• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Gender Bidang Pendidikan

ØBAB V. Isu Gender Bidang Ekonomi, Ketenagakerjaan & UMKM

ØBAB VI Isu Gender Bidang Partisipasi Perempuan dalam Kebijakan Publik

ØBAB VII. Isu Gender Bidang Sosial

ØBAB VIII. Isu Gender Bidang Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

ØBAB IX. Isu dalam Implementasi Pengarusutamaan Gender di DIY

ØBAB X. Penutup

Penduduk adalah sumberdaya sekaligus penerima manfaat pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas menjadi modal dalam pembangunan, sebaliknya bila sumberdaya manusia tidak berkualitas maka akan menjadi beban pembangunan. Berdasarkan proyeksi BPS, Jumlah Penduduk DIY tahun 2017 sebanyak 3.762.167 jiwa dimana 50,54% nya adalah perempuan. Sementara data Dukcapil sedikit berbeda, dimana jumlah penduduk DIY tahun 2017 sebanyak 3.606.780 dengan persentase perempuan 50,22%. Artinya jumlah perempuan lebih banyak dibanding dengan penduduk laki-laki di semua kabupaten/kota kecuali kabupaten Sleman dimana Jumlah perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki. Komposisi ini cenderung tidak berubah sejak tahun 2014.

Data penduduk DIY menurut kelompok umur berdasarkan data BPS dan Dukcapil pada tahun 2017 adalah sebagai berikut:

Komposisi penduduk DIY dari dua sumber data tersebut memperlihatkan profil yang sama dimana jumlah laki laki lebih banyak disemua kategori umur, kecuali pada penduduk usia diatas 51 tahun. Komposisi penduduk berdasar usia tentu berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan yang berbeda dari setiap kelompok usia dan jenis kelamin. Tingginya jumlah penduduk usia lanjut disatu sisi menunjukkan keberhasilan pembangunan. Namun disisi lain, lansia yang tidak produktif, terlebih lansia miskin akan menjadi beban pembangunan. Dinamika kependudukan ini harus menjadi perhatian dalam menyusun rancangan kebijakan dan program pembangunan. Beberapa catatan penting bidang kependudukan antara lain:

1

1. Komposisi penduduk usia tidak produktif yang besar

Jumlah penduduk tidak produktif yang besar menjadikan beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif semakin berat. Begitupun dengan tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan, utama kebutuhan dasar penduduk tidak produktif akan mempengaruhi skema dan pembiayaan untuk proteksi sosial. Jumlah balita, remaja dan penduduk usia muda 19-24 tahun yang besar ini berkorelasi dengan kebutuhan sarana prasarana kesehatan, pendidikan juga ketersediaan lapangan pekerjaan yang besar. Komposisi penduduk usia muda ini lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Kodisi ini berbeda untuk kelompok penduduk usia tua, baik pre lansia, lansia maupun post lansia dimana perempuan jauh lebih banyak dibanding laki-laki. Persentase penduduk lanjut usia yang besar membutuhkan layanan kesehatan utamanya layanan kesehatan untuk penyakit degeneratif, konseling dan kegiatan yang menghambat penurunan fungsi faal dan psikososial. Ketersediaan jaminan sosial dan layanan kesehatan yang memadai menjadi kebutuhan utama lansia tidak produktif.

2. Kesejahteraan Kepala Keluarga (KK) Perempuan.

Berdasarkan data BPS Persentase perempuan kepala keluarga mengalami penurunan dari 19,23% di tahun 2016 menjadi 18,50% di tahun 2017, kecuali di Gunungkidul dan Kota Yogyakarta yang konsisten meningkat dari tahun ke tahun. Namun merunut pada data Dukcapil, sebaliknya terjadi peningkatan jumlah perempuan kepala Keluarga baik di DIY maupun Kabupaten kota kecuali Sleman. Data Dukcapil memperlihatkan Persentase Kepala Keluarga perempuan di DIY mencapai 18,55%, naik 0,25% dari tahun 2016. Perbedaan data ini muncul karena dasar perhitungan yang berbeda, dimana

umur BPS Dukcapil L P % L P % 0-5 th 169.9 19 162.6 55 8,84% 140.682 130.467 7,50% 6-12 th 193.8 97 183.8 15 10,04% 190.719 179.305 10,23% 13-17 th 135.7 93 129.7 44 7,06% 137.618 130.481 7,41% 18-50 th 930.1 13 929.1 16 49,42% 878.868 869.577 48,35% > 51 th 431.1 47 495.9 68 24,64% 455.260 503.376 26,51%

1 catatan, bahwa data kependudukan menyajikan data penduduk usia >51 tahun. Menurut pengkategorian usia diatas 51 th

sampai 59 tahun masih tergorong kategori pre lansia, sementara lansia adalah penduduk berusia >60 tahun. Data kependudukan ini masih sangat mungkin untuk diolah sehingga kebutuhan data untuk perencanaan kebijakan bagi lansia bisa merunut baik pada data BPS maupun Dukcapil.

Isu Gender DIY tahun 2018

Dukcapil memperlihatkan data peduduk yang dilayani oleh pemerintah kabupaten/kota. Peningkatan jumlah perempuan kepala keluarga bisa mengindikasikan meningkatnya kematian laki-laki kepala keluarga yang sejalan dengan data usia harapan hidup perempuan DIY yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Mengingkatnya KK perempuan juga bisa disebabkan karena perceraian, meski data perceraian memperlihatkan terjadinya penurunan kasus. Jika data kematian bisa dilacak, maka akan terlihat apakah peningkatan jumlah KK perempuan terjadi pada rentang usia produktif atau usia tidak produktif. data ini menjadi basis penyusunan kebijakan yang tepat terkait kesejiahteraan KK perempuan. Proteksi sosial atau peningkatan akses dan partisispasi ekonomi diharapkan mampu setidaknya mempertahankan tingkat kesejahteraan KK perempuan baru.

3. Kesenjangan tingkat kesejahteraan penduduk antar wilayah.

Kesenjangan penduduk antar daerahmemperlihatkan gap yang cukup lebar. Gunungkidul memperlihatkan tingkat kesejahteraan yang paling rendah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai salah satu indikator kualitas hidup manusia memperlihatkan bahwa Gunungkidul merupakan satu satunya wilayah di DIY yang berada dibawah rata-rataIPM DIYdengan peningkatan IPM yang paling rendah.

2

Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang merupakan perbandingan IPM laki-laki dengan IPM perempuan level kabupaten tidak dapat diperlihatkan karena ketersediaan data yang terbatas. Namun merujuk pada data, pada tahun 2016 terjadi penurunan IPG DIY dari 94,41 menjadi 94,27, dipastikan masih terjadi kesenjangan kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan di semua wilayah. Data 5 tahun terakhir memperlihatkan kesenjangan IPM perempuan & IPM laki-laki relatif tinggi dan stagnan di atas 4%, kecuali Kota Yogyakarta dengan kesenjangan terendah dibawah 2%, sementara Gunungkidul adalah daerah dengan kesenjangan tertinggi diatas 15%.

Kesenjangan ini juga bisa dilihat dari data Gini rasio. Terlihat bahwa terjadi peningkatan gini rasio di DIY dari 0,425 menjadi 0,44 per September 2107. Gini rasio DIY jauh diatas gini rasio Indonesia yang pada tahun 2017 sebesar 0,391. Peningkatan gini rasio menunjukkan bahwa manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh warga yang lebih sejahtera, sementara yang miskin semakin terpuruk. Sementara bila dilihat dari tempat tinggal, gini rasio perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan menunjukan bahwa kesenjangan di perkotaan lebih lebar dibanding kesenjangan di perdesaan. Kesenjangan kesejahteraan penduduk perkotaan semakin lebar, yang bisa disebabkan karena terbatasnya sumberdaya yang bisa diakses oleh penduduk miskin perkotaan karena keterbatasan kapasitas seperti pendidikan, life skill, akses baik informasi maupun modal. Hal baiknya adalah terjadi penurunan gini rasio di perdesaan dari 0,343 menjadi 0,317 di tahun 2017, artinya kesenjangan penduduk perdesaan semakin berkurang.

2

Tidak tersedia data IPG dan IDG kabupaten/kota tahun 2016

Gini rasio maupun IPM-IPG masih memperlihatkan bahwa distribusi sumberdaya pembangunan belum cukup memberikan hasil yang mengarah pada penurunan kesenjangan antar wilayah maupun kesenjangan kesejahteraan antar jenis kelamin.

4. Tingginya Kemiskinan Perdesaan & Meningkatnya jumlah penduduk miskin

perkotaan.

Data berikut memberikan gambaran kondisi kemiskinan DIY

o Persentase penduduk miskin di D.I. Yogyakarta pada September 2017 sebesar 13,02 persen,.

Kulonprogo adalah wilayah dengan persentase kemiskinan tertinggi mencapai 20,03 % disusul Gunungkidul sebanyak 18,655%.

o Kemiskinan perkotaan berada pada kisaran 11% sementara kemiskinan perdesaan mencapai

3 15,86%. Kesenjangan kemiskinan perkotaan dan perdesaan mencapai 4,86%

o Meskipun jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami penurunan dari tahun ketahun,

namun point penurunannya semakin rendah. Di tahun 2017 persentase penduduk miskin turun 0,32 point, jauh lebih rendah dibanding penurunan tahun sebelumnya yang mencapai 1,57 point.

o Sektor pangan masih menjadi penyumbang kemiskinan terbesar mencapai 71,32%, Beras dan rokok

menjadi 5 besar komoditas penyumbang kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan. sementara Perumahan dan bensin menyumbang kemiskinan terbesar dalam sektor non makanan. Karakteristik pola konsumsi pangan penduduk Yogyakarta, terutama di perdesaan dimana asupan kalori sangat rendah berkontribusi besar pada tingginya kemiskinan di DIY.

550,23

494,94

488,53

14,91 13,34

13,02

Tahun 2015 tahun 2016 tahun 2017

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di DIY th

2015-2017

Jumlah (000) %

Isu Gender DIY tahun 2018

Grafik 2.4 0,425 0,44 0,435 0,447 0,343 0,317 2016 2017

DIY perkotaan perdesaan

3 Laporan Perkembangan Perekonomian DIY Triwulan IV 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY

Rekomendasi

qKetersediaan data penduduk menurut rentang usia yang lebih spesifik, seperti misalnya penduduk

usia bayi, usia 1-4 tahun (balita), dan 5-17 tahun ( anak) ,18-50 tahun, 51-59 tahun ( pre lansia) , 60-69 tahun ( lansia) dan diatas 70 tahun (post lansia), sehingga data kependudukan ini bisa dimafaatkan secara optimal dalam penyusunan perencanaan pembangunan, sesuai kebutuhan OPD.

qKetersediaan data kemiskinan terpilah jenis kelamin dan jenis kemiskinan sehingga rumusan

kebijakan/program/kegiatan relevan dengan data kemiskinan yang sesungguhnya.

qReview Rencana Aksi penanggulangan kemiskinan yang menjadi acuan para pihak, baik

OPD, desa maupun masyarakat sipil. Evaluasi program penanggulangan kemiskinan untuk mengukur bukan hanya output, namun capaian outcome dan dampak kebijakan penanggulangan kemiskinan bagi laki-laki, perempuan & kelompok rentan miskin. Evaluasi ini sekaligus untuk mendapatkan input bagi perbaikan kebijakan, sasaran, pendekatan, dan mekanime yang lebih efisien dan efektif, mengingat masih tingginya angka kemiskinan maupun kesenjangan antar penduduk, baik di perkotaan maupun perdesaan. Keterbukaan akses terhadap sumberdaya, peningkatan partsipasi penduduk miskin dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan mempersempit gini rasio.

o Kebijakan dan program untuk mereduksi besarnya pengeluaran untuk perumahan, bensin dan

pendidikan, yang berkontribusi besar pada kemiskinan. Kebijakan kepemilikan rumah bersubsidi, sewa rusun murah yang tepat sasaran, beasiswa pendidikan (meski ada BOS, namun ada komponen biaya pendidikan yang cukup besar seperti transportasi, seragam, buku LKS), ketersediaan sarana tranportasi umum yang murah dan menjangkau seluruh kawasan, dengan pertimbangan waktu tempuh (sekaligus mengurai kepadatan lalulintas dan pengurangan emisi gas buang). Kebijakan ini juga ditunjang dengan edukasi diversifikasi makanan pokok non beras serta mereduksi pengeluaran untuk rokok misalnya melalui budaya PHBS., Kebijakan pangan lokal juga berkontribusi untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan menurangi belanja beras.

o Mengingat semakin masifnya penggunaan gadget, juga trend komunikasi dan bisnis melalui

internet, penting untuk memasukkan komoditi pulsa/paket data dalam kebutuhan komoditi dasar,.

qMembangun basis literasi dan dokumentasi praktek baik & pembelajaran terkait

pengendalian jumlah penduduk dan kemiskinan terutama dari aspek agama dan budaya. Basis l i t e r a s i i n i s e k a l i g u s m e n d o k u m e n t a s i k a n p r a k t e k b a i k & p e m b e l a j a r a n kebijakan/program/pendekatan yang telah dilakukan dalam mendorong pengurangan kemiskinan dan pengendalian penduduk. Misalnya mengumpulkan dalil agama yang mendukung pengaturan kelahiran, sehingga meminimalkan penolakan

qMenguatkan koordinasi para pihak, untuk membangun sinergitas, meningkatkan efisiensi dan

efektifitas program pengendalian penduduk dan kemiskinan. Transparansi dan akuntabilitas program akan meningkatkan kepercayaan dan dukungan para pihak terhadap kebijakan dan program yang dijalankan oleh masing-masing institusi.

Banyak capaian pembangunan kesehatan yang telah dicapai, seperti tingginya usia harapan hidup DIY, turunnya angka kematian ibu, juga terobosan dalam deteksi dini HIV-AIDs yang memunculkan banyaknya kasus HIV-AIDs di Sleman. Upaya membangun basis literasi terkait vaksin dari aspek teknologi dan tafsir agama juga menjadi catatan keberhasilan penanganan kasus penolakan vaksinasi yang pernah terjadi di DIY. Aksesibilitas layanan kesehatan bagi kelompok rentan termasuk layanan kesehatan jiwa di Puskesmas patut mendapat apresiasi. Meski banyak capaian yang telah diraih, namun beberapa data menujukkan masih ditemukannya isu gender bidang kesehatan yang penting mendapat perhatian antara lain:

1. Angka Harapan Hidup (AHH) memperlihatkan selisih yang semakin besar antara

laki-laki dan perempuan.

AHH perempuan mengalami peningkatan yang lebih baik di banding laki-laki, sehingga selisih AHH menjadi semakin lebar. Meski Sleman dan Kulonprogo memperlihatkan penurunan AHH perempuan, namun rerata AHH perempuan meningkat lebih banyak dibanding laki-laki.

2. Tingginya Kematian ibu,

Jumlah kematian ibu menurun dari 39 kasus di tahun 2016 menjadi 34 kasus di tahun 2017. Gunungkidul menjadi wilayah yang berkontribusi paling besar dengan 12 kasus menggeser Bantul yang turun dari 12 menadi 9. Bantul dan Gunungkidul masih memiliki PR yang besar berkaitan dengan kematian ibu, mengingat dalam 3 tahun terkahir dua kabupaten ini memiliki jumlah kematian ibu yang tinggi. Kematian ibu dengan usia >35 tahun berhasil ditekan dengan signifikan, berkurang lebih dari 50%, namun justru terjadi peningkatan jumlah kematian ibu pada rentang usia 20-35 th.

BAB III. Isu Gender Bidang Kesehatan

72,90 76,54

72,92 76,59

Laki laki perempuan

AHH di DIY th 2015-2016

2015 2016

sumber DInkesDIY 2017

PERSENTASE KEMATIAN IBU TAHUN MENURUT KABUPATEN/KOTA DI DIY 2017

Sumber Dinkes DIY, 2017

Trend kematian ibu yang fluktuatif (naik turun) mengindikasikan bahwa persoalan kematian ibu bukan hanya soal kesehatan semata, namun penting untuk melihat bagaimana pengaruh bidang lain terhadap kematian ibu. Ketersediaan dan akses terhadap sarana prasarana transportasi, tingkat ekonomi keluarga, cara/gaya hidup, juga relasi kuasa berkontribusi langsung maupun tidak langsung terhadap adanya kematian ibu. Berikut adalah data & layanan yang terkait dengan kesehatan ibu:

lMeski pada tahun 2017, 100% ibu hamil mendapatkan layanan K1, namun 8,15% ibu hamil tidak

mendapatkan pelayanan K4. Persentase cakupan layanan K4 ini menurun dibanding tahun 2016. Data juga memperlihatkan bahwa semua kabupaten/kota kecuali Sleman mengalami menurunan cakupan layanan K4, namun Gunungkidul masih merupakan wilayah dengan layanan K4 paling rendah hanya mencapai 86,02%. Sementara itu 10% ibu hamil di DIY juga tidak mendapat layanan imunisasi TT. Persentase bumil tidak mendapat imunisasi TT di Sleman 28,3% sedangkan Bantul dan Kulonprogo memperlihatkan prestasi yang sangat baik dimana kurang dari 1 % bumil tidak mendapat imunisasi TT. Cakupan layanan imunisasi TT ini menurun hampir 5% dibanding tahun 2016 . Bumil KEK secara rerata meningkat meski Gunungkidul, Kota Yogyakarta dan Kulonprogo memperlihatkan penurunan bumil KEK yang signifikan.

lPenyebab kematian ibu disumbang oleh penyebab lain diluar kehamilan seperti jantung dan TB

sebanyak 64,71% sementara perdarahan & infeksi sama-sama menjadi menyumbang 14,71 %, infeksi 14,71%.

lMenurunnya cakupan layanan yang berulang, sepeti K1-K4 dan pemberian tablet Fe1-Fe3, harus

menjadi perhatian khusus, meski harus dikaji lebih jauh korelasi turunnya cakupan layanan dengan kematian ibu dan bayi.

lPerubahan cara pandang tentang hak/kesehatan reproduksi pada perempuan dan laki-laki serta

relasi kuasa yang timpang antar suami –istri maupun dengan keluarga besar, yang diindikasikan dari jumlah kehamilan, kurangnya perhatian suami pada kehamilan istri juga meningkatnya unmet need.

3. Tingginya jumlah bayi dengan gizi kurang.

Kematian bayi/balita, tahun 2017 turun secara signifikan Bantul mencatat prestasi penurunan jumlah kematian bayi dan balita terbanyak disusul Gunungkidul. Prevalensi bayi lahir dengan berat badan rendah (BLBR) berjenis kelamin laki-laki turun dari 4,9% menjadi 4,7%, sementara bayi berjenis kelamin perempuan mengalami kenaikan hampir 2 kali lipat dari 2,5 % menjadi 4,3%. data balita dizi kurang dan balita gizi buruk turun dengan signifikan. kecuali Kulonprogo mengalami kenaikan jumlah balita gizi kurang baik laki-laki maupun perempuan 4 kabupaten/kota lainnya jumlahnya menurun baik pada bayilaki-laki maupun perempuan. Meski mengalami penurunan namun jumah nya masih cukup besar, berkisar 5 % bayi dan balita di DIY mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Penting untuk melihat penyebab banyaknya balita gizi buruk/kurang dan mencari kebijakan yang tepat untuk penanganan gizi buruk. Gizi kurang /

0 1

23 26

16

7

2016 2017

Jumlah Kematian Ibu Hamil, Melahirkan dan Nifas menurut kelompok umur di DIY th 2016 - 2017

<20 20-35 >35

buruk berpotensi meningkatkan jumlah ABK baik yang tumbuh kembangnya lambat, lambat belajar, penyandang disabilitas fisik, cebol dll.

lGaya hidup, promosi produk dengan informasi yang kurang tepat mempengaruhi ibu yang

berpandangan bahwa produk yang diiklankan, yang mahal selalu lebih baik.

lAsupan gizi yang kurang, karena kemiskinan atau karena orang tua tidak menemukan cara

memberi makan yang baik dan benar pada anak.

lOrang tua sibuk bekerja

lKarena penyakit yang diderita anak.

lKehamilan yang tidak sehat sebagai contoh, ibu hamil yang mengalami KEK

Sebagai catatan: data peningkatan jumlah Anak autis yang sangat besar di DIY dari 29 anak di tahun 2016 menjadi 384 anak di tahun 2017 harus mendapat perhatian. Pengenalan gejala autis sejak dini dan pada pola asuh yang tepat pada fase tumbuh kembang sangat berpengaruh dalam menumbuhkan kemandirian anak autis. Data dimana 79% anak autis dan 59% anak dengan tuna grahita berjenis kelamin laki-laki juga menjadi catatan khusus bagi pentingnya deteksi dini dan penanganan anak pada fase emas tumbuhkembangnya.

4. Kesehatan lansia

Meningkatnya usia Harapan Hidup adalah salah satu capaian penting pembangunan namun belum diikuti dengan meningkatnya usia harapan hidup sehat. Meningkatnya kasus penyakit degeneratif, seksual reproduksi maupun ganguan kejiwaan pada lansia baik laki-laki maupun perempuan, memperlihatkan bahwa peningkatkan usia harapan hidup sehat masih harus terus diupayakan. Data PKBI menunjukkan peningkatan konsultasi lansia pada upaya pemenuhan kebutuhan seksual lansia, utamanya pada lansia laki-laki. Perbedaan cara pandang tentang seksualitas pada laki-laki dan perempuan lansia menjadi salah satu penyebab gangguan kejiwaan, disamping fungsi organ reproduktif yang menurun. Data ini menjadi informasi awal yang penting untuk pembangunan kesehatan bagi lansia. Hal ini bisa jadi menjadi salah satu alasan/temuan awal dibalik kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh laki-laki lansia pada anak anak, meskipun masih harus digali informasi lebih dalam. (Data kekerasan tahun 2016 memperlihatan 10 kasus kekerasan yang dilakukan oleh lansia laki-laki).

5. Peningkatan persentase perempuan diatas Usia 10 tahun yang menikah pertama pada

usia <16 tahun

Meski secara umum persentase perempuan yang menikah dibawah usia 16 tahun turun dibanding tahun 2016namun hal yang berbeda terjadi di wilayah Sleman dan Bantul. Jumlah pernikahan usia anak secara umum menurun di DIY, dan Gunungkidul memperlihatkan penurunan jumlah pernikahan anak yang sangat besar. Pernikahan usia muda pada perempuan (usia 17-21 tahun) meningkat di daerah Bantul, sementara di daerah lain mengalami penurunan. Pernikahan usia anak pada perempuan meningkatkan kerentanan anak perempuan baik untuk pendidikan, kesehatan maupun ekonomi. Mereka potensial tidak mendapatkan hak pendidikan yang lebih baik, kesehatan jiwa bisa terganggu (malu,depresi), gangguan kesehatan organ reproduksi karena hubungan seksual pada saat organ seksual reproduksi belum cukup matang, juga bisa berdampak pada kesehatan bayi yang dilahirkan dari seorang anak perempuan. Tingkat pendidikan yang rendah juga berdampak pada keterbatasan akses mendapat pekerjaan. Tumbuh kembang mental spiritual dan relasi sosial potensial mengalami hambatan. Sementara pada anak laki-laki, meskipun kadang pendidikan bisa terus didapatkan, namun lompatan perkembangan mental spiritual bisa jadi menimbulkan gangguan kejiwaan yang berdampak pada terganggunya relasi sosial maupun individual.

Isu Gender DIY tahun 2018

Dispensasi kawin mengalami penurunan dari tahun ketahun. Turunnya kebijakan penundaan usia menikah dan adanya komitmen daerah untuk memberikan dispensasi kawin secara selektif berkontribusi pada penurunan jumlah dispensasi kawin yang dikeluarkan maupun angka pernikahan anak yang terdata. Disisi lain ditemukan kasus kehamilan anak yang tidak mendapatkan dispensasi kawin, sehingga tidak terjadi pernikahan yang dicatatkan. Namun bagaimana dengan persalinan usia anak ? apakah terjadi penurunan atau bahkan meningkat?

6. Meningkatnya jumlah penderita HIV-AIDs.

Data per Maret 2017 jumlah kumulatif penderita HIV adalah 4.012 (meningkat 678 kasus dari Maret 2016) dan 1.484 penderita AIDs ( meningkat 170 kasus). Jika tahun 2016, HIV maupun AIDS paling banyak diderita oleh kelompok umur 20-29 tahun pada tahun 2017 terjadi pergesera dimana AIDS terbayak diderita oleh kelompok umur 30-39 th, sementara HIV terbanyak diderita oleh kelompok umur 20-29 tahun. ODHA tersebar di 5 kabupaten /kota di dIY. Kota menjadi wilayah dengan julah HIV terbanyak disusul Sleman dan Bantul, sementara untuk AIDs kabupaten Sleman adalah wilayah dengan penderita terbanyak disusul Bantul dan Kota Yogyakarta, dan Kulonprogo merupakan wilayah dengan ODHA terendah. Namun peningkatan jumlah pendirita AIDS terbanyak terjadi di wilayah Bantul. Kebijakan Penanganan kasus HIV -AIDS menjadi kunci dalam upaya meredam peningkatan jumlah kasus dan penyebaran HIV-AIDS. Meski misalnya semua perempuan penyandang HIV-AIDs yang terdata menjadi akseptor tetap KB, hal ini mungkin efektif untuk mengurangi risiko kelahiran bayi dengan ODHA. namun tidak bisa mencegah penularan HIV-AIDS melalui hubungan seksual jika laki-laki tidak menggunakan kondom sebagai upaya pencegahan. Kampanye setia pada pasangan serta penggunaan kondom sebagai perlindungan bisa diharapkan meredam penularan HIV-AIDs, namun disisi lain bersentuhan dengan "rasa-etika" saru yang berlaku dimasyarakat.

Sumber Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta

418

346

294

2015 2016 2017

DISPENSASI KAWIN

Sumber KPAI DIY

75 324 158 354 246 286 42 204 880 293 907 976 636 116

Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta Luar DIY Tidak diketahui

JUMLAH KASUS HIV/AIDS MENURUT ASAL PENDERITA (th 1993-2017) di DIY

AIDS HIV

Sumber KPAI DIY

JUMLAH PENDERITA HIV-AIDS DI DIY TH 2016-2017

874 985 2.215 2.676 430 490 1.051 1.261 10 10 68 75 2016 2.017 2.016 2017 AIDS HIV

Laki-laki Perempuan tidak diketahui

7. Rendahnya Partisipasi laki-laki dalam Penggunaan alat kontrasepsi

Alat Kontrasepsi berfungsi sebagai perlindungan baik untuk pengaturan kelahiran (KB) maupun penularan PMS dan HIV-AIDs. Hal yang terkait dengan

lRendahnya kepesertaan KB laki-laki. Meskipun akseptor KB laki-laki tahun 2017

meningkat terutama untuk penguna kondom, namun akseptor MOP menurun. Namun Peningkatan partisipasi laki-laki dalam ber KB masih belum memadai. Secara keseluruhan partisipasi laki-laki ber KB hanya 8,3% meningkat dari tahun lalu yang sebanyak 7,6%. Terbatasnya pilihan alat KB bagi laki-laki, juga pandangan bahwa KB sejalan dengan kehamilan dan pengasuhan anak adalah urusan perempuan, ketakutan organ seksual tidak mampu berfungsi baik jika ber KB dengan cara MOP.

lSementara itu akseptor KB (semua alat kontrasepsi) perempuan pada tahun 2017 menurun

9,9% dibanding tahun 2016 sementara jumlah WUS meningkat 7,6% sejalan dengan Unmet need yang meningkat sebanyak 2,07%

8. Tingginya angka ganguan jiwa di DIY

DIY menduduki peringkat pertama di Indonesia. Dengan jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa

Dokumen terkait