• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geologi daerah pantai dan pesisir

Dalam dokumen PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI (Halaman 180-185)

PENGI NDERAAN JAUH

5 Gelombang Elektromagnetik

6.4 I nformasi Geologi Dari Citra Penginderaan Jauh 1 Umum

6.4.4. Geologi daerah pantai dan pesisir

Wilayah dan garis pantai I ndonesia sangat panjang dan luas, hanya sedikit sekali diketahui dari padanya baik dalam hal sumberdaya alam yang dimiliki (mineral dan bahan galian, sumberdaya air, lahan) maupun kondisi lingkungannya. Pemetaan pada daerah pantai sulit dilakukan karena sukarnya diperoleh singkapan batuan, asesibilitas sukar (rawa pantai) dan mahal karena sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah permukaan (geofisika dan pemboran). Sebaliknya daerah pantai dan pesisir merupakan wilayah ekonomi yang potensial sebagai lahan pemukiman, prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya. Kepincangan dari kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat. Secara umum wilayah pantai dan pesisir dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok dalam kaitannya dengan proses pembentukannya, Pengelompokan secara garis besar dapat dilakukan sebagai berikut. a).Proses endogenik: pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted) dan tilted (miring); b). Proses eksogenik: aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari darat dan laut dan gabungan keduanya; dan c). Proses biogenik : pembentukan terumbu karang dan hutan bakau. Kenampakan pada citra Landsat seperti terlihat pada gambar 6.28 sampai dengan 6.33.

terraces Old r iv er ch an n elsOld r iv er ch an n els

Gambar 4.28. Undak pantai terangkat Pulau Larat, Maluku

Gambar 6.29. Endapan kipas aluvial S.Jeneberang, Makassar dan alur sungai purba

Beach ridge and swale

Beach ridges caused by alternating currents

Gambar 6.30. Punggung pematang pantai (beach ridges) pantai selatan Jawa Tengah

Gambar 6.31. Alternating beach ridges di Lokseumawe, Aceh

Gambar 6.32 Lahan Tambak I kan di Utara Jawa Gambar 6.33 Hutan bakau di Timor 6.4.5. Keraw anan bencana geologi

Bencana alam seperti gempa, gerakan tanah, letusan gunungapi dan banjir merupakan jenis bencana yang berkaitan erat dengan proses dinamika bumi. Gejala geologi tersebut sangat umum terjadi di I ndonesia karena letaknya di jalur tektonik aktif di satu pihak dan kondisi klimatologi denga curah hujan tahunan tinggi di lain pihak. Bencana alam geologi yang seringkali mengakibatkan korban jiwa dan materi dalam hal tertentu dapat pula berpengaruh terhadap kegiatan sektor pertambangan. Citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi mengenai kerawanan bencana alam tersebut secara regional dengan cepat dengan akurasi cukup baik. Dengan menggabungkan dengan data lain yang berkaitan dengan bencana tersebut, informasi lebih detail akan dapat diperoleh dengan lebih baik. Berbagai contoh dari kenampakan bencana alam diperlihatkan pada gambar seperti diuraikan di bawah ini.

a. Gempabumi.

Gempa tektonik dengan tsunami sebagai hasil ikutannya secara langsung tidak dapat dikenal langsung pada citra satelit inderaja. Walaupun demikian pusat gempa yang tersebar di daratan seringkali berkaitan dengan struktur sesar aktif berskala besar seperti struktur sesar Sumatera, sesar Palu-Koro, sesar Sorong. Struktur sesar seperti ini dengan jelas dapat dideliniasi dari citra. Selain struktur sesar gejala tektonik aktif seringkali ditunjukkan pula oleh gejala pengangkatan (uplifting) terutama pada terumbu karang.

Undak-undak terumbu karang di sepanjang pantai yang menghadap pada zona tumbukan (subduction zone) menunjukkan pula adanya gerakan kerakbumi yang kemungkinan rawan terhadap gempa tektonik. Bencana gelombang pasang (tsunami) yang menyertai kegempaan pada umumnya mengakibatkan kerusakan pada dataran pantai yang menghadap lokasi gempa. Kerusakan akibat tsunami akan maksimal apabila kondisi pantai terbuka dan tidak terlindung, tetapi kerusakan dapat diperkecil apabila daerah muka pantai terlindung oleh tutupan vegetasi yang lebat seperti adanya hutan bakau.

Gambar 6.34 dan 6.35 adalah citra satelit dari daerah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang terkena dampak dari gelombang tsunami. Pada gambar 6.34 tampak dengan jelas bangunan bangunan dan sarana yang masih belum mengalami kerusakan dan gambar 6.35 adalah citra yang diambil setelah gelombang tsunami melanda daerah tersebut. Tampak dengan jelas pada citra bangunan dan sarana jalan/ jemabatan yang hancur akibat terjangan gelombang tsunami.

Gambar 6.34 Kenampakan citra sebelum terkena tsunami Gambar 6.35 Kenampakan citra setelah terlanda tsunami b. Letusan Gunungapi

Kerawanan bencana alam hasil letusan gunungapi relatif besar karena I ndonesia mempunyai sekitar 126 gunungapi aktif tersebar di seluruh wilayah. Meskipun seluruh gunungapi aktif telah dipetakan cukup lama data satelit inderaja dapat memberikan informasi terkini mengenai produk letusan dari gunungapi tersebut dan dapat dipakai sebagai sarana monitoring, deliniasi daerah rawan letusan dan produk sebaran letusannya. Gambar 6.36 memperlihatkan contoh dari hasil letusan kedua gunungapi tersebut.

Gambar 6.36. Warna biru memperlihatkan sebaran produk letusan Gunung Agung (Bali) dan Gunung Merapi (Yogyakarta)

Pada gambar 36 (kiri) : citra satelit Gunung Agung (P. Bali ), dan Gambar 36 (kanan) : citra satelit Gunung Merapi (Jawa Tengah). Tampak pada citra warna biru adalah sebaran aliran lahar resen sebagai produk letusan gunungapi dari kedua gunung berapi tersebut.

c. Gerakan Tanah

Gerakan tanah (landslides) seringkali juga dikenal dengan gerakan massa tanah, batuan (mass movements) secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya berat (gravitasi). Faktor internal yang dapat mengakibatkan terjadinya gerakan adalah daya ikat (kohesi) dari tanah / batuan kecil sehingga partikel tanah/ batuan dapat terlepas dari ikatannya, bergerak ke bawah dengan menyeret partikel lain yang dilaluinya membentuk massa yang lebih besar.

(permeabilitas) tanah/ batuan maupun rekahan yang intensif dari massa tersebut. Faktor eksternal yang dapat mempercepat terjadinya gerakan terdiri dari berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban karena air hujan, tutupan vegeasi dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah manusia seperti ekskavasi dan sebagainya. Berdasarkan faktor–faktor tersebut di atas gerakan tanah secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu:

(1). Runtuhan (fall), (2). Aliran (flow). (3). Longsoran (slide), (4). Nendatan (slump), dan (5). Rayapan (creep).

Pada citra inderaja kenampakan gejala gerakan tanah diperlihatkan oleh bentuknya yang khas seperti bentuk tapal kuda (horse shoe shape), gawir terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor, kelembaban tanah di lereng bawah tebing/ gawir, undak topografi di sepanjang tebing sungai dan sebagainya. Meskipun tipe/ jenis longsoran tidak selalu dapat ditentukan dari citra, perkiraan awal masih dapat diperkirakan dari bentuk produk longsoran tersebut.

Gambar 6.37 sampai dengan 6.38 memperlihatkan kenampakan dari bentuk gerakan tanah pada citra inderaja.

Gambar 6.37. Gerakan tanah di darah Kabupaten Ampana Sulawesi Tengah

Gambar 6.38. Gerakan tanah di Cianjur selatan

Berdasarkan bentuk kenampakannya yang pada umumnya sangat spesifik, pembuatan peta gerakan tanah pada daerah yang cukup luas dapat dilakukan secara cepat dengan akurasi cukup memadai. Peta gerakan tanah dari hasil interpretasi lebih lanjut dapat dilengkapi dan disempurnakan dengan melakukan survei lapangan yang lebih terarah. Contoh peta gerakan tanah dari hasil interpretasi citra inderaja diperlihatkan pada gambar 6.41. Pada peta hasil interpretasi informasi gerakan tanah seperti bentuk gawir longsor, arah longsor, pola rekahan dan bidang gelincir (sliding plane) serta areal longsor dapat dipetakan dengan baik. Dengan pendekatan Sistim I nformasi Geografi (SI G) peta karawanan gerakan tanah dapat diintegrasikan dengan sebaran lokasi longsor yang bersumber dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, peta rupa bumi digital yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL atau dengan data lain yang mempunyai format yang sama.

Gambar 6.41. Bentuk peta keraw anan gerakan tanah di daerah Cianjur Selatan 6.4.6. Sumberdaya air

Sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi band visible (pada citra Landsat band 1,2 dan 3). Pencemaran kimia sampai saat ini masih belum dapat ditentukan dari band yang tersedia. Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya pada CASI ) pencemaran kimia dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim ini masih belum meluas penggunaannya. I nformasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum di antaranya:

a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS.

b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan perenial streams). c. Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa pantai,

kelembanan tanah permanen).

d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai). e. Banjir.

f. Sebaran mataair dan airtanah bebas/ dangkal g. Kemungkinan airtanah dalam.

Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat terlihat pada kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di dalam massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band visible sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat. Kelembaban tanah tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak pada visible. Air di dalam lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat karena ukurannya yang lebih kecil dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air pada sungai-sungai utama yang besar. Meskipun demikian keberadaan air

citra inderja diperlihatkan pada gambar 6.42 sampai dengan 6.45.

Gambar 6.42. Pola aliran sungai Sesar Sumatera Gambar 6.43. Pola aliran sungai Luwuk, Sulawesi Tengah

Gambar 6.44. Banjir, pantai barat Aceh Gambar 6.45. Pencemaran waduk Saguling (enceng gondok)

Dalam dokumen PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI (Halaman 180-185)