BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Persalinan
a Definisi
Persalinan adalah suatu rangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi cukup bulan atau hamper cukup bulan, setelah itu disusul dengan
pengeluaran plasenta. ( Sondakh, 2013)
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi yang ditandai dengan adanya pelunakan servik,
kontraksi yang teratur dan adanya lendir darah. ( Prawihardjo, 2009 )
Persalinan pervaginam merupakan pengeluaran hasil konsepsi (janin) melalui
vagina, persalinan pervaginam bisa disebut juga persalinan spontan yaitu
persalinan yang berasal dari kekutan ibu sendiri dengan umur kehamilan cukup
bulan presentasi kepala dan tidak ada komplikasi pada ibu dan
bayinya.Persalinan pervaginam tidak hanya persalinan spontan saja tetapi
persalinan pervaginam juga dapat dilakukan dengan persalinan tindakan yaitu
dengan menggunakan vacuum ekstraksi, forcep.
Dengan demikian pengertian persalinan adalah suatu rangkaian kejadian yang
berakhir dengan pengeluaran bayi dan disusul dengan lahirnya plasenta, serta
ditandai dengan adanya pelunakan servik, lendir darah, dan kontraksi yang
teratur.
b. Sebab-sebab mulainya persalinan
1) Penurunan kadar progesterone
Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen di dalam darah, tetapi
pada akhir kehamilan kadar progesterone menurun sehingga timbul his.
2) Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocine bertambah, oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
3) Keregangan Otot –otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang
oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarka
isinya.Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin
teregang otot-otot rahim makin rentan.
4) Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupanya juga memegang peranan oleh
karena itu pada anencepalus kehamilan sering lebih lama dari biasanya.
5) Teori prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh deciduas, disangka menjadi salahsatu sebab
permulaan persalinan.Hasil dari percobaan menunjukan bahwa prostaglandin F2
yang diberikan secara intravena, intra dan extraaminal menimbulkan kontraksi
myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya
kadar prostaglandin yang tinggi baik dala air ketuban maupun darah perifer paa
ibu hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan (Sondakh,2013) :
1) Power
Power adalah tenaga yang dikeluarkan oleh ibu dalam persalinan yaitu kontraksi
uterus atau his dari tenaga mengejan ibu. His merupakan kontraksi otot-otot
rahim yang timbul dari tenaga mengejan ibu. Tenaga mengejan ibu adalah
tenaga yang terjadi dalam proses persalinan setelah pembukaan lengkap dan
setelah ketuban pecah. Jadi power dalam persalinan sangat penting sekali
karena akan mempegaruhi yang lainnya.
a) Pembagian His
Menurut fisiologisnya, jenis his ada 4 macam yaitu his pembukaan, his pelepasan
plasenta, dan his pengiring (Sondakh, 2013).
(1) His pembukaan
His yang menimbulkan pembukaan servik sampai terjadi pembukaan 10 cm.
(2) His Pengeluaran
His yang mendorong bayi keluar, his ini biasanya disertai dengan keinginan
mengejan, sangat kuat, teratur, simetris, dan terkoordinasi bersamam antara his
kontraksi perut, kontraksi difragma, serta ligament.
(3) His Pelepasan plasenta
His dengan kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
(4) His Pengiring
Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim akan terjadi dalam
beberapa jam atau hari.
2) Passage merupakan yang mempengaruhi proses
persalinan yaitu berupa jalan lahir yang akan dilalui oleh
a) Jalan Lahir Lunak yaitu meliputi servik, vagina,
dan otot rahim.
b) Jalan lahir keras yaitu jalan lahir yang berupa
tulang yang ada pada daerah panggul.
3) Passenger yaitu dari janinnya,
d. Tahapan Persalinan
1) Kala I / Kala Pembukaan
Dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan servik menjadi
lengakap. Berdasarkan kemajuan pembukaan maka kala I dibagi menjadi 2 fase
yaitu;
1) Fase Laten yaitu fase pemukaan yang sangat lambat
adalah dari 0-3 cm pembukaan yang membutuhkan
waktu kurang lebih 8 jam
2) Fase aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat
yang terbagi lagi menjadi :
a) Fase Accelerasi (Fase Percepatan) dari
pembukaan 3 cm sampai 4 cm yang dicapai
dalam 2 jam
b) Fase Dilatasi Maksimal, dari pembukaan 4 cm
sampai 9 cm yang dicapai dalam 2 jam
c) Fase Deselarisasi, ( kurangnya Percepatan)
dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama 2
jam.
Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm ) sampai keluarnya janin. Proses ini
berlansung 2 jam.
Tanda dan Gejala kala II persalinan :
a) Ibu mempunyai dorongan untuk meneran
b) Ibu merasa adanya tekanan pada anus
c) Perineum menonjol
d) Vulva anus membuka
4) Kala IV
Masa 1 sampai 2 jam setelah plasenta lahir. Dalam klinik, atas
pertimbangan-pertimbangan praktisi masih diakui adanya kala IV persalinan masa setelah lahir
adalah dimulainya masa niifas.
e. Mekanisme Persalinan
Tahap-tahap mekanisme persalinan menurut Manuaba
(2010), abtara lain :
1) Kepala terfiksasi pada PAP, kepala janin terfiksasi
pada PAP sebelum persalinan dengan kepala janin
oksiput miring kanan / kiri, kedepan atau kebelakang.
Proses ini dikarenakan adanya kontraksi Braxton
Hicks, ketegangan dinding abdomen dan ketegangan
ligamentum rotundum.
2) Desensus ( Penurunan Kepala )
Penurunan kepala janin yang mengarah ke simpisis, pada saat ini tekanan pada
kepala janin oleh jalan lahir dan kekuatan his dan mengejan menimbulkan
bahaya yang dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian.
Dagu dibawah lebih dekat kearah dada janin diameter sub occipito bregmatika
(9,5 ) menggantikan diameter occipito Frontal (11 cm)
4) Putaran paksi dalam
Merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala bentuk jalan lahir
khusunya untuk bidang tengah dan pintu bawah panggul selalu bersamaan
dengan masuknya kepala dan tidak terjadi kepala ke hodge III kadang-kadang
baru sampai setelah kepala sampai didasr pintu panggul.
5) Ekstensi
Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai didasar panggul
terjadilah kepala janin ekstensi, UUK dibawah simpisis.
6) Ekspulsi
Setelah kepal ekstensi, terjadilah ekspulsi kelahiran kepala berturut-turut mulai
dari uub, dahi, muka dan dagu.
7) Restitusi / putaran paksi luar
Setelah kepala lahir muka kepala akan kembali kearah punggung anak untuk
menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam dan
lahirkan bahu depan, bahu belakang dan badan bayi.
f. Jenis Persalinan
Menurut Benson Jenis persalinan dibagi 2 yaitu :
1) Persalinan pervaginam
Persalinan pervaginam merupakan jenis persalinan melalui jalan lahir ( vagina ),
baik persalinan spontan dan persalinan dengan tindakan ( vacuum/forcep )
Persalinan perabdominal merupakan jenis persalinan dengan cara melakukan
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
g. Seksio Caesaria
Seksio caesaria merupakan jenis persalinan dengan cara melakukan sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut ( obstetric operatif, 2003)
1) Indikasi seksio sesarea
a) Indikasi Mutlak
(1) Indikasi Ibu
(a) Panggul sempit absolute
(b) Kegagalan melahirkan secara
normal karena kurang adekuatnya stimulasi
(c) Tumor-tumor jalan lahir yang
menyebabkan obstruksi
(d) Stenosis servik atau vagina
(e) Plasenta previa
(f) Disprroporsi sefalopelvik
(g) Rupture uteri membakat
(2) Indikasi janin
(a) Kelainan letak
(b) Gawat janin
(c) Prolapsus plasenta
(d) Perkembangan bayi yang
terhambat
(e) Mencegah hipoksia janin, misalnya
b) Indikasi relatif
(1) Riwayat seksio saesaria sebelumnya
(2) Presentasi bokong
(3) Distosia
(4) Fetal distress
(5) Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan
diabetes
(6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
(7) Menurut Eastman untuk janin yang gemeli seksio
saesaria dianjurkan :
(a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi
bahu
(b) Bila terjadi interlock
(c) Distosia oleh karena tumor
(d) IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )
2) Kontraindikasi Seksio Saesaria
Kontraindikasi dari seksioa saesaria adalah :
a) Janin mati
b) Syok
c) Anemia berat
d) Kelainan congenital berat
e) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
f) Minimnya fasilitas operasi seksio saesaria
a) Persiapan pasien
(1) Pemeriksaan Praoperasi
(a) Pemeriksaan praoperasi merupakan hal
yang mutlak dalam setiap operasi. Berikut
hal-hal yang perlu diperiksa sebelum
operasi dilaksanakan :
(1) Anamnesis pasien
(2) Pemeriksaan fisik ( menilai system
kardiovaskular dan respirasi pasien )
(3) Pemeriksaan penunjang yaitu urinalisis,
EKG, hitung darah lengkap, kreatinin,
elektrolit, glukosa darah, tes sel sabit,
X-foto thorax dan golongan darah.
(4) Konsultasi dengan ahli anestesi untuk
mendiskusikan persiapan yang akan
dilakukan
(2) Informed consent
Setiap tindakan medis memerlukan persetujuan atas penjelasan baik secara
lisan maupun tulisan.
(3) Puasa
(4) Pemberian antibiotik
(5) Persiapan kulit yaitu berupa pencukuran rambut
yang tujuannya untuk mempermudah operasi,
plester penutup luka dapat melekat dengan
baik.
(6) Persiapan vagina berupa vaginal scrub dengan
povidion-iodin dapat dilakukan karena
menurunkan risiko endometritis pascaoperasi.
(7) Persiapan kandung kencing dan ureter dengan
kateterisasi
(8) Persiapan kamar dan alat operasi
(9) Persiapan tim operasi yaitu operator, asisten
operator, paramedic piñata alat operasi, ahli
anestesi atau perawat anestesi
4) Jenis – jenis operasi seksio sesaria
Jenis jenis operasi seksio saesaria ada 4 jenis (Mochtar, 1998) yaitu :
a) Seksio saesaria klasik (kolporal) yaitu insisi vertical
pada korpus uteri diatas segmen bawah uterus dan
mencapai fundus uterus.
(1) Indikasi
(a) Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan
vesika urinaria untuk mencapai segmen
bawah rahim, misalnya karena ada
perlekatan akibat pembedahan seksio
sasaria sebelumnya, adanya mioma yang
menempati segmen bawah uterus atau
keganasan.
(c) Plasenta previa dengan insersi plasenta
pada dinding depan segmen bawah rahim.
(2) Kelebihan
(a) Mengeluarkan janin lebih cepat
(b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung
kemih tertarik
(c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
distal (Muchtar, 1998)
(3) Kekurangan
(a) Infeksi mudah menyebar
(b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi rupture uteri spontan (Muchtar, 1998)
b) Seksio saesaria servikalis rendah, dilakukan
dengan membuat sayatan melintang pada segmen
bawah rahim ( low cervical transversal ) (Rasjidi, 2009).
(1) Kelebihan
(a) Penjahitan luka lebih mudah
(b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi
yang baik
(c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik
sekali untuk menahan penyebaran isi uterus
ke rongga perioteneum
(d) Perdarahan kurang
(2) Kekurangan
(a) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan
bawah, sehingga menyebabkan perdarahan
yang banyak
(b) Keluhan pada kandung kemih post operatif
tinggi
c) Seksio ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka
peritoneum parietalis tidak membuka kavum
abdominal (Muchtar, 1998)
5) Komplikasi dan efek persalinan seksio saesaria
Kompilikasi utama pada persalinan seksio saesaria adalah kerusakan organ –
organ seperti vesika urinaria saat berlangsungnya operasi. Kematian ibu lebih
besar pada persalinan sksio saesaria daripada persalinan pervaginam (Rasjidi,
2009). Takipneu sesaat bayi baru lahir lebih sering terjadi pada persalinan seksio
saesaria dan kejadian trauma pun tidak dapat disingkirkan. Risiko jangka
panjang yang dapat terjadi adalah plasenta previa, solusio plasenta, plasenta
akreta dan rupture uteri. Komplikasi lainpada persalinan perabdominal / SC yaitu
trias komplikasi pada bayi meliputi asfiksia, tarauma persalinan dan
infeksi.(Manuaba, 2010).
2. Asfiksia Neonaturum
a. Definisi
Asfiksia neonaturum adalah merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
lahir.Sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asma arang dalam tubuhnya.
Asfiksia adalah hipoksi yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian (Prawihardjo, 2006).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segaera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini meungkin berkaitan
denagan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan (Depkes RI, 2009).
Dengan demikian Asfiksia merupakan suatu keadaan bayi baru lahir dimana
yang mengalami kegagalan bernafas secara teratur dan spontan setlah lahir.Bayi
baru lahir yang asfiksia diawali dengan mengalami hipoksia dan hiperkapus serta
diakhiri dengan asidosis.
b. Patofisiologi
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada
saat antepartum, intrapartum dan pascapartum saat tali pusat dipotong.Hal ini
diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika asfiksia
bertambah berat.
1) Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini
dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru
mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti
2) Setelah waktu singkat, asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis
karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai usaha
bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu
dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang,
secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi
pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea
terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat,
pemulihan dari keadaan terminal ini tidak terjadi.
3) Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya
turun di bawah 100 x/menit. frekuensi jantung mungkin sedikit
meningkat saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama
dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah bayi,
frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa
semakin memburuk, metabolisme selular gagal, jantung pun
berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.
4) Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama
dengan pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya.
Walaupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan
frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea
terminal.
5) Terjadi penurunan pH yang hampir linier sejak asfiksia. Apnea
primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat
dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok
memburuk apnea terminal.
Faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1) Ibu
a) Preeklamsi dan eklamsia
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plaseta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan )
2) Faktor bayi
a) Bayi premature ( sebelum kehamilan 37 minggu kehamilan
)
b) Persalinan dengan tindakan ( sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, vacuum ekstraksi, ekstraksi forcep)
c) Kelainan bawaan (konginetal)
d) Keadaan tali usat : lillitan tali pusat, simpul tali pusat,
prolaps tali pusat dan tali pusat pendek
e) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
d. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
1) Denyut jantung
Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120-160 kali permenit; selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 per menit di luar his, dan
lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan
denyut jantung dalam persalinan.
2) Mekonium didalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan harus
meningkatkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal
itu dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.Darah janin ini
diperiksa pH-nya.Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai dibawah 7,2, hali itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh
beberapa penulis.
Dengan diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan dan
dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu
kelahiran bayi yang telah meninjukan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai
dengan asfiksia neonaturum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk
menghadapi keadaan tersebut (Manuaba,2013).
e. Klasifikasi dan tanda gejala
Menurut Nany (2010), klasifikasi serta tanda dan gejala asfiksia meliputi :
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera.
Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat meliputi :
a) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit
b) Tidak ada usaha nafas
c) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
rangsangan
e) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut selama atau
sesudah persalinan
2) Asfiksia sedang (APGAR 4-6 )
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejalamuncul meliputi :
a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit
b) Usaha napas lambat
c) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang
diberikan
e) Bayi tampak sianosis
f) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama
proses perslinan
3) Asfiksia Ringan ( APGAR 7-10 )
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang muncul
meliputi :
b) Bayi tampak sianosis
c) Adanya retraksi sela iga
d) Bayi merintih
e) Adanya pernapasan cuping hidung
f) Bayi kurang aktivitas
g) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales,
dan wheezing positif.
f. Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apneu primer dapat memulai pola pernafasan biasa,
walaupun tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus, bayi
baru lahir dalam apneu sekunder tidak akan bernapas sendiri, pernapasan
buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen
diperlukan untuk membantu bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir
dengan apneu sekunder.
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (skuele) yang mungkin timbil dikemudian
hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi untuk mengatasi asfiksia adalah
resusitasi.
Prinsip dasar resusitasi dalah :
1) Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan
mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta
merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran karbondioksida berjalan lancar.
2) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang
3) Melakukan koreksi terhadap asidosis yng terjadi
4) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
1) Cara resusitasi
a) Tindakan umum
(1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini akan mempertinggi
metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Hal ini kan
mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi menderita asfiksia berat. Perlu
diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang baik segera setelah lahir harus
dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar lampu yang
cukup kuat untuk pemanasan luar data dianjurkan dan pengeringan tubuh bayi
perlu dikerjakan untuk mengurangi pervorasi.
(2) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion.Tindakan ini harus dilakukan dengan cermat dan tidak perlu
tergesa-gesa atau kasar.Perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala harus lebih
rendah untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir.Bila terdapat
lendir kental yang melekat di trakea dan sulit dikeluarkan dengan pengisap biasa,
dapat digunakan laringoskopneonatal sehingga pengisap dapat dilakukan
semaksimalnya, terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi. Pengisapan
yang dilakukan dengan ceroboh akan menimbulkan penyakit seperti spasme
laring, kolaps paru atau kerusakan sel mukosa jalan nafas.
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas 20 detik setelah lahir mengalami
depresi pusat pernafasan.Dalam hal ini rangsangan bayi harus segera dilakukan.
Pada sebagian besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan
melalui nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan pernafasan.
Pengaliran oksigen yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat pula merasangan
reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila tindakan
ini tidak berhasil tidak berhasil beberapa cara cara stimulasi lain perlu dikerjakan.
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak
kaki bayi, menekan tendon achiles atau memberikan vitamin K terhadap bayi
tertentu.Hindarilah pemukulan di daerah bokong atau pungung bayi untuk
mencegah terjadinya perdarahan organ dalam. Bila tindakan tersebut tidak
berhasil, cara lain pun tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Dalam hai
ini tindakan utama ialah memperbaiki ventilasi. Perlu dikemukakan bahwa
melakukan kompresi dinding toraks untuk menimbulkan tekanan negative dalam
rongga dada tidak akan bermanfaat pada paru bayi yang belum berkembang.
Tindakan ini mungkin akan menimbulkan kerusakan parunya sendiri atau
perdarahan hati.
2) Tindakan Khusus
Tindakan umum tersebut dilakukan pada setiap bayi baru lahir, bila tindakan
umum tidak berhasil maka dilakukanlah tindakan khusus.Cara yang dikerjakan
disesuaikan dengan dengan beratnya asfiksia yang diderita oleh bayi yang
dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor Apgar.
a) Asfiksia berat ( skor Apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan.Langkah utama ialah
intermiten.Cara yang terbaik adalah dengan melakukan intubasi
endotrakeal.Setelah kateter diletakan dalam trakea, oksigen diberikan tekanan
tidak lebih dari 30 cm H2O. Hal ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya
inflasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi rupture alveoli. Tekanan positif ini
dilakukan dengan meniupkan udara yang mengandung oksigen tinggi ke dalam
kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. Bila diragukan akan
timbulnya infeksi, terhadap bayi yang mendapatkan tindakan ini dapat diberikan
antibiotika profilaksis. Keadaan asfiksia berat hampir selalui disertai dengan
asidosis, karena itu bikarbonas diberikan dengan dosis 2–4.Disamping itu
diberikan pula glukosa 15–20% dengan dosis 2-4 ml/kgbb.Kedua obat ini
disuntikan secara intravena dengan perlahan-perlahan melalui vena umbilikalis.
Perlu diperhatikan bahwa reaksi optimal obat-obatan ini akan tampak jelas
apabila pertukaran gas paru sedikit banyak telah berlangsung.
Usaha pernafasan (gasping) biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali.Bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernafasan
atau frekuensi jantung, masase jantung eklsternal harus segera dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit.tindakan ini dilakukan dengan diselingi ventilasi
tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torax. Bila tindakan ini dilakukan
bersamaan mungkin akan terjadi komplikasi berupa pneumotoraks atau
pneumomediasttinum. Bila tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan,
bayi harus dinilai kembali, yaitu karena hal ini mungkin disebabkan ol;eh
gangguan keseimbangan asam-basa yang belum dikoreksi dengan baik atau
adanya kemungkinan gangguan organic seperti hernia difragmantika, atresia
atau stenosis jalan nafas dan lain-lain.
Dalam hal ini dapat delakukan stimulasi agar timbul reflex pernafasan.Bila dalam
waktu 30 -60 detik tidak timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dimulai.Ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara frog
breathing.Cara ini dikerjakan dengan meletakan kateter oksigen intranasal dan
oksigen dialirkan dengan aliran 1–2 / menit.agar saluran nafas bebas, bayi
diletakan dalam posisi dorsofleksi kepala. Secara ritmis dilakukan gerakan dagu
ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 kali / menit.tindakan ini dilakukan
dengan memperhatikan gerakan dinding torax dan abdomen.Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut.Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1–2 menit tidak dicapai hasil yang
diharapkan.Dalam hal ini segera dilakukan ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung.
Ventilasi ini dapat dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ventilasi mulut ke mulut atau
ventilasi kantong ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan, ke dalam mulut bayi
dimasukan plastic pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan agar jalan nafas tetap berada dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dengan oksigen, ventilasi dilakukan
secara teraturdengan frekuensi 20-30 kali/menit sambil memperhatika gerakan
pernafasan spontan.( Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2007; hal 1072 )
b. Hubungan Jenis Persalinan dengan Asfiksia Neonaturum
Faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia salah satunya yaitu jenis
persalinan, baik persalinan pervaginam maupun persalinan perabdominal.Hal ini
berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Fahrudin bahwa ada hubungan
persalinan perabdominal dengan kejadian asfiksia neonaturum, sedangkan
kejadian asfiksia neonaturum. Penelitian lain juga yang dilakukan oleh gilang
bahwa terdapat hubungan persalinan letak sungsang pervaginam dengan
kejadian asfiksia neonaturum. Persalinan letak sungsang pervaginam memiliki
resiko 0,1 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan letak sungsang
perabdominal.
Asfiksia neonaturum dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan jenis persalinan
apapun, khususnya pada persalinan pervaginam.Pada persalinan pervaginam
dapat terjadi asfiksia pada neonatus karena adanya penekan saat mekanisme
persalinan berlangsung yaitu engagement, penurunan kepala, fleksi, rotasi
dalam, ekstensi, rotasi luar dan ekspulsi. Pada saat terjadinya mekanisme
persalinan ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu prolapsus tali
pusat, partus lama dan terjadinya partus lama yang akan menyebabkan
terjadinya hipoksia pada janin yang menyebabkan tidak ada saluran udara yang
akhirnya menyebabkan asfiksia neonaturum.
Persalinan seksio saesaria merupakan jenis persalinan dengan cara membuat
sayatan pada diding uterus melalui dinding depan perut. Persalinan seksio
caesaria dilakukan atas indikasi tertentu baik indikasi dari keadaan ibu dan
keadaan bayinya. Setiap tindakan medis ada kekurangan dan kelebihannya
sama seperti halnya dengan persalinan seksio caesaria yang merupakan
tindakan yang diambil oleh tim medis. Pada persalinan seksio saesaria memiliki
komplikasi dan efek terhadap ibu dan janin, komplikasi yang akan terjadi pada
bayinya yaitu akan mengalami takipneu, perdarahan intracranial, komplikasi
tersebut akan sangat mempengaruhi sirkulasi oksigen yang dialirkan pada bayi
sehingga bayi akan mengalami kekurangan oksigen. Komplikasi tersebut dapat
ibu dan bayi yang memiliki komplikasi / masalah. Selain itu diakibatkan dari
anestesi yang digunakan dalam persalinan perabdominal, sehingga dengan
adanya masalah pada ibu dan bayinya serta dari proses persalinannya pun akan
menggangu suplai oksigen ke janin untuk
B. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah penjabaran dari tinjauan teori serta disusun untuk
memecahkan masalah penelitian (Notoatmodjo, 2010).Beberapa faktor yang
dapatmenyebabkanasfiksiayaitudari faktor ibu, faktor bayi.Faktoribu yang
menyebabkanterjadinyaasfiksiaadalah preeclampsia / eklampsia,
persalinandengantindakan(wiknjosastro, 2008 ). Selain itu dari bayi juga dapat
mempengaruhi asfiksia yaitu bayi premature, jenis persalinan, kelainan bawaan,
air bercampur mekonium, lilitan tali pusat, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat
dan tali pusat menumbung (wiknjosastro, 2008)
Asfiksia Faktor ibu :
a Preeklamsi/eklamsi
b Plasenta previa/solusio plasenta
c
Factor bayi :
a Bayi Prematur
b Kelaianan Letak
c Air ketuban bercampur
mekonium
d Lilitan tali pusat
e Tali pusat pendek Jenis persalinan
:persalinan pervaginam, persalinan
Keterangan :
: faktor yang tidak diteliti
: faktor yang diteliti
Gambar 2.1 KerangkaTeori