PENGARUH INTENSITAS MENGIKUTI PENGAJIAN TAFSIR JALALAIN
DAN SHALAT JAMA’AH TERHADAP SIKAP SOSIAL SANTRI
DI PONDOK PESANTREN EDI MANCORO GEDANGAN
KEC. TUNTANG KAB. SEMARANG
S K R I P S I
Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI)
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kegururan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Oleh:
ROHMAN HAKIM
111 10 177
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya
persembahkan kepada :
1.
Bapak Jakrofi dan Ibu Siti Muslikhah tercinta yang telah mendidik,
membimbing, memberikan kasih sayang, do‟a dan segalanya, yang
menjadi perantaraku untuk memperoleh tujuan hidupku, ilmu, iman,
amal shalih dan ridho Allah. Semoga beliau selalu diberikan
kesehatan, keimanan, kesabaran oleh Allah.
2.
KH. Mahfud Ridwan, Lc. yang selalu memberi pencerahan dan
memberi arahan dalam mendidik menjadikan saya lebih baik.
3.
Sahabat-sahabatku yang selalu mendukung dalam menyelesaikan
skripsi ini, yang selalu menemani susah senang bersama, yang selalu
memberi motivasi dan mendo‟akanku. Semoga dengan do‟a kita
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat, rahmad, ridho, hidayat serta inayahnya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan nabi
agung Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan kepada umatnya.
Skripsi ini penulis buat dalam rangka memenuhi tugas akhir dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah Pengaruh
Intensitas Mengikuti Pengajian Tafsir Jalalain d
an Shalat Berjama‟ah terhadap Sikap Sosial
Santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang 2015.
Penulisan skripsi dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh rendah hati, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku rektor IAIN salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M. Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN salatiga.
3.
Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
salatiga yang selalu memotivasi penulis.
4.
Bapak Dr. H. Miftahuddin, M. Ag. yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dengan penuh keikhlasan dan sabar mencurahkan fikiran dan
tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian
penulisan skripsi ini.
6.
Segenap bapak dan ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan bekal ilmu dan pelayanan sehingga studi ini bisa selesai.
7.
Kepada segenap pengurus dan santri Pondok Pesantren Edi Mancoro yang
membantu dalam menyelesaikan studi ini.
8.
Segenap keluarga besar kopma FATAWA IAIN Salatiga yang selalu memberikan
berbagai ilmu organisasi.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berkah dan melimpah.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih dari
kesempurnaan, semua itu dikarnakan keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun semangat penulis harapkan
dalam penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun
pembaca pada umumnya serta bermanfaat pada dunia pendidikan, agama, nusa, bangsa dan
Negara. Amin.
Salatiga, 09 juni 2015
Penulis
ABSTRAK
Hakim, Rohman. 2015. Pengaruh Intensitas Mengikuti Pengajian Tafsir Jalalain
dan Shalat Berjama‟ah terhadap Sikap Sosial Santri
(Studi atas Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang
2015). Skripsi, Fakultas Tarbiyah. Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H.
Miftahuddin, M.Ag.
Kata Kunci: kitab tafsir jalalain, shalat berjama‟ah dan sikap sosial.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Bagaimana variasi intensitas mengikuti
pengajian tafsir jalalain terhadap sikap sosial santri dipondok pesantren Edi
Mancoro Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang 2015, 2) Bagaimana variasi
intensitas shalat berjama‟ah terhadap sikap sosial santri dipondok pesantren Edi
Mancoro Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang 2015, 3) Bagaimana variasi
pengaruh secara bersama-sama antara intensitas mengikuti pengajian tafsir
jalalain dan shalat berj
ama‟ah terhadap sikap sosial santri dipondok pesantren Edi
Mancoro Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang 2015.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian regresi linier sederhana
dengan pendekatan kuantitatif. Populasi sebanyak 105 santri, sedangkan sampel
yang diambil 30 santri yang diambil menggunakan random sampling dimana
semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Data
yang dibutuhkan digali melalui angket yang dikembangkan dan disusun oleh
peneliti. Sebelum angket terlebih dahulu diuji cobakan kepada 30 responden
untuk diuji validitas dan realibilitasnya. Data penelitian dianalisis dengan teknik
regresi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
LOGO IAIN SALATIGA ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah ...
1
B.
Rumusan masalah ...
4
C.
Tujuan penelitian ...
4
D.
Kegunaan Penelitian ...
5
2. Kerangka Teori ...
10
F.
Metode Penelitian ... 13
G.
Sistematika Penulisan ... 16
BAB II BIOGRAFI KH. AHMAD DAHLAN
A.
Latar Belakang Keluarga ... 18
B.
Latar Belakang Pendidikan... 25
1.
Belajar dari Homeschooling ... 26
2.
Belajar dari guru ke guru ... 29
C.
Pengalaman Organisasi... 30
D.
Bergabung deng Budi Utomo dan Jam‟iyat Khoir
... 32
E.
Cita-cita Ahmad Dahlan ... 34
BAB III PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN
A.
Pendidikan Islam masa penjajahan... 37
B.
Makna Pembaharuan Pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan ... 47
C.
Langkah-langkah Pembaharuan Pendidikan Islam menurut Ahmad
Dahalan... 49
D.
Tujuan Pembaharuan Pendidikan islam menurut Ahmad Dahlan ... 55
BAB IV SIGNIFIKANSI, RELEVANSI DAN IMPLIKASI PEMBAHARUAN
PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AHMAD DAHLAN
A.
Signifikansi Pemikiran ... 57
C.
Implikasi Pemikiran ... 66
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan ... 68
B.
Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Daftar Nama Ustadz dan Ustadzah PPEM 69
Daftar Nama Kamar dan Jumlah Santri Putra PPEM ... 71
Daftar Nama Kamar dan Jumlah Santri Putri PPEM ... .... 71
Daftar Kurikulum PPEM ... 73
Daftar Nilai Hasil Angket Tentang Intensitas Mengikuti Pengajian Tafsir Jalalain
PEM ... .... 77
Daftar Tentang Distribusi Frekwensi Jawaban Tentang Intensitas Mengikuti
Pengajian Tafsir Jalalain PPEM ... .... 78
Tabel Distribusi Frekwensi Intensitas Mengikuti Pengajian Tafsir Jalalain PPEM
Daftar Tentang Distribusi Frekwensi Jawaban Tentang Intensitas Shalat
Berjama‟ah
... .... 83
Daftar Tentang Distribusi Frekwensi Jawaban Tentang Intensitas Shalat
Berjama‟ah
... .... 85
Tabel Distribusi Frekwensi Intensitas Shalat Berjama‟ah ... .... 89
Daftar Nilai Hasil Angket Tentang Sikap Sosial Santri PPEM ... .... 90
Daftar Tentang Distribusi Frekwensi Jawaban Tentang Sikap Sosial Santri PPEM
Tabel Persiapan Analisis Statistik X1 terhadap Y ... .... 97
Tabel Hasil Analisis Data Intensitas Mengikuti Pengajian Tafsir Jalalain PPEM 99
Tabel Persiapan Analisis Statistik X2 terhadap Y ...101
Tabel Hasil Analisis Data Intensitas S
halat Berjama‟ah PPEM
... 103
LAMPIRAN
Angket Penelitian
Output SPSS Hasil Olah Data
Lembar Konsultasi
Surat Ijin Penelitian
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan agama adalah proses yang mengantarkan pada pembentukan
kepribadian manusia yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam pendidikan
agama banyak sekali yang harus dipelajari salah satunya adalah tentang syariat
islam seperti hal-nya shalat, karena shalat merupakan rukun islam yang kedua
setelah syahadat. Shalat juga merupakan amalan yang pertama kali dihisab
pada hari kiamat kelak, sehingga shalat dijadikan induk dari seluruh ibadah,
karena shalat merupakan kunci atau penentu dari berbagai amal perbuatan
manusia, mendirikan shalat sama dengan mendirikan rukun islam.
Kedudukan shalat menjadi perkara yang hakiki (wajib) bagi umat islam,
shalat berjama‟ah sudah ditentukan waktunya, dengan melakukan shalat
manusia sudah melaksanakan dua rukun islam, diantaranya membaca syahadat
dan mengerjakan shalat.
Shalat adalah “Rukun islam teragung setelah dua
kalimat syahadat”.(Muqoddim, 2005: 15).
Dasar untuk mendirikan shalat dalam kitab al qur‟an sudah jelas,
diantara ayat yang menyeru untuk mendirikan shalat terdapat dalam surat Al
Baqarah ayat 43 sebagai berikut ini :
Artinya : “
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-
orang yang ruku’(shalat berjama’ah)”
. (QS. Al-Baqarah:
43)
Dari ayat diatas memberikan landasan hukum yang jelas untuk
melaksanakan shalat secara berjama‟ah. Kewajiban melaksanakan shalat
berjama‟ah dalam pandangan islam mempunyai nilai yang lebih tinggi yaitu
27 kali lipat dibandingkan dengan shalat sendri. Sebagaimana sabda nabi :
تجز د نيسشع و عبسب ّرفلا ة لاص نه لضفأ تع اوجلا ة لاص
Artinya : “
shalat berjama’ah lebih utama dari pada shalat sendirian 27
derajat”.
(terjemahan shahih bukhari : I/208(367)).
Dengan shalat berjama‟ah manusia akan saling mengenal (ta‟aruf) akan
timbul tali persaudaraan antar sesama manusia. Dengan mengenal orang lain
maka diharapkan bisa mengenali dan mampu menjadi diri sendiri.
Perkembangan zaman yang pesat menjadi pengaruh besar terhadap
prilaku masyarakat Indonesia yaitu lebih mementingkan kehidupan duniawi
dari pada ukhrowi, salah satunya perkembangan teknologi, misalnya
handphone, televisi, internet dan sebagainya yang menimbulkan masyarakat
terhipnotis dan akhirnya lupa akan kebutuhan akhirat. Oleh karena itu kita
harus dapat memanfaatkan perkembangan teknologi secara benar dan
proporsional tanpa meninggalkan hal yang bekaitan dengan agama yang
menghubungkan kita dengan Tuhan dan posisi kita sebagai makhluk ciptaanya
walaupun dalam prosesnya sangat berat seperti pendapat (Darajat, 1996:133)
yang menyatakan bahwa “pendidikan agama sesungguhnya jauh lebih berat
Sekarang sebagian besar umat islam telah meninggalkan tradisi mereka
baik tradisi daerah ataupun kebudayaan islam itu sendiri akhirnya yang
namanya akhlaq al-karimah sudah mulai luntur, indikasinya adalah banyak
umat islam di kota maupun di desa yang jarang melakukan kegiatan religius
seperti membaca Al-quran, yasinan, berjanjen, shalat derjama‟ah dan kegiatan
yang lain khususnya pengajian yang sudah menjadi tradisi sejak dulu kususnya
di desa-desa. Kemudian banyak masjid-masjid yang megah tetapi sepi oleh
jama‟ah, yang dulu biasanya ramai oleh orang
-orang yang mengaji dari anak
kecil hingga orang tua tetapi sekarang sudah jarang kecuali daerah-daerah
yang masih menjaga tradisi ini khususnya daerah yang di sekitarnya masih ada
lembaga-
lembaga islam seperti Pondok Pesantren dan majlis ta‟lim.
Pendidikan akhlak dan kegiatan keagamaan merupakan hal yang
penting bagi masyarakat untuk mengetahui hal baik dan yang buruk.
Pendidikan keagamaan (pengajian) sebagai sarana pemahaman tentang akhlak
yang dapat diterima oleh akal sehat sehingga masyarakat mampu berfikir dan
melaksanakan perbuatan yang baik serta mampu untuk menjauhi hal-hal yang
buruk. Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dengan
diberikan akal pikiran yang bisa menerima dan menggali ilmu pengetahuan
yang bermanfaat bagi perkembangan dan kelangsungan hidupnya.
dalam Pondok Pesantren mulai perasaan, prilaku, dan kedekatan kepada kiai
sangat mempengaruhi terhadap jiwa santri. Itulah sebabnya kiai bukan hanya
sekedar pendidik saja, akan tetapi juga sebagai sauri tauladan bagi
santri-santrinya dalam upaya membina ke arah mental yang sehat, khususnya mental
keagamaan. Pondok Pesantren juga merupakan salah satu lembaga pendidikan
islam di Indonesia yang secara fisik mempunyai sarana utama dalam
melaksanakan ibadah dimasjid/aula. Pondok Pesantren dalam proses sikap
sosialnya mempunyai karakteristik, pendidikan yang melahirkan
kegotong-royongan, semangat tolong-
menolong, jiwa kesatuan dalam berjama‟ah, dan
semangat mematuhi ketentuan peraturan yang ada di pondok.
Masalah yang berkembang saat ini adalah banyaknya santri yang
melanggar aturan tersebut padahal dalam peraturan dan tata tertib sudah
tercantum kewajiban santri untuk melaksanakan shalat berjama‟ah dan
mengikuti pengajian kitab yang sudah ada. Pondok Pesantren sebagai lembaga
pendidikan islam seharusnya menjadi pelepor dan penggerak umat islam.
Santri yang melanggar peraturan dan tidak melaksanakan shalat berjama‟ah
memeperlihatkan sikap dan perilaku yang kurang baik dalam kehidupan
sehari-hari.
Setiap ibadah yang diperintahkan atau dianjurkan di dalam ajaran Islam
pasti memiliki kegunaan dan manfaat bukan hanya terhadap diri sendiri
melainkan juga terhadap lingkungan sosialnya. Lalu dari prilaku ibadah yang
benar muncul apa yang disebut “rahmat” bagi seluruh alam. Karenanya
muncul sebagai pelita dalam kegelapan, penyejuk dalam kepenatan iklim
sosial yang menggerahkan, dan sebagai juru damai dalam hiruk pikuknya
perbagai perebutan kepentingan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk
melakukan penelitian yang berjudul “
Pengaruh Inensitas Mengikuti
Pengajian Tafsir Jalalain Dan Sholat Berjama’ah Terhadap Sikap Sosial
Santri Di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kec. Tuntang Kab.
Semarang tahun 201
5
”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan
penelitiaan ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana variasi tingkat intensitas santri dalam mengikuti kajian Tafsir
Jalalain di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa. Gedangan Kec. Tuntang
Kab. Semarang.
2.
Baga imana variasi tingkat intensitas santri dalam melaksanakan shalat
berjama‟ah di Pondok Pesantren Edi Mandoro Desa. Gedangan Kec.
Tuntang Kab. Semarang.
3.
Bagaimana variasi sikap sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Desa. Gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang.
5.
Adakah pengaruh intensitas santri dalam melaksanakan shalat berjama‟ah
terhadap sikap sosial di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa. Tuntang
Kec. Tuntang Kab. Semarang.
6.
Adakah pengaruh intensitas mengikuti pengkajian Tafsir Jalalain dan
shalat berjama‟ah terhadap sikap sosial santri di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Desa. Gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang.
C.
Tujuan Penelitian
Sebagai konsekuensi logis dari permasalahan pokok maka tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui variasi tingkat intensitas santri dalam mengikuti
pengajian Tafsir Jalalain di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang.
b.
Untuk mengetahui variasi tingkat intensitas santri dalam melaksanakan
shalat berjama‟ah di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa gedangan Kec.
Tuntang Kab. Semarang.
c.
Untuk mengetahui variasi tingkat sikap sosial santri di Pondok Pesantren
Edi Mancoro Desa gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang.
d.
Untuk mengetahui pengaruh intensitas mengikuti kajian Tafsir Jalalain
terhadap sikap sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang.
f.
Untuk mengetahui pengaruh intensitas mengikuti pengkajian Tafsir
Jalalain dan shalat berjama‟ah terhadap sikap sosial santri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang.
D.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah “jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian yang kebenarannya harus diuji s
ecara empiris” ( Suryabrata
2003:21 ).
Dari pengertian hipotesis diatas maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah “Ada pengaruh yang singnifikan antara intensitas mengikuti kajian
Tafsir Jalalain dan shalat berjama‟ah terhadap sikap sosial santri di Pond
ok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang”.
Dengan kata lain semakin tinggi intensitas santri dalam mengikuti pengkajian
dan shalat berjama‟ah semakin tinggi pula tingkat sikap sosial santri di
pondok tersebut.
E.
Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah :
a.
Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang jelas
kepada masyarakat umum mengenai pengaruh intensitas mengikuti
pengkaijan Tafsir Jalalain dan shalat berjama‟ah dengan sikap sosial
b.
Manfaat secara praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh-contoh
atau teladan dan pelajaran yang berharga bagi masyarakat dan khususnya
terhadap para penuntut ilmu tentang bagaimana tata, aturan dan etika
dalam menuntut ilmu dengan baik dan benar.
F.
Definisi operasional
Untuk menghindari kemungkinan terjadi penafsiran yang berbeda
dengan maksud utama penulis dalam mengunakan kata dalam judul penelitian
ini perlu ada penjelasan beberapa istilah pokok maupun kata yang menjadi
variabel penelitian.
a.
Intensitas mengikuti kajian kitab Tafsir Jalalain
Intensitas menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti “keadaan,
tingkatan), intensinya (kuatnya,
hebatnya, bergeloranya dan sebagainya”
(Depdiknas 2002 : 438). Kajian berasal dari kata kaji yang berarti
melakukan sesuatu untuk mendapatkan khasanah ilmu, pengajian adalah
melakukan sesuatu untuk mengkaji dan mendapatkan pendidikan imu
agama islam melalui tokoh agama. Kitab
Tafsir Jalalain adalah kitab
klasik yang dikarang oleh jalaluddin Al-Mahalli dan jalaluddin
As-Suyuti.
Untuk mengukur intensitas santri mengikuti kajian kitab Tafsir
Jalalain maka ditentukan indikator sebagai berikut :
a.
Selalu mengikuti kajian Tafsir Jalalain
b.
Selalu datang tepat waktu saat mengikuti kajian
c.
Selalu inten dalam mendengarkan dan memahami apa yang
disampaikan kiai
d.
Selalu membuat catatan (memaknani kitab)
e.
Selalu membaca ulang apa yang telah ditulis saat kajian ketika
waktu luang(Umar Faruq, 2007: 197)
b.
Intensitas Sholat Berjama‟ah
Intensitas menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti keadaan,
tingkatan, kuatnya, hebatnya, bergeloranya dan sebagainya (Depdiknas,
2002: 438).
Secara lughowi atau arti kata shalat adalah do‟a, sedangkan
menurut terminologi adalah serangkaian perkataan dan perbuatan tertentu
yang dimulai dengan takbirotul ikhrom dan diakhiri dengan salam.
(Syarifudin, 2003: 20). Shalat diwajibkan Allah SWT atas setiap umat
islam yang sudah akil baligh sebanyak lima kali dalam sehari semalam,
yaitu shalat subuh, zhuhur, ashar, mahrib dan shalat iysa‟. Shalat wajib
yang lima tersebut dianjurkan untuk dilakukan dengan secara berjama‟ah.
Shalat jama‟ah terdiri dari dua kata yaitu shalat dan jama‟ah.
beberapa perbuatan yang diawali dengan takbirotul ikhrom dan diakhiri
dengan salam.
Berdasarkan pengertian di atas maka ketaatan menjalankan shalat
berjama‟ah dapat diartikan keadaan dimana seseorang selalu melakukan
shalat wajib dengan berjama‟ah sesuai
syarat dan rukun yang telah
ditentukan. „ibadah yang wajib dilaksanakan sehari lima waktu
berjama‟ah artinya, berkumpul atau ramai
-ramai dan
bersama-sama.(As-sawaf, 2007:41,303). Pengertian shalat berjama‟ah suatu perbuatan shalat
yang dilakukan bersama-sama apabila dua orang bersama-sama
melakukan shalat diantaranya seorang diantara mereka mengikuti yang
lainnya maka keduanya dinamakan shalat berjama‟ah. Orang yang diikuti
didepan disebut imam dan yang mengikuuti di belakang disebut
makmum. (Abdullah, 2003:39).
Banyak manfaat yang diambil ketika melaksanakan shalat
berjama‟ah. Baik manfaat dunia maupun manfaat akhirat. Betapa
indahnya jika shalat berjama‟ah ditegakkan.
Berdasarkan pengertian di atas maka intensitas melaksanakan
shalat berjama‟ah dapat dia
rtikan keadaan dimana sesorang selalu
melaksanakan shalat wajib dengan berjama‟ah.
Adapun indikator-indikator intensitas shalat berjama‟ah adalah:
a.
Melakukan shalat tepat waktu
d.
Meluruskan shaf ketika melaksanakan shalat berjama‟ah
e.
Selalu melaksanakan shalat berjama‟ah dalam keadaan dan situasi
apapun
f.
Aktif melaksanakan shalat berjama‟ah
g.
Berdzikir dan berdo‟a setelah selesai shalat berjama‟ah
c.
Sikap Sosial
Dalam kamus bahasa Indonesia, sikap mempunyai arti perbuatan
dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian. Sedangkan sosial yaitu
berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum
(Depdiknas, 2007: 1063 ).
kesadaran santri yang tercermin dalam perbuatan terhadap masyarakat
sekitar.
Sedangkan untuk mengukur sikap sosial seseorang terhadap
sesama digunakan indikator sebagai berikut:
a.
Ketika bertemu selalu mengucapkan salam atau menjawabnya
b.
Berusaha menjenguk jika ada orang sakit
c.
Menyayangi sesama
d.
Rendah hati
e.
Selalu berprasangka baik
f.
Menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
g.
Berusaha memaafkan kesalahan sesama (Salamulloh, 2008: 106-130).
G.
Metode Peneitian
Metode penelitian adalah ajaran mengenai metode metode yang
digunakan dalam proses penelitian (Kartono, 1990: 20). Dalam penulisan ini,
penulis akan mengunakan metodologi yang akan penulis jabarkan dibawah
ini :
1.
Pendekatan dan rancangan penelitian
2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Desa. Gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang. Pelaksanaan
penelitian ini berlangsung 05 April 2015 Sampai 08 Juni 2015.
3.
Populasi dan Sampel
a.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian ( Arikunto,
2010: 173). Maksud dari populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruh santri Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, dalam wilayah penelitian
yang nantinya akan menjadi subjek peneliti. Adapun jumlah seluruh
santri adalah 105 santri.
b.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi. (Hadi, 1994: 221).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan random
sampling dimana semua populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi sampel. Arikunto (1998: 117) menyatakan apabila
jumlah populasi lebih dari 100, maka sampel dapat diambilantara
10-15% atau 20-25% atau lebih. Adapun sampel yang akan diambil
dalam penelitian ini adalah 30 santri
4.
Metode Pengumpulan Data
a.
Angket atau Kuesioner
Angket adalah “sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya, atau hal-hal yang
ketahui” (Arikunto, 1998: 128)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket tertutup,
sehingga responden tinggal menjawab pertanyaan yang telah
disediakan. Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang pengaruh intensitas mengikuti pengajian
Tafsir Jalalain dan shalat berjama‟ah terhadap sikap sosial santri di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa gedangan Kecamatan tuntang
Kabupaten Semarang tahun 2015
b.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, ledger, agenda dan sebagainya (Arikunto,
1998: 236).
5.
Instrument Penelitian
Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel
yang akan diteliti. Instrument yang diperlakukan dalam peneitian ini
adalah lembaran angket yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh intensitas menikuti pengkaijian Tafsir Jalalain dan shalat
berjama‟ah terh
adap sikap sosial santri. Angket dirancang dalam 30
pertanyaan ditunjukan untuk para santri Pondok Pesantren.
Setiap item ditentukan dengan skor 1-3 dengan pengkatagorian
bobot yang peneliti tetapkan adalah :
-
Untuk pilihan (a) bobot nilai 3
-
Untuk pilihan (b) bobot nilai 2
-
Untuk pilihan (c) bobot nilai 1
Skor 3 berarti baik, skor 2 berarti cukup, skor 1 berarti kurang.
Angket yang dijawab dilakukan pengkatagorian pengaruh intensitas
mengikuti pengkajian Tafsir Jalalain dan shalat berjama‟ah terhadap sikap
sosial santri.
6.
Analisis Data
Dalam skripsi ini penulis menggunakan analisis data, yaitu data
yang terkumpul selama penilaian berjalan, dianalisis guna menjawab
permasalah-permasalahan yang telah diajukan sebelumnya. Adapun cara
menganalisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :
a.
Analisis Pendahuluan
data yang telah terkumpul. Cara yang ditempuh peneliti adalah
memberikan skor untuk setiap jawaban peritem soal dari angket yang
telah disebarkan kepada para responden. Kemudian seluruh skor
dijumlahkan secara keseluruhan, dan dianalisis secara statistic. Dari
hasil penelitian kemudiian dibuat tiga katagori, yaitu tinggi (baik),
sedang (cukup baik), rendah (kurang baik).
b.
Analisis Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknis
analisis korelasi berganda (multiple regression analisis) dengan
bantuan SPSS 16.0 for windows. Dalam penelitian ini analisis korelasi
untuk mengetahui pengaruh intensitas mengikuti pengkajian Tafsir
Jalalain (X1) dan shalat berjama‟ah (X2) terhadap sikap sosial santri
(Y).
Analisis regresi ganda bertujuan untuk meramalkan nilai
pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat.
Angket probabilitas hasil analisa ≤ 0,05 maka hipotesis nol (Ho)
ditolak dan hipotesis kerja (Hk) diterima.
Langkah-langkah menganalisis menggunakan SPSS 16 for
windows adalah sebagai berikut :
a.
buka lembar kerja SPSS
b.
buat semua keterangan variabel dari variabel view
c.
klik data view dan masukan data
dependent dengan variabel terikat, yaitu variabel Y dan kotak
menu independent dengan variabel bebas, yaitu X1, X2.
e.
selanjutnya ketik kotak menu statistics. Pilih Estimates,
Descriptives, dan model fit lalu ketik continue.
f.
kotak menu plost, berfungsi untuk menampikan grafik pada
analisis regresi. Klik kotak menu plots, kemudian klik normal
probability plot yang terletak pada kotak menu standardized
residuel plost. Selanjutnya klik continue.
g.
setelah klik continue klik ok, beberapa saat kemudian akan keluar
outputnya.
H.
Sistematika Penulisan
Bab I
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian,
definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan berbagai pembahasan teori yang
menjadi landasan teoritik penelitian, khususnya berkaitan dengan
variabel penelitian, yaitu pengaruh hubungan intensitas mengikuti
kajian Tafsir Jalalain dan shalat berjama‟ah dengan sikap sosial
Bab III HASIL PENELITIAN
Secara garis besar, bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian gambaran umum lokasi penelitian dan penyajian data.
1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pada bagian ini berisi tentang gambaran umum tempat
penelitian meiputi sejarah singkat, letak geografis, profil, visi,
misi, motto, jadwal keseharian pondok dan lain-lain.
2.
Penyajian Data
Bagian ini berisi urain tentang karakteristik tiap-tiap variabel,
berupa skor atau nilai yang diperoleh melalui instrument
penelitian.
Bab VI ANALISIS DATA
Isi dari bab ini meliputi analisis terhadap tiap-tiap variabel,
pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil uji hipotesis.
Bab V
PENUTUP
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tafsir Jalalain
1. Pengertian Kitab Tafsir Jalalain
Kitab adalah buku yang berisi segala sesuatu yang bertalian dengan
agama (Poerwadarminta, 2006: 602). Sedangkan Tafsir ditinjau dari bahasa
nerupakan bentuk isim masdar (kata benda abstrak) dari fassara-yufassiru-tafsiran
yang berarti pemahaman, penjelasan, dan perincian. Dan menurut istilah dapat
diartikan sebagai suatu hasil pemahaman manusia(baca : mufassir)terhadap
al-Qur‟an yang dilakukan dengan mengunakan metode atau pendekatan tertentu yang
dipilih oleh mufassir, dan dimaksudkan untuk memperjelas suatu makna teks
ayat-ayat al-Qur‟an. (Abdul Mustaqim, 2003: 02). Disebut kitab Tafsir Jalalain karena
kitab itu dikarang oleh dua ulama besar yang memiliki kesamaan nama yaitu imam
jalaludin al-mahalli dan imam jalaludin as-suyuthi.
Kitab Tafsir Jalalain membahas tentang bagaimana penafsiran dalam
ayat-ayat al-Qur‟an yang baik dan benar sesuai dengan metode dan pendekatan
tertentu, misalnya pendekatan filsafat, maka akan melahirkan produk penafsiran
yang bercorak filosofis. Jika al-qur‟an ditafsirkan mengunakan pendekatan sufistik,
maka akan menghasilkan tafsir yang kental dengan aroma sufistiknya. Adapun
biografi kedua pengarang tersebut sebagai berikut. (Abdul Mustaqim, 2003:
02-03).
Kitab tafsir jalalain merupakan kitab klasik yang dikarang oleh dua ulama
besar ahli tafsir dan mempunyai kesamaan nama yaitu jalaludin yang dimulai oleh
imam jalaludin al-mahalli. Pada saat itu beliau menulis dari awal surat sampai surat
dan kemudian dilanjutkan beliau imam jalaludi as-Shuyuthi yaitu dari surat
al-Kahfi sampai selesai. Adapun biografi kedua beliau akan dijelaskan dibawah ini.
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim bin
Ahmad bin Hashim Jalal, Abu Abdillah bin Syihab, Abi Abbas bin
al-Kamal al-Ansari, al-Mahalli, al-Qahiri, al-Syafii. Gelar al-Mahalli merupakan
nisbatnya kepada sebuah Bandar mesir terkenal yang disebut al-Mahallah al-Kubra
al-Gharbiyah. Beliau dilahirkan di mesir pada bulan syawal tahun 791 H dan wafat
pada tahun 864 H di mesir, dan dimakamkan di sana juga.
Jalaluddin Al-Mahalli adalah seorang mufasir (ahli tafsir) berkebangsaan
Mesir. Ia lebih dikenal dengan julukan Jalaluddin Al-Mahalli yang berarti orang
yang mempunyai keagungan dalam masalah agama. Sedangkan sebutan Al-Mahalli
dinisbahkan pada kampung kelahirannya, Mahalla al-Kubra, yang terletak di
sebelah barat Kairo, tak jauh dari Sungai Nil.
Sejak kecil tanda-tanda kecerdasan sudah menonjol pada diri Mahalli.
Beliau ulet menyerap berbagai ilmu, mulai dari tafsir, ushul fikih, teologi, fikih,
matematika, nahwu dan logika. Mayoritas ilmu tersebut dipelajarinya secara
otodidak, hanya sebagian kecil yang diserap dari ulama-ulama salaf pada masanya,
seperti al-Badri Muhammad bin al-Aqsari, Burhan al-Baijuri, A‟la al-Bukhari dan
Syamsuddin bin al-Bisati.
Selain menulis kitab Tafsir Jalalain, beliau juga menulis berbagai macam
kitab, diantara karya-karya beliau yaitu sebagai berikut :
a. Kanzur Roghibin
b. Syarh al Minhaj
c. Al badrut tholi‟ fi hilli jam‟il jawami‟
e. Al anwar al mudli‟ah
f. Al qoulul mufid fi an Nailis sa‟id
g. At Thib an-nabawi
Sedangkan nama lengkap imam jalaludin as-Suyuthi yaitu Jalaluddin
Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad bin sabiq ad-Din al Khudlairy
as-Suyuthi. Beliau dilahirhan pada bulan rojab tahun 849 H. Dan meninggal pada
malam jum‟at, tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H.
Ketika As-Suyuthi masih berumur 5 tahun, ayahnya meninggal dunia.
Walaupun begitu beliau tetap memiliki semangat tinggi dan kecerdasan yang luar
biasa dalam menuntut ilmu. Maka tidaklah mengherankan jika beliau mampu
menhafal Al-Qur‟an ketika usianya belum genap 8 tahun, kemudian beliau juga
mampu menghafal kitab Al-Umdah, Minhaj Al-Fiqih, dan Alfiyah Ibnu Malik.
Selain tekun belajar, beliau juga rajin beribadah dan berdo‟a. Tak
sekalipun As-Suyuthi membuang waktu ketika menuntut ilmu. Suatu ketika, beliau
menunaikan ibadah haji dan meminum air zam-zam, lalu berdo‟a agar ilmunya
dalam bidang fiqih setingkat Al-Baqillani dan dalam bidang hadits selebar dengan
Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Dalam pengembaraannya mencari ilmu, As-Suyuthi singgah ke beberapa
negeri seperti Syam, Hijaz, Yaman, India dan Maroko.
Beliau termasuk ulama yang sangat produktif dalam berkarya, beliau
memiliki ratusan kitab dalam berbagai bidang keilmuan. Adapun di antara
karya-karya beliau yaitu :
a. Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an
b. Ad-Durr Al-Manshur fi At-Tafsir bil-Ma’tsur
c. Tarjuman Al-Qur’an fi At-Tafsir Al-Musnad
d. Asrar At-Tanzil
f. Mufhamat Al-Qur’an fi Mubhamat Al-Qur’an
g. Al-Hasyisyah fi Tafsir Al-Baidhawi
2. Metode dan Pendekatan Al-Qur’an
Menurut Said Agil(1999: 71-78) metode dan corak pendekatan penafsiran
al-Qur‟an ada lima macam yaitu sebagai berikut ini :
a. Metode tafsir tahlili
Ialah mengkaji ayat-ayat al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya, ayat
demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani.
Untuk itu, pengkajian metode ini kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang
dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang
dapat diistinbathkan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan
relevensinya dengan surat sebelumnya dan sesudahnya. Untuk itu, ia merujuk
kepada sebab-sebab turun ayat, hadist Rasulullah saw. Dan riwayat dari para
sahabat dan tabi‟in.
Metode tahlili adalah metode yang dipergunakan kebanyakan ulama pada
masa-masa dahulu. Akan tetapi, di antara mereka ada yang mengemukakan
kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebar (ithnab), ada yang dengan
singkat (I‟jaz), dan ada pula yang mengambil langkah pertengahan (musawah).
Mereka sama-sama menafsirkan al-Qur‟an dengan mengunakan metode tahlili,
tetapi dengan corak yang berbeda.
Para ulama membagi wujud tafsir al-Qur‟an dengan metode tahlili
kepada tujuh macam, yaitu: Tafsir bi al-Ma‟tsur, tafsir bi al-Ra‟yi, tafsir shufi,
tafsir fikih, tafsir falsafi, tafsir ilmi, tafsir adabi.
Tafsir ijmali yaitu, penafsiran al-Qur‟an dengan uraian singkat dan
global, tanpa uraian panjang lebar. Mufassir menjelaskan arti dan makna ayat
dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa
menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap
ayat-ayat al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai urutannya dalam
mushaf dalam kerangka uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat
dipahami orang yang pintar dan orang yang bodoh dan orang pertengahan antara
keduanya.
Kadangkala mufassir dengan metode ini menafsirkan al-Qur‟an dengan
lafazh al-Qur‟an, sehingga pembaca merasa bahwa uraian tafsirannya tidak jauh
dari konteks al-Qur‟an. Kadangkala pada ayat-ayat tertentu ia menunjukkan
sebab turunnya ayat, peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat. Mengemukakan
hadist rasulullah atau pendapat ulama yang saleh. Dengan cara demikian,
dapatlah diperoleh pengetahuan yang sempurna dan sampailah ia pada tujuannya
dengan cara mudah serta uraian yang singkat dan bagus.
c. Metode tafsir muqaran
Yaitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara mengambil
sejumlah ayat al-Qur‟an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir
terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta
membandingkan segi-segi dan kecenderungan masing-masing yang berbeda
dalam penafsiran al-Qur‟an. Kemudian ia menjelaskan bahwa diantara mereka
ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasinya.
Ada diantara mereka yang menitikberatkan pada bidang nahwau, yakni segi-segi
I‟rab, seperti imam al-Zarkasyi. Ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh
kitab tafsirnya I‟jal al-Qur‟an dan Abu Ubaidah Ma‟mar ibn al-Mutsanna dalam
kitab tafsirnya al-Majaz di mana ia memberikan perhatian pada penjelasan ilmu
ma‟any, bayan, badi‟, haqiqat, dan majaz.
Seorang mufassir dengan metode muqaran dituntut harus mampu
menganalisis pendapat-pendapat para ulama tafsir yang ia kemukakan, lalu ia
harus mengambil sikap menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak
penafsiran yang tidak dapat diterima rasionya, sehingga pembaca merasa puas.
Selain rumusan sebagaimana dikemukakan di atas, metode tafsir
muqaran mempunyai pengertian an lapangan yang luas, yaitu membandingkan
antara ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang satu masalah (kasus) atau
membandingkan antara ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadist-hadits nabi yang
tampaknya (lahiriyahnya) berbeda serta mengkompromikan dan menghilangkan
dugaan adanya pertentangan antara hadist-hadits Rasulullah Saw. Dan
kajian-kajian lainnya yang sangat berharga, yang dengan itu akan tampak jelas
kelebihan dan profesionalisme seorang mufassir pada bidangnya dengan
kemampuan menggali makna-makna al-Qur‟an yang belum berhasil
diungkapkan penafsir(mufassir) lainnya.
d. Metode tafsir maudhu‟i
Metode tafsir maudhu‟i (tematik) yaitu metode yang ditempuh seorang
mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat alQur‟an yang berbicara
tentang satu masalah/ tema (maudlu) serta mengarah kepada satu pengertian dan
satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar pada berbagai
surat dalam al-Qur‟an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Kemudian ia menentukan ayat-ayat itu sesuai dengan masa turunnya,
itu turun karena sebab tertentu), menguraikannya dengan sempurna menjelaskan
makna dan tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa yang dapat
diistinbatbkan darinya, segi I‟rabnya, unsur-unsur balaqhahnya, segi-segi
I‟jaznya, (kemu‟jizatannya) dan lain-lain, sehingga satu tema dapat dipecahkan
secara tuntas berdasarkan seluruh ayat al-Qur‟an itu dan oleh karenanya, tidak
diperlukan ayat-ayat lain.
Selain itu, ada cara lain dari tafsir maudhu‟i dan cara ini kurang penting
dibandingkan cara pertama di atas, yaitu penafsiran yang dilakukan seorang
mufassir dengan cara keseluruhan, dan awal sampai akhir surat. Kemudian ia
menjelaskan tujuan-tujuannya yang khusus dan umum dari surat itu, sehingga
jelas surat itu merupakan satu rantai persatuan.
e. Metode tafsir bi al-Ma‟tsur
Yaitu penafsiran al-Qur‟an terhadap sebagian ayat sebagai penjelasan,
dan yang diriwayatkan dari rasul Saw, dari sahabat-sahabat, dari tabi‟in, yang
kesemuanya sebagai keterangan dan penjelasan bagi maksud allah dari nash-nash
kitab al-Qur‟an.
Ada perselisihan diantara mufassir : apakah riwayat dari tabi‟in mendekati tafsir
bi al-Ma‟tsur atau tafsir penalaran. Bebagai pendapat mayoritas menyatkan:
bahwa tafsir dari riwayat tabi‟in adalah juga dalam kategori tafsir bi al-Ma‟tsur,
karena mereka hidup dan bergaul dengan para sahabat nabi. Di samping itu, para
tabi‟in adalah orang-orang dahulu yang baik-baik yang dapat julukan dari nabi
sebagai generasi yang terbaik, sehingga dalam kitab tafsir ibnu jarir tidak saja
Dari urain diatas dapat di simpulkan menurut penulis, Tafsir Jalalain
memilih mengunakan pendekatan teori dengan menggunakan pendekatan teori
tahlili yaitu penafsirannya dari kata demi kata dan ayat demi ayat.
3. Sistematika Penulisan Kitab Tafsir Jalalain
Kitab Tafsir Jalalain dibagi atas dua juz atau jilid, dimana jilid pertama
ditulis oleh imam jalaludin Al-Mahali, dan jilid kedua ditulis oleh imam jalaludin
As-Shuyuthi. Adapun sistematika kitab Tafsir Jalalain yaitu dimulai dengan
pendahuluan, dan dilanjutkan penafsiran surat Al-Baqarah sampai surat Al-Isra‟
kemudian dilanjutkan oleh imam jalaludin As-Shuyuthi sampai selesai yaitu dari
surat Al-Kahfi sampai surat Al-Fatikah.
B. Shalat Berjama’ah
1.
Definisi ShalatShalat menurut bahasa berarti berdo‟a memohon kebaikan. Kebaikan
segala perihal kehidupan, Adapun menurut ahli fiqih berarti “perkataan dan
perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbirotul ihrom dan diakhiri
salam” (Sunarto, 2002: 148)
Shalat merupakan rukun islam yang kedua dan sangat ditekankan
(utamakan) sesudah dua kalimat syahadat. “shalat adalah penghubung antara
hamba dengan robbnya.”(shalihut saimin, 2003: 13). Hamba membutuhkan
sarana untuk dapat memanjatkan rasa pengabdian dan ketaatan yang berarti
tunduk kepada Allah Swt melalui shalat.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang harus
dikerjakan baik bagi mukminin maupun dalam perjalanan. Islam didirikan atas
lima sandi (tiang) salah satunya adalah sahlat, sehingga barang siapa yang
menginggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (islam), shalat harus
didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi
muslim sehat maupun sakit.
Shalat dalam pengertian bahasa arab adalah “doa memohon kebaikan dan
pujian” (Aliy dan Hidayat, 1996: 37). Arti ini terdapat dalam surat At-Taubah
membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Pengertian shalat secara syar‟i adalah beberapa ucapan dan beberapa
perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dalam rangka
beribadah kepada Allah Swt. Menurut syarat-syarat dan rukun yang telah
ditentukan.” (Aly dan hidayat, 1996: 37).
Shalat merupakan salah satu aktifitas jiwa (soul) yang termasuk dalam
kajian ilmu psikologi transpersonal, karena shalat dalam proses perjalanan
spirituan yang penuh makna yang dilakukan setiap manusia untuk menemui tuhan
semesta alam. “shalat dapat menjernihkan jiwa untuk mencapai taraf kesadaran
yang lebih tinggi (altered states of continous) dan pengalaman puncak (peak
experience)” sangkan, 2006: 7).
Shalat adalah anugrah terbesar dari Allah Swt kepada umat manusia,
kepada siapa saja yang dengan rendah hati memiliki keinginan untuk
melakukannya. Umat islam melaksanakan shalat wajib lima waktu karena
berakal, baik laki-laki maupun perempuan, suci dari hadats dan najis. Shalat lima
waktu dalam sehari diwajibkan oleh Allah Swt kepada orang-orang guna
mensucikan jiwa, membersihkan hati dan menjadikan mereka selalu bersama
Allah Swt yang maha tinggi lagi maha besar dalam keterikatan dan ingatan yang
abadi.
2.
Dasar hukum Tentang ShalatMengenai dalil kewajiban melaksanakan shalat, Allah Swt, berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.”(Q.S an-Nisa’: 103) (depag, 2007: 95)
Allah Swt juga berfirman
Artinya: “dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S al-Ankabut: 45) (depag, 2007: 401)
3.
Syarat Sah ShalatSyarat sah sholat adalah suatu perkara yang harus dipenuhi sebelum
melakukan sholat. Ada delapan syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang akan
melaksanakan shalat agar shalatnya sah, adapun syarat syah shalat adalah sebagai
berikut:
a. Beragama islam
b. Tamyis (berakal dan balgh)
c. Menutup aurat
d. Menghadap kiblat
e. Mengetahui waktunya masuk shalat
g. Suci dari najis, baik badan, pakaian maupun tempat shalat
h. Mengetahui tatacara shalat. Maksudnya mengerti dan bisa membedakan
mana yang rukun dan sunah shalat
Shalat seseorang akan menjadi sah apabila sudah memenuhi delapan
syarat sah tersebut.
4.
Rukun ShalatRukun adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggal dan apabila
ditinggalkan, maka ibadahnya tidah sah. Rukun sholat ada lima belas. Hitungan
ini menggunakan thoma‟ninah (tenang) yang dalam empat kondisi (pada waktu
ruku, iktidal, sujud dan duduk diantara dua sujud) menjadi satu rukun, karena satu
jenis. Jadi jika keempat thoma‟ninah itu tidak dijadikan satu, maka jumlah rukun
shalat ada delapan belas. Berikut adalah rukun shalat itu:
a. Niat
b. Takbiratul ikhram
c. Membarengkan niat dengan takbiratul ihram
d. Berdiri bagi orang yang mampu
e. Membaca surat al-Fatikah
f. Ruku‟
g. Iktidal
h. Sujud
i. Duduk diantara dua sujud
j. Thuma‟ninah
k. Tasyahud akhir
l. Membaca shalawat kepada nabi
m. Salam yang pertama
n. Duduk untuk tiga rukun yang terakhir
Dalam bukunya Abdurrahman, 2006:72 rukun tersebut adalah untuk
menyempurnakan shalat, sehingga wajib hukumnya untuk melakukannya dalam
shalat.
Orang yang tidak melaksanakan salah satu rukun tersebut maka
shalatnya tidak syah atau batal.
5.
Pengertian Shalat Berjama’ahShalat berjama‟ah merupakan perintah Allah Swt. Umat islam yang
mengerjakan termasuk manusia ciptaan Allah Swt yang bertaqwa, yaitu
melaksanakan perintah Allah Swt. Allah Swt memerintahkan kaum muslimin
untuk mendirikan shalat yang dilakukan bersama-sama berdasarkan firman Allah
yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Al-Qur‟an menjadi dasar utama dan pertama
pengambilan hukum dalam islam.
Dalam surat Al baqoroh ayat 43 memberikan landasan hukum yang
jelas untuk melaksanakan shalat berjama‟ah (bersama-sama).
Menurut hamka dalam buku Al-Azhar “ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku‟. Bawalah diri ketengah masyarakat pergilah berjama‟ah.” (Amrullah,
1982: 190). Dalam tafsir yang lain “ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku‟ dan
kerjakanlah shalat dengan berjama‟ah. Tuhan mendorong kita untuk menegakkan shalat dengan berjama‟ah, karena dengan shalat berjama‟ah terhimpun jiwa
(orang) untuk bersama-sama memunajat (berkomunikasi) kepada Allah, sekaligus
untuk mewujudkan kerukunan dan sikap saling tolong menolong antara mukmin.
Akan terbuka kesempatan untuk melakukan musyawarah untuk memecahkan
permasalahan bersama demi demi kemaslahatan dan kemajuan (Shidieqy, 2002:
98).
6.
Tujuan Shalat Berjama’ahMenurut Al-Qathani, 2006: 15, tujuan shalat berjama‟ah yaitu
melaksanakan perintah Allah, makna agama dari syiar islam, amalan yang paling
kedisplinan dan memperbaiki penampilan. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
a. Melaksanakan Perintah Allah Swt
Pelaksanaan shalat berjama‟ah mengandung makna pelaksanaan
perintah Allah, sebagai bentuk ibadah yang dilaksanakan oleh orang yang
beriman.
b. Makna Agama Demi Syiar Islam
Shalat berjama‟ah merupakan makna dari pelaksanaan agama, syiar
islam, serta bukti terbesar bagi manusia yang menunjukan dia muslim.
c. Amalan yang Paling Utama Adalah Shalat yang Dikerjakan Tepat Waktu Dan
Selalu Menjaganya
Faedah shalat berjama‟ah yang lain adalah menjadikan terlaksananya
shalat tepat pada awal waktu, atau paling tidak pada waktu yang semestinya.
Ini merupakan bagian dari amal yang paling utama di sisi Allah Swt.
d. Membiasakan Kedisiplinan
Faedah shalat berjama‟ah yang lainnya adalah menjaga kedisiplinan
dan hidup teratur. Pelajaran ini diambil dari sikap megikuti imam dalam
takbir dan perpindahan dari satu gerakan shalat kegerakan yang berikutnya.
Tidak mendahuluinya atau melambatkan diri darinya, atau bersamaan
dengannya. Jadi seorang makmum tidak boleh mendahului imamnya.
e. Memperbaiki Penampilan
Pelaksanaan shalat berjama‟ah biasanya juga menjadikan seorang
muslim memperhatikan penampilannya, sehingga berusaha untuk tampil
sebaik mungkin dengan pakaian yang bersih dan aroma yang harum, sebab
atau malam disetiap kali melakukan kewajiban shalat menghadap sang
khaliq.
f. Dakwah Nyata Kepada Kebaikan Dan Saling Berlomba Dalam Melaksanakan
Ketaatan Kepada Allah Swt.
Keluar rumah atau berangkat kemasjid untuk menghadiri shalat
berjama‟ah merupakan dakwah alamiah yang nyata, untuk menunaikan
ibadah ini dan menjaganya, demikian juga, “pelaksanaan shalat berjama‟ah
akan mendorong para jama‟ah untuk saling berlomba dalam melaksanakan
ketaatan kepada Allah dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan, ketika
diantara sesama berjama‟ah saling memperhatikan ibadah yang dilaksanakan
orang lain (Al-Qothani, 2006: 16-19).
Maka setiap mukmin wajib mendirikan shalat berjama‟ah tepat pada
waktunya sebagaiman yang disyariatkan Allah Swt kepada rosul SAW.
7.
Aturan Dalam Melaksanakan Shalat Berjama’ahImam dan makmum adalah sebutan bagi orang mukmin yang
megerjakan shalat secara berjama‟ah. Shalat yang dilakukan secara bersama-sama
membutuhkan tata aturan, supaya pelaksanaan sesuai dengan ajaran islam. Umat
islam wajib mengambil hukum ibadah sesuai dengan Al-Qur‟an dan Hadist yang
shahih. Sabda rasullah Saw “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat.” (Jamil zainu, 1998: 66).
Amal ibadah menjadi sah dan tertib jika didasarkan pada perintah
ajaran dalam islam dan sesuai tata tertib. Sehingga diharapkan tujuan dan makna
ibadah tersebut dapat dicapai, maka tata tertib mendirikan jama‟ah harus
diketahui, baik tata tertib sebagai imam maupun sebagai makmum. Tata tertib
Syarat untuk menjadi imam hendaknya mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut ini :
a. Imam berjama‟ah menunaikan amalan-amalan Allah Swt, yakni memelihara
diri dari fusuq (kefasikan).
b. Imam fasih, keras dalam pembacaan Al-Qur‟an (Al-Fatikah, surah dan dzikir)
dalam dalam menunaikan shalat berjama‟ah.
c. Islam, baliq, berakal, laki-lakitulen, sehat, suci dari hadast dan nifas (Qhotani,
2006: 327-329).
Adapun aturan atau adab imam dalam shalat berjama‟ah adalah sebagai
berikut:
a. Imam (laki-laki) “hendaklah berdiri ditengah shaf dan dibelakangnya orang
-orang dewasa” (Rahbawi, 2001: 322-326).
b. Berniat menjadi imam dan tidak ada dinding yang menghalangi imam dan
makmum.
c. Mengetahui hukum-hukum shalat antara lain mengetahui yang mengesahkan
shalat dalam segala sudut karena itu tidak sah diikuti orang-orang tidak
sedikit juga mengetahui ilmu fiqih di sini ialah mengetahui hukum-hukum
bersuci dan hukum shalat.
8.
Keutamaan Dalam Shalat Berjama’ahSetiap ibadah mempunyai nilai keutamaan bagi mukmin yang
mendirikannya. Bentuk pahala dan sanjungan dari Allah Swt. Shalat berjama‟ah
mempunyai beberapa keutamaan adalah sebagai berikut :
a. Shalat berjama‟ah akan mendapatkan pahala ibadah haji, berada dalam
jaminan Allah Swt, mendapatkan jamuan surga setiap kali ia pergi pada pagi
b. Shaf yang pertama dan sebelah kanan shaf pertama seperti shaf para
malaikat, makmun yang mengucapkan amin bersama imam maka akan
diampuni dosanya dan dikabulkan do‟anya oleh Allah Swt.
c. Allah Swt akan meninggikan derajat bagi orang yang menjalankan shalat
berjama‟ah yaitu 27 derajat, daripada shalat sendirian. Melaksanakan shalat
isya‟ berjama‟ah sama nilainya dengan shalat setengah malam dan shalat
subuh berjama‟ah sama halnya seperti shalat semalam suntuk, dan malaikat
yang berkumpul diwaktu asar beristihfar untuk orang yang berjama‟ah asar
(Ilahi, 2004: 8-9).
9.
Kewajiban Shalat Berjama’ahKewajiban shalat berjama‟ah berdasarkan pada hukum Al-Qur‟an dan
hadits. Sehingga perlu diketahui dan dikaji secara mendalam, supaya lebih jelas
dan tepat. Fadla Ilahi dalam buku “Menggugat kesunatan shalat berjama‟ah”
menyusun beberapa dasar hukum kewajiban yang berdasarkan dari Al-Qur‟an
dan As-Sunnah. Beberapa kewajiban tersebut yaitu :
a. Ancaman Allah Swt sebab meninggalkan shalat berjama‟ah
b. Tidak adanya keringanan yang diberi nabi untuk meninggalkan shalat
berjama‟ah
c. Keinginan nabi SAW membakar rumah-rumah yang enggan menunaikan
shalat berjama‟ah
d. Akibat buruk bagi orang “yang tidak bertanggung jawab seruan untuk sujud”
(Ilahi, 2004: 10).
10.
Manfaat Shalat Berjama’ahShalat sebagai mekanisme untuk mengingat sifat-sifat mulia yang
komitmen besar bagi pribadi dan bersama pada ketertiban, ketetapan waktu,
perubahan dan kesatuan. Shalat berjama‟ah mempunyai pengaruh positif. Orang
muslim yang mendirikan shalat berjama‟ah akan menemukan makna kehidupan.
Adapun pengaruh mendirikan shalat berjama‟ah adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh Dalam Aspek Spiritual
Aspek spirituan adalah hubungan antara hamba dengan Allah Swt. Sehingga
mempunyai nilai tinggi berdasarkan firman Allah.
1) Allah Swt telah mensyariatkan pertemuan bagi umat ini pada
waktu-waktu tertentu diantaranya adalah yang berlangsung dalam satu hari satu
malam. Misalnya shalat lima waktu. Sebagai sarana untuk menjalin
hubungan, yaitu kebaikan, kasih sayang, dan penjagaan, juga dalam
rangka membersihkan diri sekaligus dakwah kejalan Allah Swt, baik
dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
2) Shalat berjama‟ah akan mendapatkan pahala 27 derajat dari pada shalat
sendirian, orang yang menjalankan shalat berjama‟ah akan mendapatkan
pahala 27 derajat.
3) Dengan shalat berjama‟ah akan memberikan pelindung kepada
pelakunya dari syaitan.
4) Berjalan ketempat shalat berjama‟ah setelah menyempurnakan wudhlu
akan menghapus dosa.
5) Berkumpulnya kaum muslimin dimasjid dengan mengharapkan berbagai
hal yang ada disisi allah yang dapat menjadi sarana turunnya berbagai
macam berkah.
1) Memperhatikan salah satu syiar islam terbesar. Seandainya umat
manusia ini secara keseluruhan shalat dirumah masing-masing, niscahya
tidak akan diketahui.
2) Memperhatikan kemulyaan kaum muslimin yaitu jika mereka masuk
kemasjid kemudian keluar secara bersama-sama, pada yang demikian itu
membuat murka (marah) orang-orang munafik dan orang-orang kafir.
3) Memberi motivasi kepada orang yang tidak ikut shalat berjama‟ah
sekaligus mengarahkan dan membimbingnya seraya saling
mengingatkan untuk berpihak pada kebenaran dan senantiasa bersabar
dalam menjalankannya.
c. Manfaat Dalam Aspek Kehidupan Sosial Beragama
Tujuan khusus aspek religius dari dimensi shalat berjama‟ah menurut
haryoto, 2003: 117-121, yaitu :
1) Aspek demokratis
Aspek demokratis dalam shalat berjama‟ah terdapat pada aktivitas
sebagai berikut :
a) Memukul Kentongan atau Bedug
Dimasjid, dimushola terutama diperdesaan dan sebagian diperkotaan
ada kentongan atau bedug sebagai tanda memasuki shalat. Dalam hal
ini siapa saja boleh memukul kentongan atau bedug tersebut,
tentunya harus mengerti aturan atau kesepakatan didaerah tersebut.
Ini berarti islam sudah menerapkan bahwa kedudukan manusia
sama, tidak dibedakan berdasarkan berbagai atribut manusia.
Adzan merupakan tanda tiba waktu shalat dan harus dikumandakan
oleh muadzin. Siapa yang menumandangkan adzan tidak
dipersoalkan oleh islam karena pada prinsipnya siapa saja boleh,
namun perlu diingat bahwa adzan adalah bagian dari syiar islam
sehingga memang benar-benar orang yang mengerti dan diharapkan
mempunyai suara yang bagus (lafal ucapanya baik dan benar).
c) Melantunkan Iqomah
Iqomah merupakan tanda bahwa shalat berjama‟ah akan segera
dimulai. Diharapkan jarak antara iqomah tidak terlalu lama, hal ini
sekaligus menggambarkan masalah kedisiplinan dan penghargaan
terhadap waktu.
d) Pemilihan atau Pengisisan atau Shaf
Pada saat seseorang masuk kemasjid maka siapa saja tidak pandang
bulu, apakah ia seorang mahasiswa, dosen, guru besar atau
kariyawan, siapapun memperoleh hak didepan atau shaf pertama
atau dengan kata lain siapa saja yang datang lebih dahulu maka
boleh menempati shaf pertama atau dengan kata lain siapa yang
lebih dahulu maka boleh menempati shaf paling depan.
e) Proses Pemilihan Imam
f) Imam adalah pemimpin dalam shalat berjama‟ah, yang sudah
memiliki kriteria atau syarat-syarat yang telah ditentukan.
2) Rasa Diperhatikan dan Berarti
Pada saat shalat berjama‟ah ada unsure-unsur rasa diperhatikan
dan rasa berarti bagi diri sendiri, hal ini terlihat pada beberapa aspek
a) Memilih dan menempati shaf. Dalam shalat berjama‟ah, siapa sajaj
yang datang lebih dahulu berhak untuk menempati barisan atau shaf
pertama atau terdepan.
b) Imam akan memerintahkan makmumnya untuk mengisi shaf yang
kosong dan meluruskan. (Haryoto, 2003: 128-132)
c) Pada saat membaca surat Al-Fatikah makmum mengucapkan amin
(kabulkanlah do‟a kami), secara serempak, juga dalam mengikuti
gereakan imam, tidak boleh saling mendahului. Hal ini menunjukan
adanya unsure ketaatan kepada pemimpin.
d) Demikian pula saat mengakhiri shalat, jama‟ah mengucapkan salam
ke kanan dan ke kiri. Ini menunjukan bahwa sesama manusia untuk
saling mendo‟akan, sehingga mensejahterakan lingkungan sekitar.
e) Shalat berjama‟ah mempunyai nilai terapeotik, dapat menghindarkan
seseorang dari rasa terisolir, terpencil tidak dapat bergabung dengan
kelompok, tidak diterima atau dilupakan.
3) Terapi Lingkungan
Sebagai contoh dimasjid sering diselenggarakan pembinaan setelah
selesai shalat berjama‟ah, kegiatan inilah yang ikut memberikan andil
dan terapi lingkungan.
C. Sikap Sosial 1. Definisi Sikap
Sikap dalam bahasa inggris disebut “attitiuda” menurut ilmu psikologi
sikap adalah suatu hal yang membentuk sikap sifat, hakikat, baik perbuatan
sekarang maupun perbuatan yang akan mendatang (Ahmadi, 1999: 161-162).
predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau yang
berisi komponen-komponen cognitive, affective dan behavior. Sedangkan
menurut L.L Thurstone orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu
obyek psikologi apabila ia suka(like) atau memiliki sifat favorabele, sebaliknya
orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila
ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap subyek psikolgi. Sikap
sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang
berulang-ulang terhadap obyek yang berkaitan dengan sosial (Ahmadi, 1999:
163). Sedangkan menurut Walgito(1990: 109), disebutkan bahwa sikap
merupakan organisasi pendapat, keyakinan sesorang mengenai obyek atau
situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan
dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara
tertentu yang dipilihnya.
Dari pengertian diatas agar tidak terjadi kerancauan dalam penafsiran,
penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud sikap sosial dalam penelitian
adalah kesadaran yang tercermin dalam perbuatan terhadap sesama muslim.
2. Aspek Sikap
Menurut Ahmadi (Ahmadi, 1999: 162) aspek sikap ada tiga macam,
yaitu sebagai berikut :
a. Aspek Kognitif, yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal fikiran, ini
berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta
harapan-harapan individu tentang obyek atau kelompok obyek tertentu.
b. Aspek afektif, yaitu berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan
tertentu seperti ketakutan, simpati, dan sebagainya yang ditunjukan kepada