• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerak dari bahan-bahan piroklastika.

Dalam dokumen PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI (Halaman 55-57)

TEORI PEMBENTUKAN BUMI DAN TEKTONIK LEMPENG

5. Pengapungan Benua dan Paleomagnetisme :

2.8.2 Gerak dari bahan-bahan piroklastika.

Bahan piroklastika yang dikeluarkan saat terjadinya erupsi gunung-berapi, selanjutnya dapat dialirkan dari pusatnya kewilayah sekitar gunung-berapi dengan media gas yang keluar bersama piroklastik, atau melalui media air meteorik. Dengan bantuan media gas : Awan panas atau “glowing avalance” atau “nu’ee ardente”. Sifat-sifat fisik dan karakteristik dari awan panas ini dipelajari dari erupsi gunungapi Mt.Pele’e di Kepulauan Martinique yang terjadi pada bulan Mei 1902, yang telah menghancurkan kota pantai St.Pierre dan menewaskan hampir 30.000 penduduknya. Karena bentuk awannya yang saat itu sangat menonjol, maka fenomena tersebut diberi nama “awan pijar”, yang sebenarnya adalah teridiri dari fragmen-fragmen pijar yang mengalir dengan kecepatan tinggi melalui lembah sebagaimana halnya aliran lava atau air.

Awan yang terlihat sebenarnya adalah hanya debu yang naik keudara dari aliran tersebut. Karena itu istilah awan akhir-akhir ini cenderung untuk dirubah menjadi “glowing avalance”. Kecepatan laju awan panas yang menghampiri kota St.Pierre, diperkirakan mencapai 150 Km per jam. Di Indonesia gunung-berapi yang juga dilaporkan menyemburkan awan panas adalah G. Merapi di Jawa-Tengah. Disini awan panas karena warnanya yang putih dan turun mengikuti lereng, dinamakan “wedus gembel”. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan setelah kejadian tersebut, yang juga melibatkan gunung-gunungapi lainnya yang memperlihatkan erupsi seperti itu. Letusan dari Gunung-berapi Soufriere yang terletak berdekatan dengan Pulau St.Vincent, juga memperlihatkan fenomena yang sama seperti di Mt.Pele’e. Kemudian Neumann van Padang (1933) juga melaporkan kejadian yang sama pada letusan Gunung Merapi di P.Jawa tahun 1930.

Berdasarkan penelitian terhadap bahan yang diendapkan oleh awan panas, ternyata sebagian besar fragmen-fragmennya ternyata terdiri dari batuan yang baru membeku dari magma. Hanya sedikit sekali, kurang dari 5% yang diperkirakan berasal dari batuan yang telah ada dari dinding atau pipa kepundannya. Dari pengamatan tersebut kemudian disimpulkan bahwa pada saat terjadi erupsi, sejumlah gas yang berada dalam magma membebaskan diri dan mengembang menyelimuti setiap bagian dari fragmen padat dan sebagain lagi mungkin magma yang masih cair dan pijar, sehingga dapat bergerak dengan kecepatan tinggi dan dengan suhu yang tinggi pula. Agak berbeda dengan yang digambarkan oleh NEUMANN van PADANG mengenai hasil letusan awan panas di Gunung- berapi Merapi di Jawa-Tengah pada tahun 1930. Menurutnya, sebahagian besar fragmen yang ada didalam awan panas adalah berasal dari batuan tua, dan hanya sedikit sekali merupakan yang merupakan lava yang baru. Demikian pula yang terjadi pada letusan gunung-berapi Stromboli pada tahun 1930, dimana seluruh massa awanpanas adalah bebatuan pijar berasal dari dinding kepundan. Didasarkan kepada cara-cara mekanisma keluarnya awan panas dari kepundan, dapat dibedakan adanya tiga tipe, yaitu : (a) Tipe Pele’e, (b) Tipe Soufriere, dan (c) Tipe Merapi

a. Tipe Pele’e:

LACROAIX (orang yang memberi nama “nue ardente”), melihat adanya bukti bahwa semburan awal dari bahan dari awan panas itu arahnya horisontal yang juga memberikan tekanan terhadap awan panas yang terjadi. Selanjutnya dari laporan tertulis yang dibuat oleh F.A.PERRET (1930) pada letusan Gunung-berapi Pe’lee yang terjadi pada tahun 1930 meskipun awan panasnya lebih kecil dari letusan tahun 1902, dia menemukan bukti-bukti baru yang dapat mengungkapkan bagaimana mekanisma gerak awan panas yang dihasilkan gunung-berapi tersebut. Dia yakin bahwa pembentukannya diawali oleh suatu letusan yang menyemburkan bahannya melalui suatu sudut yang kecil. Menurut pengamatannya, “nue ardente” yang terjadi adalah letusan dari lava itu sendiri yang terarah. Sumber lava yang terkumpul dibawah kubah secara-diam-diam akan menghimpun energi. Apabila kemudian meletus, maka ia akan menyembur melalui bagian yang lemah dibawah kubah dan mengarah horisontal menyapu lembah, bukit, menuruni lereng dan menyebar seperti kipas.

b. Tipe Soufriere :

Letusan yang terjadi pada gunung-berapi Soufriere yang melanda St.Vincent sifatnya agak berbeda dengan yang terlihat di gunung-berapi Pe’lee. Seperti halnya di St.Pierre, awan panas juga keluar dari lubang kepundan dan menuju ke lembah-lembah disekitarnya. Sebelum terjdi letusan, pada bagian puncak gunug-berapi ini terdapat kepundan dimana dasarnya ditutupi oleh danau yang dalamnya lebih dari 150 meter. Lereng gunug-berapi ini agak landai dengan rata- rata sudut 15 °. Sifat letusannya agak berbeda dengan yang teramati di gunung-berapi Pe’lee. Suhunya lebih rendah dan letusannya juga agak lemah Kemudian awan yang disemburkan menuju kesegala arah (tidak pada arah tertentu seperti di St.Pierre), dan bahkan keatas kaldera. Bahan yang dibawanya sebhagian besar berukuran pasir dengan sedikit sekali yang berukuran lebih besar apabila dibandingkan dengan gunung-berapi Pe’lee. Disimpulkan bahwa bahan-bahan panas disemburkan vertikal keatas dan awan panas yang jatuh kemudian menuruni lereng gunung-berapi.

c. Tipe Merapi

Para pakar gunung-berapi di Pulau Jawa, berdasarkan pengamatan-2 yang dilakukan terhadap pola letusan gunung Merapi, ternyata telah menunjukan adanya jenis mekanisma pembentukan awan panas lainnya selain dari yang dua diatas. Kubah pada kepundannya terus tumbuh dan lerengnya menjadi tidak mantap dan mulai runtuh serta menghasilkan guguran-guguran fragmen pijar melalui lereng gunung-berapi tersebut. Gunung-gunung-berapi yang mempunyai ciri-ciri yang sama seperti di Merapi, antara lain yang terjadi pada gunung-berapi Fuego di Guetamala, dan gunung-berapi Izalco di El Savador. Awan panas pada dasarnya sedikit sekali atau hampir tidak mengendapkan bahannya di bagian lereng gunung-api tersebut. Namun mereka mempunyai daya pengikisan yang kuat dan mampu menoreh lembah-lembah. Pada

panas umumnya akan mengendapkan bahan-bahannya di bagian yang landai dibawah setelah kehilangan energinya. Endapannya terdiri dari pencampuran yang sangat lekat berupa bahan berukuran halus (debu) dan bongkah-bongkah menyudut dengan garis tengah beberapa meter serta kadang juga terdapat batu-apung didalamnya.

Dalam dokumen PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI (Halaman 55-57)