• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grafik Kelangsungan Hidup

4.2 Gejala Klinis Ikan Lele Dumbo Selama Uji Tantang

Gejala klinis ikan uji pada saat diuji tantang dengan bakteri Aeromonas

hydrophila kepadatan 108 cfu, pada perlakuan A mulai terlihat pada hari ke-2 ditandai dengan gerakan renang yang tidak seimbang (Gambar 11b) dan nafsu makan menurun. Hal tersebut tidak terlihat pada perlakuan B dan C, namun terlihat pula sebagian kecil ikan uji perlakuan D (Tabel 4).

Mulai hari ke-3 dari masa uji tantang, ikan uji telah memperlihatkan gejala klinis terserang Aeromonas hydrophila. Gejala klinis yang muncul yaitu mulai timbulnya bercak-bercak merah dan borok di bagian daging ikan, produksi lendir berlebih, pergerakan renang tidak seimbang, dan respon makan yang kurang (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kabata (1985) yang mengemukakan bahwa nafsu makan berkurang dan tingkah laku yang abnormal termasuk pada tanda-tanda ikan terserang penyakit akibat infeksi Aeromonas hydrophila. Gejala ini sangat terlihat jelas pada perlakuan A, namun tidak terjadi pada perlakuan B dan C, sedangkan pada perlakuan D gejala klinis terserang Aeromonas hydrophila juga terlihat namun tidak separah pada perlakuan A. Mulai hari ke-3 dari masa uji tantang, terjadinya kematian ikan mulai terlihat terutama pada perlakuan A, pada perlakuan D juga terjadi kematian namun tidak sebanyak perlakuan A. Pada perlakuan B dan C, jumlah kematian ikan bahkan tidak lebih dari 1 ekor hingga hari ke-4 (Tabel 4).

Pada hari ke-5 sampai dengan hari ke-9 masa uji tantang, bercak-bercak merah yang terdapat pada ikan uji berubah menjadi borok-borok merah yang menganga daging ikan (Gambar 11a). Hal ini terlihat jelas pada sebagian besar ikan perlakuan A dan sebagian kecil ikan perlakuan D, nafsu makan ikan yang

terdapat borok-borok merah sama sekali tidak ada, ikan tersebut juga pergerakan renangnya tidak seimbang di dalam air dan lebih sering megap-megap, namun pada perlakuan B dan C hal ini tidak terjadi, kondisi ikan nampak sehat dan tidak terlihat gejala klinis ikan terserang Aeromonas hydrophila (Tabel 4).

(a) (b)

Gambar 11. Gejala Klinis Ikan Lele Dumbo Terserang Aeromonas hydrophila Saat Uji Tantang (a. Borok Pada Tubuh Ikan,

b. Berdiam di Sudut Akuarium dan Pergerakan Renang Tidak Seimbang) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Penurunan tingkat kelangsungan hidup ikan terjadi mulai dari hari ke-3 sampai dengan hari ke-10 masa uji tantang terutama pada perlakuan A (Gambar 10). Penurunan tingkat kelangsungan hidup ikan diduga terjadi karena adanya ketidakseimbangan aktivitas bakteri dengan peningkatan kekebalan tubuh ikan. Aktivitas bakteri lebih kuat dan cepat dibandingkan dengan aktivitas peningkatan kekebalan alami tubuh ikan, sehingga pertahanan tubuh ikan lemah akibat infeksi

Aeromonas hydrophila. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Tizard 1988) bahwa

apabila kecepatan respon imun menghadapi infeksi lambat, maka dapat menyebabkan kematian sebelum respon imun tubuh dapat mengatasi infeksi.

Pada hari ke-10 sampai dengan ke-14 masa uji tantang, ikan-ikan yang terserang Aeromonas hydrophila berangsur-angsur kondisinya membaik, hal ini terlihat dari respon makan ikan dan pergerakan renang ikan yang kembali normal. Borok-borok yang terdapat pada ikan uji pun mulai terlihat sembuh. Hal ini terlihat dengan jelas pada perlakuan D yang sebagian ikannya terdapat gejala

klinis terserang Aeromonas hydrophila, sedangkan pada perlakuan B dan C secara keseluruhan tidak terlihat adanya indikasi ikan tersebut terinfeksi Aeromonas

hydrophila selama masa uji tantang (Tabel 5).

Dari uraian diatas memperlihatkan bahwa Vaksin HydroVac® mampu memberikan kekebalan terhadap infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo. Dilihat dari gejala klinis yang muncul, perlakuan B dan C tidak menunjukkan gejala klinis terserang Aeromonas hydrophila karena pada perlakuan tersebut vaksin mampu memberikan respon imun yang tinggi sehingga menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi lebih besar dari 96%, sedangkan pada perlakuan D respon imun juga nampak walau tingkat kelangsungan hidupnya hanya 63,75%.

Tabel 5. Gejala Klinis dan Respon Makan Harian Ikan Lele Dumbo Selama Uji Tantang

Perlakuan Gejala Klinis dan Respon Harian Ikan Lele Dumbo pada Hari ke

1-2 3-4 5-6 7-8 9-10 11-12 13-14

A1 2-b 2 3 4-c 2 3 4-b 2 3 4-b - - -

A2 2-b 2 3 4-b 2 3 4-c 2 3 4-c - - -

A3 2-b 2 3 4-c 2 3 4-b 2 3 4-c - - -

A4 2-b 2 3 4-c 2 3 4-c 2 3 4-c 2 3 4-c - -

B1 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

B2 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

B3 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

B4 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

C1 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

C2 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

C3 1-b 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a 1-a

C4 1-a 1-a 1-b 1-a 1-a 1-a 1-a

D1 1-b 2 4-b 2 4-c 1 4-b 1 4-a 1 4-a 1 4-a

D2 1-b 1-a 1-b 1-b 1-b 1-a 1-a

D3 1-b 1-b 1-b 1-b 1-b 1-b 1-a

Keterangan : Perlakuan :

A1 – A4 = Kontrol ikan yang tidak diberi Vaksin HydroVac®

B1 – B4 = Vaksin HydroVac® yang digunakan untuk perendaman ke-1 C1 – C4 = Vaksin HydroVac® yang digunakan untuk perendaman ke-3 D1 – D4 = Vaksin HydroVac® yang digunakan untuk perendaman ke-5 Gejala Klinis :

1 = Gerakan renang normal

2 = Gerakan renang tidak seimbang 3 = Ikan megap-megap

4 = Timbul borok/bercak merah indikasi ikan terserang Aeromonas

hydrophila

Respon Makan :

a = Respon makan normal b = Respon makan kurang c = Respon makan tidak ada 4.3 Pengamatan Titer Antibodi

Dari hasil pengamatan uji titer antibodi ikan uji memperlihatkan bahwa antibodi pada ikan uji yang tidak divaksin (perlakuan A) dan ikan uji yang divaksin (perlakuan B, C, dan D) memperlihatkan perbedaan yang cukup jelas. Pada ikan-ikan yang divaksin terjadi reaksi aglutinasi (Gambar 12) dengan tingkat pengenceran yang lebih tinggi daripada ikan-ikan yang tidak divaksin. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi pada perlakuan B, C, dan D jumlahnya lebih tinggi daripada perlakuan A. Perbedaan itu disebabkan karena dalam tubuh ikan yang telah divaksin telah terbentuk respon imun humoral terhadap antigen bakteri

Aeromonas hydrophila, sedangkan pada ikan yang tidak divaksin respon itu tidak

timbul. Sebagaimana pendapat Anderson (1974), bahwa vaksin dapat digunakan untuk menimbulkan antibodi spesifik pada tubuh ikan karena vaksin biasanya berisi antigen penyakit yang dapat merangsang ikan untuk memproduksi antibodi yang aktif melawan penyakit tersebut.

(a) (b)

Gambar 12. Reaksi Aglutinasi Pada Uji Titer Antibodi (a. Terjadi Aglutinasi, b. Tidak Terjadi Aglutinasi)

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Dari hasil pengamatan titer antibodi, perlakuan B dan C mempunyai jumlah antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Lampiran 2). Tingginya antibodi disebabkan vaksin pada perlakuan B dan C kandungan antigennya lebih tinggi sehingga antibodi yang terbentuk pun lebih tinggi. Sebagaimana pendapat Tizard (1988), tingginya antibodi pada ikan yang divaksin adalah karena rangsangan antigen yang dimulai dengan masuknya antigen ke dalam tubuh ikan, kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag ini akan mengirim sinyal kepada limfosit sehingga memberikan respon. Limfosit tersebut akan membesar dan berproliferasi yang kemudian membentuk antibodi spesifik sesuai dengan antigen yang memberikan rangsangan.

Tingginya antibodi dapat meningkatkan respon imun ikan terhadap infeksi penyakit, karena terjadi peningkatan daya proteksi tubuh ikan. Hal ini terbukti dengan tingginya kelangsungan hidup ikan uji pada perlakuan B dan C, selain itu gejala klinis serangan Aeromonas hydrophila pun tidak nampak pada perlakuan tersebut.

Dokumen terkait