• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJA"

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG

BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI

DI PROVINSI RIAU

Diajukan Untuk Memenuhi

Persyaratan Meraih Gelar Ahli Madya Teknik Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau

Oleh :

Rani Youlanda Sihombing

NIM : 1307035771

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL D3

FAKULTAS TEKNIK

(2)
(3)

iii PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul :Perencanaan Struktur Gedung Ruang Belajar Sekolah Menengah Atas 3 Lantai Di Provinsi

Riau tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pekanbaru, 25 Januari 2017

(4)

iv PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

PRA KATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberi berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Perencanaan Struktur Gedung Ruang Belajar Sekolah Menengah Atas 3 Lantai Di Provinsi Riau”.

Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian tugas akhir dan menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Sipil Diploma 3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau.

Dalam penyusunan Tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II: Joleha, ST., MM dan Andre Novan, ST., MT yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, waktu dan saran kepada penulis dalam pembuatan Tugas Akhir.

2. Dekan Fakultas Teknik Prof. Dr. Andrianto Ahmad, MT 3. Ketua Jurusan Teknik Sipil, Dr. Manyuk Fauzi, ST., MT.

4. Ketua Program Studi Teknik Sipil D 3, Dr. Imam Suprayogi, ST., MT 5. Bapak dan Ibu dosen Teknik Sipil D3 yang telah mengajarkan dan

memberi ilmu kepada penulis selama menjalankan pendidikan dibangku kuliah hingga selesai.

6. Orang tua penulis yang dengan mengorbankan keikhlasan hati, kesabaran dan cucuran keringat mendidik dan juga yang mengizinkan penulis untuk menuntut ilmu.

7. Kakanda, Adinda serta Keluarga Besar tercinta yang mendidik, membimbing, dan tidak lupa senantiasa mengiringi setiap derap langkah penulis dengan doa.

8. Sahabat-sahabat penulis dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil D3 khususnya angkatan 2013.

(5)

v PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

keterbatasan pengetahuan serta kemampuan yang dimiliki penulis, sehingga penulis sangat berterima kasih dan menerima masukan-masukan yang sifatnya membangun agar Tugas Akhir ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Pekanbaru, 25 Januari 2017

(6)

vi PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Riau, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rani Youlanda Sihombing NIM : 1307035771

Program Studi : Teknik Sipil D3

Departemen : Pendidikan dan Kebudayaan Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Tugas Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Riau Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exlusive Royalty-Free Right) atas Tugas Akhir saya yang berjudul :

“Perencanaan Struktur Gedung Ruang Belajar Sekolah Menengah Atas 3 Lantai Di Provinsi Riau” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Riau berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Pekanbaru Pada Tanggal : 25 Januari 2017 Yang menyatakan,

(7)

vii PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Perencanaan Struktur Gedung Ruang Belajar Sekolah Menengah Atas 3 Lantai Di Provinsi Riau

Rani Youlanda Sihombing

Program Studi Teknik Sipil D3, Fakultas Teknik Universitas Riau ABSTRAK

Struktur yang direncanakan adalah balok, kolom, pelat dan tangga. Sistem struktur adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa dengan sistem metode kuat ultimit. Pembebanan dilakukan meliputi beban gravitasi dan beban gempa statik ekuivalen, yang mana termasuk wilayah gempa 3 dan tanah lunak. Mutu material yang digunakan adalah beton 25 MPa, baja 400 MPa dan 240 MPa. Analisis struktur secara keseluruhan dilakukan dengan 3D menggunakan program ETABS. Software lain yang digunakan ialah Pca Col, SAP 2000, dan SAFE 8.1. Proses perencanaan struktur dan penggambaran detail penampang elemen dan struktur mengikuti SNI 03-1726-2002, SNI 03-2847-2002, dan SNI 1727-1989 menghasilkan elemen struktur balok dan kolom menggunakan tulangan baja berdiameter 22 mm sedangkan pelat dan tangga memakai tulangan baja dengan diameter 10 mm.

(8)

viii PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Structure Design of Classrooms Building on Senior High School Three Floors in Riau Province

Rani Youlanda Sihombing Civil Engineering D3 Study Program Faculty of Engineering The University of Riau

ABSTRACT

(9)

ix PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...iii

PRA KATA ...iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR NOTASI ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan dan Batasan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kriteria Minimum Perencanaan Gedung Ruang Belajar SMA ... 4

2.2 Pembebanan Struktur ... 7

2.3 Kombinasi Pembebanan Pada Struktur Portal ... 11

2.4 Sistem Struktur Bangunan Gedung ... 12

2.5 Analisa Statik Ekuivalen ... 13

2.6 Pembagian Beban Gempa Pada Struktur ... 15

(10)

x PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

2.8 Kolom ... 17

2.8.1 Ketentuan dan Perencanaan ... 17

2.8.2 Diagram Interaksi Kolom ... 18

2.9 Balok ... 19

2.9.1 Balok Persegi Panjang dengan Tulangan Ganda ... 20

2.9.2 Tulangan Geser Balok ... 23

2.10 Pelat ... 27

2.10.1 Pelat Satu Arah ... 27

2.10.2 Pelat Dua Arah ... 28

2.10.3 Ketentuan Perencanaan Pelat ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pustaka ... 31

3.2 Pengumpulan Data ... 31

3.3 Tahapan Penelitian ... 31

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum ... 34

4.2 Deskripsi Gedung Perencanaan... 34

4.3 Deskripsi Struktur ... 35

4.4 Kriteria Desain ... 36

4.5 Analisis Struktur ... 37

4.5.1 Pradesain Elemen Struktur ... 38

4.5.1.1 Balok ... 38

4.5.1.1.1 Pradesain Balok Anak ... 40

4.5.1.1.2 Pradesain Balok Induk ... 44

4.5.1.2 Pelat ... 49

4.5.1.2.1 Pradesain Pelat Lantai ... 50

4.5.1.3 Kolom ... 58

4.5.1.4 Tangga ... 61

(11)

xi PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

4.6 Desain Elemen Struktur ... 76

4.6.1 Balok ... 76

4.6.2 Pelat ...103

4.6.3 Kolom ...113

4.6.4 Tangga ...118

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan…...129

5.2 Saran ...131

DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Sistem Struktur Bangunan Gedung ... 13

Gambar 2.2 : Diagram Interaksi Beban Aksial dan Momen ... 19

Gambar 2.3 : Pengecekan Interaksi Pada Kolom ... 19

Gambar 2.4 : Distribusi Regangan Pada Penampang Balok ... 21

Gambar 2.5 : Skema Hitungan Balok Tulangan Rangkap ... 23

Gambar 2.6 : Jenis Retakan Pada Balok ... 24

Gambar 2.7 : Skema Hitungan Begel Balok ... 26

Gambar 2.8 : Skema Hitungan Penulangan Pelat ... 30

Gambar 3.1 : Flowchart Tahapan Perencanaan Struktur ... 32

Gambar 4.1 : Potongan Portal Gedung ... 36

Gambar 4.2 : Pemodelan Struktur Gedung ... 36

Gambar 4.3 : Beban Trapesium Menjadi Beban Merata... 40

Gambar 4.4 : Beban Segitiga Menjadi Beban Merata ... 40

Gambar 4.5 : Denah Balok Anak dan Balok Induk yang ditinjau ... 40

Gambar 4.6 : Distribusi beban Balok Anak dan Balok Induk yang ditinjau.... 41

Gambar 4.7 : Tipe Beban dan Lebar Ekivalen Satu Balok Anak... 41

Gambar 4.8 : Distribusi beban Balok Anak dan Balok Induk yang ditinjau.... 44

Gambar 4.9 : Tipe Beban dan Lebar Ekivalen Satu Balok Induk ... 44

Gambar 4.10 : Momen Balok Induk Hasil Analisis SAP ... 45

Gambar 4.11 : Potongan Denah Pelat Lantai yang ditinjau ... 50

Gambar 4.12 : Ilustrasi Titik Berat Balok Induk Bentang 8 m ... 51

Gambar 4.13 : Ilustrasi Titik Berat Balok Anak Bentang 800 cm ... 52

Gambar 4.14 : Ilustrasi Titik Berat Balok Induk Bentang 450 cm ... 53

Gambar 4.15 : Momen Arah Y Pelat 8m x 4,5m ... 54

Gambar 4.16 : Hasil Pengecekan K1 ... 60

Gambar 4.17 : Hasil Pengecekkan K2 ... 60

Gambar 4.18 : Hasil Pengecekkan K3 ... 61

(13)

xiii PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

(14)

xiv PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung ... 7

Tabel 2.2 Beban Hidup Pada Lantai Gedung ... 8

Tabel 2.3 Koefisien Reduksi Beban Hidup ... 9

Tabel 2.4 Tebal Minimum Pelat OWS Berdasarkan Peletakan ... 27

Tabel 4.1 Ukuran dan Jumlah Ruangan Pada Gedung Perencanaan ... 35

Tabel 4.2 Uraian Beban Dinding ... 39

Tabel 4.3 Perhitungan Momen Pradesain Balok Induk dan Balok Anak ... 48

Tabel 4.4 Perhitungan Estimasi Dimensi Balok Induk dan Balok Anak ... 48

Tabel 4.5 Perhitungan Tebal Pelat Dengan Cara Two Way Slab ... 57

Tabel 4.6 Perhitungan Tebal Pelat Berdasarkan Momen ... 57

Tabel 4.7 Perhitungan K1 dengan Dimensi 300 mm x 300mm ... 58

Tabel 4.8 Perhitungan K2 dengan Dimensi 700 mm x 750 mm ... 59

Tabel 4.9 Perhitungan K3 dengan Dimensi 900 mm x 900 mm ... 59

Tabel 4.10 Perhitungan Data SPT ... 63

Tabel 4.11 Perhitungan Berat Struktur Tiap Lantai ... 65

Tabel 4.12 Modal Participating Mass Ratios Hasil Analisis ETABS ... 72

Tabel 4.13 Perhitungan Gempa Statik Ekuivalen ... 73

Tabel 4.14 Perhitungan Gempa Dinamik ... 73

Tabel 4.15 Perhitungan Eksentrisitas Rencana Gempa Arah X ... 74

Tabel 4.16 Perhitungan Eksentrisitas Rencana Gempa Arah Y ... 74

Tabel 4.17 Story Drifts Hasil Analisis ETABS ... 75

Tabel 4.18 Perhitungan Tulangan Pokok dan Tulangan Sengkang ...102

Tabel 4.19 Perhitungan Tulangan Pokok dan Tulangan Bagi Pelat...113

Tabel 4.20 Beban Maksimum Kolom ...114

Tabel 4.21 Hasil Analisis Tulangan Kolom ...116

Tabel 5.1 Hasil Desain Tulangan Balok ...129

Tabel 5.2 Hasil Desain Tulangan Pelat ...130

(15)

xv PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

DAFTAR NOTASI

BAB IV

A1 : Luas Bidang 1

A2 : Luas Bidang 2

b : Lebar Balok

B : Lebar Bangunan di Arah yang ditinjau BJTD : Baja Tulangan Deform (Ulir)

BJTP : Baja Tulangan Polos D : Diameter Tulangan

d : Jarak antara titik berat tulangan tarik ke batas permukaan beton terjauh

d` : Jarak antara titik berat tulangan tarik ke ujung permukaan beton terdekat

Ec : Modulus Elastisitas Beton Es : Modulus Elastisitas Tulangan Ey : Modulus Elastisitas Tulangan

fc` : Kuat Tekan Karateristik Beton fy : Kuat Leleh Tulangan

h : Tinggi Balok

H : Tinggi Bangunan

Ib : Inersia balok

Is : Inersia pelat

Leq : Lebar Ekuivalen

Lx : Panjang Bentang Terpendek Pelat Ly : Panjang Bentang Terpanjang Pelat

Mn : Momen nominal

Mtot : Momen Total

N : Jumlah Blow SPT

(16)

xvi PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

P1 : Beban Aksial

P2 : Beban Aksial Lainnya

t : Kedalaman

tp : Tebal pelat

(17)

xvii PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Lembar Asistensi Lampiran II : Gambar Arsitektural

Lampiran III : Gambar Desain Elemen Struktur Lampiran IV : Hasil Uji SPT

Lampiran V : Perhitungan Pra Desain dan Desain Elemen Struktur Balok Lampiran VI : Perhitungan Pra Desain dan Desain Elemen Struktur Pelat Lampiran VII : Perhitungan Desain Elemen Struktur Kolom

(18)

1 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum, pembelajaran pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar mampu belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aman dan nyaman.

Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Salah satunya adalah tersedianya ruang-ruang yang difungsikan untuk kegiatan belajar para siswa. Jenjang pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) masih terpusat pada daerah perkotaan. Daerah perkotaan yang padat mengakibatkan pembangunan gedung berskala luas cenderung ke arah vertikal, karena keterbatasan lahan. Pembangunan gedung bertingkat untuk SMA membutuhkan perencanaan struktur yang aman karena menampung jiwa manusia yang cukup banyak, dan penggunaan gedung bersifat permanen.

(19)

2 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

disesuaikan dengan bangunan gedung ruang belajar yang direncanakan oleh penulis.

Berdasarkan uraian diatas, penulis membuat tugas akhir dengan judul

“Perencanaan Struktur Gedung Ruang Belajar Sekolah Menengah Atas 3 Lantai

Di Provinsi Riau”.

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas meliputi :

1. Bagaimana merencanakan struktur bangunan gedung ruang belajar SMA 3 lantai yang aman dan nyaman di Provinsi Riau dengan pedoman standar yang berlaku ?

2. Bagaimana gambar desain penampang elemen-elemen struktur yang sesuai dengan kriteria peraturan-peraturan yang berlaku ?

Batasan masalah yang akan dibahas meliputi :

1. Perencanaan struktur beton bertulang (balok, kolom, pelat, atap, dan tangga) mengikuti SNI 03-1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Gedung, SNI 1727-1989 Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 tahun 2007, dan Pedoman Standarisasi Bangunan dan Perabot SMA Tahun 2011.

2. Analisis struktur dilakukan secara 3 dimensional.

3. Analisis gempa menggunakan analisis statik ekuivalen dengan memakai software ETABS 9.6.0.

4. Data tanah yang diasumsikan adalah data tanah Proyek Living World Pekanbaru di Jalan Tuanku Tambusai No.1A.

5. Penggambaran tulangan hanya dibuat untuk masing-masing elemen struktur.

6. Sistem struktur merupakan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB).

(20)

3 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk merencanakan struktur beton bertulang dan gambar detail elemen struktur gedung ruang belajar SMA 3 lantai di Provinsi Riau sesuai dengan peraturan-peraturan perencanaan struktur dan standarisasi bangunan yang berlaku.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat diharapkan sebagai berikut: 1. Memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman dalam

merencanakan struktur gedung dan membuat gambar detail elemen struktur gedung.

(21)

4 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kriteria Minimum Perencanaan Gedung Ruang Belajar SMA

Kriteria minimum bangunan dan ruang-ruang yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ruang belajar SMA 3 lantai di Provinsi Riau, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum meliputi :

a. Satuan Pendidikan

Satu SMA memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27 kelas.

b. Bangunan

1. Bangunan memenuhi persyaratan keselamatan berikut:

a. Memiliki konstruksi yang stabil dan kokoh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk menahan gempa dan kekuatan alam lainnya.

b. Dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir.

c. Bangunan menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman.

2. Bangunan memenuhi persyaratan kenyamanan berikut;

a. Bangunan mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan pembelajaran.

b. Setiap ruangan memiliki pengaturan penghawaan yang baik. c. Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu penerangan. 3. Bangunan bertingkat memenuhi persyaratan berikut;

a. Maksimum terdiri dari tiga lantai.

(22)

5 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

c. Ruangan

Kriteria minimum ruangan-ruangan dalam Pedoman Standarisasi Bangunan Dan Perabot Sekolah Menengah Atas tahun 2011 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum, meliputi :

1. Ruang Kelas

Ruang kelas berukuran 9 x 8 m2. Rasio minimum ruang kelas 2 m2/peserta didik. Dengan kapasitas maksimum untuk 32 peserta didik dan seorang guru. Fungsi dari ruang kelas ini adalah tempat berlangsungnya aktifitas belajar mengajar, dan lebih menekankan pada aktifitas belajar teori. Namun demikian aktifitas belajar praktek juga dimungkinkan dilakukan di ruang kelas.

2. Ruang Perpustakaan

Ukuran ruang minimal 12 x 8 m2, dengan fasilitas 15 tempat duduk dan 15 meja baca. Fungsi pokok perpustakaan adalah memberikan pelayanan dan informasi untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. 3. Ruang Serbaguna

4. Ruang Sirkulasi

a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah/madrasah dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman sekolah/madrasah.

b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan tinggi minimum 2,5 m.

(23)

6 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm.

e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.

f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.

g. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.

h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.

i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

5. KM/WC, R. Ganti dan Loker

a. Ukuran ruang optimal kubikal toilet minimal 1,5 x 1,35 m2.

b. Standar untuk guru meliputi 1 urinoir/1-15 guru pria, 1 WC/10 guru pria, dan 1 WC/5 guru wanita.

c. Standar untuk siswa meliputi 1 urinoir/20-30 siswa laki-laki, 1 WC/40 siswa laki-laki (1 kelas), dan 1 WC/25 siswa perempuan (0,5 kelas)

Persyaratan toilet:

1. Massa bangunan hendaknya tipis untuk memudahkan ventilasi silang sehingga tidak lembab/bau.

2. Kondisi dalam ruang terang, bahkan sangat baik bila memakai atap transparan (fiberglass).

3. Toilet terhubung dengan bangunan lain dengan selasar. 4. Toilet harus berbatasan dengan udara luar untuk kemudahan

ventilasi.

(24)

7 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

2.2. Pembebanan Struktur

Struktur adalah bagian-bagian yang membentuk bangunan seperti pondasi, kolom, balok, kuda-kuda, dan atap. Pada prinsipnya, elemen struktur berfungsi untuk mendukung keberadaan elemen nonstruktur yang meliputi elemen tampak, interior, dan detail arsitektur sehingga membentuk satu kesatuan. Setiap bagian struktur bangunan tersebut juga mempunyai fungsi dan peranannya masing-masing.

Kegunaan lain dari struktur bangunan yaitu meneruskan beban bangunan dari bagian bangunan atas menuju bagian bangunan bawah, lalu menyebarkannya ke tanah. Perancangan struktur harus memastikan bahwa bagian-bagian sistem struktur ini sanggup menanggung gaya gravitasi, gaya gempa dan beban bangunan, kemudian menyokong dan menyalurkannya ke tanah dengan aman.

Terdapat tiga bagian dari struktur bangunan antara lain :

1. Struktur bawah (substruktur) adalah bagian-bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah. Struktur bawah ini meliputi pondasi dan sloof.

2. Struktur tengah merupakan bagian-bagian bangunan yang terletak di atas permukaan tanah dan di bawah atap, serta layak ditinggali oleh manusia. Yang dimaksud struktur tengah di antaranya dinding, kolom, dan ring.

3. Struktur atas (superstruktur) yaitu bagian-bagian bangunan yang terbentuk memanjang ke atas untuk menopang atap. Struktur atas bangunan antara lain rangka dan kuda-kuda.

a. Beban Mati

Beban mati yang digunakan dalam perencanaan Tugas Akhir ini sesuai SNI 03-1727-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung Bahan Bangunan

Baja 7.850 kg/m3

(25)

8 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Pasir (kering udara sampai lembap) 1.600 kg/m3

Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m3

Komponen Gedung Adukan, per cm tebal :

- dari semen 21 kg/m2

Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm 14 kg/m2 Dinding Pas. Bata merah :

- setengah batu 250 kg/m2

- kaca, dengan tebal 3 – 4 mm 10 kg/m2

Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton 24 kg/m2 tanpa adukan, per cm tebal

Sumber : SNI 03-1727-1989 bagian 10 b. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang tidak tetap jumlah dan letaknya dalam struktur. Beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Besarnya beban hidup terbagi merata ekuivalen yang harus diperhitungkan pada struktur bangunan gedung, pada umumnya dapat ditentukan berdasarkan standar yang berlaku. Beban hidup untuk bangunan gedung adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Beban Hidup Pada Lantai Gedung a. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran,hotel,

asrama dan rumah sakit. 250 kg/m2

b. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam a. 300 kg/m2 c. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam a. 250 kg/m2 d. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan

terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan

minimum 300 kg/m2

Sumber : SNI 03-1727-1989 bagian 10

(26)

9 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Begitu juga dengan reduksi beban hidup pada perencanaan balok induk dan portal dengan beban horisontal/gempa dan angin dapat dikalikan dengan faktor reduksi.

Tabel 2.3. Koefisien Reduksi Beban Hidup Penggunaan Gedung

Koefisien Reduksi Beban Hidup Peninjauan

Beban Gravitasi

Peninjauan Beban Gempa PERUMAHAN HUNIAN

Rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit 0,75 0,3 PENDIDIKAN

Sekolah, ruang kuliah 0,9 0,5

Sumber : SNI 03-1727-1989 bagian 10 e. Beban Gempa

Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung dari beberapa faktor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan. Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung dari besarnya massa dari struktur.

Beban gempa yang diperhitungkan pada perencanaan struktur, pada umumnya adalah gaya-gaya inersia pada arah horisontal saja. Pengaruh dari gaya-gaya inersia pada arah vertikal biasanya diabaikan, karena struktur sudah dirancang untuk menerima pembebanan vertikal statik akibat pembebanan gravitasi, yang merupakan kombinasi antara beban mati dan beban hidup. Kebiasaan di dalam mengabaikan pengaruh gaya-gaya inersia pada arah vertikal akibat pengaruh beban gempa pada prosedur perencanaan struktur, akhir-akhir ini sedang ditinjau kembali.

(27)

10 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

di setiap tingkat, besarnya gaya gempa pada suatu tingkat tergantung juga pada ketinggian tingkat tersebut dari permukaan tanah. Berdasarkan pedoman yang berlaku di Indonesia yaitu Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002), besarnya beban gempa horisontal V yang bekerja pada struktur bangunan, dinyatakan sebagai berikut :

V = Wt R

.I C

(2.1)

C : Koefisien gempa, yang besarnya tergantung wilayah gempa dan waktu getar struktur.

I : Faktor keutamaan struktur R : Faktor reduksi gempa

Wt : Kombinasi dari beban mati dan beban hidup yang direduksi

Waktu yang diperlukan getaran untuk melakukan satu siklus bolak-balik lengkap disebut waktu getar alami (T), sedangkan frekuensi getaran (f) didefinisikan sebagai banyaknya siklus yang terjadi untuk satu satuan waktu. Hubungan antara waktu getar dan frekuensi getar dinyatakan dalam bentuk persamaan :

f = (2.2)

(28)

11 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Selain tergantung pada massa dan kekakuan kolom, panjang atau pendeknya waktu getar dipengaruhi juga oleh mekanisme redaman pada struktur dalam hal menyerap energi getaran. Mekanisme redaman pada struktur dapat juga terjadi, misalnya dengan adanya retakan dari elemen-elemen struktur.

Jika pondasi atau dasar dari struktur tiba-tiba bertranslasi kearah horisontal, maka masa dari struktur mula-mula akan bereaksi menahan translasi tersebut karena adanya kecenderungan inersia. Dengan demikian struktur akan bergetar. Apabila pondasi dari struktur bergerak bolak-balik terus-menerus ke arah horisontal seperti pada saat terjadi gempa, maka struktur akan terus bergetar selama gerakan tanah terjadi. Getaran yang terjadi pada struktur akan dipengaruhi oleh gerakan tanah yang tidak bergetar secara bebas. Jika frekuensi gerakan tanah akibat gempa sangat berbeda dengan frekuensi getaran bebas dari struktur, maka tidak akan terjadi resonansi. Sebaliknya, jika frekuensi gerakan tanah cukup dekat dengan frekuensi getaran bebas struktur, dapat terjadi efek resonansi yang dapat mengakibatkan bertambah besarnya amplitudo getaran dari struktur.

2.3 Kombinasi Pembebanan Pada Struktur Portal

Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung – SNI 03-2847-2002, menetapkan bahwa kombinasi pembebanan yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunan gedung adalah kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara yang diperhitungkan bekerja pada struktur.

Momen lentur (Mu), momen torsi atau puntir (Tu), gaya geser (Vu), dan gaya normal (Pu) yang terjadi pada elemen-elemen struktur akibat kedua kombinasi pembebanan yang ditinjau, dipilih yang paling besar harganya, untuk selanjutnya digunakan pada proses desain.

(29)

12 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

dibandingkan dengan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik, oleh karena itu pengaruh ini perlu ditinjau di dalam perhitungan.

2.4 Sistem Struktur Bangunan Gedung

a. Rangka Penahan Momen

Sistem struktur yang berbentuk rangka penahan momen merupakan sistem struktur yang paling banyak digunakan. Pada struktur portal beton bertulang, sistem rangka penahan momen dapat berbentuk struktur portal yang dicor di tempat atau struktur portal yang disusun oleh elemen-elemen pracetak. Sistem struktur portal beton yang dicor ditempat, dapat berbentuk sistem portal yang tersusun oleh elemen balok (beam) dan elemen kolom (column), sistem portal yang tersusun oleh elemen pelat (flat slab) dan elemen kolom, dan sistem portal yang tersusun oleh elemen pelat dan dinding pemikul beban (load bearing wall). Pada struktur portal yang dicor ditempat, tidak diperlukan adanya sambungan khusus dari elemen-elemen struktur. Sambungan elemen pada umumnya bersifat kaku dan monolit.

b. Rangka Dengan Diafragma Vertikal

Jika kekuatan dan kekakuan dari suatu struktur portal tidak mencukupi untuk mendukung beban-beban yang diperkirakan akan bekerja, khususnya beban-beban horisontal akibat gempa, maka perlu dipasang dinding-dinding untuk memikul beban dan/atau rangka pengaku (bracing). Bracing pada umumnya digunakan pada struktur portal baja, tetapi jarang dipasang pada struktur portal beton karena kesulitan di dalam pemasangannya. Dinding geser (shear wall) dan rangka pengaku berguna untuk melindungi elemen-elemen nonstruktural dari keruntuhan akibat berkurangnya kekakuan tingkat.

(30)

13 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

kolom-kolom dari struktur (shear wall with columns). Gambar 2.1d menunjukkan suatu sistem struktural portal, dimana diantara balok dan kolom struktur dipasang dnding untuk menahan beban (infilled shear walls). Sedangkan Gambar 2.1e menunjukkan sistem rangka struktural

dengan rangka pengaku (braced frame).

.

Gambar 2.1 Sistem Struktur Bangunan Gedung : (a) Moment Resisting Frame, (b) Shear wall (c) Shear Wall With Column, (d) Infilled Shear Wall, (e) Braced

Frame

Sumber : Andre, 2008

2.5 Analisa Statik Ekuivalen

Analisis statik ekuivalen merupakan salah satu metode menganalisis struktur gedung terhadap pembebanan gempa dengan menggunakan beban gempa nominal statik ekuivalen. Menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI – 1726 – 2002), analisis statik ekuivalen cukup dapat dilakukan pada gedung yang memiliki struktur beraturan. Ketentuan-ketentuan mengenai struktur gedung beraturan disebutkan dalam Pasal 4.2.1 dari SNI – 1726 – 2002.

(31)

14 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

dinamik ragam-ragam lainnya dianggap dapat diabaikan. Kemudian, berhubung struktur gedung tidak terlalu tinggi yaitu kurang dari 10 tingkat atau 40 m, maka bentuk ragam fundamental dapat dianggap mengikuti garis lurus. Dengan dua anggapan penyederhanaan ini, respons dinamik dari struktur bangunan gedung beraturan dapat ditampilkan seolah-olah sebagai akibat dari suatu beban gempa statik ekuivalen. Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa secara statik, pada prinsipnya adalah menggantikan beban-beban horisontal yang bekerja pada struktur bangunan akibat pengaruh dinamik pergerakan tanah yang diakibatkan gempa, dengan beban-beban statik yang ekuivalen (Iswandi & Fajar, 2010).

Besarnya beban gempa nominal statik ekuivalen yang digunakan untuk perencanaan struktur ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya gempa rencana, oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur, dan oleh nilai faktor tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur. Berdasarkan pedoman gempa yang berlaku di Indonesia yaitu Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002), besarnya beban gempa nominal (V) yang bekerja pada struktur bangunan, ditentukan menurut persamaan :

V = Wt R

.I C

(2.3) Dimana, I adalah faktor keutamaan struktur, C adalah nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon spektrum gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental struktur T, dan Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban mati

ditambah beban hidup yang direduksi. R adalah faktor reduksi gempa yang besarnya tergantung dari besarnya tingkat daktilitas struktur. Untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh harga R=1,6 (Iswandi & Fajar, 2010).

(32)

15 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Waktu getar alami fundamental dari struktur bangunan gedung ditentukan dengan rumus-rumus empirik atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi.

2.6 Pembagian Beban Gempa Pada Struktur

Beban gempa nominal statik ekuivalen (V) akibat gempa harus di distribusikan di sepanjang tinggi tingkat gedung menjadi beban-beban horizontal terpusat (Fi), yang bekerja pada masing-masing lantai tingkat, dengan rumus :

Fi = V

h W

h Wi

n

1 i

i i

i

(2.4)

Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, hi

adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, dan sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas (SNI 1726-2002 Pasal. 6.1.3)

Taraf penjepitan lateral adalah taraf dimana gerakan tanah akibat gempa dipindahkan dari tanah kepada struktur atas bangunan melalui struktur bawahnya. Dalam analisis, struktur atas dapat dianggap terjepit pada taraf penjepitan lateral. Jika terdapat basement, taraf penjepitan lateral dapat dianggap terjadi pada taraf lantai dasar. Jika tidak ada basement, taraf penjepitan lateral dapat dianggap terjadi pada bidang telapak pondasi langsung atau pondasi rakit, dan pada bidang atas pile cap pondasi tiang.

2.7 Limit States (Keadaan Batas) dan Filosofi Desain

Limit state merupakan keadaan dimana struktur atau elemen struktur sudah

tidak dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan pada awalnya. Keadaan batas untuk struktur beton bertulang terdiri dari keadaan batas/ultimate, keadaan batas layan/serviceability, dan keadaan batas khusus/special.

(33)

16 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

keruntuhan setempat akibat pembebanan yang berlebih dapat menyebabkan keruntuhan pada sekitarnya dan keruntuhan secara keseluruhan pada akhirnya.

Ciri-ciri keadaan batas layan/serviceability meliputi ; terganggunya fungsi struktur, tetapi tidak sampai terjadi keruntuhan. Lebih dapat ditoleransi dibandingkan keadaan batas ultimate. Kemudian defleksi yang berlebihan pada tahap layan dapat menyebabkan gangguan pandangan visual, kerusakan elemen nonstruktural, perubahan distribusi gaya, genangan air pada atap, dan runtuhnya atap.

Keadaan batas khusus merupakan kerusakan atau kegagalan yang disebabkan kondisi atau pembebanan yang tidak normal seperti gempa bumi yang kuat, tsunami, kebakaran, ledakan, tertabrak kendaraan, lingkungan yang agresif, dan kondisi yang tidak stabil dalam jangka panjang secara fisik maupun kimiawi.

Dua filosofi desain yang dikenal yaitu metode beban kerja (working stress method) yang fokus pada kondisi beban layan, dan metode kuat ultimate (strength

design method) yang fokus pada pembebanan yang lebih besar daripada beban

layan; dimana keruntuhan mungkin terjadi.

Tugas Akhir ini menggunakan metode kuat ultimate, kuat rencana diperoleh dari perhitungan sesuai dengan persyaratan yang dicantumkan pada peraturan bangunan yang berlaku (SNI/ACI) dan kuat perlu diperoleh dari analisis struktur dengan menggunakan beban terfaktor/ultimate.

Menurut SNI 03-2847-2002, ada beberapa istilah yang menyatakan kekuatan suatu penampang. Kuat nominal (Rn) adalah kekuatan suatu komponen

struktur yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi. Sedangkan kuat rencana merupakan kekuatan suatu komponen struktur yang diperoleh dari hasil perkalian antara kuat nominal Rn dan faktor reduksi kekuatan ϕ. Demikian juga dengan kuat

perlu (Ru) diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur yang diperlukan

untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu kombinasi beban.

Kuat rencana Rr merupakan kekuatan gaya dalam (berada di dalam

(34)

17 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

yang bekerja pada struktur, maka kuat rencana Rr harus kuat perlu Ru dengan

Rr = ϕ Rn (2.5)

2.8 Kolom

Kolom dapat didefinisikan sebagai struktur yang menahan beban dari pelat dan balok, berupa beban aksial tekan serta momen lentur. Fungsi kolom adalah sebagai penerima dan penyalur beban dari balok dan pelat lantai bagian atas bangunan ke struktur bangunan bagian bawah yaitu pondasi dan selanjutnya beban tersebut diteruskan ketanah dasar pondasi. (Asroni, 2010b)

2.8.1 Ketentuan Perencanaan

Beberapa ketentuan yang penting untuk diperhatikan dalam perencanaan kolom meliputi hal-hal berikut: (Asroni, 2010b)

a. Luas Tulangan Total (Ast)

Menurut Pasal 12.9.1 SNI 03-2847-2002 luas total (Ast) tulangan

longitudinal kolom harus memenuhi syarat sebagai berikut:

0,01A.g ≤ Ast ≤ 0,08A.g (2.6)

dengan:

Ast = luas total tulangan memanjang, mm2

Ag = luas bruto penampang kolom, mm2

b. Persyaratan diameter tulangan lateral (SNI 9.10.5.1)

Diameter tulangan lateral mm untuk diameter tulangan longitudinal 32 mm. Sedangkan diameter tulangan lateral mm untuk diameter tulangan longitudinal 36 mm atau tulangan longitudinal yang dibundel.

c. Kolom dengan beban aksial tekan

(35)

18 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

menahan momen lentur saja). Jika diambil nilai .Pn kecil P, maka Puφ diambil nilai terkecil dari nilai 0,10.fc.Ag atau ϕ.Pn.

d. Penempatan tulangan kolom

Sb = lapis lindung beton (pasal 9.7.1)

= 50mm, jika berhubungan tanah atau cuaca dan D≥19mm

= 40mm, jika tidak berhubungan dgn tanah atau cuaca D< 19mm Sn = jarak bersih antar tulangan ≥1,5D dan atau ≥40 mm (2.7)

ds1 = jarak decking pertama

= b+ ϕ begel + D/2 (2.8)

ds2 = Sn + D (2.9)

e. Jarak tulangan longitudinal dalam satu baris

Jumlah tulangan longitudinal maksimal perbaris dirumuskan sebagai berikut:

m (2.10)

dengan:

m = jumlah tulangan longitudinal perbaris b = lebar penampang kolom, mm

ds1 =Jarak decking pertama

D = Diameter tulangan longitudinal, mm.

2.8.2 Diagram Interaksi Kolom

Diagram interaksi adalah diagram yang menunjukkan hubungan momen lentur dan gaya aksial tekan yang dapat dipikul elemen tekan pada kondisi batas. Perilaku kolom terhadap kombinasi gaya lentur dan gaya aksial tekan pada momen merupakan perkalian beban aksial dengan eksentrisitas (SNI 03-2847-2002).

(36)

19 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Gambar 2.2 Diagram Interaksi Beban Aksial dan Momen

Software PcaColumn digunakan untuk pradesain pada kolom, dan pengecekkan kolom untuk mengetahui kemampuan kolom tersebut dalam menerima beban yang bekerja. Adapun interaksi diagram antara P dan M dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengecekan Interaksi pada Kolom

2.9 Balok

Balok merupakan komponen struktur yang berfungsi untuk meratakan beban pelat atau dinding dan sebagai pengikat antar kolom. Seluruh beban yang diterima balok akan dilimpahkan ke kolom dan selanjutnya ke pondasi bangunan. Balok mendukung beban-beban yang bekerja tegak lurus (melintang) terhadap

Dimensi Kolom

yang di

(37)

20 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

sumbu longitudinal batang, dimana beban-beban tersebut biasanya arah kebawah (SNI 03-2847-2002).

Balok yang memakai bahan beton mempunyai tinggi ± 1/10 sampai dengan 1/12 panjang bentang, dan mempunyai lebar ½ sampai dengan 2/3 dari tinggi balok.

Menurut SNI Beton 2002, sistem perencanaan beton bertulang dibatasi dengan 2 kondisi berikut :

1. Pasal 12.5 SNI 03-2847-2002 mensyaratkan

As As min dan (2.11)

dengan = dan As min = atau As min = (dipilih yang

besar). (2.12)

2. Pasal 12.3.3 SNI 03-2847-2002 mensyaratkan

As As maks dan (2.13)

dengan As maks = 0,75 As,b (2.14)

dimana rasio tulangan maksimal (2.15)

dan rasio tulangan minimal ;

a. Untuk mutu beton fc’ 31,36 MPa,

(2.16) b. Untuk mutu beton fc’ 31,36 MPa,

(2.17)

2.9.1 Balok Persegi Panjang dengan Tulangan Ganda

Balok beton bertulangan rangkap adalah balok beton yang diberi tulangan pada penampang beton daerah tarik dan tekan. Tambahan tulangan longitudinal tekan ini berfungsi menambah kekuatan balok menerima beban lentur dan memperkuat kedudukan begel balok. Pada praktik lapangan, hampir semua balok selalu dipasang tulangan rangkap.

(38)

21 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

tarik dan tulangan tekan masing-masing 2 batang dan diletakkan pada 4 sudut penampang balok. Sedangkan balok yang menahan momen lentur yang besar tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan tekan. Pada portal bangunan gedung, balok yang menahan momen lentur yang besar terletak di daerah lapangan dan ujung balok.

a. Nilai a untuk baja tulangan

Gambar 2.4 Distribusi Regangan pada Penampang Balok dengan Tulangan Tarik dan Tulangan Tekan Lebih dari 1 Baris

Sumber : Asroni, 2010a 1. Nilai a pada batas tulangan tarik leleh

amaks leleh = (2.18)

dengan dd adalah jarak tepi serat tekan ke tulangan tarik pada baris

paling dalam. Untuk tulangan tarik yang tidak lebih dari 2 baris, praktis diambil dd = d

2. Nilai a pada batas tulangan tekan leleh

amin leleh = (2.19)

dengan dd’ adalah jarak tepi serat tekan ke tulangan tekan pada

baris paling dalam. Untuk perhitungan praktis, biasanya dipakai dd’

(39)

22 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Pada prinsip perencanaan beton bertulang, semua tulangan tarik diperhitungkan sudah leleh. Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan adalah:

1. Jika nilai a amaks leleh, berarti semua tulangan tarik sudah leleh.

2. Jika nilai a amaks leleh, berarti tulangan tarik pada baris paling

dalam belum leleh.

Pada perencanaan balok beton bertulang tidak mengharuskan bahwa semua tulangan tekan leleh. Jadi jika terjadi tulangan tekan belum leleh tetap diperbolehkan, meskipun hal ini mengurangi kekuatan balok dalam mendukung beban yang bekerja. Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan adalah :

1. Jika nilai a amin leleh, berarti semua tulangan tekan sudah

leleh, sehingga nilai tegangan tekan tulangan sama dengan tegangan lelehnya. (fs’=fy).

2. Jika nilai a amin leleh,berarti tulangan tekan pada baris paling

dalam belum leleh, sehingga nilai tegangan tekan tulangan masih lebih kecil daripada tegangan lelehnya (fs’ fy).

b. Skema hitungan beton bertulangan rangkap

(40)

23 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Gambar 2.5 Skema Hitungan Tulangan Longitudinal Balok Tulangan Rangkap Sumber : Asroni, 2010a

2.9.2 Tulangan Geser Balok

(41)

24 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Gambar 2.6 Jenis retakan pada balok Sumber : Asroni, 2010a

Retak vertikal terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban lentur, yang biasanya terjadi di daerah lapangan (tengah bentang). Retak miring terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban geser, biasanya terjadi di daerah ujung (dekat tumpuan) balok. Untuk mengatasi retak miring akibat gaya geser, maka pada lokasi daerah ujung (dekat tumpuan) balok diperlukan tulangan geser. (Asroni, 2010a)

Menurut Pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002, perencanaan penampang yang menahan gaya geser harus didasarkan pada kuat geser nominal (Vn) yang ditahan

oleh kuat nominal yang disumbangkan oleh beton (Vc) dan kuat nominal yang

disumbangkan oleh tulangan geser (Vs). Jenis begel yang biasa dipakai dibedakan

berdasarkan jumlah kakinya, yaitu: begel 2 kaki, begel 3 kaki, dan begel 4 kaki. a. Perencanaan Tulangan Geser / Begel Balok

Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan tulangan geser/begel balok yang tercantum dalam pasal-pasal SNI 03-2847-2002, yaitu sebagai berikut:

1. Gaya geser rencana, gaya geser nominal, gaya geser yang ditahan oleh beton dan begel dirumuskan dalam Pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002 yakni,

Vr = .Vn dan Vr Vu (2.20)

Vn = Vc+Vs (2.21)

dengan :

Vr = gaya geser rencana.

Vn = kuat geser nominal.

Vc = gaya geser yang ditahan oleh beton.

(42)

25 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

 = faktor reduksi geser = 0,75

2. Pasal 13.3.1, gaya geser yang ditahan oleh beton (Vc) dihitung dengan

rumus:

Vc = 1/6. .b.d (2.22)

3. Pasal 13.5.6.1, gaya geser yang ditahan oleh begel (Vs) dihitung dengan

rumus:

Vs=(Vu - .Vc)/  (2.23)

4. Pasal 13.5.6.6, Vs harus 2/3 .b.d (2.24)

Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka ukuran balok diperbesar. 5. Luas tulangan geser per meter panjang balok yang diperlukan (Av,u)

dihitung dengan memilih nilai terbesar dari rumus berikut :

Av,u = (2.25)

Av,u = (2.26)

Av,u = (2.27)

dengan S= panjang balok 1000 mm.

6. Pasal 13.5.4 SNI 03-2847-2002, spasi begel (s) dihitung dengan rumus : a. s = dengan S = panjang balok 1000 mm (2.28) b. Untuk Vs < 1/3. .b.d, maka s d/2 dan s 600 mm (2.29)

c. Untuk Vs 1/3. .b.d, maka s d/4 dan s 300 m (2.30)

dengan :

n = jumlah kaki begel (2,3, atau 4 kaki). dp = diameter begel dari tulangan polos, mm.

(43)

26 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

(44)

27 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

2.10 Pelat

Pelat atau slab adalah elemen bidang tipis yang menahan beban transversal melalui aksi lentur ke masing masing tumpuan. Sistem pelat yang digunakan dalam Tugas Akhir ini yakni sistem pelat dan balok atau beam slab.

Sistem ini terdiri atas slab menerus yang ditumpu balok-balok monolit. Tebal pelat tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan struktur yang mencakup aspek keamanan terhadap kebakaran. Sistem ini umum dipakai dan ketinggian balok sering dibatasi keperluan ketinggian plafond (SNI 03-2847-2002).

2.10.1 Pelat Satu Arah (One Way Slab)

Sistem lantai yang memiliki perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek > 2. Dalam desain atau analisis satu satuan lajur pelat yang membentang diantara 2 tumpuan dapat dianggap sebagai suatu balok dengan lebar satu satuan dengan tinggi h sesuai dengan tebal pelat. Tulangan utama yang terpasang pada OWS membentang dalam arah kedua tumpuan ujungnya, sedangkan yang tegak lurus terhadap tulangan utama tersebut lebih diperuntukkan untuk tulangan susut dan temperatur beton (SNI Beton 1726-2002).

Tabel 2.4 Tebal Minimum Pelat OWS Berdasarkan Peletakan

(45)

28 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

2.10.2 Pelat Dua Arah (Two Way Slab)

Sistem lantai yang memiliki perbandingan bentang panjang dengan bentang pendek ≤ 2 dikategorikan sebagai pelat dua arah. Penempatan tulangan sesuai dengan sifat beban dan kondisi tumpuannya, dengan ketentuan luas tulangan pada masing-masing arah harus dihitung berdasarkan nilai momen pada penampang kritis, tetapi luas tulangan minimum untuk menahan susut dan suhu harus tetap terpenuhi.

2.10.3 Ketentuan Perencanaan Pelat

Pada perencanaan pelat beton bertulang, perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:

a. Panjang bentang (λ) (Pasal 10.7 SNI 03-2847-2002): 1. Pelat yang tidak menyatu dengan struktur pendukung:

λ= λn=h dan λ ≤ λas-as (2.31)

2. Pelat

yang menyatu dengan struktur pendukung:

λn≤ 3,0 m, maka λ = λn (2.32)

λ > 3,0 m, maka λ = λn+ 2x50 mm (2.33)

b. Tebal minimal pelat (h) (Pasal 11.5 SNI 03-2847-2002) :

1. Untuk pelat satu arah (Pasal 11.5 SNI 03-2847-2002), tebal minimal pelat dapat dilihat pada Tabel 2.4.

2. Untuk pelat dua arah, tebal minimal pelat bergantung pada m =

rata- rata, adalah rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat dengan rumus sebagai berikut :

(2.34) c. Tebal selimut beton minimal (Pasal 9.7.1 SNI 03-2847-2002):

Batang tulangan D 36, tebal selimut beton 20 mm (2.35) Batang tulangan D44-D56, tebal selimut beton 40 mm (2.36) d. Jarak bersih antar tulangan s (Pasal 9.6.1 SNI 03-2847-2002):

(46)

29 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

Pasal 5.3.2.3 : s ≥ 4/3 x diameter agregat, atau s ≥ 40 mm (2.38) e. Jarak maksimal tulangan (as ke as):

Tulangan pokok: Pelat 1 arah :

s ≤ 3.h dan s≤ 450 mm (2.39) Pelat 2 arah :

s ≤ 2.h dan s≤ 450 mm (2.40) Tulangan bagi (Pasal 9.12.2.2):

s≤ 5.h dan s≤ 450 mm (2.41) f. Luas tulangan minimal pelat :

Tulangan Pokok (Pasal 12.5.1 SNI 03-2487-2002) :

fc’ ≤ 31,36 MPa, Ast≥ 1,4/fy. b.d (2.42)

fc’ > 31,36 MPa, Ast≥ √fc’/4.fy .b.d (2.43)

Tulangan bagi (Pasal 9.12.2.1) :

Untuk (2.44)

Untuk (2.45)

Untuk (2.46)

Tetapi 0,0014.b.h (2.47)

(47)

30 PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU RANI YOULANDA SIHOMBING

(48)

31

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR

SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Studi Pustaka

Dengan mempelajari dan mengidentifikasi bahan bacaan yang diperlukan yaitu buku handbook, e-book, dan hasil penelitian yang tersedia di perpustakaan maupun di website.

3.2 Pengumpulan Data

Mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penelitian yaitu data hasil uji tanah proyek Living World Pekanbaru, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 tahun 2007, Pedoman Standarisasi Bangunan dan Perabot SMA Tahun 2011, SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung, SNI 03-1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, dan SNI 1727-1989 Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.

3.3 Tahapan Penelitian

Sedangkan tahapan yang dilakukan penulis dalam pembuatan Tugas Akhir ini meliputi :

a. Studi Pustaka b. Pengumpulan Data

c. Pra Desain dan Pemodelan Struktur

(49)

32

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR

SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

d. Analisis Struktur

Analisa struktur dilakukan untuk memperoleh momen perlu, gaya aksial dan lainnya dengan bantuan program ETABS v9.6.0, SAP2000 v2016, SAFE v8, Pca Column v3.63, Microsoft Excel 2010, dan disesuaikan dengan kriteria standar-standar yang telah dikumpulkan.

e. Desain Elemen-Elemen Struktur

Desain tulangan balok, kolom, pelat, dan tangga. Desain dilakukan dengan bantuan software Mathcad v14.0, dan disesuaikan dengan kriteria aturan-aturan dalam SNI 03-2847-2002.

f. Gambar Desain

Penggambaran potongan penampang masing-masing elemen balok, pelat, kolom, dan tangga dilakukan dengan bantuan program AUTOCAD 2014.

Flowchart tahapan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Pra Desain dan Pemodelan Struktur a. Balok

b. Pelat c. Kolom d. Tangga

Analisis Struktur Keseluruhan

(50)

33

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR

SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Gambar 3.1. Flowchart Tahapan Perencanaan Struktur Desain Elemen Struktur

a. Balok b. Pelat c. Kolom d. Tangga

A

Gambar Desain Elemen Struktur

(51)

34

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum

Analisis konstruksi gedung ini dilakukan dengan menggunakan permodelan struktur 3D dengan bantuan software ETABS v9.6.0 untuk portal gedung, SAP2000 untuk elemen tangga, Pca Col untuk elemen kolom, dan SAFE 8 untuk elemen pelat. Kolom dan balok dimodelkan sebagai elemen frame sedangkan pelat lantai dan tangga dimodelkan sebagai elemen shell. Dalam analisis terhadap beban gempa, struktur gedung dimodelkan sebagai struktur bangunan geser, dimana lantai-lantai dianggap sebagai diafragma kaku. Dengan model ini, massa-massa dari setiap bangunan dipusatkan pada titik berat lantai (model massa terpusat/lump mass model).

Hasil analisis struktur diperoleh berupa besarnya tegangan dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada elemen shell dan elemen frame yang akan digunakan untuk mendesain tulangan pelat lantai, tangga, balok dan kolom. Kemudian disesuaikan dengan ketentuan SNI 03-2847 2002 dan SNI 03-1726-2002.

4.2 Deskripsi Gedung Perencanaan

(52)

35

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Tabel 4.1 Ukuran dan Jumlah Ruangan Pada Gedung Perencanaan Nama Ruang Kegunaan Ukuran

(m x m) Jumlah

Ruang Kelas belajar 8 x 9 16

12 x 9 11

Ruang Serbaguna

belajar/

pertemuan 2x 8 x 9 1 Ruang

Perpustakaan

belajar/

diskusi 12 x 9 1

KM/WC

buang air/ ganti pakaian

2,5 x 4,5 12

Bangunan Gedung Ruang Belajar SMA 3 Lantai di Pekanbaru ini memiliki kriteria :

a. Ukuran denah : 66m x 20,5m.

b. Jumlah Lantai : 3 Lantai + 1 Lantai dasar c. Tinggi Bangunan

1. Lantai Dasar :  0,00 m. 2. Lantai 1 :  4,00 m. 3. Lantai 2 :  8,00 m. 4. Lantai 3 :  12,00 m. 5. Lantai 4 :  14,50 m.

Gambar arsitektural meliputi gambar denah bangunan dan gambar tampak bangunan dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.3 Deskripsi Struktur

Sistematika struktur atas dari Gedung Ruang Belajar 3 Lantai di Pekanbaru ini berupa Sistem Rangka Pemikul Momen / Moment Frame dan termasuk struktur gedung yang beraturan.

a. Struktur Pemikul Beban Gravitasi

(53)

36

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

b. Struktur Pemikul Beban Lateral

Struktur utama pemikul gaya lateral adalah sistem struktur balok kolom yang berperilaku elastik ketika menerima beban gempa yang direncanakan. Sistem ini merupakan sistem Ordinary Moment Frame (OMF) dalam SNI gempa 1726-2002.

Gambar 4.1. Potongan Portal Gedung Typical Ordinary Moment Frame (OMF)

Gambar 4.2. Pemodelan Stuktur Gedung Ruang Belajar 3 Lantai Frame Extrude

4.4 Kriteria Desain

Untuk perhitungan struktur digunakan kriteria desain untuk material beton bertulang dengan parameter-parameter perencanaan sebagai berikut :

a. Berat jenis beton bertulang : 24 kN/m3

c. Mutu beton : K-300 (fc’= 25 MPa) untuk kolom, balok, pelat dan tangga.

d. Modulus elastisitas beton (Ec) : 4700. = 23500 MPa

e. Tegangan leleh baja tulangan : D ≤12 mm : fy = 240 MPa (BJTP)

D ≥13 mm : fy = 400 MPa (BJTD)

(54)

37

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

4.5 Analisis Struktur

Kombinasi pembebanan yang dianalisis adalah kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 11 (kondisi ultimate limit state/ULS). Kondisi Ultimate Limit State (ULS) :

a. 1,4DL

b. 1,2DL + 1,6LL

c. 1,2DL + LL + EQX + 0,3EQY d. 1,2DL + LL + EQX – 0,3EQY e. 1,2DL + LL –EQX + 0,3EQY f. 1,2DL + LL –EQX – 0,3EQY g. 1,2DL + LL + EQY + 0,3EQX h. 1,2DL + LL + EQY – 0,3EQX i. 1,2DL + LL –EQY + 0,3EQX j. 1,2DL + LL – EQY – 0,3EQX k. 1,2DL + EQX + 0,3EQY l. 1,2DL + EQX – 0,3EQY m.1,2DL –EQX + 0,3EQY n. 1,2DL –EQX – 0,3EQY o. 1,2DL + EQY + 0,3EQX p. 1,2DL + EQY – 0,3EQX q. 1,2DL – EQY + 0,3EQX r. 1,2DL – EQY – 0,3EQX

Kondisi Service Limite State (SLS) : a. 1,4DL < R

b. DL + 1,6LL < R

(55)

38

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

i. DL + LL – EQY + 0,3EQX < 1,5R j. DL + 1LL – EQY – 0,3EQX < 1,5R k. DL + EQX + 0,3EQY < 1,5R l. DL + EQX – 0,3EQY < 1,5R m.DL – EQX + 0,3EQY < 1,5R n. DL – EQX – 0,3EQY < 1,5R o. DL + EQY + 0,3EQX < 1,5R p. DL + EQY – 0,3EQX < 1,5R q. DL – EQY + 0,3EQX < 1,5R r. DL – EQY – 0,3EQX < 1,5R

Dimana DL adalah beban mati, LL adalah beban hidup, QX adalah beban gempa x, dan QY adalah beban gempa y.

4.5.1 Pradesain Elemen Struktur

4.5.1.1 Balok

a. Pembebanan Balok 1. Beban Mati

Berat sendiri balok dihitung otomatis sebagai self weight oleh software Etabs. Beban mati selain berat sendiri balok juga meliputi beban mati tambahan, yaitu beban mati pelat yang ditransfer ke balok dengan metode amplop serta beban dinding pasangan bata setengah batu.

Beban mati pada pelat atap :

Mechanical / Electrical : 0,15 kN/m2 Aspal 1 cm+ Spesi 2 cm : 0,56 kN/m2

Ducting AC : 0,2 kN/m2

Langit langit + penggantung : 0,2 kN/m2

Total : 1,11 kN/m2

Beban mati pada pelat lantai :

(56)

39

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Ducting AC : 0,2 kN/m2

Langit langit + penggantung : 0,2 kN/m2

Total : 1,21 kN/m2

Beban mati pada balok :

a. Beban dinding pasangan bata setengah batu.

Tabel 4.2 Uraian Beban Dinding

Dinding Nama

b. Handrail besi pelat atap 0,15 kN/m

c. Skylight fiberglass/polycarbonate 0,1 kN/m Beban mati pada tangga dan bordes :

Keramik 1 cm + Spesi 2 cm : 0,66 kN/m2 2. Beban Hidup

Beban hidup pelat lantai sesuai dengan fungsi lantai berdasarkan SNI Pembebanan Untuk Bangunan Rumah dan Gedung 1727-1989 yaitu :

Beban-beban tersebut dan beban gempa dipikul oleh balok, melalui distribusi metode amplop dimana analisis pembebanan adalah pembebanan segitiga dan dan pembebanan trapesium.

(57)

40

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Gambar 4.3. Beban Trapesium

q tr =

b. Tipe II

Gambar 4.4. Beban Segitiga Menjadi Beban Merata q sgt = ½ q Lx

4.5.1.1.1 Pradesain Balok Anak

Berikut adalah perhitungan momen pradesain dan reaksi masing-masing tumpuan balok anak bentang 8 m.

Gambar 4.5 Denah Balok Anak dan Balok Induk yang ditinjau Kolom

Balok Induk Balok anak

B1 B2

B3 B4

B5 B6

(58)

41

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Gambar 4.6 Distribusi Beban Balok Anak dan Balok Induk yang ditinjau

Gambar 4.7 Tipe Beban dan Lebar Ekivalen Satu Balok Anak

Ly = 8 m

Lx = 4,5 m

Beban superdead = 1,21 kN/m2

Beban sendiri pelat = 24 kN/m3 x 0,13 m = 3,12 kN/m2

Beban mati = Beban superdead + Beban selfweight

= 4,33 kN/m2 Beban hidup = 2,5 kN/m2

qmati =

qmati = 8,715 kN/m

qhidup =

qhidup = 5,032 kN/m

qkombinasi = 1,2 qmati + 1,6 qhidup

= 18,5092 kN/m Momen pradesain = 1/10 x qkombinasi x L2

B1 B2

B3 B4

B5 B6

(59)

42

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

= 118.459 kNm. Reaksi tumpuan = qkombinasi x L/2

= 18,5092 x 8/2 = 74,0368 kN

Setelah momen didapatkan lalu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan dimensi pada balok anak sebagai berikut :

Panjang bentang balok : Lb  8m

Tebal pelat beton : tp  13cm

Asumsi tinggi balok : Lb

16  0.5 m

Dimensi balok asumsi :

b  300mm

h  550mm

Mu  118.459 kN m II. Estimasi Dimensi Balok

(60)

43

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

Rasio tulangan minimum :

min max

Rasio tulangan kondisi balance :

b

Rasio maksimum tulangan tunggal :

max 0.75b  0.02032 Asumsi tulangan tarik leleh : Asumsi rasio tulangan perlu :

as  0.6max 0.01219

bas fy

f'c

  0.19507

Koefisien Tahanan :

Rb  bf'c

10.59b

 4.31557 MPa

Asumsikan nilai b=0.5d maka :

dn

Maka diambil nilai dimensi balok eksak sebesar : bd  300mm

hd  550mm

(61)

44

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUANG BELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS 3 LANTAI DI PROVINSI RIAU OLEH RANI YOULANDA SIHOMBING

4.5.1.1.2 Pradesain Balok Induk

Berikut adalah perhitungan momen pradesain dan reaksi masing-masing tumpuan balok induk bentang 9 m.

Gambar 4.8 Distribusi beban Balok Anak dan Balok Induk yang ditinjau

Gambar 4.9 Tipe Beban dan Lebar Ekivalen Satu Balok Induk

Ly = 9 m

Lx = 4,5 m

Beban superdead = 1,21 kN/m2

Beban sendiri pelat = 24 kN/m3 x 0,13 m

= 3.12 kN/m2 Beban partisi = 0,5 kN/m2

Beban mati = qsuperdead + qsendiri pelat + qpartisi

= 4.83 kN/m2 Beban hidup = 2,5 kN/m2

qmati =

qmati = 10,87 kN/m

qhidup =

qhidup = 5,63 kN/m

qkombinasi = 1,2 qmati + 1,6 qhidup

B10 B11

B12 B13

B14 B15

Gambar

Gambar 4.20 : Diagram Interaksi Kolom Pca col a) Kolom 30x30 b) Kolom
Tabel 2.2. Beban Hidup Pada Lantai Gedung
Tabel 2.3. Koefisien Reduksi Beban Hidup
Gambar 2.1 Sistem Struktur Bangunan Gedung : (a) Moment Resisting Frame,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bermuatan edutainment selama pembelajarans secara daring di SMP-SMP Kec Kota Tambolaka, Sumba

pola busana merupakan mata pelajaran dasar untuk peserta didik agar dapat.. menjahit busana, Selain itu yang terpenting dalam mata pelajaran

Furthermore, Mc Guire (1980: 2) cited in Suryawinata, Z &amp; Hariyanto, S (2003: 15), points out that translation is rendering of a source language (SL) text into the target

Situs ini dapat memudahkan pelanggan listrik untuk membayar tagihan listrik tanpa harus menghabiskan banyak waktu kapan saja dan dimana saja

Hal tersebut menjadikan BPM lebih memilih untuk tidak melayani pasien sebagai peserta Program Jampersal atau melayani pasien peserta Program Jampersal tetapi

2) Algoritme Dijkstra dapat diimplementasikan/digunakan sebagai alternatif dalam penentuan jarak efisien suatu daerah kedaerah yang lain dalam hal ini adalah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi hormon NAA dan FAP terhadap keberhasilan pembentukan kalus, waktu pembentukan kalus,

Koordinasi kelembagaan-program pada termin 1: telah diupayakan koordinasi dengan Dirjen Aptika dan Diskominfo Provinsi Jawa Barat yang kedepannya hasil penelitian dapat memberikan