan pengalaman kerja instruktur di BLK.
Fasilitas kerja adalah segala hal yang dapat memudahkan perkara
(misalnya untuk kelancaran tugas, pemanfaatan waktu dan sebagainya).
Fasilitas kerja juga berguna untuk menunjang dan menggalakkan kegiatan
berupa sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran program yang telah
ditetapkan termasuk program-program latihan yang ditawarkan oleh BLK.
Sebagai tempat penelitian, program-program latihan yang ditawarkan oleh
(BLK) Jogyakarta meliputi sembilan kejuruan yaitu: (1). tata niaga. (2).
bahasa asing. (3). otomotif. (4). teknologi mekanik. (5). listrik. (6).
elektronika. (7). bangunan. (8). perhotelan. (9). aneka kerajinan. Kinerja
seorang instruktur termasuk gaya mengajar instruktur tersebut tidak terlepas
dari fasilitas kerja yang disediakan BLK. Untuk mengoptimalkan gaya
mengajar instruktur maka fasilitas kerja yang disediakan BLK harus
mendukung. Berdasarkan hasil penelitian dari Nakertrans dalam abstraknya
menyatakan bahwa kinerja BLK belum optimal. Belum optimalnya kinerja
tersebut terutama disebabkan oleh faktor peralatan yang dimilliki. Peralatan
yang dimiliki BLK banyak yang rusak selain sudah ketinggalan jaman (Out of
Date). Hal ini pun mengakibatkan kendornya semangat instruktur untuk
memvariasikan gaya mengajarnya. Namun, berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti kepada beberapa instruktur dari kejuruan yang
berbeda-beda menyatakan bahwa setiap instruktur tetap memfokuskan
pengajarannya dengan menggunakan fasilitas praktek yang ada walaupun para
instruktur tersebut mendapatkan fasilitas praktek yang berbeda-beda di setiap
kejuruan. BLK memang menyediakan fasilitas praktek yang berbeda-beda
untuk masing-masing kejuruan. Contohnya saja, fasilitas praktek untuk
kejuruan teknologi mekanik akan sangat berbeda dengan fasilitas praktek
misalnya mesin logam, mesin frais dan sebagainya. Sedangakan fasilitas
praktek kejuruan otomotif misalnya mesin sepeda motor, mobil, diesel dan
sebagainya. Dengan demikian fasilitas kerja yang diterima oleh instruktur
tidak mempengaruhi gaya mengajarnya dalam suatu kelas praktek.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses penyelenggaraan
belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan. Tujuan diklat
diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap agar
dapat melaksanakan tugas pekerjaan, baik yang bersifat umum pemerintahan
maupun pembangunan, yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan
pengembangan partisipasi masyarakat. Setiap BLK yang menginginkan agar
instruktur dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien maka tidak boleh
mengabaikan diklat bagi instrukturnya. Sebagai tempat penelitian, instruktur
di BLK Jogjakarta pun telah mengikuti berbagai macam diklat baik yang
diselenggarakan di dalam negeri maupun diklat di luar negeri contohnya di
Irlandia, Jepang, Australia dan sebagainya. Setiap instruktur yang telah
mengikuti diklat dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya
khususnya dalam mengkreasikan gaya mengajar instruktur tersebut. Dengan
pengalaman dan ilmu yang didapat setelah mengikuti diklat maka instruktur
menjadi percaya diri dalam mengajarkan bahan praktek kepada siswanya
sehingga instruktur tersebut mampu menghadapi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, instruktur akan
menciptakan iklim yang segar dan kondusif bagi siswanya agar siswa tersebut
gagasan, pemikiran, dan pendapat mengenai pemahaman suatu materi
pelajaran.
Pengalaman kerja merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
memberikan tanggung jawab atas pekerjaannya. Agar dapat meningkatkan
keterampilan dalam mengajar diperlukan juga pengalaman kerja instruktur.
Pengalaman kerja atau masa kerja instruktur biasanya mempengaruhi dalam
menyampaikan materi dan memberikan pelatihan kepada siswa-siswanya.
Dengan pengalaman kerja yang dimiliki, seseorang akan dapat bekerja dengan
lebih efisien. Menurut salah seorang instruktur BLK Yogyakarta, banyak
siswa yang berpraktek di BLK Yogyakarta lebih senang diajar oleh instruktur
yang senior. Hal ini dikarenakan instruktur senior dapat menciptakan suasana
belajar yang harmonis, tidak kaku atau tidak membosankan dalam
menyampaikan materi praktek. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengalaman kerja seorang instruktur dapat mempengaruhi gaya
mengajar instruktur tersebut dalam satu kelas praktek.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengadakan
penelitian dengan judul “Hubungan antara Fasilitas Kerja, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dan Pengalaman Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)”.
B. Batasan Masalah
Mengingat begitu banyak faktor yang berhubungan dengan gaya
terhadap penelitian. Peneliti memfokuskan penelitian pada hubungan antara
fasilitas kerja, pendidikan dan pelatihan (diklat) dan pengalaman kerja dengan
gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja.
C. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut.
1. Apakah ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar
instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)?
2. Apakah ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan
gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)?
3. Apakah ada hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar
instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Ada-tidaknya hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar
instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK);
2. Ada-tidaknya hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan
gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK);
3. Ada-tidaknya hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu memberikan
manfaat kepada semua pihak yang terkait. Pihak-pihak yang memperoleh
manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini memberikan tambahan referensi bahan bacaan
dan bahan acuan yang dapat digunakan oleh setiap mahasiswa yang
mengunjungi perpustakaan.
2. Bagi Balai Latihan Kerja
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dan
bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas gaya mengajar
instruktur agar kualitas pelatihan di BLK pun ikut meningkat.
3. Bagi penulis
Penulis memperoleh tambahan pengetahuan tentang pelatihan yang
diselenggarakan oleh BLK untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Fasilitas Kerja
Lingkungan kerja dalam arti fisik dapat berupa fasilitas kerja yang
disediakan dalam suatu Balai Latihan Kerja (BLK). Fasilitas dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan dan
melancarkan sesuatu usaha (Arikunto, 1990:81). Oleh karena itulah,
fasilitas yang disediakan oleh BLK merupakan faktor yang tidak kalah
penting dalam menarik dan mempertahankan instruktur di BLK tersebut.
Ahyari (1986:207) menyatakan bahwa jika lingkungan kerja yang baik
dalam suatu instansi dapat terealisasi maka akan menjadikan
produktivitas kerja karyawan instansi tersebut akan meningkat. Untuk
menyediakan fasilitas yang memadai bagi karyawannya, perusahaan perlu
mengadakan perencanaan fisik. Perencanaan fisik hendaknya
mempertimbangkan beberapa hal-hal (Mudhoffir, 1986:103-104) sebagai
berikut.
1. Ruang-ruang yang ada hendaknya disesuaikan dengan rancangan
pengembangan instruksional yang sangat efektif untuk belajar atau
mengajar.
2. Tersedia peralatan praktek yang cukup untuk instruktur yang akan
melakukan kegiatan latihan, workshop, demontrasi maupun rapat atau
diskusi.
3. Fasilitas yang ada dapat digunakan pada jam-jam di luar jam praktek.
4. Mebel/perabotan hendaknya fungsional dan menarik serta dilengkapi
dengan perlengkapan yang memadai.
5. Mudah mendapatkan aliran listrik pada tiap ruangan, lampu cukup terang,
disediakan telepon dan intercom serta air conditioning.
6. Kelembaban udara dijaga agar tidak mempercepat kerusakan peralatan.
7. Kebutuhan ruangan didasarkan atas kegiatan dan kecenderungan
perkembangan untuk masa yang akan datang dengan memperhitungkan
juga perabotan dan peralatan yang digunakan.
8. Kebutuhan perabotan (furniture) hendaknya didasarkan atas kegunaan,
keluwesan, kenyamanan dan aman.
Fasilitas kerja biasanya berhubungan langsung dengan pekerjaan
instruktur di BLK. Fasilitas kerja yang tersedia di tempat kerja juga harus
dirawat dengan baik. Bertens (2002:193) menyatakan bahwa tempat kerja bisa
dianggap sehat kalau bebas dari resiko terjadinya gangguan kesehatan atau
penyakit sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat kerja. Fasilitas yang
disediakan oleh suatu perusahaan (Ahyari, 1986:216) antara lain.
1. Suhu dan pertukaran udara
Suhu udara atau temperatur ruang kerja instruktur merupakan salah
udara yang terlalu panas akan menurunkan gairah kerja dari para
instruktur. Oleh karena itulah, ventilasi harus cukup lebar terutama pada
daerah-daerah yang panas sehingga menimbulkan pertukaran udara yang
baik yang dapat menyehatkan badan. Selain ventilasi, konstruksi gedung
dan luas ruangan dapat berpengaruh pula pada pertukaran udara.
Pertukaran udara yang baik akan menyehatkan badan dan menimbulkan
rasa kesegaran sehingga semangat dan gairah kerja dapat pula
ditingkatkan.
2. Penerangan
Penerangan sangat berkaitan dengan proses kegiatan belajar
mengajar. Penerangan yang baik adalah penerangan yang penyebarannya
merata di seluruh tempat kerja. Beberapa keuntungan dari adanya
penerangan yang baik adalah mempertinggi gairah kerja instruktur,
memperbaiki kualitas kerja instruktur, mengurangi tingkat kecelakaan
yang terjadi, memudahkan pengamatan dan pengawasan serta mengurangi
terjadinya kerusakan dari barang-barang yang dikerjakan.
3. Penggunaan warna
Pemilihan warna dalam ruang kerja BLK akan mempengaruhi
kondisi kerja para instruktur di BLK tersebut. Warna yang dipergunakan
dalam ruang kerja ini erat hubungannya dengan sistem penerangan dalam
ruang kerja BLK terutama untuk sistem penerangan yang menggunakan
akan sangat dipengaruhi oleh warna yang digunakan dalam ruang kerja
para instruktur tersebut.
4. Tata ruang gerak
Tata ruang gerak adalah pengorganisasian atas penataan ruang kerja
yang layak dan didukung dengan desain yang fungsional. Untuk dapat
bekerja dengan baik, ruang gerak instruktur sangat perlu diperhatikan.
Ruang gerak yang terlalu sempit bagi instruktur mengakibatkan instruktur
tidak dapat bekerja dengan baik. Akan tetapi, ruang gerak yang terlalu
besar akan mengakibatkan pemborosan bagi BLK.
5. Kebersihan
Kebersihan adalah tempat kerja yang bersih yang dapat
menimbulkan rasa senang sehingga bisa mempengaruhi semangat para
instruktur.
6. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana adalah alat-alat yang berada di tempat kerja
yang dapat digunakan untuk menambah kinerja yang optimal bagi
instruktur.
7. Keamanan kerja
Apabila BLK dapat memberikan jaminan terhadap keamanan maka
ketenangan dalam bekerja akan dapat ditimbulkan sehingga semangat dan
gairah kerja akan dapat ditingkatkan. BLK harus menyediakan alat
keselamatan kerja, melatih penggunanya serta mengharuskan bagi setiap
Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada perencanaan fisik yang
dikemukakan oleh Mudhoffir (1986:103-104). Hal ini dikarenakan
perencanaan fisik yang dikemukakan oleh Mudhoffir tersebut lebih menunjuk
pada fasilitas kerja yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini.
B. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaniahnya ke arah kedewasan (Purwanto,
1995:10). Menurut siagian (1988:179), pendidikan adalah keseluruhan
proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan
suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Pengertian
pendidikan di atas mengandung tiga hal pokok yaitu: (1). pendidikan
merupakan salah satu proses belajar mengajar dangan mempergunakan
teknik dan metode tertentu. (2). sebagai salah satu proses, pendidikan
merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung relatif lama dan
diselenggarakan dengan pendekatan formalitas dan struktural. Struktural
artinya pendidikan diselenggarakan oleh satuan kerja yang melembaga
dan kegiatannya diarahkan kepada seseorang atau kelompok orang yang
dipandang menguasai materi yang hendak dialihkan kepada orang lain
yang mengikuti program pendidikan yang bersangkutan. (3). melalui
kurikuler yang telah disusun dan dipersiapakan sebelumnya, standar
pengetahuan tertentu ingin dialihkan kepada yang diajar oleh yang
mengajar. Artinya sesuatu program pendidikan diarahkan kepada
pemenuhan standar pengetahuan dan akademik tertentu. Menurut
Heidjrachman (1984:77), pendidikan adalah suatu kegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya
peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap
persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Pelatihan secara sederhana dapat diartikan sebagai serangkaian
aktivitas yang diarncang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman dan perubahan sikap pada seorang individu.
Menurut Heidjrachman (1984:80), pelatihan adalah keinginan untuk
memperbaiki kerja seseorang dan memahami pengetahuan praktis guna
meningkatkan keterampilan, kecakapan, sikap yang diberikan oleh
organisasi dalam usaha mencapai tujuan. Menurut siagian (1988:180),
pelatihan adalah proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik
dan metoda tertentu yang dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan
dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang.
Dari pengertian pendidikan dan pelatihan diatas, maka dapat
disimpulkan pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses
penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan. Pendidikan dan pelatihan sesungguhnya tidak sama
pelatihan, kedua-duanya berhubungan dengan pemberian bantuan kepada
pegawai agar pegawai tersebut dapat berkembang ke tingkat kecerdasan,
pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pendidikan sifatnya lebih
teoritis (pengetahuan) sedangkan pelatihan lebih bersifat penerapan
segara (praktis). Dalam penelitian ini, pendidikan dan pelatihan akan
dipergunakan secara bergandengan karena yang ditonjolkan bukan
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara kedua istilah tersebut
melainkan pentingnya kedua jenis kegiatan itu sebagai perwujudan
kemauan pimpinan organisasi untuk melakukan investasi di bidang
sumber daya manusia.
2. Tujuan dan Sasaran Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Menurut PP nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan
PNS yang dikutip dalam website www.sdm.depkeu.go.id tujuan
pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk
dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi
kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan
perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Memantapkan sikap dan semangat pegabdian yang berorientasi pada
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam
melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi
terwujudnya pemerintahan yang baik.
Sedangkan sasaran diklat menurut PP nomor 101 tahun 2000 tentang
pendidikan dan pelatihan PNS yang dikutip dalam website
www.sdm.depkeu.go.id adalah untuk mewujudkan PNS yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.
3. Macam-macam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Menurut PP nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan
PNS yang dikutip dalam website www.sdm.depkeu.go.id macam-macam
pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sebagai berikut.
a. Diklat Prajabatan
Pelaksanaan Diklat Prajabatan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun
setelah pengangkatannya sebagai CPNS. Adapun tujuan dari diklat
prajabatan adalah untuk memberikan pengetahuan dalam rangka
pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS,
disamping pengetahuan negara, bidang tugas, dan budaya
organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai
pelayan masyarakat
b. Diklat Dalam Jabatan
Adapun tujuan dari diklat dalam jabatan adalah untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan
dengan sebaik-baiknya, terdiri dari:
1). Diklat Kepemimpinan
Adapun tujuan dari diklat kepemimpinan adalah untuk
mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur
pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat
kepemimpinan terdiri dari: diklatpim Tk. IV adalah diklatpim
untuk Jabatan Struktural Eselon IV; diklatpim Tk. III adalah
diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon III; diklatpim Tk. II
adalah diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon II; diklatpim
Tk. I adalah diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon I.
2). Diklat Fungsional
Adapun tujuan dari diklat fungsional adalah untuk mencapai
persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang
Jabatan Fungsional masing-masing.
3). Diklat Teknis
Adapun tujuan dari diklat teknis adalah untuk mencapai
persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk
pelaksanaan tugas PNS.
4. Prinsip-prinsip Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Dale Yoder (Manullang, 1981:86) mengemukankan sembilan
a. Individual differences
Dalam merencanakan dan melaksanakan suatu diklat harus tetap
diingat adanya pebedaan-perbedaan perseorangan baik dalam latar
belakang pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Oleh karena
itu, waktu, sifat dan cara diklat harus direncanakan dan dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga diklat tersebut memberikan hasil yang
memuaskan bagi peserta diklat.
b. Relation to job analysis
Bahan-bahan yang diajarkan dalam diklat harus berhubungan
erat dengan job specification jabatan para peserta diklat. Hal ini
dimaksudkan agar setelah diklat, para peserta diklat dapat
melaksanakan tugasnya dengan berhasil.
c. Motivation
Orang akan besungguh-sungguh dalam melaksanakan sesuatu
tugas tertentu bila ada daya perangsangnya (motivasi). Kenaikan
jabatan, upah ataupun mendapat promosi merupakan beberapa upaya
untuk memotivasi peserta diklat agar belajar dengan
sungguh-sungguh selama mengikuti diklat.
d. Active participation
Dalam mengikuti diklat, peserta diklat harus turut aktif
mengambil bagian dalam kegiatan diklat. Oleh karena itu, dalam
kegiatan diklat harus dapat memberikan kesempatan untuk bertukar
e. Selection of trainees
Diantara peserta diklat terdapat perbedaan baik dalam latar
belakang pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Untuk menjaga
agar perbedaan itu tidak terlalu besar maka calon pengikut latihan
harus diseleksi. Diklat sebaiknya diberikan kepada mereka yang
berminat dan berkemauan mengikuti diklat dengan berhasil.
f. Selection of trainer
Dalam diklat, tersedianya tenaga pelatih yang terdidik, berminat
dan mempunyai kesanggupan untuk mengajar merupakan hal yang
sangat penting. Oleh karena itulah, tenaga pengajar haruslah orang
yang diseleksi pula. Efektivitasnya suatu diklat tergantung pada
ada-tidaknya perhatian dan kesanggupan mengajar dari para pelatih.
Adapun kriteria seleksi tenaga pengajar yang sering digunakan
(Siagian, 1988:187) adalah sebagai berikut.
1) Pengetahuan yang memadai tentang organisasi dimana para
peserta diklat bekerja, terutama yang menyangkut filsafat
organisasi, tujuan, tugas pokok, fungsi, dan aktifitasnya
2) Mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
organisasi dalam usaha pencapaian tujuannya
3) Penguasaan materi yang menjadi tanggungjawabnya untuk
diajarkan
4) Menguasai teknik berkomunikasi secara efektif
6) Sedapat mungkin telah pernah mengikuti latihan bagi pengajar
(instructors training course)
g. Trainer training
Para pelatih dalam suatu diklat harus sudah mendapatkan
pendidikan khusus untuk menjadi tenaga pelatih. Hal ini dikarenakan
tidak setiap orang yang pandai dalam sesuatu bidang tertentu dapat
mengajarkan kepandaiannya kepada orang lain.
h. Training methods
Antusiasme peserta untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya, dedikasi para penyelenggara melaksanakan
tugasnya serta kebolehan para pengajar mengemban misinya masih
harus diimbangi oleh metode yang tepat. Ketepatan dari metode diklat
biasanya didiskusikan terlebih dahulu antara pimpinan organisasi,
penyelenggara dan para pengajar. Salah satu keuntungan utama dari
adanya diskusi tersebut adalah makin jelasnya tugas dan kewibawaan
para pengajar serta pengetahuan yang dini dari para penyelenggara
tentang implikasi-implikasi operasional dari metode yang disepakati
bersama.
i. Principles of learning
Pada umumnya orang lebih mudah menangkap pelajaran jika
pelajaran diberikan dari hal yang lebih mudah ke hal yang sulit. Tidak
tepat bila pelatih terus menyajikan pemecahan-pemecahan masalah
5. Teknik-teknik Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Teknik-teknik pendidikan dan pelatihan (diklat) akan diperlihatkan
dalam skema (Maryoto, 1987:61) sebagai berikut.
Gambar II.1
Teknik-teknik Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
On the job training Off the job training
Simulasi
Metode kuliah Metode
studi kasus
Role playing
Busi ness ganes
Presentasi informasi
Program
pengem-bangan eksekutif Latihan
labora-torium
Progra med instructi
on
Self study
Analisa transak-sional
Metode kompen sasi Persentasi
video
Rotasi Metode
kuliah
Sistem penilai-an
Penuga san sementa
ra Magang
Instruk-si pekerja
an
Vestibu le training
6. Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan
(diklat) sangat penting dilaksanakan. Hal ini dikarenakan evaluasi
(penilaian) adalah suatu cara untuk mengukur efisiensi dan efektifitas dari
diklat yang baru selesai diselenggarakan. Efisiensi diklat (Siagian,
1988:199) dapat terlihat dari, antara lain sebagai berikut: terlaksananya
seluruh program diklat sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan;
rapinya penyelenggaraan seluruh kegiatan diklat berkat disiplin kerja,
dedikasi dan kemapuan para penyelenggara; kehematan dalam
penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia; terdapatnya tertib
administrasi dalam seluruh proses penyelenggaraan kegiatan diklat dan
tercapainya sasaran yang telah ditetapkan bagi program diklat. Sedangkan
efektifitas diklat (Siagian, 1988:200) tercermin pada tercapainya sasaran,
yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta, perubahan
sikap, produktifitas yang meningkat, makin tingginya disiplin, semakin
mantapnya loyalitas dan hal-hal lain yang bersifat manifestasi dari
kepribadian organisasional yang mendukung tercapainya tujuan
organisasi. Adapun langkah-langkah evaluasi (Maryoto, 1987:62) dapat
Gambar II.2 Langkah-langkah evaluasi
C. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan lamanya waktu instruktur bekerja.
Pengalaman kerja instruktur harus diperhatikan oleh pihak BLK agar tujuan
pelatihan di BLK dapat tercapai. Pengalaman kerja banyak mempengaruhi
keahlian dan keterampilan kerja instruktur yang bersangkutan. Pengalaman
kerja yang banyak memberikan kecenderungan bahwa yang bersangkutan
memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang relatif tinggi. Sebaliknya
terbatasnya pengalaman kerja yang dimiliki maka semakin rendah tingkat
keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang bersangkutan. Oleh karena
itulah, suatu perusahaan akan cenderung memilih pelamar yang sudah
berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman karena mereka yang Kriteria evaluasi
Transfer atau promosi
Para karyawan dilatih atau dikembangkan Test pendahuluan
(pre test)
Test purna (post test)
berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang
nantinya akan dikerjakan (Maryoto, 1987:48).
Instruktur yang berpengalaman sering dianggap sebagai instruktur
senior. Senioritas berarti orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan
atau instansi (Bertens, 2000:212). Oleh karena itu, instruktur yang senior
memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak daripada instruktur yang baru
saja bekerja di BLK. Hal itu pun sering membuat instruktur tersebut menjadi
tenaga kerja yang lebih berharga.
Pepatah klasik mengatakan: “pengalaman adalah guru yang paling
berharga”. Pengalaman bekerja adalah modal untuk terjun dalam suatu bidang
pekerjaan. Dalam bekerja, instruktur akan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan pada bidang pekerjaannya. Oleh karena itulah, pengalaman kerja
akan membantu instruktur tersebut dalam mendapatkan tambahan
pengetahuan dan keterampilan pada bidang yang digelutinya. Dengan
pengalaman kerja yang dimiliki, seorang instruktur akan dapat bekerja lebih
efisien sehingga akan menguntungkan pihak BLK. Pengalaman kerja yang
dimiliki merupakan alat yang ampuh untuk melaksanakan tugas yang selalu
dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan yang terjadi. Seseorang yang
mempunyai pengalaman kerja membawa dampak berbagai hal, seperti: (1).
cakrawala pandangan makin luas yang memungkinkan sesorang untuk lebih
mampu memahami dan mengantisipasi perubahan yang terjadi; (2).
penghasilan seseorang sekaligus menambah kepuasan batin yang semakin
besar; (3). memungkinkan promosi yang besar.
Namun, tidak selalu instruktur yang mempunyai pengalaman kerja
yang lama (instruktur senior) kinerjanya akan lebih optimal daripada
instruktur yang mempunyai pengalaman kerja yang sedikit (instruktur junior).
Hal ini dikarenakan keterampilan dan pengetahuan yang didapat dari
pengalamannya sebagai instruktur senior sudah menjadi suatu rutinitas yang
dikerjakan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Keterampilan yang
dikerjakan berulang-ulang akan menjadi gerakan yang otomatis dan menjadi
suatu kebiasaan sehingga keterampilan yang dimiliki akan menurun sampai
tingkat yang paling minimal (Simanjuntak, 1985:34). Instruktur tersebut pun
akan mengalami kebosanan dan mencapai titik kejenuhan dalam mengajar
sehingga instruktur tersebut tidak bisa lagi kreatif dalam mengembangkan
gaya mengajarnya.
D. Gaya Mengajar
Proses pengajaran dapat berjalan dengan efektif jika di dalam proses
ini seorang anak didik menemukan figur yang dikaguminya atau seseorang
yang menjadi panutan di dalam bertindak. Jika seorang instruktur mampu
mengatur siswa maupun sarana pembelajaran dengan baik serta mampu
mengendalikannya dalam suasana yang dapat mendukung situasi dan kondisi
belajar yang baik maka diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
Mengajar adalah suatu upaya pendidikan dalam memberikan
perangsang, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi
proses belajar. Gaya mengajar adalah sikap yang harus dilakukan untuk
menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung bagi proses
belajar mengajar. Menurut Winkel (2004:229) gaya mengajar yaitu
keseluruhan tingkah laku instruktur yang khas bagi dirinya dan agak bersifat
menetap pada setiap kali mengajar/melatih. Di satu pihak, seorang instruktur
dituntut agar bisa menyesuaikan corak mengajar/melatih dengan kebutuhan
kelas. Akan tetapi, di pihak lain, seorang instruktur tersebut mempunyai ciri
khas tersendiri dari gaya mengajar/melatihnya. Oleh karena itulah, dalam
mengajar/melatih seorang instruktur tidak akan terlalu menyimpang dari gaya
mengajar/melatih khas yang telah dikembangkannya sendiri.
Adapun aspek yang membentuk gaya mengajar (teaching style)
adalah sebagai berikut.
1. Gaya memimpin kelas
Gaya memimpin kelas menunjuk pada cara instruktur memberikan
pengarahan pada proses belajar mengajar. Menurut Kurt Lewin (Winkel,
2004:228) gaya memimpim kelas dibagi menjadi tiga.
a. Gaya otoriter
Dalam gaya otoriter, instruktur berlagak dominan. Instrukturlah yang
b. Gaya laissez faire
Dalam gaya laissez faire, instruktur membiarkan siswa untuk belajar
sendiri, menurut seleranya sendiri. Instruktur tidak akan memberikan
pengarahan kecuali bila diminta.
c. Gaya demokratis
Dalam gaya demokratis, instruktur bertindak sebagai anggota
kelompok kelas. Instruktur bersama siswa menentukan bagaimanakah
sebaiknya proses belajar diatur.
2. Orientasi instruktur
Orientasi instruktur dapat lebih terarah pada materi pelajaran/praktek
atau lebih pada siswa. Bila instruktur berorientasi pada materi
pelajaran/praktek maka gaya mengajar instruktur tersebut akan
membosankan. Hal ini dikarenakan instruktur menerapkan strategi
mengajar yang monoton. Sebaliknya bila instruktur berorientasi pada
siswa maka instruktur tersebut akan memperhatikan perkembangan
belajar/keterampilan siswa sehingga nantinya siswa tersebut akan menjadi
tenaga siap pakai yang handal.
3. Anggapan/pandangan pedagogis-didaktis
Pandangan pedagogis-didaktis dapat lebih bersifat konservatif atau
lebih progresif. Instruktur yang berpandangan lebih progresif
menekankan aktivitas belajar siswa sendiri, kerjasama antar siswa,
J. Roggema (Winkel, 2004:230) membedakan gaya mengajar
menjadi dua.
1. Gaya mengajar formal
Gaya mengajar formal mempunyai ciri-ciri antara lain: guru sangat
terikat dengan kurikulum pengajaran yang telah ditetapkan, menuntut
banyak prestasi hapalan, berpegang pada buku pelajaran, bergaya
memimpin lebih otoriter, kurang bersedia menerima sumbangan pikiran
dari siswa dan menekankan perlunya siswa belajar untuk lulus ujian.
2. Gaya mengajar informal
Gaya mengajar informal mempunyai ciri-ciri antara lain: penentuan
luas materi pelajaran tergantung dari kebutuhan siswa, mendorong siswa
untuk berdiskusi mengenai materi pelajaran, memberikan pandangan
sendiri terhadap pelajaran, bergaya memimpin lebih demokratis,
menaggapi dengan baik pikiran kritis siswa dan menekankan agar siswa
belajar demi perkembangan diri sendiri
Baik-tidaknya gaya mengajar, selalu dikaitkan dengan keseluruhan
pengelolaan pendidikan di BLK tertentu, yang pada kenyataannya tidak serba
ideal. Disamping itu juga tekanannya terletak pada pihak instruktur yang
cenderung bergaya mengajar tertentu meskipun berusaha menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi siswa dalam kelas.
Instruktur adalah pemimpin dalam suatu kelas praktek. Menurut
Syah (1995:254) ada tiga ragam gaya penampilan dan kepemimpinan
laissez-faire dan demokratis. Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau
sewenang-wenang. Kepemimpinan otoriter adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama dengan segala kegiatan
yang dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata. Adapun ciri-ciri gaya
penampilan dan kepemimpinan instruktur secara otoriter antara lain sebagai
berikut.
1. Wewenang mutlak pada instruktur
2. Keputusan selalu dibuat oleh instruktur
3. Komunikasi berlangsung satu arah dari instruktur kepada siswanya
4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
siswanya dilakukan secara ketat
5. Tugas-tugas bagi siswa diberikan secara instruktif
6. Lebih banyak kritik daripada pujian
7. Kasar dan kaku dalam bertindak
8. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
9. Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memberikan saran, pertimbangan
atau pendapat
10. Instruktur menuntut prestasi sempurna dari siswanya
Gaya kepemimpinan otoriter dapat menimbulkan kerugian yaitu
suasana kelas menjadi tegang, kaku sehingga dapat menghambat kelancaran
proses belajar mengajar. Akan tetapi, harus diakui banyak guru yang otoriter
yang dapat menyelesaikan tugas keguruan secara baik, dalam artian sesuai
Kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan berbagai kegiatan yang dilakukan ditentukan bersama antara
instruktur dan siswanya. Adapun ciri-ciri gaya penampilan dan kepemimpinan
instruktur secara demokratis antara lain sebagai berikut.
1. Wewenang instruktur tidak mutlak
2. Keputusan dibuat bersama antara instruktur dan siswanya
3. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara instruktur
kepada siswanya maupun antara sesama siswa
4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
siswanya dilakukan secara wajar
5. Tugas-tugas bagi siswa diberikan dengan lebih bersifat permintaan
daripada instruktif
6. Pujian dan kritik seimbang
7. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak,
terdapat suasana saling hormat-menghormati, saling percaya dan saling
menghargai
8. Tidak ada paksaan, ancaman dan hukuman
9. Banyak kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan saran, pertimbangan
atau pendapat
10. Instruktur mendorong prestasi sempurna dari siswanya dalam batas
Adapun keuntungan dari penerapan gaya kepemimpinan yang
demokratis berupa keputusan dan tindakan yang lebih objektif dan tumbuhnya
rasa ikut memiliki. Kerugiannya, yaitu keputusan serta tindakan-tindakan
kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang dan keputusan yang
dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.
Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada gaya mengajar yang
dikemukakan oleh Syah (1995:254). Hal ini dikarenakan penulis lebih mudah
menjelaskan dan membuat indikator-indikator untuk kuesioner gaya
mengajar.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang masih satu tema dengan
penelitian ini, memperoleh hasil penelitian yang sama meskipun
masing-masing peneliti mengadakan penelitian pada studi kasus yang berbeda-beda.
Pada umumnya, penelitian yang menggunakan cara pemecahan masalah
(metodologi penelitian) yang sama akan menunjukkan hasil penelitian yang
sama pula.
Hasil penelitian dari Yuniarti dengan studi kasus SMA Bina Harapan
Sleman, Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengalaman
kerja seoarang guru dengan keterampilan mengajar guru tersebut. Kesimpulan
yang diperoleh dari Yuniarti juga didukung oleh Suswantiningsih dengan
Suswantiningsih menunjukkan ada hubungan antara pengalaman kerja guru
dengan sikap guru dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan di
atas, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel-variabel dalam
penelitian ini. Ada hubungan antara pengalaman kerja instruktur dengan gaya
mengajar instruktur tersebut. Adapun hal yang ingin ditekankan penulis, guru
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah instruktur. Selain itu, gaya
mengajar merupakan bagian dari keterampilan mengajar dan sikap guru dalam
proses belajar mengajar.
Selain itu, berdasarkan abstraksi studi optimalisasi kinerja Balai
Latihan Kerja dalm website www.nakertrans.go.id menyatakan bahwa kinerja
Balai Latihan Kerja belim optimal. Salah satu faktor penyebabnya adalah
faktor peralatan yang dimiliki. Peralatan yang dimiliki BLK banyak yang
rusak selain sudah ketinggalan jaman (out of date). Gaya mengajar instruktur
merupakan bagian dari kinerja BLK.
F. Kerangka Berfikir
1. Hubungan antara Fasilitas Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja
Fasilitas kerja didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
memudahkan dan melancarkan suatu pekerjaan. Gaya mengajar yaitu
keseluruhan tingkah laku instruktur dalam mengajar/melatih. Seorang
oleh fasilitas kerja yang dibutuhkannya. Hal ini diduga ada hubungan
antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur.
2. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja
Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses penyelenggaraan
belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan. Gaya
mengajar yaitu keseluruhan tingkah laku instruktur dalam
mengajar/melatih. Dengan lamanya diklat yang diikuti instruktur maka
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat
melaksanakan tugas jabatan secara profesional dapat ditingkatkan yang
nantinya akan membawa instruktur tersebut pada gaya mengajar yang
lebih baik. Hal ini diduga ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan
(diklat) dengan gaya mengajar instruktur.
3. Hubungan antara Pengalaman kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja
Pengalaman kerja merupakan lamanya waktu instruktur bekerja.
Gaya mengajar yaitu keseluruhan tingkah laku instruktur dalam
mengajar/melatih. Dengan lamanya bekerja, instruktur akan lebih mudah
dalam mengambil sikap pada saat atau situasi tertentu ketika proses
belajar mengajar sehingga instruktur tersebut dapat mengembangkan gaya
mengajarnya sesuai dengan kondisi kelas prakteknya. Hal ini diduga ada
G. Hipotesis
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekannya (Sudjana, 2002:219). Dalam penelitian ini hipotesis
dirumuskan sebagai berikut.
1. Ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di
Balai Latihan Kerja
2. Ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya
mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
3. Ada hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian studi kasus
(case study). Penelitian studi kasus yaitu penelitian yang terinci tentang
seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu (Sevilla, 1993:73).
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Balai Latihan
Kerja (BLK) Jogyakarta di Jln. Kyai Mojo no. 5 Jogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan
Agustus 2007.
C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang terlibat dalam penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah para
instruktur di BLK Jogyakarta.
2. Obyek Penelitian
Objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan
dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian
adalah fasilitas kerja instruktur, tingkat pendidikan instruktur,
pengalaman kerja instruktur dan gaya mengajar instruktur.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan
obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 1999:72). Sesuai dengan masalah yang akan
diteliti yaitu hubungan antara fasilitas kerja, pendidikan dan pelatihan
(diklat) dan pengalaman kerja instruktur dengan gaya mengajar instruktur
maka populasinya adalah para instruktur di BLK Jogyakarta yang
berjumlah 52 orang instruktur.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan
menggunakan cara-cara tertentu (Sudjana, 2002:161). Apabila subyek
kurang dari 100, lebih baik diambil keseluruhan tetapi apabila subyek
lebih besar dari 100 maka dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% -
25% atau lebih dari subyek tersebut (Arikunto, 2002: 125). Penelitian ini
Oleh karena itulah, sampel dari penelitian ini adalah semua anggota
populasi yaitu para instruktur BLK yang berjumlah 52 orang instruktur.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian populasi maka
teknik pengambilan sampelnya yaitu sampling jenuh atau dengan istilah
lain adalah sampel sensus. Sampling jenuh/sampel sensus merupakan
teknik pengambilan sampel dimana semua anggota populasi dijadikan
sampel (Sugiyono, 1999:78).
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Penelititan
Variabel penelitian adalah obyek penelitian yang bervariasi atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:96). Dalam
penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
a. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Variabel bebas adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki
berbagai aspek atau unsur yang berfungsi mempengaruhi atau
menentukan munculnya variabel lain. Variabel Independent dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: fasilitas kerja, pendidikan dan
pelatihan (diklat) dan pengalaman kerja.
b. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Variabel terikat adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki
menyesuaikan diri dengan kondisi lain. Variabel dependent dalam
penelitian ini adalah gaya mengajar instruktur.
2. Pengukuran Variabel Penelitian
a. Variabel Independent (Variabel Bebas)
1). Variabel Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
dapat memudahkan dan melancarkan suatu pekerjaan. Untuk data
mengenai fasilitas kerja diperoleh melalui jawaban dari kuesioner
yang berupa daftar pernyataan. Jawaban yang diperoleh dari
kuesioner tersebut diberi skor dengan menggunakan skala likert
dimana terdapat pernyataan positif (mendukung) dan pernyataan
negatif (tidak mendukung). Alternatif jawaban dari variabel
fasilitas kerja memiliki skor dengan kategori:
Tabel III.1
Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Fasilitas Kerja
Skor Nilai Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
4
3
2
1
1
2
3
4
Kuesioner disusun berdasarkan landasan teoritik yang telah
diuraikan dalam BAB II, seperti yang dikemukakan oleh
Mudhoffir (1986:103-104). Variabel ini memiliki indikator antara
lain: tata ruang gerak, tersedianya peralatan praktek, fasilitas di
mendapatkan aliran listrik dan kelembaban udara. Berikut ini
disajikan operasionalisasi variabel fasilitas kerja.
Tabel III.2
Kisi-kisi Kuesioner Fasilitas Kerja BLK Jogjakarta
No Indikator Pernyataan
Positif No.
Pernyataan Negatif No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tata ruang gerak
Tersedianya peralatan praktek
Fasilitas di luar jam praktek
Perabotan/perlengkapan penunjang
Kemudahan mendapatkan aliran listrik
Kelembaban udara
1
5
6
8
11
12
2,3
4
7
9
10
13
2). Variabel Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses
penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan. Pengukuran variabel pendidikan dan pelatihan
(diklat) adalah lamanya instruktur tersebut mengikuti diklat
dalam satuan bulanan.
3). Variabel Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah suatu kecenderungan bahwa
seorang instruktur memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang
relatif tinggi berdasarkan tahun tertentu yang dapat dilihat dari
berapa lama pengalaman kerja itu ditekuni. Pengukuran variabel
pengalaman kerja adalah lamanya bekerja dalam satuan tahunan.
b. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Untuk mengukur gaya mengajar, cara yang digunakan adalah
dengan mengukur hasil isian kuesioner yang telah diisi oleh
instruktur. Kuesioner disusun berdasarkan landasan teoritik yang
telah diuraikan pada BAB II, seperti yang dikemukakan oleh Syah
(1995:254). Variabel gaya mengajar dikembangkan menjadi
instrumen penelitian meliputi:
Tabel III.3
Kisi-kisi Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur BLK Jogjakarta
No Indikator Pernyataan
Positif No.
Pernyataan Negatif No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Wewenang instruktur dalam kelas
Pengambilan keputusan di kelas
Komunikasi antara instruktur dan siswa
Pengawasan oleh instruktur
Pemberian tugas
Kesempatan siswa untuk berpendapat
Penciptaan suasana dalam kelas
Motivasi
Penghargaan
─ ─ 16
─ ─ 20
21
22
23
14
15
17
18,19 ─ ─ ─ ─ ─
Masing-masing pernyataan selanjutnya dinyatakan dalam 4
kategori pendapat. Kategori pendapat tersebut terbagi dalam 2 bagian
yaitu pernyataan positif (mendukung) dan pernyataan negatif (tidak
Tabel III.4
Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur
Skor Nilai Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
4
3
2
1
1
2
3
4
F. Data yang Dicari
1. Gambaran umum BLK
2. Sejarah BLK
3. Jumlah instruktur
4. Fasilitas kerja di BLK
5. Jangka waktu instruktur BLK mengikuti Pendidikan dan pelatihan
6. Pengalaman kerja instruktur di BLK
7. Gaya mengajar instruktur BLK
G. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner
Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan
sejumlah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisi
dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan responden yang sebenarnya.
Melalui cara yang dimaksudkan untuk memperoleh data primer yaitu
fasilitas kerja instruktur, pendidikan dan pelatihan