• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma berkelanjutan (studi kasus di Perkebunan PIR TRANS PTPN V Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma berkelanjutan (studi kasus di Perkebunan PIR TRANS PTPN V Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau)"

Copied!
249
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL

PENGELOLAAN KEBUN

KELAPA SAWIT PLASMA BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DI PERKEBUNAN PIR-TRANS PTPN V

SEI PAGAR KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU)

I Gusti Putu Wigena

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

MODEL PENGELOLAAN KEBUN KELAPA SAWIT

PLASMA BERKELANJUTAN

(Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V

Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau)

Merupakan hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan para komisi pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah disajikan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juni 2009

(3)

ABSTRACT

I Gusti Putu Wigena, Sustainability Management Model of Nucleus Estate Smallholder Oil Palm Plantation: A Case Studi at PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar, Kampar District Riau Province. Under Guidance of Sudradjat (as chairman), Santun R.P Sitorus and Hermanto Siregar (as members).

Goal of the experiment was to provide a sustainability of oil palm management model, which can be described as follow: (1) to analyze land suitability and productivity performance of oil palm area, (2) to analyze oil palm yield model, (3) to analyze the role and institutions linkage, (4) to create sustainability management model and its scenario strategic for implementing of the promoted model. The results showed that sustainability of Nucleus Estate Smallholder oil palm plantation for 2010-2035 period can be achieved through the promoted management model with the conditions of people growth 1.7%, land suitability S2 (moderately suitable) and weak competition capacity of competitor crop (rubber). The indicators of sustainability oil palm management model were (a) favorable physical land condition which can be shown from the lower level of land degradation about 0.03-0.08%, environmental carrying capacity also low about 0.002-0.01%, and by average, production of fresh fruit bunch was 25.83 tones/year, (b) farmer’s income about Rp. 45 719 916/year and society income Rp. 16 845 025/year, higher then the minimum regional wage of Riau Province, (c) Socially, education level of the farmer increased significantly which can be equalized into total income up to Rp. 55 000 000/year. Empowerment of farmer group was the best alternative in generating of sustainability oil palm management model. In accordance to the local condition, The PRITAMA scheme model has the highest probability in creating of an harmonies institutional linkage. There were 7 key variables for implementing of the promoted sustainability of oil palm management model, namely, land holding size, land status, land suitability, capital, human resources, institution and government policy. The medium scenario has the highest probability towards sustainability oil palm management model with the conditions for future are land holding size rather decrease, land status fixed, land suitability relative remain, quality of human resources moderate, working capital available, institution rather harmonies and government policy favorable for implementing of the promoted model.

(4)

RINGKASAN

I Gusti Putu Wigena, Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan: Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Dibimbing oleh Sudradjat (Ketua), Santun R.P Sitorus dan Hermanto Siregar (Anggota).

Perkebunan kelapa sawit plasma merupakan perkebunan rakyat yang dalam pengembangannya diintegrasikan ke dalam pola PIR-Trans dengan melibatkan Kelompok Tani, KUD, Perusahaan Inti dan Lembaga Keuangan (Bank). Instansi Terkait dari Pemerintah Daerah sebagai pembimbing terutama aspek teknis. Adanya kelemahan sistem yang dibangun dan benturan kepentingan masing-masing stakeholders menyebabkan terganggunya mekanisme hubungan stakeholders. Lebih jauh, pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma kurang optimal, produktivitas kelapa sawit rendah dan menurun serta menurunnya kualitas lahan. Hal ini mengindikasikan diperlukannya model pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi petani.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan, yang secara rinci mempunyai tujuan spesifik yaitu: (1) menganalisis tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit plasma, (2) menganalisis model produksi perkebunan kelapa sawit plasma, (3) menganalisis peranan dan keterkaitan kelembagaan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan, (4) memperoleh model alternatif pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan dan (5) memperoleh rumusan skenario strategis untuk mengimplimentasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan. Penelitian dilakukan di areal perkebunan PIR-Trans kelapa sawit P.T Nusantara V Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Tingkat kesesuaian lahan diestimasi dengan metode Djaenudin, kelembagaan dengan AHP, model produksi diestimasi dengan Fungsi Produksi Nerlove, alternatif model pengelolaan dengan Sistem Dinamis dan skenario strategis dengan Analisis Prospektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75% lahan perkebunan kelapa sawit plasma Sei Pagar dapat diklasifikasikan kedalam kelas S2-f (cukup sesuai dengan retensi unsur hara sebagai penghambat). Rata-rata produksi kelapa sawit plasma pada areal ini adalah 23,04 ton TBS/ha/tahun. Sekitar 25% lahan perkebunan kelapa sawit plasma Sei Pagar dapat diklasifikasikan kedalam kelas S2-f,n (cukup sesuai dengan retensi unsur hara dan sistem perakaran tanaman sebagai penghambat). Rata-rata produksi kelapa sawit plasma pada areal ini adalah 22,00 ton TBS/ha/tahun. Luas areal kelapa sawit plasma dipengaruhi oleh harga TBS, kebijakan pemerintah, teknologi pengelolaan dan lag luas areal tahun sebelumnya. Produktivitas kelapa sawit plasma dipengaruhi oleh harga pupuk SP-36, harga pupuk KCl dan lag produktivitas kelapa sawit tahun sebelumnya. Nilai elastisitas jangka panjang semua variabel yang mempengaruhi luas areal dan produktivitas kelapa sawit plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai elastisitas jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku petani dalam menentukan luas areal tanam memerlukan waktu yang lama dari sejak dikeluarkannya kebijakan pemerintah. Peningkatan produksi kelapa sawit plasma lebih difokuskan melalui usaha intensifikasi diikuti dengan usaha ekstensifikasi.

(5)

tinggi. Tujuan yang harus diutamakan pada kerangka hirarki pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma adalah meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan PAD dan pelestarian sumberdaya alam. Sesuai dengan hasil analisis tersebut, pemberdayaan petani melalui penguatan Gabungan Kelompok Tani menjadi alternatif terbaik untuk mencapai kondisi berkelanjutan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma. Alternatif pengelolaan ini juga mengindikasikan perlunya peningkatan kapabilitas petani, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah daerah sesuai dengan peranannya masing-masing seiring dengan nuansa otonomi daerah. Model PRITAMA adalah skim alternatif kelembagaan yang sesuai dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi petani. Model ini berfokus pada peningkatan aksesibilitas terhadap arus informasi teknologi, pemasaran dan lembaga keuangan diimbangi dengan pengawasan yang lebih desiplin terhadap perilaku petani dan mitra dalam mengelola kebun kelapa sawit plasma.

Model pengelolaan kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan yang dirancang memiliki kinerja yang baik terlihat dari uji validitas kinerja dengan nilai EME dan AVE masing-masing antara 0,55-1,24% dan 1,06-5,02%. Demikian juga uji sensitivitas menujukkan perubahan output model yang selalu stabil dan serupa pada perubahan input model. Model yang dibangun dapat menjaga produktivitas lahan yang dicirikan oleh rendahnya tingkat degradasi lahan sekitar 0,03-0,08%. Demikian juga laju penurunan daya dukung lingkungan tergolong sangat rendah sekitar 0,002-0,01%. Pada kondisi biofisik tersebut, estimasi rata-rata produksi kelapa sawit plasma selama 25 tahun mendatang (2010-2035) sebesar 25.83 ton TBS/ha/tahun. Secara ekonomi, pendapatan petani diestimasi rata-rata sebesar Rp. 22 859 950/ha/tahun dan pendapatan masyarakat Rp.16 845 025/tahun. Skenario strategis yang memungkinkan untuk mengimplementasikan model pengelolaan yang dibangun adalah skenario médium dengan kondisi faktor kunci: luas lahan agak menurun, kesesuaian lahan S2,status lahan terjamin (sertifikat), pengetahuan dan keterampilan SDM cukup memadai. Kondisi ini memerlukan kebijakan pemerintah yang agak mendukung dengan mengakumulasi sebagian kepentingan petani, akses ketersediaan modal dari lembaga keuangan cukup memadai serta kelembagaan yang agak harmonis dan handal mendukung mekanisme kinerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

(7)

MODEL PENGELOLAAN KEBUN KELAPA SAWIT

PLASMA BERKELANJUTAN

(Studi Kasus

Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V

Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau)

I Gusti Putu Wigena

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

1. Ujian Tertutup Tanggal 26 Pebruari 2009 Penguji Luar Komisi Pembimbing

a. Prof. Dr. Ir. Sudirman Jahja, M.Sc

Guru Besar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

b. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor

2. Ujian Terbuka Tanggal 1 Juni 2009 Penguji Luar Komisi pembimbing a. Dr. Ir. Sumardjo Gatot Irianto

Kepala Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian

b. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, M.S

Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian

(9)

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan (Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau) Nama mahasiswa : I Gusti Putu Wigena

NRP : P062040161

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sudradjat, M.S

Ketua

Prof.Dr.Ir. Santun R.P Sitorus Prof Dr.Ir. Hermanto Siregar, MEc

Anggota Anggota

Diketahui,

2. Ketua Program Studi PSL, IPB 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB

Prof.Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S NIP. 131 471 836 NIP. 130 891 386

(10)

iii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas segala rachmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini dengan baik.

Perkebunan kelapa sawit plasma merupakan salah satu bentuk perkebunan kelapa sawit rakyat yang masih mengalami kendala dalam pengelolaannya sehingga berakibat pada penurunan produksi, kualitas lahan dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini mengindikasikan diperlukannya model pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi petani.

Dengan selesainya disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sudradjat, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penyelesaian disertasi ini. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar sebagai anggota pembimbing yang turut memberikan bimbingan kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Undang Kurnia, MSc, Bapak Dr. Ir. D. Subardja, MSc, Drs. Wahyu Wahdini, sebagai anggota Tim Peneliti KKP3T yang berpartisipasi banyak dalam menyelesaikan disertasi ini. Demikian juga penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rohlini, MS sebagai ketua Tim Penelitian KKP3T Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan dana untuk melakukan kegiatan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ahmad Rachman sebagai Kepala Balai Penelitian Tanah Bogor yang telah memberi fasilitas dalam melakukan analisis kimia. Teman-teman lainnya yang turut berpartisipasi selama penyelesaian disertasi ini penulis ucapkan terima kasih.

Disertasi ini bukanlah merupakan tulisan yang sempurna dan tentunya masih memiliki kelemahan dan kekurangan sehingga penulis dengan lapang dada menerima semua kritik dan saran untuk perbaikan sistematika maupun isi dari tulisan ini. Namun demikian, penulis juga berharap bahwa tulisan ini dapat membantu pihak berkepentingan dalam merumuskan dan mengambil langkah perbaikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma dimasa mendatang.

(11)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Tabanan, Bali pada tanggal 12 Desember 1958 sebagai anak bungsu dari 5 bersudara laki-laki pasangan dari almarhum I Gusti Komang Geret dan Ni Gusti Ayu Kade Badung. Pendidikan sarjana Strata 1 (S1) ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali, lulus tahun 1984. Sejak tahun 1985 penulis diterima sebagai staf peneliti Kesuburan Tanah dan Pupuk, Pusat Penelitian Tanah Bogor. Tahun 1997 berkesempatan menempuh pendidikan sarjana Strata 2 (S2) di Jurusan Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 2000. Tahun 2004 penulis meneruskan pendidikan ke jenjang sarjana Strata 3 (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor.

Selama bekerja di Pusat Penelitian Tanah Bogor, penulis aktif dalam membina transmigrasi di Kuamang Kuning, Kabupaten Muara Bungo, Provinsi Jambi kerjasama dengan Departemen Transmigrasi sejak tahun 1985 sampai tahun 1989. Kegiatan ini berlanjut dengan penelitian kerjasama Luar Negeri yang berpayung dalam Asia Land and Sloping Land Networking sampai tahun 2004. Paralel dengan kegiatan tersebut, penulis terlibat aktif penelitian kerjasama dengan lembaga penelitian Internasional seperti Phosphate Potassium Institute (PPI) berkedudukan di Singapura, The Sulphur Institute (TSI) berkedudukan di Amerika Serikat, Department Primary Industry (DPI) berkedudukan di Australia dan International Water Management Institute (IWMI) berkedudukan di Thailan. Dalam kurun waktu tersebut, penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sistem Alley Cropping pada Lahan Kering Masam untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan dan Tanaman Tahunan, Perbaikan Tata Botani untuk Meningkatkan Daya Dukung (Carrying Capacity) Padang Penggembalaan di Nusa Tenggara Barat, Aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Padi Sawah di Kabupaten Sukabumi, Pemupukan Slow Release Padat Majemuk pada Lahan Kering Masam untuk Tanaman Kelapa Sawit Muda di Provinsi jambi.

(12)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xii

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ……… 6

1.4. Kerangka Penelitian ………. 6

1.5. Manfaat Penelitian ……… 11

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian ……… 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 14

2.1. Ekologi dan Agronomi Kelapa Sawit ………. 14

2.2. Aspek Kelembagaan Kelapa Sawit ... 18

2.3. Dampak Lingkungan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit ... 21

2.4. Evaluasi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Existing .... 29

2.5. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan ... 42

III. METODE PENELITIAN ... 53

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 53

3.2. Rancangan Penelitian ... 54

3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 54

3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 54

3.2.3. Teknik Analisis Data ... 57

3.2.3.1. Sifat Fisika dan Degradasi Tanah ... 58

3.2.3.2. Kesesuaian Lahan (Land Suitability) ... 62

3.2.3.3. Fungsi Produksi Nerlove ... 64

3.2.3.4. Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 67

3.2.3.5. Pendekatan Sistem ... 71

3.2.3.6. Analisis Prospektif ... 74

(13)

vi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 85

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 85

4.2. Sifat Fisik dan Degradasi Lahan ... 105

4.3. Kesesuaian Lahan ... 107

4.4. Model Fungsi Produksi Kelapa Sawit ... 110

4.4.1. Fungsi Luas Areal Tanam Kelapa Sawit ... 110

4.4.2. Fungsi Produktivitas Lahan Kelapa Sawit ... 112

4.4.3. Respon Produksi Kelapa Sawit ... 115

4.5. Analisis Kelembagaan ... 118

4.6. Analisis Sistem Dinamis ... 135

4.6.1. Simulasi Model ... 135

4.6.2. Validasi Model ... 145

4.6.2.1. Uji Validitas Struktur ... 145

4.6.2.2. Uji Validitas Kinerja ... 148

4.6.2.3. Uji Kestabilan Model ... 150

4.6.2.4. Uji Sensitivitas Model ... 166

4.7. Analisis Prospektif ... 172

4.8. Sintesis Hasil Analisis ... 180

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 185

5.1. Kesimpulan ... 185

5.2. Saran ... 187

DAFTAR PUSTAKA ... 189

(14)

vii

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Karakteristik Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit

Sistem PIR ... 33 2. Karakteristik Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit ... 37 3. Spesifikasi Bibit Unggul Kelapa Sawit yang Dibudidayakan

Perusahaan Perkebunan ... 38 4. Nilai Tukar Faktor C pada Berbagai Kondisi Pengelolaan

Tanaman ... 61 5. Nilai Faktor P pada Berbagai Tindakan Konservasi Tanah ... 62 6. Skala Dasar Penilaian Tingkat Kepentingan dalam AHP ... 70 7. Pengaruh Langsung Antara Variabel dalam Pengelolaan

Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ... 75 8. Variabel-Variabel Kunci dan Beberapa Keadaannya yang

Mungkin Terjadi di Masa Mendatang ... 77 9. Keragaan Variabel Kunci, Keadaan dan Identifikasi

Ketidaksesuaian Pasangan (Incompatibility Identification) ... 78 10 Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok Tani di PIR-Trans Di

Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ... 87 11. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien di Pabrik Kelapa

Sawit Sei Pagar Tahun 2006 ... 93 12. Hasil Pengukuran Gas Buang Genset dan Boiler Pabrik Kelapa

Sawit Di Sei Pagar Tahun 2006 ... 94 13. Kualitas Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar yang

Dibuang ke Sungai Iyek Tahun 1995 dan 1996 ... 95 14. Kualitas Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar Tahun

2005 dan 2006 …... 96 15. Kualitas Air Sungai Iyee Di Kebun Kelapa Sawit Plasma

Sei Pagar Tahun 2005 dan 2006 ………... 97 16. Kualitas Air Sumur Pantau Di Kebun Kelapa Sawit Plasma

Sei Pagar Tahun 2005 dan 2006 ... 98 17. Penggunaan Lahan Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar

Dan Sekitarnya, 2007 ………. 99

18. Jenis Tumbuhan pada Sela Barisan Kelapa Sawit Di Kebun

Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Tahun 1992 ... 100 19. Karakter Berbagai Jenis Tanah dan Penyebarannya Di Kebun

Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar dan Sekitarnya... 102 20. Mata Pencaharian dan Prakiraan Pendapatan Petani Plasma

(15)

viii

21. Pendapat Masyarakat terhadap Kehadiran Perkebunan

Kelapa Sawit di Sei Pagar ... 104 22. Faktor-faktor Erosi dan Besarnya Erosi Di Kebun Kelapa Sawit

Plasma Sei Pagar, 2007 ……… 105 23. Sifat-Sifat Físika Tanah Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei

Pagar, 2007 ……….. 106

24. Klasifikasi dan Karakteristik Tanah Di Kebun Kelapa Sawit

Plasma Sei Pagar, 2007 ... 108 25. Land Unit, Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit, Karakteristik

Dan Sebarannya Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei

Pagar, 2007 ... 109 26. Estimasi Luas Areal Tanam Kebun Kelapa Sawit Plasma Di Sei

Pagar, 2007 ... 111 27. Estimasi Produktivitas Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei

Pagar, 2007 ... 114 28. Elastisitas Luas Areal Tanam dan Produktivitas Lahan

Kelapa Sawit Plasma Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Di Sei Pagar, 2007 ... 116 29. Karakteristik Kerjasama Pihak Terkait pada Skim PIR-TRANS,

Revitalisasi Perkebunan dan PRITAMA ... 134 30. Prediksi Rata-Rata Tingkat Produksi Tandan Buah Segar

(TBS) Kelapa Sawit Varietas LaMe Di Kebun Plasma Sei

Pagar ... 147 31. Perbandingan Jumlah Penduduk Aktual dan Hasil Simulasi

Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2003-2007 ... 148 32. Sifat-Sifat Kimia dan Biologi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ... 155 33. Kadar Beberapa Unsur Hara Contoh Daun Kelapa Sawit

Plasma Di Kebun Sei Pagar ... 156 34. Rata-Rata Pendapatan Petani Di kebun Kelapa Sawit Plasma

Sei Pagar ... 159 35. Nilai Pengaruh dan Ketergantungan Global Faktor-Faktor

Terkait Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 173 36. Skenario Strategis Aplikasi Model Pengelolaan Kebun Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 177 37. Rumusan Skenario Strategis Model Pengelolaan Kebun

(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 1. Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kebun kelapa Sawit

Plasma Berkelanjutan ... 7 2. Konsep Pemupukan Rasional dalam Pengelolaan Perkebunan

kelapa Sawit Berkelanjutan ... 26 3. Keterkaitan antara Petani Plasma, Perusahaan Inti dan

Lembaga Pendana dalam Pola PIR ... 34 4. Hubungan Interkasi antara Perusahaan Inti, Petani Plasma

KUD dan Bank dalam Sistem KKPA ... 35 5. Skema Pengajuan Kredit dalam Skim KKPA ... 36 6. Skema Pengolahan TBS dan Produk-Produknya serta

Limbah yang Terbentuk ... 40 7. Lokasi Penelitian Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Sei Pagar ... 53 8. Skema Tahapan Analisis Model Pengelolaan Kebun

kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ... 58 9. Bahan dan Tahapan Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan

(Land Suitability Map) ... 63 10. Tahapan-Tahapan dalam Penggunaan AHP ... 69 11. Diagram Input-Output dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan ... 73 12. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan antara

Variabel-Variabel Kunci dalam Pengelolaan Perkebunan kelapa Sawit

Plasma Berkelanjutan ... 76 13. Struktur Organisasi Kebun Kelapa Sawit Plasma PTPN V

Sei Pagar Kabupaten Kampar, Riau ... 89 14. Alternatif Pengelolaan, Tujuan dan Kontribusi Faktor dan Aktor

Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di sei Pagar ... 119 15. Kontribusi Faktor dalam Kelembagaan Pengelolaan Kebun

kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 120 16. Kontribusi Aktor dalam Kelembagaan Pengelolaan Kebun

kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 123 17. Kontribusi Tujuan dalam Kelembagaan Pengelolaan Kebun

Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 125 18. Alur Kelembagaan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Skim PRITAMA ... 129 19. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Sub Model Biofisik

Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di

(17)

x

20. Diagram Alir Sub Model Biofisik Pengelolaan Kebun Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ……… 138 21. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Sub Model Ekonomi

Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di

Sei Pagar ……… 139

22. Diagram Alir Sub Model Ekonomi Pengelolaan Kebun Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ……… 140 23. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Sub Model Sosial

Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di

Sei Pagar ……… 141

24. Diagram Alir Sub Model Sosial Pengelolaan Kebun Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ……… 142 25. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Pengelolaan Kebun

Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Sei Pagar ……….. 143 26. Diagram Alir Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Sei Pagar ……….. 144 27. Prediksi Pola Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kebun

Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ………... 146 28. Estimasi Perkembangan Jumlah Penduduk Aktual dan

Simulasi Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar ... 149 29. Prediksi Pola Produktivitas Lahan pada Model Pengelolaan

Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ……. 150 30. Prediksi Kerusakan Lingkungan Karena Degradasi Lahan pada

Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan

Di Sei Pagar ………... 151

31. Prediksi Pola Daya Dukung Lingkungan pada Pengelolaan

Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar …….. 152 32. Pendapat Petani terhadap Perubahan Kualitas Lahan yang

Dimanfaatkan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Di Kebun

Plasma Sei Pagar ... 153 33. Pendapat Petani terhadap Perubahan Kualitas Air Permukaan

dan Udara yang Dimanfaatkan untuk Perkebunan Kelapa Sawit

Plasma Di Sei Pagar ... 154 34. Prediksi Pola Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan

Petani pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 157 35. Prediksi Pola Peningkatan Pendidikan Petani pada Model

Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei

Pagar ... 161 36. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Pendidikan

Petani pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

(18)

xi

37. Pendapat Petani terhadap Perubahan Konflik Sosial Masyarakat pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit

Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 163 38. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Fasilitas Umum

pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 164 39. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Kesehatan

Masyarakat pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit

Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 164 40. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Penyerapan

Tenaga Kerja pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit

Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 165 41. Prediksi Pendapatan Petani Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan pada Luas Lahan 6000 Hektar ... 167 42. Prediksi Pendapatan Petani Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan pada Luas Lahan 4500 Hektar ... 168 43. Prediksi Pendapatan Petani Kebun Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan pada Luas Lahan 3000 Hektar ... 168 44. Sebaran Variabel-Variabel pada Model Pengelolaan Kebun

Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ... 174 45. Keadaan Variabel-Variabel Kunci dan Incompatibility

Identification pada Model Pengelolaan Kebun kelapa Sawit

(19)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1. Kriteria dan Indikator Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Menurut Setiyarso dan Wulandari ... 199 2. Prinsip dan Kriteria Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Menurut Roundtable On Sustainable Palm Olil (RSPO)... 201 3. Jenis dan Sumber Data Primer yang Dibutuhkan dalam

Penelitian ... 203 4. Jenis dan Sumber Data Sekunder yang Diperlukan dalam

Penelitian ... 204 5. Matrik, Tujuan, Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data,

Teknik Analisis dan Keluaran Model Pengelolaan Kebun

Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ... 205 6. Analisis Kebutuhan Stakeholders Pengelolaan Kebun Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan ... 207 7. Kualitas Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit pada

Kolam Aerasi (siap dibuang ke Sungai Iyee) ………... 209 8. Kualitas Air Sungai Iyee sebagai Media Pembuangan Limbah

Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar ………... 210 9. Kualitas Air Tanah (Air Sumur Pantau) Di Lokasi Kebun

Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar ………. 211 10. Matrik Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)

Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar ……… 212 11 Matrik Pelaksanaan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar ………... 213 12. Peta Land Use Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar,

Kabupaten Kampar Provinsi Riau, 2007 ... 214 13. Peta Land Unit Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar

Kabupaten Kampar Provinsi Riau, 2007 ... 215 14. Peta Kesesuaian Lahan Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar

Kabupaten Kampar Provinsi Riau, 2007 ... 216 15. Input Data Model Luas Areal Tanam, Produktivitas dan

Produksi Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei

Pagar ... 217 16. Hasil Persamaan Power Sim Model Pengelolaan Kebun Kelapa

Sawit Plasma Berkelanjutan Sei Pagar ... 218 17. Hasil Analisis Fisika Contoh Tanah Kebun Kelapa Sawit

Plasma Sei Pagar, 2007 ... 224 18. Hasil Analisis Kimia Contoh Tanah Kebun Kelapa Sawit

(20)

xiii

19. Hasil Analisis Kimia Air Tanah Permukaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ...

226

20. Hasil Analisis Kimia dan Biologi Limbah Cair PKS Kebun

Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ... 226 21. Hasil Analisis Kimia Contoh Daun Kelapa Sawit Kebun Plasma

Sei Pagar, 2007 ... 227 22. Nilai Pengaruh Langsung Satu Variabel terhadap Variabel

Lainnya Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 ... 228 23. Nilai Pengaruh Tak Langsung Satu Variabel terhadap Variabel

Lainnya Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma

Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 ... 229 24. Kombinasi Keadaan Variabel Skenario Pesimis Implementasi

Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan

Di Sei Pagar, 2007 ... 230 25. Kombinasi Keadaan Variabel Skenario Medium Implementasi

Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan

Di Sei Pagar, 2007 ... 232 26 Kombinasi Keadaan Variabel Skenario Optimis Implementasi

Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi penting dalam perekonomian nasional antara lain sebagai sumber pendapatan non migas nasional, sebagai sumber kesempatan kerja bagi jutaan penduduk pedesaan dan sebagai sumber energi terbarukan yaitu biodiesel. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2007 sebesar 10,97%. Sub sektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 6,96%, sub sektor perkebunan sebesar 2,31% dan sub sektor peternakan dengan kontribusi sebesar 1,70% (Sekjen Deptan, 2008). Khusus untuk sub sektor perkebunan, tenaga kerja yang mampu diserap pada proses produksi dan pengolahan pasca panen mencapai 3 264 550 orang (Deptan, 2008).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan yang menarik perhatian serius pemerintah, pihak investor serta petani terutama sejak dekade 1990-an. Hal ini terlihat dari perkembangan luas areal tanam kelapa sawit pada tahun 2007 mencapai 6,78 juta hektar dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 17,37 juta ton. Perkembangan komoditas ini dilakukan oleh Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) seluas 3,53 juta hektar, Perkebunan Rakyat (PR) seluas 2,57 juta hektar dan Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 0,7 juta hektar (Deptan, 2008). Keluarnya Program Revitalisasi Perkebunan (kelapa sawit, karet dan kakao) pada tahun 2007 juga merupakan bukti keseriusan pemerintah terhadap pengembangan komoditas perkebunan. Untuk komoditas kelapa sawit, luas kebun sasaran sekitar 1 550 000 hektar dengan rincian perluasan areal untuk tanaman baru 1 375 000 hektar, peremajaan tanaman tua 125 000 hektar dan rehabilitasi tanaman seluas 50 000 hektar (Ditjenbun, 2007).

(22)

2

program transmigrasi dengan direalisasikannya pola PIR-Transmigrasi dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani transmigrasi (Ditjenbun, 1992).

Pada tahap awal, operasionalisasi perkebunan kelapa sawit plasma berjalan lancar dimana masing-masing pihak terlibat terutama perusahaan inti dan petani plasma melakukan peranan dan fungsinya sesuai dengan aturan main masing-masing. Ketidak harmonisan meknisme kinerja antara perusahaan inti dengan petani plasma mulai timbul pada saat konversi kebun yaitu ketika kelapa sawit mulai berproduksi (buah pasir). Ketimpangan proses konversi tersebut diikuti dengan perubahan perilaku petani plasma maupun perusahaan inti dalam mengelola perkebunan plasma pada tahap selanjutnya terutama pada saat petani sudah melunasi hutangnya. Petani plasma menjadi kurang respon dengan pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan inti dan berusaha memecahkan masalah mereka dengan solusi sendiri atau mencari kolega baru terutama dalam pengadaan sarana produksi dan menjual TBS kepada pihak lainnya.

Akumulasi jangka panjang dari perilaku petani plasma tersebut menyebabkan timbulnya masalah yang menyangkut aspek teknis, sosial ekonomi, kelembagaan dan aspek lingkungan (Hasibuan, 2005). Beberapa isu pokok yang berkembang pada lokasi-lokasi PIR-Trans adalah:

1. Rendahnya tingkat pendidikan sehingga adopsi dan motivasi petani untuk mengelola kebun sawit secara mandiri terutama dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi juga rendah.

3 Dalam hal penentuan harga TBS, posisi tawar-menawar (bargaining position) petani masih lemah sehingga tingkat harga yang diterima petani masih di bawah dari tingkat harga wajar.

4 Tingginya tingkat penjualan TBS ke PKS non inti yang memicu ketidak harmonisan mekanisme kinerja dan keterkaitan petani plasma dengan perusahaan Inti.

5 Lemahnya perjanjian kerjasama antara perusahaan inti, KUD dan petani plasma yang berkaitan dengan pembinaan teknis sehingga pemeliharaan kebun petani plasma dibawah standar anjuran.

(23)

3

7 Peranan KUD sebagai media penampung dan penyalur aspirasi petani terutama dalam hal penyediaan sarana produksi masih belum optimal yang memicu terjadinya kelangkaan sarana produksi terutama pupuk yang tidak tepat waktu dan jenis.

8 Terjadi degradasi lahan akibat erosi dan aplikasi pemupukan yang belum tepat.

9 Masih ada konflik penguasaan lahan berupa perebutan lahan antara petani plasma dengan masyarakat lokal walaupun dalam intensitas rendah.

Memperhatikan pentingnya peranan kelapa sawit dalam perekonomian nasional, permasalahan pengelolaan kebun kelapa sawit plasma menjadi sangat penting dicarikan solusinya. Semua pihak pengelola perkebunan kelapa sawit saat ini mengacu pada konsep pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk memenuhi kepentingan semua stakeholders yang terlibat dalam permasalahan kelapa sawit mulai dari proses produksi sampai ke pemasaran pasca panen. Definisi perkebunan berkelanjutan secara umum masih mengacu pada batasan yang dicetuskan oleh World Commission on Environment and Development (WCED) 1990, yaitu pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan daya dukung lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang (Syahyuti, 2006). Di sub sektor perkebunan, definisi berkelanjutan yang paling akhir yang merupakan hasil dari The 3rd Rountable on Sustainable Palm Oil Meeting

(RSPO, 2005) di Singapura menyebutkan bahwa perkebunan berkelanjutan merupakan usaha yang mampu memenuhi pertumbuhan ekonomi (profit), perlindungan terhadap lingkungan (planet) dan kesetaraan sosial (people).

(24)

4

1.2. Perumusan Masalah

Perkebunan kelapa sawit merupakan usaha yang sudah terbukti memegang peranan penting bagi perekonomian nasional, baik secara makro maupun mikro. Namun demikian, aktivitas dalam proses produksi dan pengolahan pasca panen memunculkan beberapa permasalahan di lapangan. Permasalahan yang dihadapi di lokasi penelitian dapat dikelompokkan kedalam aspek teknis, sosial ekonomi dan aspek lingkungan.

Permasalahan dalam aspek teknis meliputi:

1. Pemeliharaan tanaman (pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman=OPT dan panen TBS) belum dilaksanakan secara benar. Berkaitan dengan pemupukan pengadaan jenis pupuk yang diperlukan petani jarang tepat waktu. Selain itu, dosis, cara dan frekuensi pemberian pupuk masih di bawah standar yang dianjurkan baik oleh instansi terkait maupun pihak PTPN V. Hal ini berpengaruh langsung terhadap produktivitas lahan dan umur ekonomis kelapa sawit.

2. Rendahnya kuantitas dan kualitas produk komoditas perkebunan yang berkaitan dengan rendahnya kemampuan penyerapan inovasi teknologi produksi dan pasca panen.

3. Kurang berfungsinya irigasi yang dibangun pada saat pembukaan kebun sehingga kondisi tata air yang ada saat ini tidak bisa berfungsi optimal untuk mengendalikan banjir di musim hujan. Hal ini berdampak terhadap kerusakan infrastruktur yang dibangun seperti jalan antara desa maupun jalan kebun yang meningkatkan upah tenaga kerja terutama untuk panen dan transportasi.

Permasalahan di bidang ekonomi meliputi:

1. Tingginya tingkat penjualan TBS ke PKS non inti sehingga menyebabkan rendahnya efisiensi pengembalian kredit petani maupun usaha pemupukan modal untuk peremajaan (IDAPERTABUN).

2. Tingginya penawaran kredit oleh lembaga pelepas uang (Bank lokal dan rentenir) sehingga petani banyak terjebak hutang di luar kredit kebun sawit. Hal ini berujung pada tingginya tunggakan kredit petani dalam melunasi hutang kebun ke bank pelaksana melalui KUD.

(25)

5

harga produk perkebunan (TBS) sehingga harga TBS masih dibawah harga penawaran PKS non inti.

4. Meningkatnya biaya hidup petani berkaitan dengan perubahan pola hidup petani yang menyebabkan alokasi pendapatan untuk pemeliharaan kebun menurun.

Permasalahan yang berkaitan dengan aspek sosial meliputi:

1. Lemahnya kerjasama antar institusi terkait baik pada tingkat kabupaten, kecamatan dan desa dalam memberdayakan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.

2. Rendahnya motivasi petani untuk mengelola kebun sawit secara mandiri terutama dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

3. Peranan KUD sebagai media penyedia dan penyalur sarana produksi (pupuk dan obat-obatan) maupun aspirasi petani masih belum optimal.

4. Rendahnya intensitas pembinaan petani oleh perusahaan inti melalui KUD yang menyebabkan pemeliharaan kebun dibawah standar anjuran.

Permasalahan lingkungan yang masih terjadi di lapangan adalah:

1. Sebagian besar unsur hara yang diberikan melalui pemupukan hilang terbawa aliran permukaan yang mencemari lingkungan terutama badan air permukaan.

2. Masih terjadi degradasi lahan akibat aplikasi pemupukan yang belum tepat jenis, tepat waktu, tepat dosisi dan tepat cara pemupukan.

3. Pengendalian hama/penyakit dan gulma masih terfokus pada cara kimia sehingga mencemari badan air permukaan.

Semua permasalahan ini perlu dicarikan solusinya dalam rangka mengurangi dampaknya terhadap petani dan lingkungannya. Secara ringkas, solusi permasalahan pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan kesesuaian lahan, faktor pembatas kesesuaian lahan dan produktivitas lahan kebun kelapa sawit plasma di lokasi penelitian? 2. Bagaimana fungsi produksi tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit

plasma di masa mendatang dalam merespon harga sarana produksi dan produksi, kebijakan pemerintah, teknologi dan harga komoditas pesaing? 3. Bagaimana kinerja dan keterkaitan kelembagaan yang bisa mendukung

(26)

6

4. Bagaimana model alternatif pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas lahan dan disaat yang sama bisa mengurangi pencemaran lingkungan, memperbaiki kondisi sosial ekonomi petani plasma?

5. Skenario strategis bagaimana yang dapat mendukung implementasi model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan yang mampu memenuhi aspek-aspek pertumbuhan ekonomi (profit), mempertahankan kualitas lingkungan (planet) serta kesetaraan sosial (people). Secara lebih detil, tujuan penelitian ini dirinci sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas kebun kelapa sawit plasma.

2. Menganalisis model fungsi produksi kebun kelapa sawit plasma.

3. Mengkaji peranan dan keterkaitan kelembagaan dalam pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan.

4. Merancang model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan dan strategi implementasi dari model yang dibangun.

1.4. Kerangka Pemikiran

(27)

7

Daerah (PAD) maupun pendapatan masyarakat di sekitar kebun (Syahza, 2008). Secara ringkas, alur pemikiran dari penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan.

8 Prinsip dan 39 Kriteria Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Ekonomi

Biofisik(planet):

- Teknologi pengelolaan terbaik, sesuai kondisi lokasi baik aspek produksi maupun pasca panen.

- Konservasi sumberdaya alam dan biodiversitas

- Bertanggungjawab untuk penanaman sawit baru - Komitmen melakukan

perbaikan terus menerus

- Kualitas produksi memenuhi standar kesehatan

Sosial(people): - Kegiatan sesuai

Undang-Undang dan peraturan berlaku

- Bertanggungjawab terhadap pekerja, individu dan komunitas

- Transparan dalam informasi dan dokumen pengelolaan

Model Perkebunan kelapa Sawit Berkelanjutan Ekologis: menjaga kualitas lingkungan

Ekonomis: menguntungkan petani Sosial:

Manusiawi: semua bentuk kehidupan dihargai, terjadi interaksi harmonis, tidak menimbulkan konflik, tidak bertentangan dengan kearifan lokal.

Adil: semua stakeholders merasakan manfaat keberadaan kebun sawit

Luwes: bisa menyesuaikan dengan perubahan ekonomi, sosial, teknologi.

Kebun plasma pengelolaan kurang tepat:

• Produktivitas Sawit Rendah

• Pendapatan petani rendah

• Kerusakan lingkungan Kebun Inti

(28)

8

Manfaat ekonomi merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam membangun model kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan. Secara ekonomi, pengembangan kelapa sawit akan menimbulkan multiplier effects bagi tumbuhnya perekonomian dimana secara langsung adalah meningkatnya pendapatan petani plasma dari penjualan produksi petani berupa tandan buah segar (TBS). Efek kedua berupa timbulnya usaha seperti jasa transportasi dan jasa penyedia sarana serta prasarana perusahaan perkebunan (penyediaan bahan, peralatan dan mesin pertanian). Efek ketiganya adalah berkembangnya pelaku ekonomi yang bergerak disektor informal antara lain: pedagang kecil, tukang ojek, bengkel, tukang las dan lain-lain (Hersuroso, 2005).

Berjalannya aktivitas sosial petani dan masyarakat di lingkungan perkebunan kelapa sawit merupakan dampak dari kehadiran perkebunan kelapa sawit. Dengan adanya fasilitas sosial seperti tempat peribadatan, pesantren, sarana kesehatan, sarana pendidikan, infrastruktur desa mendorong terjalinnya keakraban sosial bagi masyarakat. Hal ini penting bagi kelangsungan pengelolaan perkebunan kelapa sawit karena berkaitan dengan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya manusia. Interaksi sosial yang harmonis dapat juga berfungsi sebagai sosialisasi ataupun diseminasi program pengelolaan perkebunan terutama melalui aktivitas sosial kelompok tani, arisan ibu tani, pengajian rutin dan lain-lain.

Manfaat ekologi yang disumbangkan oleh komoditas kelapa sawit adalah terpeliharanya siklus hidrologi untuk mengurangi tingginya fluktuasi debit air sungai pada musim hujan dan musim kemarau. Dalam kaitan dengan siklus karbon, kelapa sawit di daerah tropis mempunyai kapasitas menyerap karbon melebihi kapasitas hutan. Sesuai dengan yang dilaporkan Lamade dan Setyo (2002) bahwa komunitas kelapa sawit yang sudah dewasa (kisaran umur 8-18 tahun) mampu menyerap karbon ke dalam tanah antara 1198-2014C/m2thn, lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas hutan tropis basah di Kepulauan Hawai sebesar 519C/m2thn atau hutan Pegunungan Merapi di Indonesia

sebesar 844C/m2thn.

(29)

9

sosial antara lain penguasaan lahan, pencurian TBS, penjualan TBS keluar dari pabrik kelapa sawit (PKS) Perusahaan Inti dan kecemburuan sosial masyarakat lokal. Perilaku petani plasma ini merembet ke masalah ekonomi yaitu seretnya pengembalian cicilan hutang petani pada bank pemberi kredit.

Pengelolaan kebun kelapa sawit yang kurang memperhatikan masalah lingkungan berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama sumberdaya tanah dan air melalui pencemaran. Pencemaran lingkungan pada perkebunan kelapa sawit bersumber dari dua kegiatan besar yaitu proses produksi tanaman (TBS) dari areal tanam dan pengolahan TBS menjadi crude palm oil (CPO) serta hasil lainnya dari kegiatan PKS. Dalam proses produksi TBS, pemeliharaan tanaman menggunakan pupuk anorganik (pupuk buatan) seperti Urea, SP-36, KCl, Dolomit) karena kelapa sawit memerlukan unsur hara dalam jumlah banyak. Aplikasi pemupukan oleh petani dengan cara disebar rata di permukaan tanah menyebabkan efisiensi pemupukan rendah dan sebagian besar hilang melalui erosi, penguapan dan aliran permukaan. Pada tahap selanjutnya, terjadilah degradasi lahan karena unsur hara yang diserap tanaman kelapa sawit lebih besar dari yang diberikan ke dalam tanah. Sementara itu, unsur hara yang terbawa erosi dan aliran permukaan tertampung pada badan air permukaan berupa sungai atau danau, terjadi pengkayaan unsur hara di dalam air yang merangsang timbulnya eutrofikasi. Dengan proses ini maka kualitas air menurun yang ditandai dengan tumbuhnya tanaman air jenis algae berlebihan sehingga mengganggu kebutuhan oksigen organisme yang ada di air. Jika dilakukan pengukuran maka nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi perairan yang tanpa pengkayaan unsur hara.

(30)

10

dan sosial (people) berpotensi untuk membantu mengatasi masalah tersebut (RSPO, 2005). Aspek biofisik (planet) memfokuskan pada: (1) penerapan pengelolaan yang paling cocok dengan kondisi biofisik (spesifik lokasi) baik pada aspek produksi maupun pengolahan pasca panen, (2) konservasi sumberdaya alam dan biodiversitas, (3) mengembangkan penanaman baru, dan (4) komitmen untuk terus melakukan perbaikan pada semua kegiatan di lokasi. Aspek ekonomi (profit) memfokuskan pada komitmen terhadap viabilitas ekonomi dan keuangan jangka panjang. Aspek sosial (people) memfokuskan pada: (1) semua kegiatan dilandasi oleh perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, (2) tanggungjawab terhadap semua pekerja, individu dan komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan produksi dan pengolahan pasca panen sawit, dan (3) terciptanya kondisi yang transparan dalam hal arus informasi dan dokumentasi pengelolaan yang dilakukan.

Kombinasi pengelolaan dari aspek fisik, ekonomi dan sosial yang sinergis akan berpengaruh positif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Lingkungan terutama meliputi kualitas sumberdaya air dan tanah serta produksi kelapa sawit yang memenuhi kuantitas dan standar kesehatan konsumen. Air yang kualitasnya memenuhi standar untuk aktivitas masyarakat seperti mandi, air minum, mencuci sangat mendukung dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja manusia. Peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap sarana produksi sebagai salah satu komponen utama dalam pengelolaan perkebunan. Aspek sosial yang mendukung pengelolaan kawasan agroindustri meliputi perbaikan perilaku menuju kepedulian terhadap lingkungan, meningkatnya peranan lembaga desa yang ada serta tercukupinya kebutuhan tenaga kerja.

(31)

11

terlibat dalam pengelolaan merasakan manfaat dari keberadaan kebun sawit tersebut, dan (c) bersifat fleksibel atau kondisi luwes yang menggambarkan bahwa apa yang sudah dicapai tersebut tidak mudah goyah melainkan punya toleransi tinggi dan mampu bertahan terhadap perubahan kondisi, baik kondisi eksternal maupun internal yang dinamis.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan antara lain:

1. Manfaat bagi petani dan pengusaha perkebunan:

Informasi model pengelolaan kebun sawit yang efektif dan efisien baik pada proses produksi maupun pengolahan pasca panen agar kebun kelapa sawit tetap produktif dan berkelanjutan sehingga petani memperoleh keuntungan yang optimal.

2. Manfaat Bagi Pengambil Keputusan (Policy Maker)

Model pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang tepat dan sesuai dengan kondisi biofisik, ekonomi dan sosial sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan skenario strategis dalam pengelolaan kebun sawit yang efektif dan efisien sehingga petani memperoleh nilai tambah dari kebijakan yang dirumuskan.

3. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian diharapkan bisa melengkapi dan memperkaya kaidah-kaidah pengelolaan kebun sawit yang efektif dan efisien menuju ke arah kondisi perkebunan kelapa sawit yang produktif dan berkelanjutan.

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian

(32)

12

Beberapa penelitian pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan dengan pendekatan parsial berfokus aspek fisik telah dilakukan oleh Erningpraja dan Poeloengan (2000) berbasis pada optimalisasi pemupukan, Hasan (2003) berbasis penerapan dinamika iklim, Kurniawan (2004) berbasis pada pengendalian limbah pabrik kelapa sawit, Lord dan Ross (2005) berbasis pada kualitas hasil olahan pabrik kelapa sawit, dan Fairhurst et al. (2006) berbasis pada efektivitas fisik sarana produksi terutama pupuk. Penelitian pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan berfokus aspek ekonomi telah dilakukan oleh Dja’far dan Wahyono (2003) berbasis pada skala usaha ekonomi dan break even point, dan Iswati (2004) berbasis pada analisis kelayakan finansial. Sementara itu, penelitian pengelolaan perkebunan kelapa sawit berfokus pada aspek sosial telah dilakukan oleh Hasbi (2001) berbasis pada kelembagaan dan Wahyono (2003) berbasis pada pengelolaan konflik.

Kedua, berkaitan dengan sifat dari model perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang dinamis terutama dipengaruhi oleh perubahan kondisi sumberdaya lahan, air dan udara; kualitas hidup manusia yang terus meningkat; dan baku mutu serta standar kerusakan lingkungan sebagai tolok ukur dalam pengelolaan sumberdaya alam. Seperti disampaikan oleh Dja’far et al. (2005) bahwa untuk membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek fisik, sosial dan ekonomi, diperlukan model perkebunan berkelanjutan dengan konsep dan kriteria sesuai dengan isu-isu yang berkembang saat ini yang tertuang dalam The Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Hal senada juga dikemukakan oleh Ardiansyah (2006) bahwa untuk masa mendatang, konsep dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan seyogyanya mengacu pada RSPO karena sudah mengakumulasi aspek fisik, sosial dan ekonomi secara holistik.

(33)

13

lahan melibatkan banyak pemangku kepentingan dan (c) setiap wilayah memiliki karakteristik berbeda-beda yang memerlukan pendekatan holistik dan terpadu sesuai dengan kondisi setiap daerah (Mitchell et al., 2003).

Sesuai dengan tujuan, penelitian menggunakan beberapa metode analisis dan program perangkat lunak sebagai berikut:

1. Tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas kebun plasma kelapa sawit diestimasi melalui Metode Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian dengan mengintegrasikan karakteristik tanah dan iklim, persyaratan tumbuh kelapa sawit, hasil potensial bibit dan pengelolaan tanaman.

2. Model fungsi produksi kebun plasma kelapa sawit diestimasi dengan Fungsi Produksi Nerlove.

3. Peranan dan keterkaitan institusi yang terlibat menggunakan Analysis Hierarchy Process (AHP) dengan perangkat lunak Criterium Decision Plus (CDP).

4. Model pengelolaan kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan diestimasi dengan pendekatan Sistem Dinamis menggunakan perangkat lunak program Power Sim.

(34)

II.TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan atau manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni. Sebagai ilmu maka pengelolaan dapat dipelajari, dipahami, diteliti, dimodifikasi dan dibuktikan kebenarannya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai seni pengelolaan merupakan suatu tingkat keahlian yang diperoleh dari pengalaman dalam menerapkan suatu teknologi di berbagai bidang ilmu. Berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit, pengelolaan merupakan upaya pemanfaatan semua komponen perkebunan kelapa sawit seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan modal secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yaitu perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Lubis, 1994). Sesuai dengan perkembangan teknologi dan kondisi di lapangan, pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan seyogyanya mengacu kepada faktor-faktor kunci yaitu aspek sumberdaya lahan, aspek sumberdaya manusia, aspek modal, aspek sarana produksi, aspek teknologi dan aspek legalitas (Pahan, 2006).

2.1. Ekologi dan Agronomi Kelapa Sawit

(35)

15

Reaksi tanah masam dengan nilai pH 4,0-5,0 menyebabkan tanaman sangat berpeluang keracunan aluminium dan besi yang konsentrasinya tinggi. Di samping itu, rentan terhadap erosi yang berkaitan dengan kerusakan agregat, daya pegang air rendah serta padat (Adiningsih, 1992). Namun demikian, kelapa sawit masih bisa tumbuh dan berproduksi pada lahan kering masam tersebut, asalkan pengelolaannya menerapkan teknologi yang tepat, baik aspek produksi maupun pengolahan pasca panen, sehingga dampak negatif terhadap lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di sekitar perkebunan bisa diminimalkan.

Berkaitan dengan sumberdaya lahan, pengembangan perkebunan kelapa sawit di luar Pulau Jawa sebagian besar pada tanah Ultisol dan Oxisol tersebut. Karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit adalah: (1) topografi, (2) drainase, dan karakteristik spesifik tanah yang meliputi: jerapan fosfor, jerapan kalium, tekstur, dan kedalaman efektif. Kendala yang diakibatkan oleh sifat-sifat fisik tanah lebih dominan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman dibandingkan dengan sifat-sifat kimia karena kendala fisika tanah relatif sukar untuk diatasi. Sementara itu, kendala kesuburan tanah masih bisa diatasi misalnya dengan pengelolaan pupuk untuk mengendalikan kekurangan unsur hara. Dalam kondisi alaminya, tanah Ultisol dan Oxisol memiliki produktivitas rendah dimana rata-rata tingkat produksi kelapa sawit pada tanah ini <18 ton/ha/tahun (Harahap et al., 2005).

Selain tanah sebagai tempat tumbuhnya kelapa sawit, faktor iklim juga sangat menentukan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Kelapa sawit peka terhadap suhu rata-rata harian dan curah hujan dimana suhu udara optimum untuk kelapa sawit sekitar 28o-30o C, ketinggian tempat 100-400 meter di atas permukaan laut serta curah hujan 1500- 3000 mm/tahun (Fairhust, 2002). Harahap et al. (2005) melaporkan bahwa komponen faktor iklim yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit adalah: (1) radiasi surya, (2) suhu udara, (3) curah hujan, dan (4) kelembaban udara. Lama penyinaran 5,5-6 jam/hari sudah cukup baik bagi kelapa sawit untuk berproduksi sehingga untuk daerah tropis seperti Indonesia, radiasi matahari bisa diabaikan. Suhu udara rata-rata 28oC merupakan suhu yang optimal dan di bawah 22oC sudah

(36)

16

udara sangat berkaitan dengan membuka dan menutupnya stomata daun sebagai proses masuknya CO2 untuk bahan dasar karbohidrat. Untuk kelapa

sawit, kelembaban udara optimal adalah 75-80%.

Curah hujan merupakan komponen iklim yang paling dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dimana curah hujan optimal yang dibutuhkan adalah 1700-3000 mm/tahun (Harahap et al., 2005). Kelapa sawit yang mengalami cekaman air tanah (kekeringan) menunjukkan penurunan produksi yang tajam karena meningkatnya jumlah tandan bunga jantan yang diproduksi selama periode cekaman air tanah tersebut. Fase-fase perkembangan organ generatif kelapa sawit yang peka terhadap cekaman air tanah adalah (1) inisiasi pembentukan bunga yang terjadi 44 bulan sebelum matang fisiologis, (2) pembentukan perhiasan bunga yang terjadi 36 bulan sebelum matang fisiologis, (3) diferensiasi seks bunga yang terjadi 17 bulan sebelum matang fisiologis, (4) peka aborsi bunga yang terjadi 12 bulan sebelum matang fisiologis, dan (5) antesis yang terjadi 6 bulan sebelum matang fisiologis.

Sementara dari segi agronomi, kelapa sawit tidak memerlukan perawatan yang intensif sehingga tidak memerlukan curahan tenaga kerja yang intensif (non intensive labor commodity). Beberapa kegiatan perawatannya antara lain: pemupukan, pembersihan pelepah tua, dan penyiangan/penyemprotan gulma. Dari semua kegiatan tersebut, pemupukan merupakan kunci keberhasilan karena rendahnya kemampuan tanah mineral kering masam menyediakan hara serta tingginya serapan hara kelapa sawit dari dalam tanah sehingga perlu diimbangi dengan penambahan hara dari luar sistem tanah-tanaman. Hal ini tercermin dari tingginya kadar unsur hara pada tandan buah segar yang dianalisis secara kimia. Hasil analisis kimia yang dilakukan oleh Fairhust (2002) menunjukkan bahwa dalam 25 ton tandan buah segar (TBS), mengandung sebanyak 74 kg N, 11 kg P, 93 kg K, 19 kg Ca, 20 kg Mg, 0,04 kg Mn, 0,06 kg Fe, 0,05 kg B, 0,12 kg Cu dan 0,12 kg Zn. Untuk mencapai hasil tersebut diperlukan masukan unsur hara berupa pupuk Dalam kaitan ini, Moody et al. (2002) melaporkan bahwa untuk menghasilkan TBS sebanyak 27,0 ton diperlukan masukan unsur hara dari luar sistem tanah-tanaman berupa pupuk sebesar 190 kg N, 26 kg P, 257 kg K, 43 kg Ca, 40 kg Mg, dan 60 kg S.

(37)

17

cukup tajam tergantung dari: (1) kondisi iklim, (2) sifat-sifat tanah, dan (3) dinamika unsur hara. Lebih jauh dilaporkan bahwa kondisi iklim yang berpengaruh terhadap produksi adalah curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara. Sifat-sifat tanah yang berpengaruh adalah sifat fisika tanah yaitu kapasitas lapang, titik layu permanen, dan evaporasi. Dinamika unsur hara dipengaruhi oleh dosis, jenis, waktu dan cara pemupukan. Selain itu, interaksi semua faktor-faktor tersebut ditentukan oleh kondisi awal di lapangan yaitu kadar air tanah dan nitrogen nitrat (Handoko dan Koesmaryono, 2005).

Walaupun belum ada laporan kegagalan panen akibat serangan hama/penyakit, pengendalian hama penyakit kelapa sawit sudah semestinya mendapat perhatian serius karena sudah diidentifikasi adanya ancaman penurunan produksi akibat serangan hama penyakit. Jenis hama/penyakit utama yang menyerang kelapa sawit adalah ulat api, kumbang penggerek pucuk, rayap tanah dan penyakit busuk pangkal batang. Selain itu, dikemukakan juga adanya serangan hama ulat kantong, penyakit bercak daun serta penyakit fisiologis. Kehati-hatian terhadap masuknya spesies asing yang kehadirannya dan penyebarannya dapat menimbulkan kerugian ekonomis atau kerusakan lingkungan (IAS= Invasive Alien Species) selayaknya dilakukan dengan penangkalan yang intensif. Hal ini dikarenakan oleh luasnya dampak yang ditimbulkan jika sampai terjangkit oleh IAS tersebut (Ryaldi dan Lumbantobing, 2005).

(38)

18

Pendanaan merupakan kunci utama untuk bisa berlangsungnya peremajaan, tetapi di lain pihak masalah ini belum dipikirkan pada saat pengembangan dengan pola PIR-Trans. Usaha yang dirintis oleh Asuransi Jiwasraya melalui program Iuran Dana Peremajaan Tanaman Perkebunan (IDAPERTABUN) mampu menyediakan dana sekitar Rp. 8.000.000/ha, masih jauh dari keperluan sekitar Rp. 25.000.000/ha. Melihat kondisi ini alternatif pendanaan yang memungkinkan adalah memanfaatkan dana perbankan. Yang menjadi critical point adalah pola bentuk kemitraan dan aturan main antara pihak yang terlibat (perbankan, perusahaan inti, koperasi desa dan petani plasma). Pola alternatif skim kredit perbankan yang sesuai dengan kondisi di beberapa lokasi perkebunan berbeda-beda dan masih perlu pengkajian. Keterampilan petani rata-rata masih belum memadai dalam pengelolaan perkebunan sehingga produktivitas kelapa sawit juga masih rendah. Hal ini mengindikasikan akan perlunya pembinaan pada saat peremajaan antara lain dengan pemberdayaan koperasi desa sebagai wadah untuk mengakumulasi modal yang dialokasikan selama peremajaan, penyuluhan teknis pengelolaan kebun kelapa sawit dan persiapan diri petani dalam mengantisipasi kesenjangan pendapatan selama peremajaan dengan melakukan penanaman sela (pangan) di antara barisan kelapa sawit atau menekuni kegiatan non-farm.

2.2. Aspek Kelembagaan Kelapa Sawit

(39)

19

Dengan semakin majunya sistem pertanian yang diterapkan oleh masyarakat maka permasalahan yang dihadapi juga semakin komplek yang menuntut adanya penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini, analisis kelembagaan bisa membantu untuk menjawab permasalahan yang ada karena analisis kelembagaan bertujuan untuk memperoleh deskripsi mengenai suatu fenomena sosial ekonomi pertanian yang berkaitan dengan hubungan antara 2 atau lebih pelaku interaksi sosial ekonomi, mencakup dinamika aturan-aturan yang berlaku yang disepakati bersama oleh para pelaku tersebut. Secara lebih detil, Pakpahan (1989) menyebutkan adanya lima pokok bahasan dalam analisis kelembagaan yaitu: (1) pembagian kerja dan spesialisasi jenis pekerjaan, (2) sistem pemilikan, (3) tipe-tipe ekonomi dan perubahan struktural yang menyertainya, (4) struktur perusahaan dari badan-badan usaha yang ada, dan (5) hubungan kerja industrial.

Berkaitan dengan kelembagaan, otonomi daerah yang tertuang dalam UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004 sangat mewarnai peranan lembaga-lembaga ekonomi baik dari tingkat pusat maupun daerah. Dalam perkembangan kelapa sawit terdapat empat faktor kunci sebagai penentu keberhasilan yaitu:

1. Kemauan politik Pemerintah (Pusat dan Daerah), 2. Koordinasi dan sinkronisasi antar instansi Pemerintah, 3. Keprofesionalan para pelaku di lapangan,

4. Komitmen dari bank untuk pendanaan pengembangan kelapa sawit.

Dari faktor-faktor tersebut maka untuk masa mendatang sistem perkebunan kelapa sawit diusulkan agar memperhatikan hal-hal: (1) pendidikan bagi petani untuk meningkatkan kapasitas kerja, (2) dukungan ke empat faktor kunci tersebut, (3) memanfaatkan otonomi daerah untuk kepentingan petani (Kartasasmita, 2005).

(40)

20

(sustainable). Lebih lanjut, konsep ini dituangkan kedalam pola PIR Plus Peranan Koperasi dimana fungsi dari setiap pihak jelas yaitu:

Fungsi pihak Perusahaan Inti:

a. pengurusan pinjaman (kredit investasi),

b. membangun dan mengelola kebun (estate management), c. penalangan dana (bridging financing), dan

d. membeli TBS (membangun PKS) Fungsi Koperasi:

a. wadah tunggal petani peserta,

b. membuat perjanjian kredit dengan Bank,

c. pengurus koperasi bertindak sebagai Dewan Pengawas, dan d. membuat kontrak manajemen dengan perusahaan inti. Fungsi petani peserta:

a. sebagai pemilik mendapat pembagian laba (SHU), dan b. sebagai karyawan mendapat gaji tetap

Berkaitan dengan pemanfaatan otonomi daerah untuk kepentingan rakyat, Pemerintah Daerah Propinsi Riau sudah memperoleh keberhasilan dalam pengembangan kelapa sawit rakyat dengan menyediakan lahan dan modal dengan insentif bunga rendah. Dari sekitar 9,1 juta hektar luas daratan Propinsi Riau, sekitar 3,1 juta hektar dicadangkan untuk perkebunan yang didominasi oleh kelapa sawit. Modal kerja dikucurkan melalui Program Bantuan Pinjaman Modal Ekonomi Kerakyatan (PEK) untuk membantu petani sebanyak 3960 kepala keluarga (Husien dan Hanafi, 2005).

Iswati (2004) mengusulkan agar peranan Kelompok Tani (POKTAN) dan Koperasi Unit Desa (KUD) lebih diintensifkan lagi dalam mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dalam usulannya, peranan lembaga tersebut adalah:

1. Peranan langsung dengan aspek pengelolaan usahatani meliputi pengadaan dan penyaluran sarana produksi, pengumpulan hasil, pengangkutan hasil dan pemasaran.

2. Peranan yang tidak berkaitan langsung dengan pengelolaan produksi meliputi pengadaan barang konsumsi dan usaha simpan pinjam.

(41)

21

serta perbankan sangat menentukan dalam pencapaian masyarakat pekebun yang berwiraswasta, sejahtera dan selaras dengan lingkungannya.

2.3. Dampak Lingkungan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit

Seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, dampak positif dari pengembangan kelapa sawit juga diikuti oleh dampak negatif terhadap lingkungan akibat dihasilkannya limbah cair, limbah padat dan gas dari kegiatan kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Untuk itu, tindakan pencegahan dan penanggulangan dampak negatif dari kegiatan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit harus dilakukan dan sekaligus meningkatkan dampak positif. Tindakan tersebut tidak cukup dengan mengandalkan peraturan perundang-undangan saja tetapi perlu juga didukung oleh pengaturan diri sendiri secara sukarela dan pendekatan instrumen-instrumen ekonomi. Mekanisme pengaturan seperti ini dikenal dengan mixed policy tools (Alamsyah, 2000).

Dilihat dari perkembangan pengelolaan dampak perkebunan terhadap lingkungan, pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan ditempuh dengan berdasarkan pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity). Dalam pendekatan ini tidak ada usaha dari pihak pekebun untuk mencegah pengaruh dampak terutama dampak negatif dari limbah yang dihasilkannya melainkan hanya tergantung pada kemampuan lingkungan menetralisir pencemaran yang terjadi. Ketidak seimbangan antara besarnya volume limbah yang dihasilkan kebun terutama limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kemampuan alam menetralisir pencemaran limbah menyebabkan pencemaran lingkungan meningkat dengan tajam. Oleh karena itu, strategi pengelolaan lingkungan berubah menuju ke pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end - of – pipe treatment). Pendekatan ini berfokus pada pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Masih banyaknya kelemahan dalam aplikasi dari pendekatan end – of – pipe treatment menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlanjut karena beberapa kendala yaitu (Alamsyah, 2000):

1. Reaksi penghasil limbah bersifat reaktif yaitu baru bertindak setelah pencemaran terjadi, bukan pencegahan.

(42)

22

3. Biaya investasi dan operasi pengolahan dan pembuangan limbah biasanya mahal, yang mengakibatkan meningkatnya biaya proses produksi dan harga produk.

4. Memberi peluang untuk pengembangan teknologi pengolahan limbah sehingga tidak terfikirkan untuk untuk mengurangi volume limbah yang dihasilkan oleh sumber limbah.

5. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan persyaratan limbah yang boleh dibuang setelah dilakukan pengolahan pada umumnya cenderung untuk dilanggar bila pengawasan dan penegakan hukum lingkungan tidak efektif dijalankan.

Di beberapa sentra pengembangan kelapa sawit seperti di Propinsi Riau dilaporkan telah terjadi dampak negatif akibat pengelolaan perkebunan sawit yang kurang tepat berupa penurunan kualitas lingkungan terutama sumberdaya lahan, air dan udara. Selain itu, terjadi konflik sosial dengan masyarakat di sekitar perkebunan berupa penguasaan lahan, hilangnya kearifan lokal dan budaya setempat (Setyarso dan Wulandari, 2002). Sementara itu, Winter (2002) menyatakan bahwa pengelolaan perkebunan dan pengolahan pasca panen kelapa sawit menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan antara lain:

1. Polusi udara pada saat pembakaran hasil tebangan tanaman pada pembukaan hutan untuk penanaman baru.

2. Polusi udara pada pembakaran hasil pangkasan tanaman pada penyiangan tanaman dewasa.

3. Perubahan land scape pada saat pembersihan lahan sebelum penanaman dilakukan (kapasitas pegang air tanah, iklim mikro).

4. Perubahan land scape pada saat pembuatan dan pengelolaan jalan kebun (daya pegang air tanah, perkolasi air).

5. Penurunan keragaman genetik sebagai akibat dari penggantian spesies alami yang keragamannya tinggi dengan spesies vegetasi kelapa sawit yang monokultur (keragaman genetik).

6. Polusi tanah dan air tanah dengan penggunaan pestisida dan pupuk.

7. Polusi udara selama ekstraksi dan purifikasi minyak di pabrik penggilingan melalui polusi uap dan gas (polusi asap pada saat pembakaran TBS kosong).

(43)

23

9. Perlakuan limbah cair yang kurang baik berakibat pencemaran air sungai. Jenis dan intensitas dampak lingkungan fisik-kimia dan biologi tanah, sosial dan ekonomi akibat perubahan vegetasi alami dari lahan yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit tergantung pada kondisi vegetasi alami lahan yang dikonversi. Kasus pengembangan kelapa sawit di Propinsi Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat dan Lampung dengan mengkonversi lahan yang kurang produktif dengan vegetasi hutan semak belukar, kebun durian yang sudah tua, hutan bambu dan kebun jengkol memperlihatkan perubahan lingkungan flora-fauna (biologi) tidak nyata. Demikian juga dengan perubahan kondisi udara seperti pencemaran udara dengan bau yang tidak sedap dan kualitas air yang relatif stabil. Perubahan fisik yang cukup nyata adalah menurunnya produktivitas lahan akibat terjadinya erosi terutama pada lahan dengan kondisi topografi berlereng. Perubahan lingkungan sosial yang menonjol adalah konflik kepemilikan lahan karena adanya perubahan luasan dan status kepemilikan lahan. Dampak ekonomi yang terjadi adalah meningkatnya nilai atau harga lahan, terbukanya kesempatan kerja bagi petani yang berujung pada peningkatan pendapatan petani dan keluarganya (IPB, 2000).

Dari aspek produksi, pihak pengelola, baik perusahaan perkebunan besar PBN maupun PBS, sudah menyadari bahwa pemupukan merupakan kunci keberhasilan dalam peningkatan produktivitas sawit. Untuk itu, secara umum mereka memupuk sebanyak 2 kali/tahun dengan menggunakan pupuk tunggal terutama Urea, SP-36 dan KCl. Biaya untuk pengadaan pupuk ini menempati proporsi terbesar yaitu sekitar 50-60% dari biaya total pemeliharaan sawit. Namun demikian, aplikasi pemupukan dengan cara menyebar di permukaan tanah berakibat rendahnya efisiensi pemupukan dan tingginya kehilangan pupuk ke lingkungan melalui erosi, aliran permukaan dan penguapan.

Gambar

Gambar 2.   Konsep Pemupukan Rasional dalam Pengelolaan Perkebunan
Gambar 3. Keterkaitan antara Petani Plasma, Perusahaan Inti dan Lembaga
Tabel  2. Karakteristik Kesesuaian Lahan untuk Kelapa sawit
Tabel 3. Spesifikasi Bibit Unggul Kelapa Sawit yang Dibudidayakan Perusahaan Perkebunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

(pH) dan ketersediaan unsur hara (K) (CSWFAO) serta jumlah bulan kering (PPKS); Potensi produksi TBS yang dicapai 65% dari produksi ideal kelas kesesuaian

Judul dari skripsi ini adalah “Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina PTPN IV Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam”

Judul Skripsi : Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus PTPN II Kebun Bandar Klippa).. Ketua Departemen

Salah satu daerah yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Sumatera selatan yaitu Kabupaten Banyuasin dimana luas perkebunan kelapa sawit-nya sebesar 27.536 Ha

Dari hasil penelitian tentang neraca air pada perkebunan kelapa sawit diperoleh kesimpulan bahwa sumber pasokan air pada lokasi penelitian 100% berasal dari curah hujan sebesar

Dari data luas lahan dan produksi perkebunan memperlihatkan bahwa komoditas kelapa sawit memiliki nilai produksi dan luas lahan terbesar bila dibandingkan de- ngan komoditas

Peningkatan kesejahteraan keluarga petani padi dan keluarga yang melakukan konversi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian dilihat dari indikator kesejahteraan

Masa tunggu merupakan masa dimana lahan perkebunan kelapa sawit rakyat yang sudah tua telah diremajakan untuk ditanam dengan tanaman kelapa sawit yang baru sampai dengan