• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa gejala klinis dari kanker payudara : 2.2.7 Benjolan

Adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.

2.2.8 Perubahan kulit pada payudara  Kulit tertarik (skin dimpling)

 Benjolan yang dapat dilihat (visible lump)  Gambaran kulit jeruk (peu de orange)  Eritema

 Ulkus

2.2.9 Kelainan pada puting

 Puting tertarik (nipple retraction)  Eksema

 Cairan pada puting (nipple discharge) (Suryaningsih dan Sukaca, 2009)

2.3.7 Diagnosis

Diagnosis dari kanker payudara dapat ditegakkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (Gleadle, 2007).

a. Anamnesa

Pada anamnesa ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa skin dimpling, peau d’orange, ulserasi, dan perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh di ulu hati (sebah). Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesa (Gleadle, 2007).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling), luka atau ulkus, gambaran kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-tanda radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga diperhatikan (Gleadle, 2007).

Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3, dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra

dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak atau fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran (Gleadle, 2007).

Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih, bercampur darah dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan supra klavikula (Gleadle,2007).

c. Pemeriksaan Tambahan :  Mamografi payudara  CT pada payudara  Ultrasonografi (USG)  MRI payudara  Skrining tulang

d. Pemeriksaan biopsi jarum halus

Pada pemeriksaan ini dilakukan sitologi pada lesi atau luka yang secara klinis dan radiologik dicurigai merupakan suatu keganasan (Davey dan Patrick, 2006). e. Pemeriksaan Laboratorium dan Histopatologik

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa pemeriksaan darah rutin dan kimia darah yang sesuai dengan perkiraan metastase. Pemeriksaan reseptor ER dan PR juga perlu dilakukan. Pemeriksaan tumor marker juga harus dilakukan untuk follow up (Davey dan Patrick 2006). Jika pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas dijumpai adanya kelainan, baik berupa benjolan atau gambaran radiologi yang abnormal, maka perlu dilakukan biopsi untuk mendapatkan contoh jaringan yang akan diperiksa di bawah mikroskop dan dipastikan ada atau tidaknya sel kanker.

2.3.8 Komplikasi

Potensial komplikasinya dapat mencakup sebagai berikut: limfedema terjadi jika saluran limfe untuk menjamin saluran aliran balik limfe bersirkulasi umum tidak berfungsi dengan kuat. Jika nodus aksilaris dan sistem limfe diangkat maka sistem kolater dan auksilaris harus mengambil alih fungsi mereka. Limfedema biasanya dapat dicegah dengan

meninggikan setiap lebih tinggi dari sendi yang lebih proksimal. Jika terjadi limfedema keluasan biasanya berhubungan dengan jumlah saluran limfatik kolateral yang diangkat selama pembedahan (Suzanne dan Bare, 2001).

2.3.9 Pengobatan

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2004), pengobatan kanker payudara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : kemoterapi, radiasi dan operasi. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari ketentuan pasien dalam berobat dan tergantung pada stadiumnya.

a. Operasi

Dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh bagian payudara untuk membuang sel-sel kanker yang ada dalam payudara. Jenis-jenis operasi yang dilakukan adalah :

1) Lumpektomi : merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat tumor payudara berserta jaringan disekitarnya. Dengan menyisakan sebagian jaringan payudara. Dilakukan pada kasus kanker payudara dini, saat ukurannya masih kecil.

2) Mastektomi : merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat payudara berserta kankernya, kadang beserta otot dinding dada.

3) Operasi pengangkatn kelenjar getah bening : operasi yang dilakukan jika diduga ada penyebaran kanker dikelenjar getah bening di ketiak.

b. Radioterapi

Merupakan pengobatan yang dilakukan dengan penyinaran dengan tujuan merusak sel-sel kanker. Radioterapi dapat dilakukan sesudah operasi atau sebelum operasi.

c. Kemoterapi

Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti kanker untuk merusak sel-sel kanker.

d. Rehabilitasi dan rekonstruksi pasca pengobatan

i. Setelah operasi dapat dilakukan rehabilitasi, seperti melakukan gerakan-gerakan untuk mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan.

2.3.10 Mastektomi

Mastektomi adalah operasi yang bertujuan untuk menghilangkan kanker payudara dengan cara mengangkat payudara dan jaringan kanker yang mendasarinya.

2.3.10.1 Ada 3 jenis mastektomi yaitu :

1. Modified Radycal Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, niple areola komplek, kulit diatas tumor dan fascia pektoralis serta dieksisi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut.

2. Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tanpa kelenjar di ketiak.

3. Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpektomi, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Biasanya lumpektomi direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara Hammer dkk (dalam Brunner dan Suddarth, 2002).

2.3.10.2 Perawatan pasca mastektomi

a. Pemasangan plester atau hipafik

Dalam hal ini pemasangan plester pada operasi mastektomi hendaknya diperhatikan arah tarikan-tarikan kulit (langer line) agar tidak melawan gerakkan-gerakkan alamiah, sehingga pasien dengan rileks menggerakkan sendi bahu tanpa hambatan dan tidak nyeri untuk itu perlu diperhatikan cara meletakkan kasa pada luka operasi dan cara melakukan fiksasi plester pada dinding dada.

 Plester medial melewati garis midsternal.  Plester posterior melewati garis axillaris line

atau garis ketiak.

 Plester posterior (belakang) melewati garis axillaris posterior.

 Plester superior tidak melewati klavikula.  Plester inferior harus melewati lubang drain.  Untuk dibawah klavikula, ujung hipafik

dipotong miring seperti memotong baju dan dipasang miring dibawah ketiak sehingga tidak mengganggu gerakan tangan.

b. Perawatan pada luka eksisi tumor

Bila dikerjakan tumorektomi, pakai hipafik ukuran 10 cm yang dibuat seperti BH sehingga menyangga payudara

c. Pemakaian drain redonm

Pemakaian drain redonm harus tetap vakum dan diukur jumlah cairan yang tertampung dalam botol drain tiap pagi, bila drain buntu, misalnya terjadi bekuan darah, bilas drain dengan PZ 5-10 cc supaya tetap lancar. Pada mastektomi radikal atau radikal modifikasi, drain umumnya dicabut setelah jumlah cairan dalam 24 jam tidak melebihi 20-30 cc, pada eksisi tumor payudara tidak melebihi 5 cc.

d. Klien yang dikerjakan transplantasi kulit

Klien yang dikerjakan transplantasi kulit kalau kasa penutup luka basah dengan darah atau serum harus segera diganti, tetapi bola penutup (thiersch) tidak boleh dibuka. Thiersch umumnya dibuka pada hari ke-7 pasca operasi untuk melihat apakah hidup atau mati

 Kalau hidup, tutup lagi dengan sofratule dan kasa steril

 Kalau tidak hidup, luka dapat dikompres dengan larutasn boor atau larutan garam fisiologis dan buang jaringan yang nekrotik.  Demikian pula halnya kasa penutup donor dan

dibuka hari ke 14, kecuali kalau ada tanda-tanda infeksi

e. Pemberian injeksi dan pengambilan darah

Pada klien yang dilakukan mastektomi radikal modifikasi sebagian besar kelenjar dari saluran getah bening aksila dieksisi, yang memudahkan terjadinya edema lengan. Untuk mencegah jangan melakukan injeksi, mamasang infus, mengambil darah dan sebagainya pada sisi yang sakit. Penderita harus menjaga lengan dan tangannya dengan baik supaya jangan sampai terjadi luka atau injeksi yang akan menambah kerusakan saluran limfe diketiak yang sudah minimal, karena kalau terjadi edema lengan sangat sukar mengoreksinya dan mungkin memerlukan operasi transposisi untuk mengatasinya.

f. Pengukuran tensi

Pengukuran tensi jaringan pada lengan homolateral dan axilla karena memudahkan terjadinya edema lengan.

2.3.10.3 Fase penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan yang berhubungan dengan regenerasi jaringan. (Potter dan Perry, 2001) Tahap penyembuhan luka meliputi:

1. Fase Inflamatory

Terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari. Dua proses utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Selama sel berpindah, leukosit (terutama netrofil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati makrofag yang keluar dari monosit

selama lebih kurang 24 jam setelah luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. 2. Fase proliferasi

Berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari ke 21 setelah pembedahan. Fibroblast yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi, jaringan yang lunak dan mudah pecah.

3. Fase maturasi

Dimulai hari ke 21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblas terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan srtuktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi lebih kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.

2.3.10.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Setiap kejadian luka mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya (Gitaraja, 2004). Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dengan mengenal kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar dapat mengoreksi atau mengevaluasi proses penyembuhan luka. Faktor intrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, yang cukup berpengaruh pada luka kanker payudara meliputi; usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi dan penyakit penyerta (hipertensei, DM, arteriosclerosis). Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita meliputi; pengobatan (kemoterapi), radiasi, stress psikologis,

infeksi, iskemi dan trauma jaringan (Potter dan Perry, 2005).

Dokumen terkait