HUBUNGAN KEAKTIFAN MENGIKUTI PENGAJIAN DENGAN SIKAP SOSIAL PADA JAMA’AH MASJID AL-IHSAN SENGGOTAN,
TIRTONIRMOLO, KASIHAN, BANTUL
SKRIPSI
Oleh:
Farah Saufika Permana
NPM: 20130720104
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
HUBUNGAN KEAKTIFAN MENGIKUTI PENGAJIAN DENGAN SIKAP
SOSIAL PADA JAMA’AH MASJID AL-IHSAN SENGGOTAN,
TIRTONIRMOLO, KASIHAN, BANTUL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu
pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
Farah Saufika Permana
NPM: 20130720104
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
MOTTO
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat
kikir, dan Menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir[296] siksa yang
menghinakan.”
PERSEMBAHAN
Penuh dengan harapan dan do’a, Saya persembahkan skripsi ini untuk:
1. Abah dan Ibu tercinta (Bapak Muh. Farih Idjazi dan Ibu
Suzinah),terima kasih telah memberikan yang terbaik untuk putrimu dan
terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan sampai saat ini.
2. Adikku Icasia Kanaka dan semua keluarga besar,
terima kasih selalu menemaniku dan memberikan dukungan.
3. Suamiku Nur Kholis,
terima kasih atas keridhoanmu.
4. Teman-temanku dan semua pihak yang membantu
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN NOTA DINAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ... xii
ABSTRAK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan ... ... 8
D. Sistematika Pembahasan ... .... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 11
B. Kerangka Teori ... 14
1. Keaktifan Mengikuti Pengajian ... 14
2. Sikap Sosial Jama’ah ... 31
D. Hipotesis ... 48
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 49
B. Konsep dan Variabel Penelitian ... 49
C. Populasi, Sampel, dan Lokasi ... 53
D. Teknik Pengumpulan Data ... 55
E. Validitas dan Reliabilitas ... 58
F. Teknik Analisis Data ... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Analisis Item Soal ... 62
2. Hasil Analisis Keaktifan Jama’ah ... 70
3. Hasil Analisis Sikap Sosial ... 76
4. Hasil Analisis Hipotesis ... 84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 92
B. Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 94
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Angket Penelitian ... 96
Lampiran 2: Hasil Uji Item Soal Keaktifan ... 101
Lampiran 3: Uji Validitas Keaktifan ... 102
Lampiran 4: Uji Item Soal Sikap Sosial ... 104
Lampiran 5: Uji Validitas Sikap Sosial ... 105
Lampiran 6: Hasil Angkat Keaktifan ... 109
Lampiran 7: Hasil Angket Sikap Sosial ... 111
Lampiran 8: Foto Kegiatan Masjid Al-Ihsan ... 114
Lampiran 9: Profil Masjid Al-Ihsan ... 116
Lampiran 10: Rencana Program Pokok Masjid Al-Ihsan ... 117
Lampiran 11: Sususan Pengurus Masjid Al-Ihsan ... 118
Lampiran 12: Surat Izin Penelitian ... 119
Lampiran 13: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 120
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Kisi-kisi Angket ... 57
Tabel 2: Uji Kelayakan Item Soal Keaktifan ... 63
Tabel 3: Uji Reliabilitas Keaktifan ... 65
Tabel 4: Uji Kelayakan Item Soal Sikap Sosial ... 67
Tabel 5: Hasil Reliabilitas Sikap Sosial ... 69
Tabel 6: Rumus IF Variabel Keaktifan ... 71
Tabel 7: Frekuensi Tingkat Keaktifan ... 72
Tabel 8: Rumus IF Variabel Sikap Sosial ... 77
Tabel 9: Frekuensi Tingkat Sikap Sosial ... 78
Tabel 10: Normalitas Data Parametrik ... 84
Tabel 11: Transformasi LOG ... 85
Tabel 12: Transformasi LN ... 85
Tabel 13: Normalitas Data Non Parametrik ... 86
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
A. Daftar Grafik
Diagram 1: Prosentase Tingkat Keaktifan ... 73
Diagram 2: Prosentase Tingkat Sikap Sosial ... 79
B. Daftar gambar Gambar 1: Foto Pengajian Ahad Pahing Bersama ADiTV ... 114
Gambar 2: Suasana Sebelum Pengajian Dimulai ... 114
Gambar 3: Suasana Masjid Ketika Pengajian ... 115
Gambar 4: Suasana Gotong Royong Idul Qurban ... 115
Gambar 5: Masjid Al-Ihsan di On The Spot TRANS7 ... 115
Gambar 6: Profil Masjid Al-Ihsan ... 116
Gambar 7: Rencana Program Pokok Masjid Al-Ihsan ... 117
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui hubungan keaktifan
mengikuti pengajian dengan sikap sosial pada jama’ah masjid Al-Ihsan,
Senggotan, Tirtonirmolo, Kasihan Bantul. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) tingkat keaktifan jama’ah mengikuti kegiatan Pengajian di Masjid Al-Ihsan Senggotan, dan (2) Bagaimana sikap sosial jama’ah pengajian Masjid Al-Ihsan Senggotan, serta (3) Adakah hubungan keaktifan mengikuti
kegiatan pengajian dengan sikap sosial jama’ah Masjid Al-Ihsan Senggotan.
Penelitian ini menggunakan metode angket atau kuisioner sebagai instrument penelitian guna mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini juga menggunakan metode observasi dan metode dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan (1) tingkat keaktifan mengikuti
pengajian pada jama’ah masuk dalam kategori aktif karena berada pada interval
41-60, (2) sikap sosial pada jama’ah pengajian masjid Al-Ihsan dalam kategori
sangat tinggi karena berada pada interval 103-136, (3) ada hubungan antara keaktifan mengikuti pengajian dengan sikap sosial, hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa signifikansi korelasi 0.000 yaitu sig < 0.01.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Islami merupakan masyarakat yang dekat dengan Allah
Swt dalam segala kegiatannya di dunia. Asas pertama kali yang tegak dalam
sebuah masyarakat adalah aqidah, khususnya aqidah Islam. Maka tugas
masyarakat yang pertama, yaitu memelihara, menjaga, dan memperkuat
aqidahnya agar tidak goyah saat menghadapi kehidupan di era globalisasi
yang penuh dengan hasutan orang-orang yang ingin menghancurkan agama
Islam. Aqidah Islam itu membangun, bukan merusak serta mempersatukan
umatnya dan tidak memecah belah. Pada akhirnya, aqidah akan
mempengaruhi pandangan kaum Muslimin terhadap alam semestanya dan
penciptanya. Semakin kuat aqidah pada seseorang akan menumbuhkan rasa
cinta pada Rabbnya karena, ia akan menyadari bahwa pencipta alam semesta
ini adalah Yang Maha Pencipta yaitu Allah Swt sehingga, akan membawa
pikirannya kepada Allah Swt yang wajib dan satu-satunya disembah karena
tidak ada sekutu bagi-Nya.
Asas kedua yang dapat dijadikan tolok ukur masyarakat Islami adalah
pada akhlaknya. Manusia telah diberikan potensi kebaikan dan keburukan
2
Masyarakat terdiri dari manusia-manusia yang telah dianugerahi Allah Swt aneka potensi, antara lain potensi melakukan kebaikan dan keburukan. Tidak ada satu pun masyarakat yang seluruh anggotanya berbuat kebaikan tanpa kesalahan dan dosa demikian sebaliknya.
Allah berfirman dalam Surat As-Syams ayat 7-8:
Artinya: Dan jiwa serta penyempuraannya, Maka Allah mengilhamkan kepadanya (Jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Manusia dengan potensi ketakwaannya tersebut dapat dikembangkan
melalui pengajaran dari kitab suci, khususnya Al-Qur’an yang menjadi
pedoman amalan manusia. Bagi siapa saja yang membaca dan mengamalkan
ajaran dalam Al-Qur’an akan melihat bahwa sesungguhnya akhlaq
merupakan salah satu pilar utama bagi masyarakat Islam. Dijelaskan oleh
Yusuf al-Qardhawi (1997) sebagimana dikutip oleh Muhammad [ed.],(1997:
105) bahwa tugas masyarakat Islam terhadap akhlaq ialah:
1. Taujih (mengarahkan) bisa dilakukan dengan penyebaran pamflet,
propaganda diberbagai media sosial, pembekalan, dakwah, dan irsyad atau
menunjuki jalan yang lurus.
2. Śabit(memperkuat) dilakukan dengan pendidikan yang sangat panjang
waktunya, dan dengan tarbiyah yang mengakar dan mendalam dalam level
rumah tangga, sekolah, dan universitas.
3
a. Dengan pengendalian opini umum secara aktif, dengan selalu beramar
ma’ruf dan nahi munkar serta membenci kerusakan dan menolak
penyimpangan.
b. Dengan hukum atau undang-undang yang melarang kerusakan sebelum
terjadinya dan pemberian sanksi setelah terjadinya. Hal itu untuk
menakut-nakuti orang yang hendak menyeleweng.
Masyarakat Islam bukanlah masyarakat yang diliputi perasaan dendam
atau dengki terhadap sesamanya, melainkan menjadi masyarakat yang
memiliki rasa cinta terhadap sesama dan cinta terhadap penciptanya.
Masyarakat Islam yang lebih mengutamakan persaudaraan Islam atau disebut
dengan Ukhuwah Islamiyah. Semua dilakukan agar tercapainya sebuah
masyarakat Islami yang kuat aqidahnya serta yang baik akhlaqnya. Semua hal
tersebut, akan mudah tercipta apabila masyarakat mempelajari agama yang
dianut khususnya agama Islam.
Peranan sebuah agama di dalam kehidupan bermasyarakat, setidaknya
ada tiga point yang diungkapkan oleh Shihab (2007: 81) yaitu:
1. Agama hendaknya dapat menjadi pendorong peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
2. Agama hendaknya memberikan kepada Individu dan masyarakat suatu
kekuatan pendorong untuk meningkatkan partisipan dalam karya dan
kreasi mereka.
3. Agama dengan nilai-nilainya harus berperan sebagai isolator yang
4
Penjelasan mengenai peran agama dalam kehidupan masyarakat,
hendaknya agama menjadi dasar bagi setiap manusia untuk meningkatkan
kualitas hidupnya di dunia maupun mempersiapkan amal sebaik-baiknya
untuk bekal di akhirat agar terhindar dari penyimpangan-penyimpangan yang
akan merusak aqidah serta akhlak masyarakat. Setiap umat manusia memiliki
amalan-amalan tersendiri, namun dapat pula ditingkatkan lagi agar kualitas
hidupnya semakin baik. Cara dalam meningkatkan kualitas hidup di dunia
salah satunya dengan berbuat baik atau soleh kepada sesama yang dapat
tercipta dari hubungan sosial yang telah terjalin di antara mereka. Selain itu,
mereka juga dapat menambah wawasan ilmu agama untuk memperbaiki
amalan-amalan yang buruk. Dua hal tersebut dapat sekaligus dilakukan di
kehidupan sehari-sehari.
Apabila seorang ingin menambah wawasan ilmu agamanya, dapat
mengikuti pengajian yang ada di sekitar rumah. Ikut serta dalam kegiatan
bermanfaat seperti ini akan memberikan transfer ilmu dari yang dimiliki oleh
seorang ahli ilmu agama seperti ustadz yang sedang berceramah kepada para
jama’ah pengajian. Dalam majelis ini, seseorang akan mengetahui segala
amalan yang wajib dikerjakan dan amalan yang haram untuk dilakukan.
Seiring dengan berjalannya waktu, seseorang mulai merubah perilakunya
menjadi lebih baik. Sehingga adanya pengajian merupakan salah satu dari
perwujudan ibadah kepada Allah. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Shihab
5
Apabila seseorang telah menganut akidah Tauhid dalam pengertian yang sebenarnya, maka akan lahir dari dirinya berbagai aktivitas, yang kesemuanya merupakan Ibadah kepada Allah, baik Ibadah dalam pengertiannya yang sempit (Ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas.
Penjelasan di atas juga dapat disempurnakan, apabila seorang manusia
memiliki sikap sosial yang baik dan sering mengikuti pengajian maka
semakin banyak pula ilmu yang telah diserap khususnya bagi jama’ah
pengajian tersebut dan dapat diamalkan di dalam kehidupan sehari-hari. Islam
merupakan agama yang menyerukan untuk berbuat baik kepada manusia
lainnya. Sama dengan halnya akhlak manusia yang ada sejak lahir, sikap
sosial atau kemanusiaan juga telah ada sejak terbentuknya sebuah kelompok
masyarakat yang mengalami interaksi sosial. Hal ini dikuatkan dengan
pendapat Soekanto (2013: 55), yaitu ”Bentuk umum proses sosial adalah
interaksi sosial yang menjadi syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas
sosial.” Semakin banyak ilmu agama yang diketahui oleh seseorang maka
akan merubah pola pikir sosialnya karena agama Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk berjiwa sosial seperti saling tolong menolong bila ada teman
yang kesusahan, gemar bersodaqoh, saling menghargai antara satu dengan
yang lainnya dan saling melindungi saudaranya.
Agama mampu menyebabkan tumbuhnya perubahan sosial pada
masyarakat. Salah satu faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial
pada masyarakat adalah adanya penemuan baru dalam berbagai aspek
kehidupan. Segala macam ajaran yang telah tertulis dalam Al-Qur’an, baru di
6
dalamnya. Awalnya masyarakat tidak mengetahui apa-apa sekarang mereka
mengetahui hal-hal baru yang dapat meningkatkan perubahan-perubahan
dalam dirinya. Sebelumnya orang tidak mengetahui manfaat dari berinfaq,
maka dengan penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli dijadikannya
sebagai penemuan baru atau ilmu baru dalam pikirannya. Bahwa ternyata
manfaat berinfaq dapat membersihkan jiwa dan dapat menolong sesama.
Adanya hal tersebut mendorong seseorang untuk saling berlomba-lomba
berbuat kebaikan.Muhammad [ed.], (1997: 125) mengungkapkan bahwaamal
shalihat yang di dalam Al-Qur’an memiliki makna luas, meliputi segala
sesuatu yang membawa maslahat kepada agama dan dunia, membawa
maslahat untuk individu dan masyarakat. Ia juga meliputi ibadah dan
muamalah atau aktivitas hidup dunia dan akhirat.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal
20 Maret 2016di Masjid Al-Ihsan, Senggotan dalam jangka waktu kurang
lebih seminggu dihitung sejak tanggal tersebut, realita yang terjadi adalah
masih memiliki beberapa kekurangan untuk mencapai masyarakat yang
Islami. Sudah bukan rahasia umum lagi apabila di dalam masyarakat selalu
ada kelompok-kelompok kecil yang muncul karena merasa adanya kesamaan
antara satu individu dengan individu lainnya.Dijelaskan oleh Soekanto(2013:
145) “Kelompok kecil atau small group mempunyai pengaruh besar terhadap
masyarakat dan juga terhadap perilaku sehari-hari seorang individu.” Teori
tersebut benar adanya, terutama dalam kehidupan di pedesaan yang
7
pada jama’ah pengajian di Masjid Al-Ihsan. Jama’ah pengajian di sini
memiliki variasi umur. Mayoritas jama’ahnya ialah orang tua, namun para
remaja juga menghadiri pengajian ini. Beberapa jama’ah terkadang masih
melakukan ghibah, iri dengan kebahagiaan orang lain, riya’ dalam beramal,
dan ada yang terjerat hutang, sehingga masih ada yang belum terbiasa untuk
bersodaqoh. Akan tetapi, di sisi lain para jama’ah yang memiliki kelebihan
harta akan memberikannya kepada orang yang kurang mampu atau untuk
kegiatan masjid. Realita inilah yang menjadi dasar dalam memilih Masjid
Al-Ihsan sebagai objek penelitian karena, masjid ini mempunyai beberapa
agenda pengajian rutin yang disuguhkan kepada jama’ahnya.
Gejolak sosial yang terjadi di masyarakat tersebut terutama pada
jama’ah pengajian, akan berdampak jangka pendek dan jangka panjang.
Dampak jangka pendek yang terjadi adalah adanya adu mulut antar tetangga,
penghasutan, dan merendahkan citra orang lain. Sedangkan dampak jangka
panjangnya ialah tidak tercapainya tujuan masyarakat Islami yang beraqidah
dan berakhlak yang dapat dijadikan teladan bagi para remaja di kampung
tersebut, sehingga nantinya akan menimbulkan krisis moral pada remaja dan
hilangnya rasa empati dan simpati antar sesama.
Oleh sebab itu, penanaman dan pengamalan ajaran agama Islam sangat
perlu diterapkan pada sikap sosial jama’ah pengajian Masjid Al-Ihsan agar
terhindar dari sifat-sifat tercela yang akan menimbulkan konflik sosial di
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat keaktifan jama’ah mengikuti kegiatan Pengajian di
Masjid Al-Ihsan Senggotan?
2. Bagaimana tingkat sikapsosial jama’ah pengajian Masjid Al-Ihsan
Senggotan?
3. Adakah hubungan keaktifan mengikuti kegiatan pengajian dengan sikap
sosial jama’ah Masjid Al-Ihsan Senggotan?
C. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini
memiliki tujuan dan kegunaan.
1. Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain, yaitu:
a. Untuk mengetahui tingkat keaktifan jama’ah mengikuti kegiatan
Pengajian di Masjid Al-Ihsan Senggotan.
b. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai sikap sosial jama’ah pengajian
Masjid Al-Ihsan Senggotan.
c. Untuk mengetahui adanya hubungan keaktifan mengikuti kegiatan
9
2. Penelitian ini memiliki kegunaan antara lain, yaitu:
a. Secara Teoritis:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
disiplin ilmu pendidikan, khususnya pada pendidikan nonformal yang
berkaitan dengan penanaman dan pengamalan pendidikan agama pada
perilaku sosial jama’ah pengajian.
b. Secara Praktis:
1) Dijadikan sebagai pelengkap pengetahuan/ informasi yang
berkaitan dengan pendidikan nonformal seperti pengajian.
2) Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai sarana dalam merubah pola hidup sosial yang
baik.
3) Dapat digunakan sebagai bahan bacaan oleh masyarakat,
khususnya jama’ah pengajian agar mampu mengaplikasikan
pengetahuan agama dalam kehidupan sehari-hari.
4) Mampu dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya
sehingga dapat menambah penegatahuan mengenai salah satu
macam pendidikan nonformal yang berlaku di tengah masayarakat
10
D. Sistematika Pembahasan
Dalam memudahkan pembahasan skripsi ini, peneliti membuat
sistematika pembahasan, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, Bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan dan sistematika pembahasan.
Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori, Bab ini berisi mengenai tinjauan pustaka yang memuat penelitian terdahulu dan memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan
serta berisi kerangka teori guna memperkuat teori skripsi.
Bab III Metode Penelitian, Bab ini membahas jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, definisi
konsep dan variabel, serta teknik analisis data
Bab IV Hasil Dan Pembahasan, Bab ini memuat hasil penelitian yang sudah dianalisis serta dibahas oleh peneliti mengenai keterkaitan objek
yang akan diteliti yaitu hubungan keaktifan mengikuti pengajian dan sikap
sosial jama’ah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Dalam melengkapi penelitian ini, peneliti akan menunjukkan beberapa
hasil dari penelitian terdahulu. Dapat ditinjau dari penelitian yang pernah
dilakukan oleh orang-orang yang lebih dahulu melakukan penelitian,
khususnya mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan hubungan keaktifan
mengikuti pengajian dengan sikap sosial jama’ah. Beberapa hasil penelitian
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Penelitian pertama oleh Kholid Makruf tahun 2012 yang berjudul
“Hubungan Keaktifan Mengikuti Pengajian dengan Perilaku Sosial (Studi
pada Jama’ah Masjid An-Nida’, Desa Klumpit, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali tahun 2012)”. Penelitian ini memakai pendekatan studi
korelasional dengan jenis penelitian kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini
adalah sebagian dari keseluruhan jama’ah yang mengikuti pengajian rutin.
Rincian sampelnya ialah 61 jama’ah putri dan 11 Jama’ah putra. Hasil
penelitiannya menunjukkan variabel keaktifan mengikuti pengajian mayoritas
responden berada dalam kategori tinggi yaitu 51,39%. Variabel perilaku
sosial mayoritas responden berada dalam kategori tinggi yaitu 65,28%,
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang siginifikan antara keaktifan
mengikuti pengajian di Masjid An-Nida’ dengan perilaku sosial masyarakat
12
Penelitian kedua merupakan hasil dari penelitian Lutfi Alfian pada
tahun 2014 dengan judul “Hubungan Antara Mengikuti Pengajian “Bumi
Mantaok” dengan Religiusitas Anggota Pengajian “Bumi Mantaok”
Kelurahan Prenggan Kecamatan Kotagede Yogyakarta”. Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan studi korelasional denga jenis penelitian
kuantitatif. Sampel yang diambil berjumlah 70 orang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat mengikuti aktivitas dakwah Bumi Mentaok
masyarakat Kelurahan Prenggan, Kotagede tergolong cukup. Sedangkan
tingkat religiusitasnya berada pada posisi sedang yang berarti juga cukup.
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan antara mengikuti
pengajian Bumi Mentaok dengan Religiusitas anggota pengajian.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Wahyudi pada tahun 2013 dengan
judul “Hubungan Antara Keaktifan dalam Mengikuti Kegiatan Kerohanian
Islam (ROHIS) dengan Kesalehan Sosial pada Anggota Rohis SMA Negeri 2
Sleman.” Penelitian ini mengguanakan pendekatan korelasional dan jenis
penelitiannya kuantitaif. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah
cluster random sampling. Sampel pada penelitian ini peserta didik SMA N 2
Sleman yang mengikuti ROHIS serta berada di kelas XI dan XII. Hasil
penelitian yang didapatkan adalah keaktifan mengikuti kegiatan ROHIS
berada dalam kategori cukup yaitu sebesar 32,5%, sedangkan pada kesalehan
sosial sebesar 37,5% yang termasuk dalam kategori baik. Dari hasil tersebut
13
mengikuti kegiatan ROHIS dengan kesalehan sosial pada anggota ROHIS
SMA Negeri 2 Sleman.
Dilanjutkan dengan penelitian ilmiah keempat yang dilakukan oleh
Ahmad Shoim dan Moh. Mudzakkir pada tahun 2013 dengan judul penelitian,
“Makna Pengajian Wisata Rohani di Masjid Al-Falah Tuban.” Pendekatan
pada penelitian ini adalah studi fenomenologi dan jenis penelitiannya adalah
kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Takmir Masjid Al-Falah dan panitia
pelaksana kegiatan. Dari proses pengumpulan data yang menggunakan
teknik wawancara, ditemukan hasil bahwasanya pemaknaan bagi masyarakat
mengenai adanya pengajian adalah sebagai sarana untuk menanamkan
nilai-nilai agama kepada anak di usia dini, memperdalam pengetahuan agama, dan
pengajian sebagai sarana spiritual.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan seperti yang telah
dijelaskan, maka dapat diketahui persamaannya adalah penggunaan
pendekatan dan jenis penelitian dari ketiga tinjauan pustaka. Kemudian di
penelitian terakhir terdapat satu penelitian yang bersifat kualitatif dan hanya
dijadikan sebagai tambahan dan penguatan penelitian. Dengan demikian,
maka posisi penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang telah ada
di atas berfungsi untuk melengkapi. Selain melegkapi, Penelitian ini juga
menyuguhkan hal baru khususnya pada bagian teori. Setiap peneitian pasti
memiliki teori yang berbeda-beda untuk dijadikan rujukan. Hal sselanjutnya
14
penelitian. Sehingga, akan memunculkan hasil penelitian yang bersifat
melengkapi penelitian terdahulu dengan memberikan teori yang berbeda.
B. Kerangka Teori
1. Keaktifan Mengikuti Pengajian
a. Keaktifan
1) Pengertian Keaktifan
Keaktifan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 17)
adalah berasal dari kata aktif yang berarti giat, dinamis. Segala
hal yang dilakukan seseorang dengan tujuan tertentu yang
bersifat dinamis serta memiliki ketekunan dapat pula disebut
aktif. Selain dari pada itu, sikap aktif juga dapat ditunjukkan
dengan selalu belajar sungguh-sungguh, berusaha sekuat tenaga,
memiliki keterlibatan dalam berbagai hal dan selalu
meningkatkan pengetahuan.
Ramayulis (2006: 243) menambahkan bahwa “keaktifan
terdiri dari dua macam yaitu keaktifan rohani dan keaktifan
jasmani atau keaktifan jiwa dan keaktifan raga”. Kedua macam
keaktifan tersebut selalu dikerjakan secara bersamaan. Sebagai
contoh, seorang siswa sedang mengerjakan soal mata pelajaran
Aqidah Akhlak, kemudian dengan gerak refleks otak mereka
akan mulai memikirkan jawaban yang pada dasarnya hal
tersebut dapat disebut dengan aktif jiwa. Saat proses berpikir,
15
pikirkan sebelumnya di atas kertas. Contoh yang diberikan
tersebut tentu sikap aktif mencakup aktif jiwa dan raga yang
kemudian setiap individu dituntut untuk menyeimbangkan di
antara keduanya.
Kegiatan keaktifan yang dapat dilakukan oleh seseorang
dikemukakan oleh Paul B. Diedrich dalam Ramayulis (2006:
243) adalah sebagai berikut:
a) Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar,
demonstrasi, percobaan, dan sebagainya.
b) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, interview, diskusi,
dan sebagainya.
c) Listening activities, seperti mendengarkan uraian
percakapan, diskusi, musik, pidato, ceramah, dan
sebagainya.
d) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan,
angket, menyalin, dan sebagainya.
e) Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafis,
peta patron, dan sebagainya.
f) Motor activities, seperti melakukan percobaan membuat
konstruksi, model, mereparasi, berkebun, bermain,
16
g) Mental activities, seperti menangkap, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan dan
sebagainya.
h) Emotional activities, seperti menaruh minat gembira,
berani, tenang, gugur, kagum, dan sebagainya.
Macam-macam kegiatan yang telah disebutkan merupakan
contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari. Secara sadar
sesungguhnya setiap orang melakukan kegiatan yang bersifat
aktif. Sifat aktif yang tentunya harus dimiliki oleh seseorang
ialah sikap aktif untuk menuntut ilmu. Allah Swt telah berfirman
dalam Q.S Al-„Alaq ayat 1-5:
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa hendaknya
manusia memandang setiap kegiatannya di dunia khususnya
dalam mencari ilmu haruslah bersungguh-sungguh dan dicari
kebenarannya. Hal itu tidak akan tercapai apabila manusia hanya
berdiam diri menunggu nasib. Peran sikap aktif di sini menjadi
17
Suryosubroto (2002: 71) juga menyebutkan bahwa seorang
siswa dapat disebut aktif apabila:
a) Siswa berbuat sesuatu untuk memahami materi
pelajaran.
b) Pengetahuan dipelajari, dialami, dan ditemukan oleh
siswa.
c) Mencobakan sendiri konsep-konsep.
d) Siswa mengkomunikasikan hasil pikirannya.
Dua pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya, pada
dasarnya memiliki kesamaan. Hal ini ditunjukkan dengan
pendapat bahwa siswa atau seseorang dapat dikatakan aktif
adalah apabila dari sisi pengetahuannya mereka sama-sama
menerima pelajaran baru, dan terjadi proses pemahaman yang
mendalam, sehingga menimbulkan proses diskusi atau Tanya
jawab yang bertujuan untuk menguatkan pengetahuan yang baru
dimiliki dan nantinya akan dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.
2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Ada beberapa hal yang dapat memicu munculnya sikap
aktif pada seseorang. Dikemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi keaktifan oleh Suryabrata (1993: 249-250) yaitu:
18
(1) Faktor non sosial, meliputi keadaan udara, suhu udara,
waktu (pagi, atau siang, ataupun malam), tempat
(letaknya, pergedungannya), media.
(2) Faktor sosial, yang dimaksud faktor sosial di sini adalah
faktor manusia dalam hal ini bisa teman, guru, atau orang
lain.
b) Faktor Internal:
(1)Faktor fisiologis, meliputi keadaan jasmani, kondisi
umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang memadai
tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas seseorang
dalam mengikuti kegiatan keagamaan.
(2)Faktor psikologis, meliputi minat, motivasi,
intelektif.Minat dan motivasi seseorang untuk melakukan
kegiatan yang bersifat aktif memang terkadang hilang
dan akan muncul kembali apabila ada dorongan yang
kuat dari luar atau dalam diri. Tak jarang seseorang akan
termotivasi untuk melakukan sebuah kegiatan karena
melihat orang lain atau adanya pengaruh dari luar.
Sebetulnya faktor yang paling besar dalam
mempengaruhi keaktifan seseorang adalah dari dalam
19
maka untuk mengerjakan suatu kegiatan tersebut akan
merasa ringan, senang, dan ikhlas.
b. Pengajian
1) Pengertian Pengajian
Pengertian pengajian menurut Machendrawati (2001:152) ialah
Pengajaran agama Islam yang menanamkan norma-norma agama melalui media tertentu, sehingga terwujud suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat dalam ridho Allah Swt.
Dengan demikian, maka pengajian merupakan bagian dari
usaha penanaman norma ajaran agama Islam yang menekankan
kepada umatnya untuk saling menolong dalam perbuatan ma’ruf
dan mencegah perbuatan yang munkar.
Pengajian merupakan salah satu lembaga yang membantu
jalannya pendidikan nonformal. Hal tersebut diperkuat adanya
UU No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 3 yang berbunyi:
20
Penyelenggaraan pengajian dalam konteks pendidikan
nonformal tak dapat dilepaskan dari peran penting seorang da’i
sebagai pendidik yang memberikan ilmu agama. Tidak
sepantasnya seseorang yang mengisi suatu pengajian hanya asal
mencari orang. Seorang pendidik harus dapat menjadi perantara
dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama pada jama’ahnya. Ada
beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
seperti yang dikemukakan oleh Faizah dan Effendi (2006:
91-96) yaitu:
Beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, ahli taubat, amanah dan shidiq, pandai bersyukur, tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi, ramah dan penuh pengertian,
tawaddu’ (randah hati), sederhana dan jujur, tidak memiliki
sifat egois, sabar dan tawakal, memiliki jiwa toleran, sifat terbuka (demokrasi), dan tidak memiliki penyakit hati.
Selain dari pada sifat yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik, maka hendaknya sikapnya juga perlu menjadi
perhatian bagi semua orang. Sikap yang perlu dimiliki juga
dijelaskan oleh Faizah dan Effendi (2006: 97-99) bahwa seorang
da’i yang memiliki peran sebagai pendidik perlu memiliki sikap
sebagai berikut:
a) Berakhlak mulia.
b) Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani.
21 d) Wara’ dan berwibawa.
e) Berpandangan luas.
f) Berpengetahuan cukup.
Sifat dan sikap seperti yang telah diungkapkan sebelumnya,
diharapkan seorang pendidik dapat dijadikan panutan dalam
setiap tutur, perbuatan, maupun sikapnya oleh para jama’ah
pengajian. Secara jasmani hendaknya seorang pendidik juga
perlu berpenampilan rapi, sopan, dan menarik sehingga, cara
berpakaian pun juga dapat dijadikan contoh oleh jama’ah
pengajian. Seorang da’i pada era globalisasi seperti ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat agar mengajak kepada perbuatan
yang ma’ruf.
2) Tujuan Pengajian
Mengadakan sebuah pengajian diharapkan mampu menjadi
wadah perkumpulan masyarakat untuk menegakkan syiar agama
Islam. Solaiman (Syahuri, 2015:19) menyebutkan beberapa
tujuan dari diadakannya pengajian sebagai berikut:
a) Menghidupkan fitrah hati manusia dari kemiskinan,
kelumpuhan dan kematiannya akibat polusi mental yang
merayapi dan merusak dirinya, sehingga fitrah dan hati itu
kembali memiliki daya tanggap yang benar dalam
membedakan mana yang hak dan yang bathil, ma’ruf dan
22
hanya berbuat di atas yang hak, ma’ruf dan manfaat serta
mempunyai daya kesanggupan untuk meninggalkan segala
perbuatan yang bathil dan munkar.
b) Amar ma’ruf nahi munkar.
(1) Mengembangkan manusia yang sudah berada pada posisi
ma’ruf supaya lebih meningkat nilai-nilai ma’rufnya dan
menjaga serta melindunginya jangan sampai tergeser
pada posisi yang munkar.
(2) Membawa lingkup hidup manusia yang berada pada
posisi munkar pada posisi yang ma’ruf.
(3) Meyakinkan mereka yang ragu-ragu betapa yang ma’ruf
itu dengan segala pengaruhnya yang konstruktif dan
yang munkar itu dengan segala pengaruhnya yang
destruktif kemudian membawanya secermat mungkin
kepada lingkup yang ma’ruf dan mengamankannya dari
gangguan munkar.
Kesimpulan dari tujuan tersebut, sesungguhnya adanya
pengajian juga memiliki tujuan final yaitu akan menjadikan
ajaran agama Islam menjadi sikap sehari-hari dalam kehidupan
pemeluknya yang dilandasi dengan iman dan tentunya mencari
ridho Allah Swt. Dengan mengajak orang lain pada kebaikan
maka kita dapat membantu untuk menyelamatkan moral bangsa
23
orang lain pada kebaikan salah satu caranya mengikut sertakan
orang lain dalam kegiatan kerohanian seperti pengajian.
3) Unsur-Unsur Pengajian
Ada beberapa unsur yang membuat pengajian menjadi
hidup. Dijelaskan oleh Syahuri (2015: 20-28) bahwa
unsur-unsur pengajian di antaranya adalah:
a) Pendidik (Da’i)
Pendidik atau da’i adalah orang yang melakukan
penyebaran ilmu agama, yaitu orang yang berusaha
mengubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Allah Swt, baik secara individual
maupun bentuk kelompok (organisasi).
b) Peserta Didik (Jama’ah)
Peserta didik atau jama’ah merupakan sasaran yang akan
dijadikan objek penyaluran ilmu agama dalam
pelaksanaannya, sasaran dakwah dalam hal ini adalah seluruh
umat manusia tanpa terkecuali.
c) Materi Pengajian
Materi pengajian adalah pesan-pesan atau segala sesuatu
yang harus disampaikan oleh Subjek kepada Objek dakwah,
yaitu keseluruhan ajaran agama Islam yang ada dalam
24 d) Media Pengajian
Seorang pendidik yang sedang mengisi sebuah pengajian
selalu menggunakan media. Media dalam konteks ini adalah
sesuatu yang dapat dijadikan perantara untuk mencapai
tujuan tertentu seperti media dalam pengajian. Aziz (2012:
411- 427) menjelaskan beberapa macam media pengajian
yaitu:
(1) Media Audio
Pertama, ialah radio sebab media ini memiliki
beberapa kelebihan yaitu biaya relatif murah, radio juga
tidak mengenal jarak dan rintangan sehingga dapat
dijangkau oleh semua orang, mampu menjangkau di
tempat-tempat terpencil, tidak terhambat oleh
kemampuan baca dan tulis.
Kedua, ialah Tape Recorder yang dapat merekam
suara pendakwah yang pada masa ini juga telah
berkembang pesat. Sekarang cukup MP3 sudah dapat
merekam pesan-pesan dakwah berpuluh-puluh jam.
Namun, yang perlu dicermati bagi pendakwah apabila
akan merekam suaranya dalam tape recorder maka harus
dipersiapkan dengan matang baik isi maupun intonasi
25 (2) Media Visual
Pertama, ialah pers yang dalam arti sempit seperti
media cetak yang sekarang telah rutin beredar dalam
masyarakat yaitu surat kabar, majalah, tabloid.
Sedangkan dalam arti luas meliputi media massa
elektronik yaitu televisi dan radio. Media ini memiliki
fungsi sebagai alat untuk memberikan informasi kepada
pembaca/ pendengar.
Kedua, ialah poster sebagai penunjuk sebuah karya
seni atau desain grafis yang memuat gambar dan huruf.
Dakwah dengan poster atau plakat juga merupakan salah
satu usaha para pendakwah agar menarik perhatian para
jama’ah.
Ketiga, ialah buku yang berarti kumpulan kertas
berisi materi dan dijilid menjadi satu. Dakwah dengan
buku ini berarti telah ikut serta dalam menginvestasi
ilmu demi masa depan, sebab boleh jadi penulisnya telah
wafat, namun ilmu yang diberikan masih tersimpan
dalam lembaran halaman pada buku. Pada masa
sekarang, orang juga tidak perlu repot membeli buku
karena telah tersedia E-Book atau buku elektronik yang
semakin memudahkan para pembaca untuk membaca di
26
Keempat, ialah internet sebagai salah satu alat
komunikasi terbaru yang canggih dan modern. Informasi
melalui internet akan lebih cepat sampai kepada tangan
pembaca. Semua orang dapat mengakses informasi
khususnya materi-materi dakwah tanpa ada batasan
waktu dan batasan tempat.
(3) Media Audio-Visual
Pertama, televisi sebagai alat penangkap siaran
bergambar. Kebanyakan masyarakat Indonesia
menjadikan televisi sebagai sarana hiburan dan
informasi. Adanya kesempatan ini, sudah banyak chanel
televisi yang menyajikan siaran pengajian yang diisi oleh
ustadz-ustadz terkenal. Selain itu, siaran televisi dari luar
negri juga sudah mampu ditayangkan.
Kedua, ialah film atau gambar hidup yang juga
sering dikenal dengan sebutan movie. Saat ini, film juga
telah dilirik oleh para pendakwah untuk dijadikan sarana
penyampaian ajaran agama.
Ketiga, adalah Sinema Elektronik yang lebih
dikenal dengan sebutan Sinetron. Sinetron umumnya
menceritakan kehidupan manusia sehari-hari yang
diwarnai dengan konflik layaknya sebuah sandiwara.
27
bernuansa dakwah yang disiarkan oleh semua stasiun TV
di Indonesia.
Keempat, ialah CD atau Compact Disc. Alat ini
sudah tidak asing lagi di Indonesia karena model dakwah
yang direkam dalam CD sudah sangat banyak seperti CD
ceramah agama, alunan ayat suci Al-Qur’an, CD
shalawat nabi, dan sebagainya.
e) Metode Pengajian
Metode pengajian merupakan cara yang ditempuh oleh
seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Agar tujuan
pengajian dapat diterima dan dipahami oleh sasaran
pengajian, maka pendidik harus memperhatikan metode yang
digunakan. Dalam menyampaikan ilmu agama ada
bermacam-macam metode. Aziz, (2012:359-383)
menjelaskan setidaknya ada 6 metode yaitu:
(1) Metode Ceramah
Metode dimana ceramah diarahkan kepada publik
karena lebih dari satu orang dengan sifat komunikasi
yang lebih banyak satu arah kepada audiensi walau saat
ini juga telah divariasikan dengan adanya model tanya
jawab di akhir pengajian. Ceramah dipilih oleh para
pendidik karena pesan yang disampaikan juga bersifat
28 (2) Metode Diskusi
Metode ini dimaksudkan untuk mendorong mitra
dakwah berpikir dan mengeluarkan pendapatnya. Diskusi
ini juga merupakan media untuk saling bertukar pikiran
tentang suatu masalah keagamaan sebagai pesan dakwah
antar beberapa orang dalam tempat tertentu.
(3) Metode Konseling
Konseling adalah pertalian timbal balik di antara
dua orang individu dimana seorang konselor berusaha
membantu yang lain untuk mencapai pengertian tentang
dirinya sendiri dalam hubungannya dengan
masalah-masalah yang dihadapinya.
(4) Metode Karya Tulis
Metode ini termasuk dalam kategori dakwah bi
al-qalam (dakwah dengan karya tulis). Saat ini kita mampu
memahami isi Al-Qur’an, Hadits, dan Fikih para Imam
Mazhab dari tulisan yang dipublikasikan. Metode ini
merupakan hasil dari ketrampilan tangan dalam
menyampaikan pesan yang mengandung ilmu agama.
(5) Metode Pemberdayaan Masyarakat
Metode ini merupakan dakwah dengan upaya untuk
membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi,
29
dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya
dengan dilandasi proses kemandirian.
(6) Metode Kelembagaan
Metode ini merupakan pembentukan dan pelestarian
norma dalam wadah organisasi sebagai instrument
dakwah. Untuk mengubah perilaku anggota melalui
institusi. Ketika seorang pendidik menjadi pemimpin
sebuah organisasi, ia memiliki otoritas untuk membuat
budaya organisasi yang diberlakukan kepada bawahan.
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan dapat ditarik
sebuah pengertian mengenai keaktifan mengikuti pengajian, yaitu
segala bentuk aktivitas jama’ah yang bersifat dinamis dan berlaku
pada saat pengajian berlangsung. Segala macam bentuk kegiatan
yang bersifat dinamis seperti mendengarkan, memberi tanggapan,
mencatat isi pengajian, dan mendiskusikan materi dapat dapat
dijadikan sebagai indikator bahwa seorang jama’ah memiliki sikap
aktif dalam mengikuti pengajian. Kegiatan tersebut menjadi final
apabila sikap aktif telah menjadi sebuah kebiasaan dari para jama’ah
pengajian.
c. Keaktifan dalam Mengikuti Pengajian
Kegiatan yang ada di dalam masyarakat merupakan bentuk dari
proses sosialisasi di antara mereka. Seperti halnya membentuk
30
membangun masyarakat yang lebih maju, baik dari sisi rohani,
jasmani, sosial, dan ekonomi. Bentuk dari membangun masyarakat
yang berkemajuan pada sisi rohani ialah dengan cara membentuk
kelompok pengajian yang diisi oleh seorang pendidik dengan tujuan
menumbuhkan akhlakul karimah pada semua golongan yang ada di
dalam masyarakat.
Kegiatan pengajian menjadi salah satu kegiatan pokok di dalam
masyarakat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Bukti bahwa pengajian itu
berhasil atau tidak dalam mempengaruhi jama’ah adalah dengan
melihat sikap yang melekat pada mereka. Keaktifan dalam mengikuti
pengajian tidak hanya dibuktikan dari presentase kehadiran saja,
melainkan juga sikap keingintahuan dalam mencari ilmu
pengetahuan.
Adapun yang dapat disebut dengan sikap aktif dalam mengikuti
pengajian telah diuraikan oleh dua teori pada pembahasan
sebelumnya yang kemudian disimpulkan bahwa jama’ah pengajian
memiliki sikap aktif apabila seseorang yang memiliki sikap dinamis,
ketekunan, dan aktif dalam menerima ilmu-ilmu agama. Dari
pengertian tersebut dapat diuraikan melalui kegiatan sebagai berikut:
1) Jama’ah mendengarkan isi pengajian dengan baik.
2) Jama’ah memberikan tanggapan terhadap materi yang telah
31
3) Jama’ah yang aktif juga mencatat isi pengajian agar dapat
dipelajari kembali.
4) Jama’ah yang aktif juga mendiskusikan isi pengajian baik
dengan ustadz atau sesama jama’ah pengajian.
2. Sikap Sosial Jama’ah
a. Sikap
1) Pengertian Sikap
Penjelasan mengenai pengertian sikap banyak dibincangkan
oleh para ahli psikologi sosial. Berikut adalah beberapa
penjelasan mengenai pengertian sikap:
a) Menurut Baron dan Byrne (2004) sebagaimana dikutip oleh
Hanurawan (2012: 64) mengemukakan pendapat bahwa
yang dimaksud sikap adalah „Penilaian subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.’
b) Dari Strickland (Hanurawan, 2012: 64) menjelaskan sikap
adalah „Predisposisi atau kecenderungan untuk memberikan
respon secara kognitif, emosi, dan perilaku yang diarahkan
pada suatu objek, pribadi, dan situasi khusus dalam
cara-cara tertentu.’
c) Colman (2006) dalam Hanurawan (2012: 64) mamahami
bahwa sikap adalah „Sebuah pola yang menetap berupa
32
d) Abu Ahmadi (1999) sebagaimana dikutip oleh Mahmudah
(2011: 21) juga memiliki pengertian tentang sikap. Abu
Ahmadi mendefinisikan sikap sebagai „Predisposisi yang
dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam
intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam
situasi yang sama dan komposisinya hampIr selalu
kompleks.’
Beberapa definisi yang telah disebutkan memiliki makna
bahwa sikap adalah suatu respon atau kecenderungan terhadap
suatu objek yang bersifat evaluatif. Manusia di dunia pasti
memiliki sikap yang berbeda apabila dihadapkan pada suatu
objek. Respon tersebut bisa berupa perasaan sedih, bahagia,
marah dan lain sebagainya tergantung bagaimana manusia itu
sendiri memandang objek tersebut.
2) Struktur Sikap
Walgito (2001) dalam Mahmudah (2011: 24)
mengemukakan setidaknya ada tiga komponen yang membentuk
struktur sikap, yaitu:
a) Komponen Kognitif (komponen perceptual)
Komponen kognitif yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandanagan, keyakinan, yaitu hal-hal
yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi
33
gejala mengenai pikiran yang berwujud pengolahan,
pengalaman, dan keyakinan serta harapan individu terhadap
objek sikap.
b) Komponen Afektif (komponen emosional)
Komponen afektif yaitu komponen ini berkaitan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.
Rasa senang merupakan hal yang positif, demikian
sebaliknya, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
komponen ini menunjukkan arah sikap, positif atau negatif.
c) Komponen Konatif (action component)
Komponen konatif yaitu komponen berhubungan
dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap,
misalnya kecenderungan member pertolongan, menjauhkan
diri dan sebagainya.
3) Ciri-Ciri Sikap
Walgito (2001) dalam (Mahmudah, 2011: 27) menyebutkan
beberapa cir-ciri yang berkaitan dengan sikap, sebagai berikut:
a) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir.
b) Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap
c) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja tetapi, juga dapat
tertuju pada sekumpulan objek.
d) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
34 4) Fungsi Sikap
Katz (Mahmudah, 2011: 30) menjelaskan adanya beberapa
fungsi dari sikap, yaitu:
a) Fungsi instrumental atau fungsi adaptasi atau fungsi
manfaat.
Sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan.
Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam
mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif
terhadap objek sikap tersebut begitu sebaliknya.
b) Fungsi pertahanan ego.
Sikap ini diambil seseorang pada waktu orang yang
bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya. Demi
untuk mempertahankan egonya, seseorang mengambil
sikap tertentu.
c) Fungsi ekspresi nilai.
Sikap yang ada pada diri seseorang itu merupakan
jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada
dalam dirinya.
d) Fungsi pengetahuan.
Bisa seseorang mengambil sikap tertentu terhadap
suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang
35 5) Tahap-Tahap Perubahan Sikap
Secara umum proses perubahan sikap yang dialami oleh
masyarakat bermula dari akal, hati, kemudian hawa nafsu.
Dakwah selalu diarahkan untuk mempengaruhi tiga aspek
perubahan pada diri mitra dakwah. Tahap perubahan yang
terjadi pada jama’ah setelah adanya pengajian atau dakwah
dijelaskan oleh Aziz (2012: 456-457), sebagai berikut:
a) Efek Kognitif
Setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah atau
jama’ah akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses
berpikir. Efek kognitif ini bisa terjadi apabila ada
perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan
dimengerti oleh jama’ah tentang isi pesan yang
diterimanya. Jadi, dengan menerima pesan dakwah atau
pengajian, diharapkan jama’ah mengubah cara berpikirnya
tentang ajaran agama sesuai dengan pemahaman yang
sebenarnya. Seseorang dapat memahami atau mengerti
pesan dakwah setelah melalui proses berpikir.
b) Efek Afektif
Efek ini merupakan pengaruh dakwah berupa
perubahan sikap para jama’ah setelah menerima pesan
dakwah. Sikap adalah sama dengan proses belajar dengan
36
penerimaan. Pada tahap ini penerima dakwah dengan
pengertian dan pemikirannya terhadap pesan dakwah yang
telah diterimanya akan membuat keputusan untuk
menerima atau menolak dakwah.
c) Efek Behavioral
Efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang
berkenaan dengan pola tingkah laku para jama’ah dalam
merealisasikan pesan dakwah yang telah diterima dalam
kehidupan sehari-hari. Efek ini muncul setelah melalui
proses kognitif dan afektif. Jika dakwah telah dapat
menyentuh aspek behavioral, yaitu telah dapat mendorong
manusia melakukan secara nyata ajaran-ajaran Islam sesuai
dengan pesan dakwah, maka dakwah dapat dikatakan
berhasil dengan baik.
b. Sosial
1) Pengertian Sosial
Sosial berarti berkenaan dengan lingkup masyarakat.
Rudito (2003: 1) mendefinisikan sosial sebagai “Rangkaian
norma, moral, nilai, dan aturan yang bersumber dari kebudayaan
suatu masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan
dalam berhubungan antar manusia.” Bila menyangkut hubungan
antar manusia di dalam sebuah lingkup masyarakat, maka hal
37
Interkasi yang ada di dalam lingkup masyarakat dapat
disebut dengan interkasi sosial. Manusia di dunia tidak pernah
terlepas dari adanya interaksi sosial. Pengertian interkasi sosial
dijelaskan oleh Walgito (2001) sebagaimana dikutip oleh
Mahmudah (2011: 42) yaitu „Hubungan antara satu individu
satu dengan individu lain atau sebaliknya, jadi terdapat
hubungan yang bersifat timbal-balik.’ Dengan demikian,
interkasi sosial adalah sebuah hubungan timbal balik antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan juga
kelompok dengan kelompok. Adanya interaksi sosial dalam
sebuah hubungan bermasyarakat akan dapat mengubah,
mempengaruhi, memperbaiki antara satu individu terhadap
individu lainnya.
2) Faktor-Faktor Interaksi Sosial
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya
interaksi sosial sebagaimana dijelaskan oleh Mahmudah (2011:
43-47) yaitu:
a) Imitasi
Sebagian dari kehidupan sosial itu sebetulnya
berdasarkan faktor imitasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
melihat anak-anak yang sedang belajar bahasa, seakan-akan
38
bunyi kata-kata, melatih fungsi lidah dan mulut untuk
berbicara, kemudia mengimitasi orang lain.
b) Sugesti
Ahmadi (1999) dalam (Mahmudah, 2011: 44)
mendefinisikan sugesti sebagai pengaruh psikis, baik yang
datang dari diri sendiri, maupun datang dari orang lain yang
pada ghalibnya diterima tanpa adanya kritik dari individu
yang bersangkutan.
c) Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi diartikan sebagai
dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang
lain, baik secara fisik maupun non fisik. Contohnya adalah
dalam kahidupan sehari-hari seorang anak akan mencontoh
dari orang tuanya dan menjadikan diri mereka sama.
Mungkin saja dalam hal sikap, perilaku, atau tindakan.
d) Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu
terhadap orang yang lain. Simpati muncul dalam diri
seseorang individu tidak atas dasar rasional, melainkan
berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses
39 3) Situasi Sosial
Interkasi sosial pada individu yang satu dengan yang
lainnya akan memunculkan sebuah situasi sosial. Hal ini tentu
terjadi di mana saja dan kapan saja. Munculnya situasi sosial
disebabkan komunikasi antar individu. Pengertian situasi sosial
dijelaskan oleh Gerungan (2010: 78) sebagai “Situasi di mana
terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia lainnya.” Dalam kaitannya mengenai situasi sosial
maka terdapat situasi kelompok sosial.
Gerungan (2010:79) memaknai situasi kelompok sosial
sebetulnya merupakan “Situasi di dalam kelompok, di mana
kelompok sosial tempat orang-orangnya berinteraksi itu
merupakan suatu keseluruhan tertentu.” Misalnya suatu
perkumpulan, suatu partai, dan anggota-anggotanya sudah
mempunyai hubungan yang lebih mendalam antara yang satu
dengan yang lain, saling hubungan yang tidak berlaku pada hari
itu saja mereka berkumpul, tetapi saling hubungan itu sudah
terjadi sebelumnya.
Kelompok sosial sendiri terbagi menjadi dua jenis
penggolongan utama yaitu kelompok primer dan kelompok
sekunder. Dalam kelompok primer, terdapat interkasi sosial
yang lebih intensif dan lebih erat antar anggotanya. Kelompok
40
kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan
muka dan saling mengenal dekat, dan karena hubungannya
saling maka hubungannya menjadi erat. Contoh yang mudah
dijumpai setiap harinya adalah hubungan dengan teman sekolah.
Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang tidak
bersifat kekeluargaan dan bersifat objektif seperti partai politik
atau serikat pekerja.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka
sikap sosial menurut Gerungan (2010: 161) berarti suatu attitude
sosial yang dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama
dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Dengan demikian,
sikap sosial dapat diartikan sebagai suatu respon atau
kecenderungan terhadap objek sosial yang dilakukan secara
berulang-ulang sehingga dapat dijadikan sikap sehari-hari oleh
setiap individu.
c. Sikap Sosial pada Jama’ah
Manusia sejak lahir membutuhkan orang lain, oleh sebab itu
manusia sangat memperlukan proses sosialisasi di kehidupan
bermasyarakat. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat adalah
orang-orang yang senantiasa berinteraksi secara terus menerus, yang
memiliki satu pemikiran dan satu perasaan sehingga di antara
mereka terjalin keharmonisan. Salah satu bentuk interaksi yang ada
41
setiap individu menginginkan adanya perubahan ke arah yang lebih
baik yaitu pengajian.
Pengajian yang dibentuk dengan didasari agama dan norma
masyarakat ini dipandang mampu memberikan kontribusi positif
bagi jama’ah yang mengikutinya. Selain mendapatkan ilmu, di
dalam perkumpulan pengajian tersebut, hendaknya mampu perlahan
membentuk akhlakul karimah pada jama’ah di kehidupan sehari
-hari. Agama Islam mengatur segala tingkah laku umatnya di dalam
Al-Qur’an agar dijadikan pedoman dalam menjalani hidup. Al
-Qur’an juga mengajarkan bahwa sikap sosial sangatlah penting
untuk umatnya. Adapun yang dimaksud sikap sosial pada jama’ah
yaitu suatu respond yang ditunjukkan oleh individu terhadap
gejala-gejala sosial yang ada di dalam masyarakat. Sikap sosial pada
jama’ah merupakan bukti bahwa keikutsertaannya dalam sebuah
kelompok pengajian telah berhasil. Keberhasilan yang dicapai
tersebut terbukti dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada sikap
sosial yang dimiliki. Saling menghargai, adanya sikap toleransi,
tolong menolong, dan saling menyayangi adalah bukti bahwa
jama’ah memiliki sikap sosial yang baik.
Hubungan baik sesama muslim dalam kehidupan bermasyarakat,
Rasulullah Saw telah menyebutkan ada enam kewajiban seorang
42
Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam: Jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika dia mengundangmu maka datanglah, jika dia meminta nasihat kepadamu maka berilah nasihat, jika dia bersin lalu mengucapkan Alhamdulillah maka doakanlah, jika dia sakit maka jenguklah, dan jika ia meninggal maka iringilah jenazahnya (HR. Muslim, no. 2162).
1) Mengucap Salam
Hidup di masyarakat hendaknya kita saling bertegur sapa,
salah satu caranya adalah dengan memberi salam terutama
apabila bertemu dengan orang yang lebih tua. Sedangkan jika
ada orang yang memberi kita salam, hendaknya kita jawab
salam tersebut sebab hukum menjawab salam ialah wajib. Salam
diucapkan adalah dengan tujuan untuk saling mendo’akan orang
lain agar senantiasa diberi keselamatan.
2) Menghadiri Undangan
Undangan yang telah diberikan kepada kita, sebaiknya kita
hadir. Tujuan kita menghadiri undangannya adalah agar tumbuh
sikap peduli kita kepada orang lain. Menghadiri undangan juga
berarti kita menghormati orang yang mengundang agar tidak
timbul rasa kecewa karena kita tidak menghadiri undangannya.
3) Memberi Nasihat yang Baik
Bermacam-macam perilaku seseorang, ada yang taat
menjalakan ajaran-ajaran dalam agamanya dan ada pula yang
menyimpang. Orang-orang yang menyimpang dari ajaran
43
Lebih baik pula apabila kita memberi nasihat dengan ucapan dan
tutur kata lembut dan tidak menyinggung hatinya.
4) Mendo’akan Orang yang Bersin
Orang yang bersin hendaknya mengucap Alhamdulillah,
karena telah diberi nikmat oleh Allah Swt. Sikap orang yang
mendengarkan apabila ada saudaranya yang bersin hendaknya
menjawabnya dengan Yarhamukallah.
5) Menjenguk Orang Sakit
Orang yang diberi limpahan kesehatan oleh Allah Swt
adalah orang-orang yang beruntung. Gunanya Allah Swt
member kesehatan adalah agar orang yang sehat menjenguk
saudaranya yang sakit untuk dido’akan agar lekas sembuh dari
sakitnya. Orang yang sakit apabila dijenguk oleh orang lain,
dalam hatinya pasti ada rasa bahagia karena merasa orang lain
peduli padanya.
6) Mengiringi Jenazah
Tugas seseorang selain menjenguk saudaranya yang sakit,
adapula tugasnya untuk mengiringi jenazah. Mulai dari
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, mensolatkan
jenazah, dan menghantarkan jenazah hingga ke liang lahat. Hal
lain yang dapat dilakukan adalah memberikan semangat dan
motivasi kepada keluarga yang ditinggal oleh jenazah tersebut
44
Adapun menurut Srijanti, Purwanto, dan Wahyudi (2007:
119-131) bahwa ada delapan akhlak sosial islami yaitu:
1) Akhlak Saling Menyayangi
Setiap orang yang beriman harus saling menyayangi,
seperti sesama muslim, terhadap manusia yang berbeda
keyakinan, terhadap keluarga, dan dengan alam.
2) Beramal Sholeh
Beramal sholeh dapat diartikan berbuat baik/kebajikan,
memberi sumbangan atau bantuan kepada orang miskin. Amal
sholeh juga dapat berarti melakukan sesuatu yang baik seperti
memberi nasihat, bekerja, untuk kepentingan masyarakat, dan
mengajarkan suatu ilmu. Beramal sholeh merupakan wujud
akhlak sosial dalam rangka mewujudkan kepedulian sosial,
sehingga seseorang berbuat baik terhadap orang lain.
3) Saling Menghormati
Dalam kehidupan bersosial, kita juga membutuhkan akhlak
untuk saling menghormati. Saling menghormati adalah sikap
sosial yang mendasar dan luas. Sikap sosial ini lebih banyak
tampil dalam wujud yang kelihatan, dan umumnya bersifat
langsung, dalam setiap perjumpaan kita satu sama lain. Tanpa
sikap ini kehidupan bersama menjadi hambar, diwarnai
ketegangan karena masing-masing hanya mengutamakan
45
lain. Wujud nyata dari tindakan saling menghormati dapat
berupa tindakan spontan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap
hormat diharapkan menjadi way of life karena sudah menjadi
citra diri.
4) Berlaku Adil
Keadilan diartikan sebagai sikap berpihak pada yang benar,
tidak memihak salah satunya, dan tidak berat sebelah. Dengan
kata lain yang dimaksud adil disini ialah memberikan hak
kepada yang berhak tanpa membeda-bedakan antara
orang-orang yang berhak itu, dan melakukan tindakan kepada orang-orang
yang salah sesuai dengan kejahatannya dan kelalaiannya, tanpa
mempersukarnya atau bersikap pilih kasih kepadanya.
5) Menjaga Persaudaraan
Menjaga persaudaraan dapat diartikan membuat hubungan
persahabatan atau pertemanan menjadi sangat karib seperti
layaknya saudara. Untuk membina persaudaraan karena
keturunan, Islam mengajarkan kita untuk memelihara dan
menyambung ikatan kekerabatan serta memperhatikan dan
membantu kaum kerabat yang memerlukan pertolongan.
Terhadap persaudaraan karena kepentingan dunia, seperti
kerjasama, usaha, organisasi, dan lainnya, Islam mengajarkan
agar saling hormat menghormati dan saling tolong-menolong
46 6) Berani Membela Kebenaran
Berani membela kebenaran berarti keteguhan dalam
menghadapi bahaya atau sesuatu yang membahayakan dalam
rangka menegakkan kebenaran berdasarkan ketentuan Allah
Swt. Berani membela kebenaran juga dapat diartikan merasa
takut pada beberapa hal yang memang harus ditakuti yaitu
hal-hal yang jahat dan jelek seperti kejahatan, kriminal, dan
kejelekan seperti aib, dan kemiskinan.
7) Tolong-menolong
Tolong-menolong dapat diartikan saling bantu membantu,
meminta bantuan dan memberikan bantuan.
8) Musyawarah
Musyawarah dapat diartikan rapat atau berunding untuk
memeproleh keputusan atau petunjuk yang terbaik. Islam
menjadikan musyawarah sebagai suatu cara atau aturan dalam
rangka meneliti dan memeriksa pendapat agar diperoleh
keputusan atau petunjuk yang terbaik. Islam juga menjamin
kebebasan berpendapat bagi tiap orang selama pendapat itu
tidak bertentangan dengan akidah dan ibadah.
Penjelasan yang telah diuraikan di atas, peneliti mengambil
pokok utama yang menjadi indikator seorang jama’ah memiliki
47
Kehidupan bermasyarakat tidak pernah terlepas dari sebuah aktivitas sosial
dan keagamaan. Demi mencapai cita-cita mewujudkan masyarakat yang
memiliki akhlak Islami, tidak jarang di setiap daerah khususnya wilayah yang
mayoritas adalah muslim mengadakan pengajian. Kegiatan pengajian di
lingkungan masyarakat ini, nantinya dapat mendongkrak nilai-nilai Islami
muncul menjadi sebuah identitas warga sekitar. Semakin tinggi intensitas
warga desa mengikuti pengajian dan aktif dalam kegiatan tersebut
diharapkan juga mampu menyerap ilmu yang telah didapat.
Keaktifan Mengikuti Pengajian Sikap Sosial