BAB 2 TEORI DASAR
2.1 Gempa Bumi
Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa. Energi yang dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran. Gelombang getaran yang sampai ke permukaan bumi disebut gempa bumi.
2.1.1 Penyebab Terjadinya Gempa
Banyak teori yang telah dikemukan mengenai penyebab terjadinya gempa bumi. Menurut pendapat para ahli, sebab-sebab terjadinya gempa adalah sebagai berikut:
1. Runtuhnya gua-gua besar yang berada di bawah permukaan tanah. Namun, kenyataannya keruntuhan yng menyebabkan terjadinya gempa bumi tidak pernah terjadi.
2. Tabrakan meteor pada permukaan bumi. Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi. Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika massa meteor cukup besar. Getaran ini disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi. Kejadian ini sangat jarang terjadi dan pengaruhnya juga tidak terlalu besar.
3. Letusan gunung berapi. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Gempa bumi jenis ini disebut gempa vulkanik dan jarang terjadi bila dibandingkan dengan gempa tektonik. Ketika gunung berapi meletus maka getaran dan goncangan letusannya bisa terasa sampai dengan sejauh 20 mil. Sejarah mencatat, di Indonesia pernah terjadi letusan gunung berapi yang sangat dahsyat pada tahun 1883 yaitu meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Jawa barat. Letusan ini menyebabkan goncangan dan bunyi yang terdengar sampai sejauh 5000 Km. Letusan tersebut juga menyebabkan adanya gelombang pasang “Tsunami” setinggi 36 meter dilautan dan letusan ini memakan korban jiwa sekitar 36.000 orang. Gempa ini merupakan gempa mikro sampai menengah, gempa ini umumnya berkekuatan kurang dari 4 skala Richter.
4. Kegiatan tektonik. Semua gempa bumi yang memiliki efek yang cukup besar berasal dari kegiatan tektonik. Gaya-gaya tektonik biasa disebabkan oleh proses pembentukan gunung, pembentukan patahan, gerakan-gerakan patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan bagian-bagian benua yang besar. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya berkekuatan lebih dari 5 skala Richter.
Dari berbagai teori yang telah dikemukan, maka teori lempeng tektonik inilah yang dianggap paling tepat. Teori ini menyatakan bahwa bumi diselimuti oleh beberapa lempeng kaku keras (lapisan litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak dari litosfer dan lempemg-lempeng tersebut terus bergerak dengan kecepatan 8 km per tahun sampai 12 km per tahun. Pergerakan lempengan-lempengan tektonik ini
menyebabkan terjadinya penimbunan energi secara perlahan-lahan. Gempa tektonik kemudian terjadi karena adanya pelepasan energi yang telah lama tertimbun tersebut. Daerah yang paling rawan gempa umumnya berada pada pertemuan lempeng-lempeng tersebut. Pertemuan dua buah lempeng-lempeng tektonik akan menyebabkan pergeseran relatif pada batas lempeng tersebut, yaitu:
1. Subduction, yaitu peristiwa dimana salah satu lempeng mengalah dan dipaksa turun ke bawah. Peristiwa inilah yang paling banyak menyebabkan gempa bumi.
2. Extrusion, yaitu penarikan satu lempeng terhadap lempeng yang lain.
3. Transcursion, yaitu terjadi gerakan vertikal satu lempeng terhadap yang lainnya.
4. Accretion, yaitu tabrakan lambat yang terjadi antara lempeng lautan dan lempeng benua.
2.1.2 Parameter Dasar Gempa Bumi
Beberapa parameter dasar gempa bumi yang perlu kita ketahui, yaitu:
1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di dalam bumi.
2. Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter pada permukaan bumi.
3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.
4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempa bumi.
5. Amplification factor, yaitu faktor pembesaran percepatan gempa yang terjadi pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu.
6. Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala Richter terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Kerusakan tersebut dapat dikatakan sebagai intensitas gempa bumi. Di Indonesia digunakan skala intensitas MMI (Modified Mercalli Intensity) versi tahun 1931. Perbandingan intensitas skala MMI dari nilai I hingga XII dapat dilihat pada tabel 1.
2.1.3 Kerusakan Akibat Gempa
Pada umumnya kerusakan akibat gempa dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. kehilangan jiwa atau cacat jasmani.
2. keruntuhan dan kerusakan dari lingkungan alam dan konstruksi.
Dari segi teknis dan finansial, kita hanya dapat mereduksi bahaya gempa ini untuk gempa-gempa besar. Pada dasarnya perencanaan struktur tahan gempa adalah untuk mengurangi korban jiwa, baik yang disebabkan oleh keruntuhan struktur atau kerusakan sekunder seperti reruntuhan bangunan atau kebakaran, dan untuk
mengurangi kerusakan dan kehilangan konstruksi. Namun, ada bangunan yang memerlukan ketahanan terhadap gempa yang lebih besar daripada jenis struktur lainnya atau tidak boleh rusak sama sekali. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai kepentingan sosial atau finansialnya.
Tabel 1. Skala intensitas gempa MMI Skala
MMI Deskripsi
I Getaran gempa tidak terasa, hanya dapat dideteksi oleh alat.
II Dapat dirasakan oleh beberapa orang. Benda-benda yang digantung dapat bergerak
III Dirasakan lebih keras. Kendaraan atau benda lain yang berhenti dapat bergerak
IV Dirasakan lebih keras baik didalam bangunan atau diluar. Jendela dan pintu mulai bergetar
V Dirasakan hampir oleh semua orang. Pigura di dinding mulai berjatuhan, jendela kaca pecah.
VI Dirasakan oleh semua orang. Orang mulai ketakutan. Kerusakan mulai nampak
VII Setiap orang mulai lari ke luar. Bisa dirasakan di dalam kendaraan yang bergerak
VIII Sudah membahayakan bagi setiap orang. Bangunan lunak mulai runtuh. IX Mulai dengan kepanikan. Sudah ada kerusakan yang berarti bagi semua
bangunan
X Kepanikan lebih hebat, hanya gedung-gedung kuat dapat bertahan. Terjadi longsor dan rekahan.
XI Hampir semua bangunan runtuh. Jembatan rusak. Retakan yang lebar di tanah.
2.1.4 Pengaruh Gempa terhadap Bangunan
Gempa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap bangunan sehingga harus diperhitungkan dengan benar dalam perencanaan struktur tahan gempa dengan tingkat keamanan yang dapat diterima.
Kekuatan dari gerakan tanah akibat gempa bumi pada beberapa tempat disebut intensitas gempa. Komponen-komponen dari gerakan tanah yang dicatat oleh alat pencatat gempa accelerograph untuk respons struktur adalah amplitudo, frekuensi, dan durasi. Selama terjadi gempa terdapat satu atau lebih puncak gerakan. Puncak ini merupakan efek maksimum dari gempa.
Selama terjadi gempa, bangunan mengalami perpindahan vertikal dan horizontal. Gaya gempa dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada struktur yang umumnya direncanakan terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, struktur jarang runtuh akibat gaya gempa vertikal. Sebaliknya gaya gempa horizontal bekerja pada titik-titik yang lemah pada struktur yang tidak cukup kuat dan akan menyebabkan keruntuhan. Oleh karena itu, perancangan struktur tahan gempa adalah meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya horizontal yang umumnya tidak cukup.
Gerakan permukaan bumi menimbulkan gaya inersia pada struktur bangunan karena adanya kecenderungn massa bangunan (struktur) untuk mempertahankan dirinya. Besarnya gaya inersia mendatar F tergantung dari massa bangunan m, percepatan permukaan a dan sifat struktur. Apabila bangunan dan pondasinya kaku, maka menurut hukum kedua Newton .
Dalam kenyataannya tidaklah demikian karena semua struktur tidaklah benar-benar sebagai massa yang kaku tetapi fleksibel. Suatu bangunan bertingkat banyak dapat
bergetar dengan berbagai bentuk karena gaya gempa yang dapat menyebabkan lantai pada berbagai tingkat mempunyai percepatan dalam arah yang berbeda-beda.