• Tidak ada hasil yang ditemukan

dengan subjek DNA dan Genetic diversity, memiliki dokumen ber jumlah 14 judul ini merupakan ranah penelitian bioteknologi. Pengembangan

genetic resource bank dalam bentuk koleksi material DNA fauna Indonesia (dalam bentuk darah maupun jaringan tubuh lainnya) sebenarnya sudah dikembangkan sejak tahun 2000 di Puslit Biologi. Kegiatan “DNA barcoding” (dalam thesurus CAB edisi online tidak ditemukan descriptor DNA barcoding sehingga dipilih istilah lebih luas satu tingkat diatasnya yaitu DNA) merupakan suatu teknik untuk mengkarakterisasi jenis fauna dengan menggunakan standar sekuen DNA. Gen yang sudah diakui berpotensi sebagai DNA barcode pada fauna adalah gen Cytochrome c Oxidase I disingkat COI dari region DNA mitokondria, karena sifatnya yang memiliki mutasi yang cepat dan variasi yang sangat signifikan antar spesies. Barcoding DNA umumnya diprioritaskan pada jenis-jenis yang cryptic (yaitu jenis hewan yang penyebarannya memiliki wilayah yang sama atau tumpang tindih), yang diketahui ternyata banyak menyimpan perbedaan morfologi dan ekologi. Kegiatan ini mulai dimasukkan menjadi kegiatan yang rutin dilaksanakan di Puslit Biologi.

Gugus V adalah gugus terkecil dengan hanya memiliki anggota 7. Berisi subjek photosynthesis dan botanical gardens. Isu bertambahnya kandungan karbon di alam bebas telah membuat para peneliti botani melakukan penelitian pada aspek potensi sekuestrasi karbon dan pemanfaatan air pada tanaman bioprospek untuk mengurangi mitigasi gas rumah kaca. Ke depan, penelitian ini harus dikembangkan karena mendukung program CDM (clean development mechanism) sebagai bagian dari protokol Kyoto dalam hal pembangunan berkelanjutan terkait perubahan iklim global. Adapun botanical gardens atau kebun raya merupakan salah satu tempat dalam pengembangan jenis-jenis tumbuhan secara ex situ, artinya ditanam di luar habitat aslinya, sehingga jenis-jenis tertentu bisa diteliti lebih lanjut dari berbagai aspek penelitian.

Gugus VI merupakan gugus terbesar anggotanya. Di dalam Gugus VI ini perlu diuraikan tiga sub gugus yang menurut penulis perlu dijabarkan karena ada hubungan yang erat diantara ketiga sub gugus. Masing-masing sub gugus tersebut

adalah Sub Gugus I mengenai Java dan national parks; Sub Gugus II mengenai

Java dan endangered species; dan Sub Gugus III mengenai Java dan biodiversity. Ketiga sub gugus ini dihubungkan dengan Java, sementara national parks, endangered species dan biodiversity adalah isu-isu yang memag sedang

hangat diteliti. Adapun pulau Jawa (Java) menjadi subjek yang paling dominan di Gugus VI karena pada tahun 2009 setidaknya ada tiga kelompok penelitian yang memfokuskan penelitiannya di kawasan pulau Jawa yaitu kelompok kegiatan penelitian berjudul “karbon dari produksi di hutan pegunungan Taman Nasional Gunung Halimun Salak” dan kelompok penelitian “biomassa inventarisasi keragaman jamur dan lumut di Jawa” serta kelompok penelitian “studi fisiologi reproduksi pada tumbuhan umbi-umbian minor penghasil karbohidrat dari pulau Jawa dan Bali untuk menunjang ketahanan pangan nasional”. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung program pemerintah dalam bidang pengembangan ketahanan pangan nasional. Dan yang terakhir adalah adanya isu pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, yang tinggi kontribusinya dalam menciptakan pencemaran air. Untuk itu, dibentuk kelompok penelitian “kajian ekologi untuk mendukung program manajemen kawasan bioregional (DAS) di Jawa.

penelitian pada tahun 2010. Daerah sebaran dibagi menjadi empat kuadran seperti tampak pada peta. Terlihat adanya penggerombolan pada Gugus VI (Java,

biodiversity, dan national parks) yang terletak di kuadran IV, diikuti Gugus III

yang meliputi subjek Kalimantan, biodiversity, national parks terletak di kuadran pertama. Gugus II (dengan subjek Maluku, microorganism, dan

indigenous knowledge) dan Gugus V (dengan subjek photosynthesis dan botanical gardens) di kuadran II. Sementara gugus-gugus lainnya tidak begitu

terlihat penggerombolannya pada peta.

Dominannya pulau Jawa beserta subjek lainnya juga bisa dilihat pada Tabel 33. Tabel ini berisi rekapitulasi daftar deskriptor yang paling sering muncul pada laporan teknik di setiap tahun.

Tabel 33 Daftar deskriptor yang paling sering muncul setiap tahun

No. Tahun Deskriptor yang paling sering muncul 1. 2006 Java, national parks, diversity, Kalimantan, Sulawesi,

Pandanaceae, Pandanus, identification, Feeds, isolation, cyanides, lowland areas, characterization, peatlands, Brucea javanica, ecology, growth, mammals, vegetation, Nusa Tenggara, habitats, genetic diversity, parasites

2. 2007 Java, national parks, Irian Jaya, Pandanaceae, Kalimantan, diversity, Indonesia, genetic diversity, isolation, reserved areas 3. 2008 Java, national parks, Irian Jaya, Sumatra, Pandanaceae, karst

soils, mangroves, growth, ecosystems, storage, reserved areas, DNA, seedlings, Picrasma, conservation, Aquilaria,

ethnobotany, birds, Indonesia, moulds, genetics, taxonomy, Bacteria

4. 2009 Java, national parks, Kalimantan, mountain areas, mangroves, growth, Pandanaceae , Indonesia, photosynthesis, respiration, genetic diversity, Lepidoptera, karst soils, random amplified polymorphic DNA, surveys, in vitro, Bacteria, mountain forests, Coleus, habitats, DNA, Sumatra

5. 2010 Java, national parks, diversity, Kalimantan, mountains, Maluku, fungi, DNA, Bali, Bacteria, endangered species, reserved areas, Pandanaceae, populations, Sulawesi, photosynthesis, Pandanus, microorganisms, birds, genetic diversity, slopes, watersheds, Sumatra

Sementara itu, deskriptor yang paling banyak muncul di setiap gugus pada rentang 5 tahun (2005 – 2009) adalah Java, national parks dan Pandanaceae. Hal ini memberi indikasi bahwa penelitian suku Pandanaceae atau eksplorasi ke Taman Nasional di kawasan pulau Jawa dilakukan sepanjang tahun.

Analisis lain dari kelompok penelitian taksonomi adalah adanya penetapan Pandanaceae sebagai suku terpilih utama (disebut sebagai “bendera”) yang menjadi fokus penelitian. Hal ini dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Puslit Biologi sebagai suku terpilih untuk “leading” penelitian, mengakibatkan seluruh penelitian harus dikaitkan dengan suku tersebut. Penetapan ini berkaitan dengan beberapa alasan yaitu :

1. Indonesia memiliki diversitas (keragaman jenis) Pandanaceae yang cukup tinggi, bahkan tertinggi di dunia. Sehingga potensi suku ini perlu diungkap 2. Hanya di Indonesia bisa ditemukan tiga suku Pandanaceae (Pandanus,

Freycinetia, dan Sararanga).

3. Peneliti ahli suku Pandanaceae yaitu Benjamin C. Stone telah wafat di awal tahun 1990-an sehingga menyebabkan ketiadaan ahlinya. Maka Bidang Botani (Puslit Biologi) mengambil kesempatan menjadi pemegang otoritas atau centre of study Pandanaceae. Dasar pemikirannya adalah sebagai berikut : adanya fakta bahwa dalam masyarakat Austronesia dan Melanesia (secara etnografi masyarakat Indonesia masuk ke dalam dua rumpun ini), tiga suku tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat tersebut adalah suku Gramineae (misalnya padi dan jagung), suku Palmae (misalnya kelapa dan palem) dan terakhir adalah suku Pandanaceae (misalnya pandan wangi, pandan pantai, dan pandan bidur). Dan dari ketiga marga anggota Pandanaceae, marga Pandanuslah yang paling banyak dikenal masyarakat misalnya tanaman pandan wangi dimanfaatkan sebagai obat dan bahan beraroma, pandan pantai dan pandan bidur dimanfaatkan daunnya untuk pembuatan tikar atau topi. Sementara marga Freycinetia umumnya masih kurang dikenal dan belum banyak dimanfaatkan, dan marga Sararanga hanya bisa ditemukan di Papua dan Filipina.

penelitian (yang dipicu oleh kebijakan pemerintah), sehingga menyebabkan perjalanan/eksplorasi ke luar Jawa (misalnya ke Indonesia bagian timur terutama Papua) menjadi terbatas. Akibatnya penelitian lebih banyak dipusatkan di Jawa atau Sumatera, terutama Jawa.

Secara topologi kebanyakan hutan yang masih lebat di pulau Jawa hanya ada di taman nasional. Di sekitar Bogor setidaknya ada tiga taman nasional, yaitu T.N. Gede Pangrango, T.N. Halimun Salak, dan T.N. Ujung Kulon. Secara pembiayaan dan jarak, kegiatan eksplorasi ke taman nasional tersebut relatif mudah dan terjangkau.

Tipe hutan hujan tropika primer (primary tropical rain forest) di Jawa yang tersisa sebagian besar ada di Jawa Barat, kalaupun ada di luar Jawa Barat adalah di Bayumas (Gunung Slamet), sementara umumnya suku Pandanaceae (terutama marga Freycinetia) lebih menyukai hutan hujan tropika basah (wet tropical rain forest) karena tempat tersebut memiliki kelembaban tinggi.

Sementara itu, subjek seperti Kalimantan, diversity, Sumatra, DNA, Sulawesi, Indonesia, reserved areas, genetic diversity, mangroves, Pandanus, habitats, muncul paling sedikit dalam dua tahun, dengan variasi tahun yang berbeda-beda (Tabel 33). Hal ini menggambarkan bahwa subjek-subjek tersebut merupakan topik penelitian yang sering dilakukan (populer) pada rentang tahun 2006 - 2010. Marga Pandanus muncul, karena marga tersebut lebih mudah dikenal, paling banyak memiliki jenis, dan paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia. Pada rentang tahun tersebut terlihat penelitian suku Pandanaceae di luar Jawa, fokus wilayah penelitiannya berpindah dari Papua, Kalimantan, Sulawesi dan di Sumatera.

Pada tahun 2007 (yang dimuat pada Laporan Teknik tahun 2008), Gugus II yang memiliki subjek Java, national parks, dan karst soils, merupakan gugus terbesar yang terdiri atas 77 dokumen. Untuk bisa melihat lebih rinci, gugus ini dipecah lagi menjadi 4 subgugus, yaitu Subgugus I dengan subjek Enterolobium

cyclocarpum dan cyanides, Subgugus II dengan subjek Java dan national parks, Subgugus III dengan subjek ecosystems (zoology), mangroves, Java, dan