• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Perubahan Parameter Makroskopis dan Mikroskopis Ikan Lele Pasca

4.2.1 Gejala Klinis

Pengamatan parameter makroskopis pasca infeksi bakteri A.hydrophila terjadi perubahan pada anatomi organ luar dan organ dalam ikan lele. Pada anatomi organ luar terjadi perubahan yaitu tampak terjadi radang (Gambar 7) di bekas suntikan pada jam ke-6 sampai jam ke-12 kemudian pada jam 12-24 berkembang menjadi hemoragi (Gambar 8) selanjutnya menjadi tukak (gambar 9) dan sampai pada kematian.

Menurut Snieszko dan Alexrod (1971) bahwa bakteri A.hydrophila berkumpul pada pembulu darah, kemudian keluar ke jaringan urat daging, berkembangbiak membentuk suatu pembengkakan yang berisi bakteri, darah dan jaringan yang mengalami nekrosis. Kematian lokal jaringan pada daerah sekitar suntikan terlihat mempunyai batas yang jelas dari daerah sekitarnya dan nampak mengalami pembengkakan, biasanya berwarna putih keabu-abuan, kuning atau

a

b

jingga, dikelilingi zona berwarna merah yang merupakan reaksi radang serta yang mati lebih rapuh. Menurut Roberts (1993) dalam Angka (2005) A. hydrophila yang bersifat virulen menghasilkan β-hemolisin, elastase dan mempunyai lapisan S dipermukaan sel. Hemolisin yang terlarut menyebabkan hemoragi dan merangsang terjadinya tukak kulit di ikan. Hemoragi adalah pendarahan atau keluarnya darah dari batas system kardiovaskular dan keluarnya darah yang sebenarnya dari tubuh (Fauzan 1997). Hemoragi terjadi karena bakteri dapat masuk dan menempel pada dinding pembuluh darah serta merusaknya sehingga pembuluh darah pecah dan darah keluar (Runnels et al. 1965)

Gambar 7 : a. Ikan lele dumbo kontrol

b. Ikan lele dumbo yang mengalami radang

Menurut Cahlill (1990), Tukak yang terbentuk diakibatkan oleh aktivitas proteolitik bakteri. Keadaan ini dimungkinkan oleh adanya substansi produk ekstraseluler bakteri seperti protease dan sitotoksin yang menghidrolisa dan melisis jaringan inang. Terbentuknya tukak tersebut melalui tahapan hiperemia, peradangan, nekrosis dan tukak (Plumb 1994).

Gambar 8 : a.b. Ikan lele yang mengalami hemoragi

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 S k o rin g G e ja la Klin is

Waktu (hari ke-)

K- K+ PDT Gambar 9 : a.b. Ikan lele yang mengalami tukak

Berdasarkan hasil pengukuran diameter gejala klinis dan skoring gejala klinis (Lampiran 7-10) pasca infeksi bakteri A. hydrophila gejala yang ditimbulkan meliputi radang, hemoragi, tukak dan selanjutnya ikan mengalami kematian. Skoring gejala klinis ikan lele pada perlakuan kontrol positif pada hari ke-1 skor rata-rata 5,60 dan pada hari ke-3 mengalami kenaikan kerusakan tukak dengan skor rata-rata 9,00 selanjutnya pada hari ke-5 sampai hari ke-6 terjadi kematian sebanyak 6 ekor ikan. Pada akhir perlakuan yaitu pada hari ke-14 terlihat ikan masih mengalami tukak dengan skor rata-rata 5,67. Menurut Bullock et al. (1971) dan Meyer (1979) dalam Angka (2005), masa inkubasi penyakit ini antara 10-14 hari. Pada perlakuan dosis terbaik (10 g kg-1 pakan) pada hari ke-1 skor rata-rata 4,13 dan pada hari ke-3 mengalami kenaikan kerusakan tukak skornya mencapai 9,00 dan terdapat 1 ekor ikan mengalami kematian. Selanjutnya pada hari ke-9 mengalami penurunan kerusakan tukak dengan skor rata-rata 7,07. Pada akhir perlakuan yaitu pada hari ke-14 terlihat ikan masih mengalami tukak akan tetapi mempunyai skor rata-rata terendah yaitu 3,43.

Gambar 10. Skoring rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi A.hydrophila. K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif), PDT (dosis terbaik 10 g kg-1)

Pada Gambar 14 diatas terlihat bahwa skor rata-rata gejala klinis menunjukkan bahwa perlakuan dosis terbaik (10g kg-1 pakan) k-karagenan dalam pakan diduga dapat meningkatkan sistem imun tubuh dan menghambat pertumbuhan bakteri. Angka (2005), bahwa pertahanan spesifik ikan fungsinya selain untuk mencegah infeksi, membatasi penularan, juga menyingkirkan jaringan yang rusak.

Enzim dan toksin yang dihasilkan oleh A.hydrophila sebagai produk ekstraseluler merupakan racun bagi ikan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam (Lallier et al. 1984). Pengamatan terhadap parameter organ dalam ikan lele menunjukkan perubahan organ dalam pada perlakuan Kontrol negatif (K-) terlihat warna organnya dalam keadaan normal yaitu ginjal berwarna merah kecoklatan, hati berwarna merah kecoklatan, empedu berwarna hijau kebiruan dan limpa berwarna merah tua. Perlakuan K+ (kontrol positif) terlihat ginjal berwarna merah dan agak pucat sedikit membengkak, hati berwarna merah tua sedikit membengkak, empedu berwarna hijau kekuningan dan limpa berwarna merah tua agak kehitaman. Sedangkan perlakuan PDT (10 g kg-

1

pakan) terlihat ginjal berwarna merah kecoklatan dan agak tua, hati berwarna merah kecoklatan, empedu berwarna hijau kekuningan dan limpa berwarna merah tua dan pada perlakuan ini tidak terdapat pembengkakan pada organ dalam tersebut.

Menurut Nabib dan Pasaribu (1989), bakteri A.hydrophila menyebabkan rusaknya jaringan ginjal dan hati sehingga membengkak, nampak pucat berwarna hijau sedangkan ginjal membengkak berwarna merah muda. Perbaikan organ yang rusak akan berlangsung lambat apabila ikan yang terinfeksi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik sehingga kerusakan organ biasanya akan berakhir dengan kematian.

4.2.2 Histopatologi

Histopatologi merupakan hasil dari adanya perubahan secara biokimia dan fisiologis pada jaringan organisme, dengan indikator histologik dapat diketahui perubahan yang terjadi pada ikan sebagai akibat dari perubahan kualitas air, penanganan ataupun karena infeksi patogen (Hinton dan Lauren 1990). Pengamatan perubahan histopatologi merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat adanya gangguan pada ikan akibat serangan patogen.

Hasil pengamatan histopatologi pada organ kulit, ginjal dan hati pada akhir penelitian menunjukkan adanya kerusakan sel dan jaringan pada ikan lele dumbo dapat dilihat, sebagai berikut:

a

b

c

1. Kulit

Kulit digambarkan sebagai tempat pertarungan imunologik tubuh. Reaksi imunologik cenderung terjadi di kulit dibanding di organ lain misalnya vaskulitis akut meskipun reaksi serupa juga terjadi di ginjal. Kulit merupakan alat tubuh terluas yang berperan sebagai sawar fisik terhadap lingkungan dan inflamasi. Banyak antigen asing masuk tubuh melalui kulit dan respon imun sudah diawali di kulit (Baratawidjaja 2006). Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi, pada kontrol positif ditemukan bahwa pada kulit ikan lele yang disuntikan bakteri A.hydrophila, terjadi kerusakan multifokal berupa nekrose sel dan jaringan epidermis sampai dermis dan degenerasi sel, dapat disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 : a. Histologi kulit ikan lele dumbo kontrol negatif

b. Histologi kulit ikan lele dumbo perlakuan PDT (10 g kg-1 pakan) c. Histologi kulit ikan lele dumbo kontrol positif

(D = Degenerasi, N = Nekrosis, A = Atropi)

2. Hati

Angka (2005), A.hydrophila mampu mengeluarkan toksin yang menyebabkan kerusakan pada organ target yaitu hati, dan ginjal serta akan menimbulkan perubahan histopatologi pada organ tersebut. Hasil pengamatan histopatologi terhadap jaringan hati, menunjukkan adanya kerusakan berupa degenerasi lemak, nekrosis dan hemoragi pada kontrol positif dengan tingkat

N

D

D

N

A

a

b

c

d

kerusakan yang berat sedangkan pada perlakuan dosis terbaik (PDT 10 gkg-

1

pakan) juga ditemukan degenerasi lemak, nekrosis dan hemoragi pada sel dan jaringan namun memiliki tingkat kerusakan yang lebih ringan. Pada kontrol negatif terlihat sel dan jaringan dalam keadaan normal, disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 : a. Histologi organ hati ikan lele dumbo kontrol negatif b. Histologi organ hati ikan lele dumbo dosis terbaik c, d. Histologi organ hati ikan lele kontrol positif (D = Degenerasi, N = Nekrosis, H = hemoragi)

Angka (1990) menyatakan bahwa pada ikan yang disuntik dosis 108 cfu/ml A.hydrophila, terjadi nekrosis fokal di hati, ginjal dan usus setelah 2 hari pasca suntik dan makin parah sampai hari ke-7. Degenerasi lemak yang tampak sebagai vakuola dalam sel hati menunjukkan bahwa dalam tubuh ikan terdapat ketidakseimbangan proses normal yang mempengaruhi kadar lemak di dalam dan di luar jaringan hati akibat gangguan metabolisme. Adanya peningkatan pembentukan lipid di dalam sel hati dapat terjadi akibat toksin yang merusak proses metabolisme lemak dengan menghambat kerja enzim sehingga mengakibatkan akumulasi lemak (Cheville 1990).

D

N

a

b

c

3. Ginjal

Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang menyaring bahan limbah yang tidak bermanfaat dalam darah. Menurut Roumbout et al. (2005) ginjal pada ikan teleostei, berperan dalam pembentukan berbagai kelompok sel darah putih seperti monosit dan granulosit (netrofil, basofil, eosinofil). Serangan bakteri patogen dengan intensitas tinggi menyebabkan ginjal harus menjalankan fungsinya lebih berat sehingga terjadi kerusakan sel. Ginjal merupakan salah satu organ yang aktif dalam melakuan perlawanan terhadap masuknya mikroorganisme asing (patogen) melalui mekanisme makrofag dan sel limfosit di ginjal.

Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi organ ginjal, ditemukan pada kontrol negatif menunjukkan sel dan jaringan organ ginjal dalam keadaan normal sedangkan pada kontrol positif dan perlakuan dosis terbaik terlihat sel dan jaringan mengalami degenerasi dan hemoragi, disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 : a. Histologi organ ginjal ikan lele dumbo kontrol negatif b. Histologi organ ginjal ikan lele dumbo dosis terbaik c. Histologi organ ginjal ikan lele kontrol positif

(D = Degenerasi H = hemoragi)

A

H

Hasil pengamatan histopatologi pada organ kulit, hati dan ginjal menunjukkan bahwa pada kontrol positif terjadi kerusakan sel dan jaringan yang berat jika dibandingkan dengan perlakuan dosis terbaik. Hal ini diduga karena k- karagenan yang diberikan mampu menghambat infeksi bakteri A.hydrophila dan dapat meningkatkan sistem imun ikan lele dumbo.

4.3 Durasi Pemberian K-Karagenan yang Efektif untuk Ketahanan Ikan

Dokumen terkait