• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN KAPPA-KARAGENAN SECARA ORAL

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON-SPESIFIK DAN RESISTENSI

TERHADAP Aeromonas hydrophila

JAKOMINA METUNGUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

(3)

ABSTRACT

JAKOMINA METUNGUN. Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla. Under direction of SUKENDA and SRI NURYATI.

A study to evaluate the role of k-carageenan in varying dose to prevent A. hydrophilla infection was conducted. Experiment comprised by two stages. The first stage which to obtain the best dose, had performed by suplementation the k-carageenan at rate 5 g/kg, 10 g/kg, 20 g/kg of fish feed, and control. After four weeks rearing all fish except in negative group was chalenged by A. hydrophilla with consentration 108 cfu/fish that performed by means intramusculary injection. The best dose then determined according to survival and hematology assay of fish. The second stages studied about efficacy of duration administration at daily, seven days, 14 days, and 21 days of the best outcoming dose, where the efficacy determined through the growth rate and survival rate of fish during14 days post-infection. The results showed that fish in group 10g kg-1 had better performance compared to other chalenged group. The value of suvival rate, total haemoglobin, hematocrite, eritrocyte count, leucocyte count, and phagocytic activity were 95,83%; 10,40±1,25 g%; 33,47±1,47%; 2,19±0,06 (106 cell/mm3); 14,47 ± 0,96 (105 sel/mm3); and 16,35 ±1,10% respectively. Moreover, even not support survival rate of fish at best (only 71%, lower than 80% at 21 days treatment), application at 14 days had considered as the best duration administration due to it’s support to the growth rate of fish at best (28g) when compared to others. Then, it was conclude that administration at rate 10 g/kg in combination with 14 days application, had better effect to elevate the immune system of catfish.

(4)

RINGKASAN

JAKOMINA METUNGUN. Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh SUKENDA dan SRI NURYATI.

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat popular serta mempunyai prospek pasar yang baik. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun internasional adalah budidaya intensif dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan yang intensif serta penggunaan air secara berulang, berpotensi menimbulkan stress pada ikan yang akan mempengaruhi kondisi kesehatan ikan. Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan lele adalah penyakit. Penyakit yang umumnya menyerang ikan lele adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian ikan lele yang tinggi dalam jangka waktu yang pendek. Pengendalian penyakit ini sering dilakukan dengan menggunakan antibiotik ataupun bahan-bahan kimia lainnya namun memberikan efek yang negatif bagi ikan, lingkungan, dan juga bagi konsumen ikan. Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lain yang mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan. Penggunaan imunostimulan dari makro alga telah banyak dilakukan yaitu dari jenis Kappaphycus alvarezii yang diketahui mengandung k-karagenan yang dapat meningkatkan sistem imun ikan. Tujuan penelitian ini adalah 1). Menguji pengaruh pemberian κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila 2). Menguji pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis. 3). Menguji durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

(5)

(selama 7 hari), PB2: 2 kali pemberian pada minggu I dan II (selama 14 hari) dan PB3: 3 kali pemberian pada minggu I, III dan V.

Hasil penelitian menunjukkan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit total tertinggi diperoleh pada perlakuan 10gkg-1pakan yaitu berturut-turut 10,40±1,25(g%), 33,47±1,47 (%), 2,19±0,06(106 sel/mm3). Leukosit total, differensial leukosit dan aktivitas fagositik tertinggi selama penelitian juga diperoleh pada perlakuan 10 g kg-1pakan yaitu leukosit total sebesar 14,47 ± 0,96 (105 sel/mm3), limfosit sebesar 68,42±1,00%, monosit sebesar 10, 88 %, netrofil 11,58% dan trombosit 15,27%, aktivitas fagositik sebesar 16,35 ±1,10%. Dari hasil uji statistik, perlakuan 10g kg-1pakan mempunyai tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 95,83% berturut-turut perlakuan A sebesar 91,67%, perlakuan C sebesar 83,33%, kontrol positif sebesar 53,33%. Sedangkan kontrol negatif sebesar 100% karena tidak disuntik bakteri A.hydrophila namun disuntik dengan PBS. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif. Hal ini diduga karena pemberian k-karagenan dapat menghambat infeksi bakteri A.hydrophila sehingga dapat mempertahankan kelangsunan hidup ikan lele dumbo.

Pemberian k-karagenan dengan dosis 10g kg-1 pakan dapat mencegah infeksi bakteri A.hydrophila berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan berupa radang, hemoragi dan tukak menunjukkan skoring yang rendah dimana k-karagenan dapat mencegah infeksi, membatasi penularan dan menyingkirkan jaringan yang rusak. Uji histopatologi juga menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih ringan jika dibandingkan dengan kontrol. Pemberian k-karagenan dengan durasi pemberian 14 hari selama masa pemeliharaan lima minggu mampu meningkatkan pertumbuhan mutlak ikan lele sebesar 28g dan memberikan kelangsungan hidup sebesar 71%.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEMBERIAN KAPPA-KARAGENAN SECARA ORAL

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON-SPESIFIK DAN RESISTENSI

TERHADAP Aeromonas hydrophila

JAKOMINA METUNGUN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Proposal

:

Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila

Nama : Jakomina Metungun

NIM : C151090111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas Anugerah dan penyertaan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Magister Sains di Program Studi Ilmu Akuakultur Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Sukenda, M.Sc dan Dr.Sri Nuryati, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan arahan sejak pengajuan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.

2. Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan masukan-masukan untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Prof. Enang Harris selaku ketua program studi yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan S2 di IPB.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah memberikan beasiswa Bantuan Program Pascasarjana (BPPS 2009/2010) selama mengikuti pendidikan S2.

5. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual dan seluruh civitas akademika Politeknik Perikanan Negeri Tual.

6. Bpk. Ranta sebagai teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI) dan Rahman AKU 2009 yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.

(11)

tersayang dan keluarga terima kasih atas doa, bantuan dan semangat yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan S2.

8. Suami tercinta Djemris Marnex Miru dan Anak-anakku Alstjo Leonel Marnex Miru dan Aldren Fredy Marnex Miru, terima kasih atas doa, pengertian, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan.

9. Mba Dian Febriani dan suami Mas Mufit serta anak-anak (uni faya, Isad dan dede Zia) terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.

10.Rekan-rekan Program studi Ilmu Akuakultur 2009 dan Persatuan Mahasiswa Maluku (Permama) serta semua pihak yang tak disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuan dan doa yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan untuk perbaikan serta kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bogor, Juni 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 5

1.4 Hipotesis... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Rumput laut Kappaphycus alvarezii ... 6

2.2 Kappa-Karagenan ... 6

2.3 Respon Imun Ikan ... 7

2.4 Bakteri Aeromonas hydrophila ... 9

2.5 Imunostimulan ... 10

III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Persiapan Penelitian ... 14

3.2.1 Ekstraksi Rumput Laut ... 14

3.2.2 Penyediaan Suspensi Bakteri A.hydrophila ... 15

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 16

3.4 Pemerikasaan Parameter Penelitian ... 20

3.4.1 Pengambilan Sampel Darah ... 20

3.4.2 Pengukuran Hematokrit (Anderson & Siwicki 1993) ... 20

3.4.3 Eritrosit Total (Blaxhall & Daisley 1973) ... 21

3.4.4 Leukosit Total (Blaxhall & Daisley 1973) ... 21

3.4.5 Diferensial Leukosit (Amlacher 1970) ... 21

3.4.6 Aktivitas Fagositik (Anderson & Siwicki 1993) ... 22

3.4.7 Histopatologi ... 22

3.4.8 Kelangsungan Hidup (Effendie 1997) ... 24

3.4.9 Pertambahan Bobot Mutlak ... 24

(14)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Pengaruh Pemberian K-Karagenan dengan Dosis Berbeda dalam Pakan Terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila ... 25

4.1.1 Gambaran Darah Ikan Lele ... 25

4.1.2 Kelangsungan Hidup Ikan lele ... 36

4.2 Perubahan Parameter Makroskopis dan Mikroskopis Ikan Lele Pasca Infeksi Bakteri A.hydrophila ... 37

4.2.1 Gejala Klinis ... 37

4.2.2 Histopatologi ... 40

4.3 Durasi Pemberian K-Karagenan yang Efektif untuk Ketahanan Ikan Lele terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila ... 44

4.3.1 Kelangsungan Hidup Ikan Lele ... 44

4.3.2 Pertumbuhan Ikan Lele ... 45

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Cara penentuan skoring gejala klinis ... 19 2. Persentase jumlah limfosit, monosit, netrofil dan trombosit

ikan lele selama penelitian ... 34 3. Pertambahan bobot mutlak ikan lele pada perlakuan durasi

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Hemoglobin ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1

pakan ... 28

2. Hematokrit ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 29

3. Eritrosit total ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 31

4. Leukosit total ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 32

5. Aktivitas fagositik ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 38

6. Kelangsungan hidup ikan lele pasca infeksi bakteri A.hydrophilla Kontrol positif (K+), Kontrol negatif (K-), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 39

7. Ikan lele dumbo yang mengalami radang ... 40

8. Ikan lele yang mengalami hemoragi ... 41

9. Ikan lele yang mengalami tukak ... 41

10.Skoring rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi A.hydrophila ... 42

11.Histologi kulit ikan lele dumbo ... 44

12.Histologi hati ikan lele dumbo ... 45

13.Histologi ginjal ikan lele dumbo ... 46

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jumlah hemoglobin (G%) pada masing-masing perlakuan dan uji

statistik ... 55 2. Jumlah hematokrit (%) pada masing-masing perlakuan dan uji

Statistik ... 58 3. Eritrosit total (x106 sel/mm3) pada masing-masing perlakuan dan

uji statistik ... 61 4. Leukosit total (x105 sel/mm3) pada masing-masing perlakuan dan

uji statistik ... 65 5. Data persentase differensial leukosit dan aktivitas fagositik pada

masing-masing perlakuan ... 69 6. Kelangsungan hidup (%) ikan lele pada masing - masing perlakuan

pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Tahap I) ... 74 7. Gejala klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele kontrol positif

pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ... 75 8. Skoring diameter kelainan klinis ikan lele kontrol positif pasca

infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ... 76 9. Gejala klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele dosis terbaik

pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophyla ... 77 10.Skoring diameter kelainan klinis ikan lele dosis terbaik pasca

infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ... 78 11.Kelangsungan hidup (%) ikan lele pasca infeksi bakteri Aeromonas

hydrophila ... 79 12.Pertambahan bobot mutlak (g) ikan lele masing-masing perlakuan

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat popular serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan atau keunggulan lele dumbo dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu pertumbuhannya lebih cepat dan dapat mencapai ukuran lebih besar, lebih banyak kandungan telurnya serta pemeliharaan dan pemberian pakan lebih mudah (Mahyuddin 2008). Jenis ikan ini mudah dipelihara, karena tidak membutuhkan banyak pergantian air serta oksigen, sebab ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan berupa arborescent organ yang memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara (Saanin 1968; Viveen et al. 1985 dalam Angka 2005). Ikan lele sangat digemari oleh masyarakat sehingga permintaan akan ikan lele semakin meningkat. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya ikan lele Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Kenaikan rata-rata setiap tahunnya sebesar 39,66% dan pada tahun 2010, produksi ikan lele menjadi 242.811 ton (2010) dari 144.755 ton (2009) atau naik sebesar 67,74% (DJPB 2011).

(19)

Septicaemia) dikenal juga sebagai penyakit bercak merah (red spot disease) akibat terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Angka 2004) dan dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi pada ikan lele dumbo. Penyakit bercak merah dengan gejala haemorrhagic septicaemia sering timbul sebagai wabah pada ikan lele di Asia Tenggara sampai sekarang. Pertama kali wabah penyakit ini terjadi di Jawa Barat pada tahun 1980, dan menyebabkan kematian 82,2 ton dalam waktu 1 bulan (Angka et al. 1982).

Pengendalian penyakit sering dilakukan dengan menggunakan antibiotik atau bahan-bahan kimia. Pemakaian antibiotik untuk jangka panjang tentu saja akan menimbulkan efek negatif baik bagi ikan, lingkungan dan bagi konsumen ikan (Vadstein 1996) serta dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik (Cheng et al. 2008). Oleh karena itu pencegahan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kekebalan baik dengan menggunakan vaksin maupun imunostimulan telah banyak diteliti. Berbagai bahan seperti polisakarida, ekstrak tumbuhan dan beberapa nutrien semakin mendapat perhatian untuk digunakan dalam pakan sebagai imunostimulan (Misra et al. 2006; Pais et al. 2008). Bahan imunostimulan ini dapat diekstrak dari rumput laut. Dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti karagenan dalam alga merah, yang memiliki senyawa bioaktif yang menguntungkan sebagai anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker, dan aktivitas modulasi sistem imun (Wijesekara 2011).

(20)

telah dilaporkan dapat memodifikasi beberapa komponen sistem imun pada ikan dan meningkatkan proteksi terhadap infeksi bakteri (Castro et al. 2006).

Beberapa studi telah menguji pemakaian imunostimulan pada organisme akuatik untuk meningkatkan imunitas dan ketahanan terhadap patogen dengan penggunaan makro alga laut. Pemberian imunostimulan yaitu lipopolisakarida, levamisol dan S. cerevisiae dengan dosis pemaparan selama 10 menit dapat meningkatkan respon non spesifik (respon seluler) yakni lekosit (total dan jenis-jenis lekosit), aktivitas fagositik respon seluler, respon spesifik (humoral) yakni antibodi terhadap infeksi bakteri A. hydrophila (Alifuddin 1999). Penggunaan imunostimulan sebagai pakan suplemen dapat meningkatkan pertahanan alami ikan sehingga resisten terhadap patogen selama periode strees (Kumari dan Sahoo 2006). Penambahan S. plantesis dalam pakan dengan dosis 4% kg-1 pakan, periode pemberian diskontinyu dan lama pemberian 28 hari, dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan koi terhadap virus herpes dengan prosentase ikan terinfeksi 20% (Amrullah 2004). Imunostimulan mengaktifkan mekanisme pertahanan non spesifik, cell-mediated immunity dan respon imun spesifik. Pemberian kitosan pada ikan lele memberikan respon imun non-spesifik yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kitosan meningkatkan jumlah eritrosit, leukosit dan kadar hematokrit, hemaglobin dan indeks fagositik ikan. Disamping itu prosentase limfosit, netrofil, monosit dan trombosit pada lebih baik pada ikan-ikan yang diberi kitosan dibandingkan ikan kontrol dengan prosentase tertinggi pada kelompok ikan yang diberi kitosan 6 µg/g (Sukenda et al. 2008).

(21)

bakteri Aeromonas hydrophila berdasarkan gejala klinis maupun histopatologi pada organ kulit, ginjal dan hati, dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan.

Penggunaan k-karagenan sangat berpotensi untuk pengendalian penyakit. Disamping itu, k-karagenan sangat aman digunakan dalam kontrol penyakit sebab bahan ini selain tidak meninggalkan residu dalam tubuh, juga tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, sangat diperlukan penelitian tentang k-karagenan sebagai imunostimulan terhadap respon imun non-spesifik dan resistensi penyakit pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) melalui pakan.

1.2 Perumusan Masalah

Mortalitas yang tinggi pada ikan lele yang terserang penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) merupakan masalah utama dalam kegiatan budidaya. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya ketahanan tubuh ikan dan faktor lingkungan yang buruk sehingga memicu terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh bakteri A. hydrophila.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk menghindari mortalitas yang tinggi pada budidaya ikan lele dumbo, adalah pengendalian serangan penyakit dengan menggunakan imunostimulan. Penggunaan imunostimulan telah menarik perhatian dan telah dilakukan sebagai suatu pendekatan yang lebih ramah lingkungan terhadap pengendalian penyakit ikan (Raa 1996; Sakai 1999; Peddie et al. 2002). Bahan imunostimulan ini dapat diekstrak dari rumput laut. K-karagenan adalah jenis K-karagenan yang diekstrak dari Kappaphycus alvarezii dan Gigartina radula (Renn 1997).

(22)

untuk menguji pengaruh κ-karagenan yang diekstrak dari rumput laut K.alvarezii dalam meningkatkan respon imun dan ketahanan ikan lele dumbo (Clarias sp.) terhadap serangan bakteri A. hydrophila melalui pakan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Menguji pengaruh pemberian κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

2. Menguji pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis pada ikan lele dumbo.

3. Menguji durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dosis κ -karagenan yang optimal dan durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga penggunaan k-karagenan pada budidaya ikan lele dapat mengatasi permasalahan penyakit.

1.4 Hipotesis

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)

Rumput laut (Sea weed) adalah ganggang berukuran besar atau macro algae yang merupakan tanaman tingkat rendah atau termasuk dalam devisi thallophyta. Marfologi tanaman ini hanya terdiri dari thallus, tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian tersebut digantikan oleh thallus (Meiyana et al. 2001). Jenis-jenis rumput laut yang telah di budidayakan di Indonesia antara lain : Eucheuma denticulatum, Kapaphycus alvarezii, Gracilaria verucosa, G. gigas, G. lichenoides dan G. corifervoides (Angadiredja et al. 1996). Rumput laut jenis Kapaphycus alvarezii atau dikenal dengan Eucheuma cotonii adalah salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan karena jenis ini banyak mengandung karagenan yang tinggi, sehingga banyak digunakan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik (Meiyana et al. 2001). Rumput laut mengandung beberapa kandungan penting seperti agar-agar, karagenan dan alginat.

2.2 Kappa-Karagenan

(24)

Dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti karagenan dalam alga merah, yang memiliki senyawa bioaktif yang menguntungkan sebagai anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker, dan aktivitas modulasi sistem imun (Wijesekara 2011). Kegunaan struktur molekul polisakarida dalam aktivitas immunomodulatory telah diketahui dari beberapa penelitian polisakarida dari beberapa spesies rumput laut dapat menstimulasi aktivitas respiratory burst dari fagosit turbot, proses yang berperan penting dalam membunuh mikroba (Castro et al. 2006). Metabolit primer yang umumnya merupakan senyawa poliskarida dan bersifat ”Hidrokoloid” seperti karagenan, agar, alginate dan turcelaran digunakan sebagai senyawa ”additive” dalam industri farmasi. Metabolit primer asam-asam amino sebagai sumber gizi, serta metabolit sekunder yang merupakan senyawa ”bioactive substances” dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obat (Angadiredja et al. 1996).

Fungsi utama karagenan antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental pembentuk gel dan pengemulsi. (Akbar et al. 2001). Beberapa penelitian tentang penggunaan karagenan, antara lain menggunakan ekstrak panas dari G. amansii dan G. tenuistipitatai dan karagenan menunjukan pengaruh positif pada ketahanan ikan dan udang terhadap infeksi patogen (Fujiki et al. 1992 ; Hou dan Chen 2005 ; Fujiki et al. 1997a ; Fujiki et al. 1997b), dan terjadi peningkatan Total Hemocyte Count (THC), aktivitas Phenoloxsidase pada L. vanamei melalui injeksi, perendaman dan pengaturan pada pakan dengan ekstraksi dari G. amansii dan peningkatan ketahanan terhadap injeksi bakteri Vibrio alginolyticus (Fu et al. 2007).

2.3 Respon Imun Ikan

(25)

(adaptive/acquired) (Baratawidjaja 2006). Aktivitas respon imunitas tersebut dapat distimulasi oleh imunostimulator (Anderson 1992).

Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid (organ yang merespon antigen) yang menyatu dengan jaringan myeloid (organ penghasil darah) dan dikenal dengan nama jaringan limfomyeloid. Jaringan tersebut dibentuk dari jaringan granolopoietik yang kaya dengan enzim lisozim yang diduga mempunyai peranan penting dalam reaksi kekebalan tubuh. Organ limfomyeloid pada ikan teleostei adalah limpa, timus dan ginjal anterior (Fange 1982). Produknya berupa sel-sel darah dan respon pertahanan seluler dan humoral (Anderson 1992). Ada beberapa substansi sel dan organ yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh suatu organisme. Elemen-elemen tersebut sering disebut dengan sistem kekebalan (immune system). Organ yang termasuk dalam sistem kekebalan adalah sistem “Reticulo Endothelial” , limfosit, plasmosit, dan fraksi serum protein tertentu. Sistem reticulo endothelial pada ikan terdiri atas : bagian anterior ginjal, thymus, limfa (spleen), dan hati (pada awal perkembangan). Suatu jaringan yang menyerupai jaringan limfoid pada usus ikan diduga mempunyai peranan dalam mekanisme kekebalan tubuh.

Sel yang berperan dalam sistem tanggap kebal terdiri dari dua jenis sel limfosit yaitu limfosit –B dan limfosit-T. Aktivitas yang pasti dari sel –T pada ikan belum banyak diketahui tapi yang jelas peran utamanya adalah dalam sistem kekebalan seluler dan biasanya disebut dengan keimunan perantara sel (cell mediated immunity). Sel –B berperan dalam produksi imunoglobulin melalui rangsangan pada limfa dan mungkin hati pada ikan. Ikan tidak memiliki nodulus limfatikus (Supriyadi 1995).

(26)

Selanjutnya dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan dan mencerna (Baratwidjaja 2006).

Supriyadi (1995), mengungkapkan bahwa antibodi atau zat anti adalah suatu senyawa protein (gama-globulin, immunoglobulin) yang terbentuk karena adanya antigen (benda asing) yang masuk kedalam tubuh. Sifat dari antibodi yang dihasilkan biasanya sangat spesifik artinya hanya dapat bereaksi terhadap suatu organisme yang memiliki susunan molekul yang sama dengan perangsangnya (antigen asal). Antibodi memiliki tiga fungsi, yaitu 1) menetralisasikan toksin agar tidak lagi bersifat toksik, 2) mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen dan 3) membusukan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Antibodi akan terbentuk jika sel limfosit (sel B) telah berfungsi dengan baik (Yahya 2000).

Mekanisme pertahanan tubuh yang sinergis antara pertahanan humoral dan seluler dimungkinkan oleh adanya interleukin, interferon dan sitokin dan berfungsi sebagai komunikator dan amplikasi dalam mekanisme pertahanan humoral dan selular ikan (Anderson 1992).

2.4 Bakteri Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat gram negatif, berbentuk batang, motil. Irianto (2005), mengungkapkan bahwa Aeromonas hydrophila merupakan agensia penyebab hemoragik septikemia (Bakterial Hemorrhagic

Septicemia, BHS) atau MAS (Motile Aeromonas hydrophila) pada beragam

(27)

yang buruk, mempertinggi perkembangan penyakit. Faktor-faktor tersebut diantaranya suhu air tinggi, kadar amonia dan nitrat tinggi, gangguan pH, dan oksigen terlarut rendah. Kepadatan parasit dan ikan yang tinggi, beban bahan organik di air yang tinggi, aktivitas pemijahan, penanganan dan transportasi yang kasar juga dapat memicu timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila (Camus et al. 1998). Ikan yang terserang bakteri ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala berupa: warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok-borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi dan Ghufran 2004).

Galur A. hydrophila menghasilkan berbagai toksin ekstraselular dan enzim ekstraselular yang disebut ECP (Extracellular Product) yang mungkin adalah faktor virulen dan virulen determinan ( Angka et al. 1995). Salah satu struktur permukaan sel yang utama pada bakteri gram negatif adalah LPS (lipopolisakarida) yang dikenal sebagai endotoksin. Toksin jenis ini penyebab demam dan radang pada hewan inang. LPS dari patogen ikan Aeromonas hydrophila mempunyai rantai polisakarida O dari panjang rantai homogenus, beda dengan panjang rantai heterogenus dari polisakarida galur Aeromonas lain (Dooley et al. 1985).

2.5 Imunostimulan

(28)

Penggunaan imunostimulan dilakukan pada budidaya ikan karena kemoterapi yang diberikan pada ikan menyebabkan resistensi pada bakteri tertentu. Imunostimulan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit infeksi, bukan karena meningkatnya respon imun spesifik tapi oleh meningkatnya mekanisme pertahanan imun non-spesifik. Imunostimulan penting untuk mengontrol penyakit ikan dan berguna pada budidaya ikan (Sakai 1999). Sedangkan menurut Tizard (1988), Beberapa materi atau substansi yang terlibat dalam proses spesifik adalah imunisasi akrif dan pasif, baik oleh virus, bakteri maupun cendawan, sedangkan yang non-spesifik berupa stimulasi limfosit dan makrofag.

Raa et al. (1992), mengatakan bahwa masuknya imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan menggiatkan sel limfosit yang kemudian membelah menjadi limfosit T dan B. Limfosit T memproduksi interferon yang akan meningkatkan kemampuan makrofag sehingga dapat memfagositosis sel bakteri, virus dan partikel asing lainnya yang masuk ke tubuh ikan. Imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Interleukin menggiatkan limfosit B menjadi lebih banyak memproduksi antibodi. Ikan yang diberikan imunostimulan biasanya menunjukkan peningkatan aktifitas sel fagositik. Aktifitas sel fagositik dapat dideteksi dengan fagositosis, killing dan chemotaxis (Kajita et al. 1990).

(29)

Hasil penelitian Alifuddin (1999), menunjukkan bahwa pemberian imunostimulan yaitu lipopolisakarida, levamisol dan S. cerevisiae dengan dosis 60 ppm secara perendaman selama 10 menit dapat meningkatkan: Respon non spesifik (respon seluler) yakni leukosit (total dan jenis-jenis leukosit), aktivitas fagositik respon seluler, respon spesifik (humoral) yakni antibodi terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Selanjutnya Imunostimulan tidak berpengaruh terhadap status kesehatan ikan dan tidak mengakibatkan penyimpangan kondisi fisiologi ikan; dalam hal ini dilihat dari kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan kadar glukosa plasma darah. pemaparan imunostimulan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan dan efektif terhadap bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif.

Hasil Penelitian Junita (2002) menunjukkan bahwa Spirulina plantesis dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin (Pangasius djambal) yang terlihat dari meningkatnya respon kekebalan non-spesifik yang meliputi total leukosit, jenis leukosit, dan aktifitas fagositik. Pemberian Spirulina plantesis 4% secara diskontinyu memberikan hasil terbaik dalam mengingkatkan respon kekebalan dengan lama waktu pemberian satu bulan. Selanjutnya pemberian Spirulina plantesis 4% secara diskontinya menghasilkan tingkat persentase kelangsungan hidup ikan patin 76.7 % setelah diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila.

(30)

Hasil penelitian Suryati (2009) menunjukkan bahwa pemberian k-karagenan sebagai imunostimulan dapat meningkatkan respon imun non-spesifik pada ikan lele dumbo, yang terukur dari kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, diferensial leukosit dan indeks fagositik. Pemberian kappa karaginan dapat mencegah perkembangan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, berdasarkan gejala klinis maupun histopatologi pada organ kulit, ginjal dan hati, dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan. Pemberian kappa karaginan secara berulang dengan frekuensi empat kali, dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele dumbo tertinggi yaitu 93,33±5,77% pasca infeksi bakteri Aeromonashydrophila.

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2011 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sedangkan proses pengekstraksian K. alvarezii dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Persiapan Penelitian

Ikan uji yang akan digunakan adalah ikan lele dumbo dengan berat 15–30 gram yang berasal dari petani ikan lele di Ciampea Bogor. Sebelum digunakan dalam percobaan, ikan lele dipelihara dalam bak pemeliharaan yang dilengkapi dengan aerator. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial dua kali sehari dengan FR (feeding rate) 3%. Air yang akan digunakan dalam percobaan, disaring dan diendapkan, selanjutnya ditampung dalam bak fiber dan diaerasi.

Wadah perlakuan yang digunakan berupa akuarium berukuran 60x30x40 cm3 yang dilengkapi peralatan aerasi. Sebelum digunakan, akuarium dibersihkan dan disterilisasi dengan kaporit30 ppm selama 24 jam, kemudian dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air bersih dan diaerasi. Ikan diadaptasikan dalam akuarium selama satu minggu sebelum perlakuan.

3.2.1 Ekstraksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

(32)

pan penjedal selama semalam. Koloid K.alvarezii dipotong dengan alat pemotong gel sehingga membentuk lembaran gel karagenan. Lembaran gel karagenan dibungkus dengan kain kemudian dipres dalam bak pengepres. Pengepresan dilakukan selama semalam dengan penambahan beban secara bertahap, sehingga diperoleh lembaran gel karagenan yang cukup tipis. Gel karagenan kemudian dijemur sampai kering sehingga membentuk lembaran seperti kertas tipis. Karagenan kertas kemudian dipotong-potong, digiling dan disaring dengan saringan halus (100 mesh size) sehingga menjadi tepung karagenan. Tepung karagenan siap untuk digunakan.

3.2.2 Penyediaan Suspensi Bakteri A. hydrophila.

Bakteri A. hydrophila diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor. Sebelum digunakan untuk uji, bakteri tersebut ditingkatkan virulensinya dengan menginjeksikan kembali pada ikan hidup yang sehat dan selanjutnya diisolasi kembali dengan cara menusukkan jarum ose ke bagian kulit/ginjal kemudian dibiakkan di media TSA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruangan. Untuk mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan berlainan morfologinya diisolasi kembali ke dalam media TSA miring dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 24 jam.

Penentuan tingkat virulensi bakteri A.hydrophila dilakukan dengan menghitung lethal dosis (LD-50), yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian

ikan uji sebanyak 50 %. Uji LD-50 dilakukan dengan cara menginfeksi ikan lele

(33)

dipindahkan dan pelet bakteri disuspensikan dalam larutan Phosphat-Buffered Saline (PBS) sebagai stok suspensi bakteri untuk uji tantang, dan untuk aktifitas fagositik ikan lele terhadap bakteri A. hydrophila .

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 3 tahap yaitu : 1). Menguji pengaruh pemberian

κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila 2). Mengevaluasi pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis. 3). Mengevaluasi frekuensi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

Tahap 1. Pengaruh Pemberian K-Karagenan dengan Dosis Berbeda Dalam Pakan terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila

Tahap penelitian ini terdiri atas lima perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Adapun perlakuan pakan dicampur bubuk k-karagenan dengan dosis sebagai berikut:

K (+) : Pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila K (-) : Pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS

A : Pemberian k-karagenan 5 g/kg-1 pakan, diuji tantang bakteri A.hydrophila

B : Pemberian k-karagenan 10 g/kg-1 pakan, diuji tantang bakteri A.hydrophila

C : Pemberian k-karagenan 20 g/kg-1 pakan, diuji tantang bakteri A.hydrophila

(34)

sisanya dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC sampai saat akan digunakan.

Pengambilan sampel darah dilakukan pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan 4. Parameter imun yang diukur yaitu : kadar hematokrit, eritrosit total, leukosit total, differensial dan aktifitas fagositik. Setelah empat minggu pemeliharan dilakukan uji tantang dengan bakteri A. hydrophila 108 CFU/ekor dan dilakukan pengamatan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan sampai hari ke-14 setelah uji tantang.

Skema Penelitian Tahap I

Pemberian k-karagenan selama 30 hari Uji tantang bakteri A.hydrophila

M0 M1 M2 M3 M4 1 14

Pengamatan parameter imun: SR (%)

(Hb, He, SDM, SDP, DL, IF)

Keterangan: M (Minggu); 1-14 (Hari Pengamatan)

Tahap 2. Pengaruh Dosis Terbaik dalam Pakan terhadap Perubahan Parameter Makroskopis dan Mikroskopis pada Ikan Lele Dumbo

Pada tahap ini terdiri atas tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Dosis yang digunakan dalam tahap ini merupakan dosis yang memberikan hasil terbaik dari tahap penelitian sebelumnya. Adapun perlakuannya sebagai berikut:

K (+) : Pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila

K (-) : Pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS PDT : Perlakuan dosis terbaik

(35)

Pada akhir perlakuan dilakukan pengamatan organ dalam (ginjal, hati, empedu dan limpa) untuk mengetahui kelainan klinis dengan membandingkan perubahan morfologi dan warna organ dalam ikan pada perlakuan dosis terbaik, kontrol positif, dengan perlakuan kontrol negatif. Pemeriksaan histologi dilakukan pada organ kulit, ginjal, dan hati dari ikan uji. Pemeriksaan histologi dilakukan pada organ kulit, ginjal, dan hati dari ikan uji. Sampel difiksasi dengan larutan fiksatif Davidson kemudian dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70 % setelah 24 jam. Selanjutnya dilakukan dehidrasi, clearing infiltrasi dan blocking terhadap jaringan sampel. Blok jaringan selanjutnya diiris menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm dan diwarnai dengan hematoxylin dan eosin (H & E).

Untuk pengamatan gejala klinis, dilakukan skoring berdasarkan jenis perubahannya (Angka 2005) yaitu untuk radang diberi skor 1, hemoragi skor 2, tukak skor 3, dan mati skor 4. Berdasarkan diameter kelainan tersebut, ada tiga tingkatan nilai untuk radang, hemoragi dan tukak (Tabel 1).

Tabel 1. Cara penentuan skoring gejala klinis

Jenis Skor Kisaran Diameter (cm)

Skor Total

1 2 3

Radang 1 0,2 - 0,4 0,41- 0,6 > 0,6 1x1=1 1x2=2 1x3=3

Hemoragi 2 0,2 - 0,4 0,41- 0,6 > 0,6 2x1=2 2x2=4 2x3=6

Tukak 3 0,1 - 0,5 0,51- 1,0 > 1,0 3x1=3 3x2=6 3x3=9

Mati 4

Sumber : Angka (2005).

Keterangan :

skor radang = 1, diameter radang 0,5cm, maka total skor = 1 x 2 = 2

(36)

Skema Penelitian Tahap II

Pemberian k-karagenan selama 30 hari Uji tantang bakteri A.hydrophila

M0 M1 M2 M3 M4 1 14

Gejala Klinis

Pengamatan anatomi ikan lele Histopatologi

Keterangan: M (Minggu); 1-14 (Hari Pengamatan)

Tahap 3. Durasi Pemberian k-Karagenan yang Efektif untuk Ketahanan Ikan Lele terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila.

Penelitian tahap kedua ini terdiri dari enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Dosis yang digunakan pada tahap ini, merupakan dosis yang memberikan hasil terbaik dari tahap penelitian sebelumnya. Perlakuan yang digunakan adalah periode waktu tertentu pemberian κ-karagenan dalam pakan sebagai berikut:

K (+) : Pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila

K (-) : Pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS

(37)

Skema Penelitian Tahap III

Minggu Pemberian k-karagenan Uji tantang A.hydrophila

Perlakuan 0 I II III IV V

PB1 :

PB7 : 1 14

PB14 :

PB21 : SR (%) K (+) : ……….. Uji tantang

A.hydrophila

K(-) : ………. Injeksi PBS

Pertumbuhan

Keterangan:

:Minggu pemberian k-karagenan

... : Minggu pemberian pakan tanpa karagenan 1-14 : Hari pengamatan

3.4 Pemeriksaan Parameter Penelitian 3.4.1 Pengambilan sampel darah

Alat suntik dan tabung eppendorf dibilas dengan dengan antikoagulan Na-sitrat 3,8 %. Darah ikan diambil dengan menggunakan syringe 1 ml yang ditusukkan sampai tulang vertebrae dimana terdapat vena caudalis. Darah didiamkan mengalir secara kapiler lalu dihisap dengan ditarik secara perlahan. Darah yang telah diambil, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf untuk segera diamati gambaran darahnya.

3.4.2 Pengukuran hematokrit (Anderson & Siwicki 1993)

(38)

3.4.3 Eritrosit Total (Blaxhall & Daisley 1973)

Penghitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Hayem di dalam pipet pencampur berskala maksimum 101. Dalam pipet ini terdapat bulir berwarna merah yang berfungsi sebagai pengaduk. Darah dihisap dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 lalu dengan pipet yang sama dihisap larutan Hayem hingga skala 101. Pipet kemudian digoyang membentuk angka delapan selama 3 - 5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang, selanjutnya diteteskan ke dalam haemositometer dan ditutup dengan kaca penutup, diamati di bawah mikroskop. Penghitungan dilakukan pada 10

kotak kecil haemositometer, Σ eritrosit = Σ eritrosit terhitung x 104 sel/mm3.

3.4.4 Leukosit Total (Blaxhall & Daisley 1973)

Penghitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Turks di dalam pipet pencampur berskala maksimum 11. Darah dicampur dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 kemudian pipet yang sama dihisap larutan Turks hingga 11. Pipet kemudian digoyang membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam haemositometer dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop. Penghitungan dilakukan pada 16 kotak besar

haemositometer, Σ leukosit = Σ leukosit terhitung x 50 sel/mm3

.

3.4.5 Diferensial leukosit (Amlacher 1970)

(39)

preparat dilakukan selama 10 menit dalam wadah pewarnaan dengan larutan Giemsa, lalu diangkat dan dibilas dengan air mengalir dan dibiarkan kering udara. Preparat ulas darah kemudian ditempatkan di bawah mikroskop, diteteskan minyak imersi dan diamati dengan pembesaran 1000 kali. Kemudian dihitung jenis-jenis leukosit dan dihitung persentasenya.

3.4.6 Aktivitas Fagositik (Anderson & Siwicki 1993)

Pengukuran indeks fagositik dilakukan dengan cara, sebanyak 50 µl sampel darah dimasukkan ke dalam eppendorf, ditambahkan 50 µ l suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (108 sel/ml). Sampel darah dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Selanjutnya 5 µ l sampel darah dibuat sediaan ulas dan dikeringkan udarakan, kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan. Sediaan ulas direndam dalam pewarna Giemsa selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya dihitung jumlah sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati dengan rumus :

Indeks Fagositik = (Jumlah sel fagosit yang melakukan fagositosis/jumlah sel fagosit ) x 100 %

3.4.7 Histopatologi

(40)

a. Fiksasi

Tahap permulaan pembuatan sediaan histopatologis adalah memotong bagian tubuh ikan yang akan dijadikan sampel, lalu kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin’s. Larutan Bouin’s dibuat dari campuran asam pikrat 21 g/l, formalin 40% dan acetic acid glacial, dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Pada penelitian ini organ tubuh ikan yang diambil adalah kulit, ginjal, dan hati. Sampel dipotong dengan ukuran kira-kira 1x1 cm. Semua sampel organ direndam dalam larutan fiksatif Bouin’s selama 24 jam. Setelah difiksasi kemudian sampel direndam dalam larutan formalin 4% selama 24 jam dan alkohol 70% selama 24 jam, dengan tujuan agar sampel jaringan tidak mengeras.

b. Perlakuan (processing) jaringan

Potongan sampel organ diberi perlakuan berupa dehidrasi (pengambilan air) dan clearing (penjernihan), kemudian dilakukan impregnasi (penyusunan parafin) untuk kemudian jaringan siap dibuat blok (melalui proses embedding). Proses ini bertujuan untuk membuat sediaan ada dalam blok paraffin yang merupakan penunjang yang sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Mula-mula paraffin cair dituang kedalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil dengan pinset dan diletakkan diatas dasar blok tersebut, kemudiaan bahan embedding dituang hingga memenuhi cetakan dengan sediaan di dalamnya. Blok kemudian ditempel pada holder atau blok kayu.

c. Pemotongan jaringan

(41)

d. Pewarnaan jaringan

Proses pewarnaan preparat jaringan yaitu dengan memasukkan preparat/sediaan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama 3-5 menit, dicuci dalam air mengalir. Kemudian dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam larutan pewarna eosin selama 3 detik. Untuk menghilangkan kelebihan warna, preparat dicuci dalam air mengalir selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan pencelupan ke dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, alkohol absolut I dan absolut II masing-masing selama 2-3 menit. Kemudian preparat jaringan ditutup dengan cover glass yang sudah ditetesi dengan entelan neu, dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC

selama 24 jam. Setelah itu preparat dapat diamati dibawah mikroskop.

3.4.8 Kelangsungan hidup (Effendie 1997)

Kelangsungan hidup ikan dihitung dengan menggunakan rumus :

SR = (Nt/No) x 100%

Keterangan :

SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir perlakuan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal perlakuan (ekor)

3.4.9 Pertambahan Bobot Mutlak

Dihitung berdasarkan rumus Zonneveld et al. 1991:

Δ Pertumbuhan mutlak (g) = Rata-rata berat akhir (g) − Rata-rata berat awal (g)

3.5 Analisis Data

(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Pemberian k-Karagenan dengan Dosis Berbeda dalam Pakan terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila

Pemberian k-karagenan sebagai imunostimulan dalam pakan yang diberikan pada ikan lele dumbo selama satu bulan pemeliharaan dan untuk pengaruh pemberian k-karagenan dapat dilihat dari tingkat kelangsungan hidup setelah dilakukan uji tantang dengan bakteri A.hydrophila. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian k-karagenan dapat dilihat dari parameter sistem imun ikan lele yaitu : hemaglobin, hematokrit, eritrosit total, leukosit total, differensial leukosit dan aktivitas fagositik.

4.1.1 Gambaran Darah Ikan Lele Kadar Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit dan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar Hb dalam darah. Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi (Lagler et al. 1977). Berdasarkan pengamatan selama penelitian terhadap kadar hemoglobin didalam darah ikan lele cukup bervariasi, dapat disajikan pada Gambar 1 dan Lampiran 1.

(43)

Gambar 1. Hemoglobin ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Pada minggu ke-2 hemoglobin mengalami kenaikan dengan kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 9,87±1,21 (g%) selanjutnya untuk perlakuan A sebesar 7,47±0,50 (g%), perlakuan C sebesar 8,53±0,92 (g%), dan K sebesar 9,53±0,50 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K tidak berbeda nyata terhadap kadar hemoglobin akan tetapi perlakuan A, B dan C memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin. Pada minggu ke-3 kadar hemoglobin untuk semua perlakuan mengalami kenaikan kecuali perlakuan K dan C. Kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 10,40±1,25 (g%) selanjutnya perlakuan K sebesar 8,67±0,61 (g%), perlakuan A sebesar 9,33±0,42 (g%), dan perlakuan C sebesar 8,83±0,29 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K dan C tidak berbeda nyata terhadap hemoglobin akan tetapi perlakuan A dan B memberikan pengaruh nyata terhadap hemoglobin. Nilai hemoglobin yang berada pada kisaran normal (baik) mengindikasikan bahwa terdapat cukup oksigen yang terikat dalam darah sehingga menggambarkan kesehatan ikan berada pada kondisi yang baik pula (Wedemeyer dan Yasutake 1977).

Pada minggu ke-4, hemoglobin pada semua perlakuan mengalami penurunan. Perlakuan K sebesar 6,07±0,93 (g%), perlakuan A sebesar 6,60±0,53 (g%), perlakuan B sebesar 8,60±1,44 (g%) dan perlakuan C sebesar 6,17 ± 0,29 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K, A dan C tidak berbeda nyata terhadap kadar hemoglobin akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B. Blaxhall (1973) mengatakan bahwa kadar hemoglobin yang rendah merupakan indikator bahwa ikan terkena anemia. Ikan yang mengalami anemia tidak mampu menyerap besi dalam jumlah yang cukup untuk membentuk hemoglobin. Pada kondisi ini maka akan terbentuk sel darah merah yang mengandung hemoglobin dalam jumlah yang sedikit.

a a

a

a

a

a ab ab

ab

a a

b b b

b a

ab b a

a 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

0 1 2 3 4

[image:43.595.120.509.90.284.2]
(44)

Menurut Fujaya (2004), ada korelasi yang kuat antara hemoglobin, sel darah merah dan hematokrit, semakin rendah jumlah sel-sel darah merah, maka semakin rendah pula kandungan hemaglobin dalam darah.

Kadar Hematokrit (He)

Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dan plasma darah dan berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Peningkatan kadar hematokrit ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perubahan parameter lingkungan terutama suhu perairan dan keadaan fisiologi ikan terkait dengan energi yang dibutuhkan (Jawad et al., 2004 dalam Marthen, 2005). Persentase hematokrit berguna untuk melihat kondisi kesehatan ikan yaitu dengan melihat persentase volume eritrosit. Hasil pengukuran hematokrit selama penelitian dapat disajikan pada Gambar 2 dan Lampiran 2.

Gambar 2. Hematokrit ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Hasil pengamatan hematokrit menunjukkan bahwa pada minggu ke-0 semua perlakuan mempunyai nilai hematokrit yang sama yaitu sebesar 21,79±1,57(%), hal ini disebabkan karena pada minggu ke-0 belum diberi perlakuan karagenan. Pada minggu ke-1, perlakuan K sebesar 20,95±0,91(%), perlakuan A sebesar 22,58±1,61 (%), perlakuan B sebesar 27,37±1,24(%) dan perlakuan C sebesar 23,72±0,41(%). Data ini menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan K (P>0,05). Selama penelitian nilai kadar hematokrit cukup berfluktuasi. Angka et al. (1990) menyatakan bahwa hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Kisaran kadar hematokrit ikan adalah 20-30% (Bond 1979).

a a a

a

a

a ab b

b a a c c c b

a b b

a a 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 1 2 3 4

(45)

Hematokrit tertinggi selama penelitian terdapat pada minggu ke-3 yaitu pada perlakuan B sebesar 33,47±1,47(%). Dari hasil pengukuran hematokrit selama empat minggu menunjukkan bahwa perlakuan B memiliki kadar hematokrit tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan K (P>0,05). Hasil uji lanjut duncan juga menunjukkan bahwa nilai hematokrit pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan K, A dan C. Namun perlakuan A dan C berbeda nyata dengan perlakuan K (P<0,05). Menurut Angka et al. (1985) bahwa kisaran nilai hematokrit ikan lele (Clarias batrachus) pada kondisi normal sebesar 30,8-45,5%. Kadar hematokrit ikan lele selama penelitian berada pada kisaran yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian k- karagenan dalam pakan memberikan pengaruh yang baik terhadap hematokrit darah ikan lele dumbo.

Eritrosit Total (Sel Darah Merah)

Eritrosit ikan mempunyai inti, umumnya berbentuk bulat dan oval tergantung jenis ikannya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan giemsa (Chinabut et al. 1991). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada minggu ke-0, eritrosit total pada semua perlakuan sama yaitu 1,04±0,55 (106 sel/mm3), disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 3.

(46)

Gambar 3. Eritrosit total ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Pada minggu ke-2 jumlah eritrosit total mengalami kenaikan dengan kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 1,48±0,06(106 sel/mm3), selanjutnya perlakuan C sebesar 1,35±0,04(106 sel/mm3), perlakuan A sebesar 1,32±0,09(106 sel/mm3), dan perlakuan K sebesar 1,22±0,04(106 sel/mm3). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K, A dan C tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit akan tetapi perlakuan B memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit ikan lele dumbo. Pada minggu ke-3 jumlah eritrosit terus mengalami peningkatan dimana rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 2,19±0,06 (106 sel/mm3). Dari hasil uji lanjut duncan, perlakuan B berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya. Selanjutnya perlakuan A dan C berbeda nyata dengan perlakuan K(P<0,05).

Pada minggu ke-4 semua perlakuan mengalami penurunan dimana kontrol sebesar 1,13±0,05(106 sel/mm3), perlakuan A sebesar 1,21±0,01(106sel/mm3), perlakuan B sebesar 1,36±0,08(106 sel/mm3), dan perlakuan C sebesar 1,16±0,06(106 sel/mm3). Dari uji lanjut duncan menunjukkan bahwa perlakuan A dan B memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit sedangkan perlakuan K dan D tidak berbeda nyata (P >0,05). Jumlah eritrosit total selama pemberian k-karagenan dalam pakan masih berada pada kisaran normal. Ketika nilai eritrosit berada dalam kisaran normal, hal ini menunjukan bahwa pemberian k-karagenan pada perlakuan tidak mengganggu kesehatan ikan namun diduga dapat meningkatkan status kesehatan ikan lele dumbo.

Leukosit Total (Sel Darah Putih)

Leukosit ikan terdiri dari granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari limfosit, monosit dan trombosit sedangkan agranulosit terdiri dari basofil, netrofil dan eiosinofil (Lagler et al. 1979). Leukosit ikan merupakan bagian dari sistem

a a a

a a a ab a b ab a b b c b a b a b a 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

0 1 2 3 4

[image:46.595.120.502.90.262.2]
(47)
[image:47.595.108.513.135.328.2]

pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik. Hasil pengamatan leukosit total dapat disajikan pada Gambar 4 dan Lampian 4.

Gambar 4. Leukosit total ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Berdasarkan Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-0, leukosit total untuk semua perlakuan sama yaitu 8,16±0,26(105sel/mm3). Pada minggu ke-1 semua perlakuan mengalami peningkatan jumlah leukosit, dimana rata-rata perlakuan A, B dan C berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan K (kontrol). Jumlah leukosit total terus meningkat pada minggu ke-2 sampai pada minggu ke-3. Dari hasil uji statistik pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa perlakuan A sebesar 12,95±0,82(105 sel/mm3), B sebesar 14,47±0,96 (105 sel/mm3) dan perlakuan C sebesar 11,84±0,75(105 sel/mm3) memberikan pengaruh nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K sebesar 10,37(105 sel/mm3). Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh misal virus dan bakteri. Pada minggu ke-4 terjadi penurunan jumlah leukosit total, namun dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan K (P<0,05).

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah leukosit pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3, mengindikasikan bahwa k-karagenan yang diberikan melalui pakan mampu meningkatkan jumlah leukosit yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh ikan lele sehingga sistem kekebalan tubuh ikan lele dumbo juga dapat meningkat.

a a a

a

a

a ab a

b a a b b c b

a ab a

b a 0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 1 2 3 4

(48)

Diferensial Leukosit

Differensial leukosit merupakan suatu nilai yang menggambarkan perbandingan jumlah sel leukosit (limfosit, netrofil, monosit dan trombosit) dengan jumlah seluruh sel darah putih. Hasil perhitungan differensial leukosit selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

a. Limfosit

Limfosit merupakan proporsi sel darah putih terbanyak (Takashima & Hibiya 1995). Secara morfologi, limfosit berupa sel darah kecil dengan nukleus yang besar (menempati bagian terbesar dari sel) tidak bergranula dan dikelilingi sejumlah kecil sitoplasma (Chinabut et al. 1991). Berdasarkan hasil presentase jumlah limfosit yang teramati selama penelitian seperti disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase jumlah limfosit pada minggu ke-0 untuk semua perlakuan yaitu sebesar 66,45 ± 0,58%. Persentase jumlah limfosit ini terus meningkat pada minggu ke-1 sampai minggu ke-4 untuk semua perlakuan. Limfosit merupakan sel-sel respon pertahanan tubuh yang penting dan diklasifikasikan dalam 2 subklas : Sel B (respon imun spesifik humoral) dan Sel T(respon imun spesifik seluler). Sel B mempunyai kemampuan untuk bertransformasi menjadi sel plasma yaitu sel yang memproduksi antibodi. Menurut Baratawidjaja (2006), bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi ini berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler atau bakteri serta menetralisir oksidannya. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset dengan fungsi yang berlainan, salah satunya adalah sel Th1 yang berfungsi mengaktifkan makrofag (monosit) untuk menghancurkan mikroba patogen serta memusnahkan sel yang terinfeksi.

(49)

Tabel 2. Persentase jumlah limfosit, monosit, netrofil dan trombosit ikan lele selama penelitian

Perlakuan M0 M1 M2 M3 M4

Limfosit

K 66,45 67,18 67,35 67,72 66,96

A 66,45 67,40 67,35 68,15 67,05

B 66,45 67,50 67,56 68,42 67,59

C 66,45 67,43 67,21 67,30 66,88

Monosit

K 8,39 8,40 8,84 9,49 8,47

A 8,39 8,84 9,69 10,08 9,39

B 8,39 10,00 10,22 10,88 9,05

C 8,39 9,71 9,29 9,95 9,38

Netrofil

K 10,32 9,16 9,52 10,13 10,17

A 10,32 8,84 9,69 10,48 10,50

B 10,32 9,50 10,67 11,58 11,31

C 10,32 9,14 10,38 10,90 10,00

Trombosit

K 14,84 15,27 14,29 12,66 13,56

A 14,84 14,92 13,27 11,29 12,15

B 14,84 13,00 11,56 9,12 11,31

C 14,84 13,71 13,11 11,85 12,50

b.Monosit

[image:49.595.110.507.121.687.2]
(50)

sangat penting sebagai sel fagosit utama dalam menghancurkan berbagai patogen yang menyerang dan berperan pula sebagai antigen presenting cells (APC) yang berfungsi untuk menyajikan antigen kepada sel limfosit (Kresno, 2001 ; Kollner et al. 2002).

Persentase jumlah monosit yang teramati selama penelitian untuk semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Fujaya (2004), monosit merupakan sel yang lebih kuat dalam memfagosit partikel atau antigen dibandingkan dengan neutrofil. Monosit yang berdiferensiasi menjadi makrofag di jaringan bahkan mampu memfagosit partikel yang berukuran besar dalam jumlah yang banyak hingga 100 bakteri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase jumlah monosit pada minggu ke-0, untuk semua perlakuan sama yaitu sebesar 8,39 ±0,58%. Pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3 persentase jumlah monosit terus meningkat dengan persentase tertinggi yaitu pada perlakuan B sebesar 10,88 ± 0,58% dan pada minggu ke-4 terjadi penurunan. Ketika terjadi infeksi, terjadi alih fungsi yaitu respon imun yang bekerja terlebih dahulu adalah respon imun non spesifik berupa aktivitas fagositosis yang dilakukan oleh monosit dan neutrofil (Iwama 1996).

c. Netrofil

(51)

Pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 terjadi peningkatan jumlah netrofil dan cenderung tetap. Iwama (1996), menyatakan bahwa ketika awal terjadi serangan bakteri patogen, sel yang pertama kali sampai pada daerah infeksi adalah neutrofil. Neutrofil bergerak lebih cepat dibandingkan dengan monosit dan dapat sampai di daerah infeksi dalam waktu 2-4 jam.

d. Trombosit

Peran trombosit yang banyak diketahui ialah hemostasis melalui pembentukan agregasi pada dinding vaskular yang rusak. Jumlah trombosit yang menurun disertai dengan perdarahan. Trombosit mempunyai peranan yang penting dalam inflamasi (Baratawidjaja 2006). Berdasarkan hasil pengamatan jumlah trombosit selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah trombosit sangat bervariasi pada semua perlakuan. Trombosit tidak umum berada dalam komponen darah pada kondisi yang normal namun apabila terjadi respon akibat perlakuan, maka jumlah trombosit dapat meningkat tajam (Fujaya 2004).

Aktivitas Fagositik

(52)

Dalam sel fagosit ini, antigen atau bakteri patogen akan didegradasi oleh fagolisosom. Fagolisosom merupakan enzim lisosom yang bersatu dengan fagosom. Selain lisosom penghancuran mikroba intraselular dalam hal ini bakteri patogen dapat pula terjadi karena di dalam sel fagosit (monosit dan neutrofil) terdapat berbagai bahan antimikrobial seperti hidrogen peroksida (H2O2) dan

mieloperoksidase. Tingkat akhir fagositosis adalah pencernaan protein, polisakarida dan lipid serta asam nukleat di dalam sel oleh enzim lisosom (Baratawidjaja 2006).

Gambar 5 menunjukkan bahwa pada minggu ke-0, aktivitas fagositik pada semua perlakuan sama yaitu sebesar 5,20±0,34 %. Pada minggu ke-1 terjadi peningkatan aktivitas fagositik sampai pada minggu ke-3 dan pada minggu ke-4 terjadi penurunan aktivitas fagositik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai indeks fagositik pada perlakuan A, B dan C berbeda nyata dengan perlakuan K (P<0,05). Aktivitas fagositik tertinggi terdapat pada minggu ke-3 yaitu pada perlakuan B sebesar 16,35 ±1,10%.

Gambar 5. Aktivitas fagositik ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

a a a a a a b b b a a b c c b a b ab b a 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 1 2 3 4

[image:52.595.113.510.85.773.2]
(53)

Menurut Anderson (1990) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan aktivitas fagositik mengidikasikan terjadinya peningkatan respon imun berupa peningkatan aktivitas leukosit dalam melawan serangan patogen. Peningkatan indeks fagositik ini menunjukkan bahwa pemberian k-karagenan mampu meningkatkan respon imun dan memiliki kemampuan memproduksi sel-sel fagosit dalam darah sehingga ketika terjadi paparan mikroorganisme patogen, sel darah siap melakukan proses fagositosis.

4.1.2 Kelangsungan Hidup Ikan lele

Pengamatan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan lele pasca infeksi selama empat belas hari disajikan pada Gambar 6 dan Lampiran 6.

(54)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

T ing k a t K e la ng sung a n H idup (% )

Waktu (Hari Ke-)

K (+)

K (-)

A

B

[image:54.595.111.512.113.607.2]

C

Gambar 6. Kelangsungan hidup ikan lele pasca infeksi bakteri A.hydrophilla Kontrol positif (K+), Kontrol negatif (K-), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Kematian ikan lele di tandai dengan adanya radang, hemoragi dan tukak. Menurut Angka et al. (2000) bahwa A.hydrophila menghasilkan produk yang bersifat toksin sehingga menyebabkan darah mengalami hemolisis yang menyebabkan ikan lele mengalami kematian.

4.2 Perubahan Parameter Makroskopis dan Mikroskopis Ikan Lele Pasca Infeksi Bakteri A.hydrophila

4.2.1 Gejala Klinis

Pengamatan parameter makroskopis pasca infeksi bakteri A.hydrophila terjadi perubahan pada anatomi organ luar dan organ dalam ikan lele. Pada anatomi organ luar terjadi perubahan yaitu tampak terjadi radang (Gambar 7) di bekas suntikan pada jam ke-6 sampai jam ke-12 kemudian pada jam 12-24 berkembang menjadi hemoragi (Gambar 8) selanjutnya menjadi tukak (gambar 9) dan sampai pada kematian.

(55)

a

b

jingga, dikelilingi zona berwarna merah yang merupakan reaksi radang serta yang mati lebih rapuh. Menurut Roberts (1993) dalam Angka (2005) A. hydrophila yang bersifat virulen menghasilkan β-hemolisin, elastase dan mempunyai lapisan S dipermukaan sel. Hemolisin yang terlarut menyebabkan hemoragi dan merangsang terjadinya tukak kulit di ikan. Hemoragi adalah pendarahan atau keluarnya darah dari batas system kardiovaskular dan keluarnya darah yang sebenarnya dari tubuh (Fauzan 1997). Hemoragi terjadi karena bakteri dapat masuk dan menempel pada dinding pembuluh darah serta merusaknya sehingga pembuluh darah pecah dan darah keluar (Runnels et al. 1965) [image:55.595.99.517.83.825.2]

Gambar 7 : a. Ikan lele dumbo kontrol

b. Ikan lele dumbo yang mengalami radang

[image:55.595.113.518.561.712.2]

Menurut Cahlill (1990), Tukak yang terbentuk diakibatkan oleh aktivitas proteolitik bakteri. Keadaan ini dimungkinkan oleh adanya substansi produk ekstraseluler bakteri seperti protease dan sitotoksin yang menghidrolisa dan melisis jaringan inang. Terbentuknya tukak tersebut melalui tahapan hiperemia, peradangan, nekrosis dan tukak (Plumb 1994).

Gambar 8 : a.b. Ikan lele yang mengalami hemoragi

(56)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

S k o rin g G e ja la Klin is

Waktu (hari ke-)

K-K+

[image:56.595.95.518.57.773.2]

PDT Gambar 9 : a.b. Ikan lele yang mengalami tukak

Berdasarkan hasil pengukuran diameter gejala klinis dan skoring gejala klinis (Lampiran 7-10) pasca infeksi bakteri A. hydrophila gejala yang ditimbulkan meliputi radang, hemoragi, tukak dan selanjutnya ikan mengalami kematian. Skoring gejala klinis ikan lele pada perlakuan kontrol positif pada hari ke-1 skor rata-rata 5,60 dan pada hari ke-3 mengalami kenaikan kerusakan tukak dengan skor rata-rata 9,00 selanjutnya pada hari ke-5 sampai hari ke-6 terjadi kematian sebanyak 6 ekor ikan. Pada akhir perlakuan yaitu pada hari ke-14 terlihat ikan masih mengalami tukak dengan skor rata-rata 5,67. Menurut Bullock et al. (1971) dan Meyer (1979) dalam Angka (2005), masa inkubasi penyakit ini antara 10-14 hari. Pada perlakuan dosis terbaik (10 g kg-1 pakan) pada hari ke-1 skor rata-rata 4,13 dan pada hari ke-3 mengalami kenaikan kerusakan tukak skornya mencapai 9,00 dan terdapat 1 ekor ikan mengalami kematian. Selanjutnya pada hari ke-9 mengalami penurunan kerusakan tukak dengan skor rata-rata 7,07. Pada akhir perlakuan yaitu pada hari ke-14 terlihat ikan masih mengalami tukak akan tetapi mempunyai skor rata-rata terendah yaitu 3,43.

Gambar 10. Skoring rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi A.hydrophila. K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif), PDT (dosis terbaik 10 g kg-1)

[image:56.595.116.522.71.231.2]
(57)

Pada Gambar 14 diatas terlihat bahwa skor rata-rata gejala klinis menunjukkan bahwa perlakuan dosis terbaik (10g kg-1 pakan) k-karagenan dalam pakan diduga dapat meningkatkan sistem imun tubuh dan menghambat pertumbuhan bakteri. Angka (2005), bahwa pertahanan spesifik ikan fungsinya selain untuk mencegah infeksi, membatasi penularan, juga menyingkirkan jaringan yang rusak.

Enzim dan

Gambar

Gambar 1.  Hemoglobin ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian
Gambar 3.  Eritrosit total ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian
Gambar 4.  Leukosit total ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan
Tabel 2.  Persentase jumlah limfosit, monosit, netrofil dan trombosit ikan lele selama penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan dan mengetahui: (1) Sejarah berdirinya Komplek Makam Sunan Kudus, (2) Struktur Bangunan dan Fungsi Komplek Makam

Pada metode Cross Section arah Barat-Timur memiliki persen kesalahan sebesar 0,90% pada variasi jarak 30-40 meter yang artinya memiliki tingkat keakurasian dalam

Asfiksia neonaturum dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan jenis persalinan. apapun, khususnya pada persalinan pervaginam.Pada persalinan

◦ Larutan tanah (sifatnya tersedia untuk diserap oleh akar tanaman) ◦ Bahan organik (mengalami proses perombakan).. ◦ Organisme tanah (komponen

Dalam penelitian ini proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati data rekam medik pasien. Tahap pertama untuk mengambil sampel dilakukan adalah pemilihan sampel dari

Hasilnya terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang menggunakan modul dengan siswa yang menggunakan metode konvensional dengan taraf

Belat laut dalam dioperasikan sebelum pasang purnama yaitu pada waktu 11 hari bulan sampai 13 hari bulan dan dioperasikan pada saat air pasang tinggi dalam