Pada bagian ini, akan membahas tentang hasil penelitian yang terdiri dari sejarah singkat tempat penelitian, pandangan tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan.
A. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi
Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 331 tahun 1906, tentang pembagian daerah dan penyusunan administrasi, maka seluruh wilayah Alor Pantar menjadi sebuah wilayah sub distrik yang merupakan bagian dari distrik Timor Selatan di bawah kontrol Residen Timor. Sebagai suatu wilayah sub distrik dipimpin oleh seorang Gezaghebber yang berkedudukan dipantai Makasar (Desa Alor Kecil sekarang). Di tempat ini pemerintah Kolonial Hindia Belanda menempatkan sejumlah pejabatnya untuk memerintah dan mengatur
kepentingannya di daerah ini. Dengan demikian maka pantai Makasar dapat disebut sebagai “Ibu Kota” daerah Alor Pantar pada waktu itu. Sebagai sebuah ibu kota tentu saja menarik perhatian
berbagai pihak dengan berbagai kepentingan.49
Ada indikasi bahwa orang Portugis sudah masuk ke Kalabahi, Kokar, dan Alor Kecil dan membentuk perkampungan di sana. Kedatangan mereka dengan mempunyai suatu misi. Tanggal 22 Agustus 1901 pendeta Niks dari Kupang berkunjung ke Alor. Dia Membaptis seorang anak Timor yang orang tuanya sudah Kristen, Willian Hatsarani.50 Pada tahun 1905 tibalah dua keluarga Kristen dari pulau Rote di Bangatinang yaitu keluarga Heo dan Mengga. Keduanya
didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Alor sebagai “orang buangan”, namun dalam pergaulannya dengan masyarakat setempat sangat akrab sehingga mereka diterima dengan baik.
48
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
49 Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
50 Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya wacana University Press, 2014), 284
16
Sebagai keluarga Kristen apalagi yang terus diawasi kelakuannya oleh pemerintah, kedua keluarga ini berupaya untuk berbuat hal-hal yang baik sehingga dapat menarik simpati masyarakat dan juga pemerintah. Salah satu yaitu, mereka mewartakan kabar tentang injil kepada masyarakat di sekitarnya, khususnya kepada anak-anak. Ternyata upaya mereka mendapat simpati pemerintah Hindia Belanda yang pada akhirnya mendirikan sebuah “Kerk School”
(sekolah gereja) pada tanggal 17 Mei 1910.51
Pada tahun 1911 Alor-Pantar kembali di kunjungi oleh seorang pendeta atas nama Ds.
William Back kemudian disusul dengan kunjungan pendeta pembantu van den Staaij. Ds.
William Back melakukan baptisan di Alor, baik anak-anak maupun dewasa. Jumlah orang
Kristen dalam kunjungan-kunjungan itu seluruhnya menjadi 1000 orang.52 Dalam kunjungan ini ia sempat membabtiskan sekitar 100 orang pada tanggal 1 Oktober 1910 di Dulolong (dekat pante Makasar – Alor Kecil). Di antara mereka yang dibaptis itu terdapat Lambertus Mouata, yang di kemudian hari menjadi orang Alor Pantar pertama yang jadi Pendeta. Pada tahun yang sama, pemerintahan Hindia Belanda atas persetujuan kepala kampung Kabola, Adang, Lendola yang menyerahkan tanah mereka melalui Raja Bala Nampira (Raja Alor waktu itu) maka dipindahkan ibu kota dari alor kecil ke Kalabahi karena dipandang di kalabahi lebih luas dan strategis. Kepindahan atau pergeseran ibu kota dari Alor Kecil ke Kalabahi tentu dengan sendirinya diikuti juga oleh perpindahan penduduk yang telah dibaptis dan beragama Kristen. Pada tanggal 5 Mei 1911 atas prakarsa pemerintah dibangunlah sebuah kerk school di Kalabahi (yang dikemudian hari menjadi SD GMIT Kalabahi 1 sekarang) dengan demikian maka pendidikan bagi anak-anak yang telah dan akan dibaptis tetap terjadi dan berlangsung. Gedung sekolah ini juga dipakai oleh jemaat di Kalabahi pada setiap hari minggu untuk beribadah, sebab waktu itu belum memiliki sebuah gedung kebaktian. Karena itu dapat dikatakan bahwa sebuah gedung sekolah dapat berfungsi menjadi tempat belajar sekaligus tempat pekabaran injil.53
Kalabahi, 10 Juli1924, istri dari A. A van Dalen, membuka kursus menjahit bagi anak-anak perempuan dalam jemaat Kalabahi. Awalnya menjahit untuk penduduk baru dalam dunia.
51
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
52 Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya wacana University Press, 2014),27
53 Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 41-42
17
Kursus menjahit tersebut dinamakan kelompok Dorkas. Dengan kursus menjahit inilah, jemaat Kalabahi dapat membangun sebuah gedung gereja untuk gunakan.54
Pada tanggal 28 Februari 1928, tibalah di Kalabahi Ds. A. Boekenkruger yang menjadi
predikant (Pendeta Kepala) di Alor. Untuk membina dan membangun terus warga jemaat yang
telah ada di berbagai tempat di Alor. Beliau berupaya untuk mulai menata dan mengatur pelayanan dengan baik, sebagaimana sebuah jemaat yang secara organisatoris perlu dibenahi.55
Memasuki tahun 1940-an dunia dihadapkan pada tragedi besar yaitu perang dunia II. Keadaan ini di catat sebagai suatu periode yang kelam dan gelap bagi gereja-gereja di tanah air, khususnya di Alor yang baru mulai berkembang. Pada periode ini yang menjadi Predikan di Alor menggantikan Ds. A. Boekenkruger adalah Ds. M. Mollema. Pada saat itu, semua orang Eropa dan Amerika ditangkap oleh balatentara Jepang kerena menganggap mereka sebagai musuh, apapun alasan dan pekerjaannya. Akibatnya Ds. M. Mollema bersama sejumlah pejabat Hindia Belanda meninggalkan Kalabahi dan berlindung di Pitungbang. Dalam periode ini, pada tanggal 28 Oktober 1942 Indlandsch Leerar Soleman Dekuanan dan Indlandsch Leerar Riwu menjadi korban dan mati sebagai martir bagi gereja di Alor. Akibat berkecamuknya perang dunia II, maka gereja di Alor khususnya di Kalabahi terputus komunikasi dan hubungannya dengan organisasi gereja pusat di Kupang.56
Pada tanggal 6 November 1943 berkumpullah beberapa orang pekerja gereja mengadakan rapat di Kalabahi untuk mengatur pekerjaan Gereja di Alor. Dalam rapat ini, disepakati untuk dibentuk suatu lembaga yang diberi nama Badan Gereja Protestan Di Alor Pantar, yang menjabat sebagai ketua Ind. Lehr. Christian, sekertaris Ind. Lehr. Gerson Haan dan bendahara Penatua Christian Djahi. Badan inilah yang bertugas mengurus jemaat di Alor sampai lahirnya Gereja Masehi Injili di Timor, dimana jemaat-jemaat di Alor yang merupakan bagian dari umat Kristen di wilayah Afdeling Timor, (dengan sendirinya menjadi bagian integeral). Dengan berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor, maka dengan sendirinya Badan Gereja Protestan di Alor Pantar
54Pdt. Ebenhaizeir Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya wacana University Press, 2014),252-259
55Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 42-43
56Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 43-44
18
membubarkan diri dan berada dalam GMIT sebagai sebuah klasis yang bernama Klasis Alor Pantar berkedudukan di Jemaat Kalabahi (kini jemaat Pola Tribuana Kalabahi).57
Ketika GMIT berdiri pada tanggal 31 Oktober 1947, jemaat Kalabahi sebagai jemaat induk bagi jemaat-jemaat di Alor Pantar mulai dikembangkan. Apalagi di lingkungan pelayanan jemaat ini, ada banyak kekuatan jemaat baik itu dari segi manusianya, daya dan dananya. Keadaan ini berlangsung sampai sekitar tahun 1958 – 1960 di mana sinode GMIT karena berbagai pertimbangan memekarkan klasis-klasisnya yang memiliki wilayah pelayanan yang sangat luas, termaksud Klasis Alor Pantar. Antara tahun 1959 – 1960 Klasis Alor Pantar yang pusatnya di jemaat Kalabahi, di mekarkan menjadi 5 kalsis sebagai berikut : Klasis Kolana (diresmikan tanggal 16 Desember 1959) berpusat di Lantoka, Klasis Kui (diresmikan tanggal 10 Maret 1960) berpusat di Moru, Klasis Batulolong (diresmikan tanggal 5 Oktober 1960) berpusat di Apui, Klasis Alor (diresmikan tanggal 20 Oktober 1960) berpusat di Kalabahi, dan Klasis Pantar (diresmikan tanggal 10 November 1960).
Dalam rapat Badan Kerja Klasis-Klasis Alor Pantar yang disebut sebagai Sidang Sandra Bakti II tanggal 28 – 29 Februari 1964 disepakati dan ditetapkan bahwa jemaat-jemaat di Alor Pantar membutuhkan suatu wadah untuk menjadi Lembaga Pembinahan Pelayanan. Lembaga yang dimaksud adalah sebuah jemaat yang merupakan representasi dari seluruh jemaat di Alor Pantar. Jemaat itu adalah Jemaat Kalabahi, yang pada tanggal 1 Maret 1964 dirubah dan ditetapkan namanya menjadi Jemaat Pola Tribuana Kalabahi.58
B.Visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda.
“….. Visi Jemaat Pola Tribuana mengikuti Visi Sinode GMIT. Isi dari visi GMIT yaitu “GMIT adalah keluarga Allah yang merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom Allah. Setiap anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi tersebut, setiap anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan keadilan dan
57
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 45
58Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,”Jurnal Teologi (Salatiga: April, 2013), 45
19
kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya keseimbangan diantara pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah secara bertanggung jawab.”59
Melalui pernyataan diatas, bisa dilihat bahwa GMIT Pola Tribuana hanya menerima Visi GMIT Sinode saja, tetapi untuk visi GMIT Pola penjabaran dari visi itu kedalam penjabaran program-program yang terukur sesuai dengan konteks jemaat Pola Kalabahi, secara khusus GMIT Pola Kalabahi tidak memiliki perencanaan kedepan tentang peran pemuda dan apa yang dikehendaki oleh pemuda 25 tahun kedepan. Padahal kalau mau dilihat secara mendalam, visi sinode hanya sebagai dasar untuk setiap gereja menjalankan program dalam gereja.
“Untuk jemaat sendiri masih belum semua diketahui, dan secara presbiter sebagian sudah mengetahui tentang visi ini”60
Sekretaris GMIT Pola sendiri menjelaskan bahwa belum semua visi GMIT diketahui oleh jemaat. Secara teori sudah dikatakan bahwa visi ini dibuat untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan tertentu dan jemaat pun harus mengetahui dalam visi yang ada sehingga dapat menjalankan pelayanan bersama. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara presbiterial sinodal dan sebagai seorang presbiter dalam jemaat masih kurang dalam penyampaian tentang visi gereja kepada setiap jemaat, sehingga masih sebagian jemaat yang belum mengetahui akan visi tersebut.
“…Ada beberapa pemuda yang sudah termasuk dalam kemajelisan hanya saja belum terlalu aktif…”61
Pernyataan ini hanya secara tersirat bisa dikatakan bahwa gereja sudah melakukan pelayanan terhadap pemuda untuk masuk dalam setiap pelayanan dalam gereja. Tetapi tidak semua pemuda siap untuk menjadi penatalayanan dalam gereja. Ini berarti bahwa gereja sebagai wadah pelayanan, harus lebih giat lagi untuk bisa membina dan mengarahkan setiap pemuda dengan baik. Dengan melatarbelakangi teori bahwa PWG bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secara realistis, kristis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru Ini berarti bagi pelayanan gerejawi; bahwa orang-orang Kristen yang
59
Nandjaya Akal (Sekretaris Gereja GMIT Pola Tribuana), Wawancara 20 November 2016
60
Nandjaya Akal (Sekretaris Gereja GMIT Pola Tribuana), Wawancara 20 November 2016
61
20
berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan yang terbuka.62
“Pemuda terkadang selalu kebablasan ketika dikasih pelayanan, bukannya belajar tetapi berlaku seenaknya sehingga membuat orangtua tidak suka”63
Gereja sudah memberikan peluang untuk kaum muda untuk melayani tetapi terkadang kaum muda selalu melakukan seenaknya tanpa melihat pelayanan yang sebenarnya. Di sinilah kita melihat bahwa Pemuda dalam faktor usia tertentu, masih mengikuti apa yang menjadi keinginan mereka. Bahkan membuat orangtua menjadi tidak nyaman. Pernyataan di atas melatarbeakangi teori dari Kohlber bahwa seseorang remaja memakai banyak pertimbangan untuk tindakan-tindakan yang bersifat egoistis, yang mementingkan dirinya sendiri.
“… ide mereka itu baik hanya saja mereka semacam tidak mau tau. Ini hal yang tidak menolong dalam organisasi …”64
Pemuda mempunya kreatifitas yang baik. tetapi ternyata ada factor tertentu yang membuat pemuda menjadi apatis dalam pelayanan, yaitu sikap mereka yang masih mementingkan dirinya sendiri. Inilah yang membuat para orangtua merasa nyaman dengan pemuda itu sendiri. Pemuda seharusnya dapat belajar untuk dipersiapkan dalam pelayanan.65
“ Pemuda mempunyai jiwa kreatif, inovatif, yang harus juga diarahkan secara baik dan mereka juga harus membuka diri untuk belajar dari orangtua”66
Dilihat dari pernyataan ini, pemuda sangat mempunyai peran penting dalam sebuah organisasi. Peran pemuda dalam suatu organisasi gereja sangat di butuhkan. Dan juga perlu membuka diri untuk selalu belajar dari orangtua. Peran orangtua sangat penting untuk menjadi contoh nyata bagaimana kaum muda dapat meneladani akan sikap melayani. Karena terkadang kaum muda mempunyai semangat melayani tetapi sering tidak terkontrol.67 Sehingga kaum muda sendiri harus dapat menempatkan diri dengan baik, karena semua yang dijalankan sesuai aturan dan tatanan yang sudah diatur oleh gereja.
62
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
63
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir, M.Si, 21 November 2016
64
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
65
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
66
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
67
21
“Pembinaan yang dilakukan setiap dilakukan setiap bulan dan menghadirkan pendeta..”68 Gereja sendiri sudah melakukan pembinaan pemuda lewat kebaktian pemuda. Pernyataan ini melatarbelakangi teori dari Ferry C. Lawier bahwa pemimpin jemaat di Indonesia agar memberikan perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap pemuda dalam jemaat.69
“Hanya untuk organisasi gereja, masih di programkan. Agar organisasi gereja menjadi sentral bagi semua kategorial, supaya bisa menjalankan fungsi dan perannya masing-masing”70
Organisasi gereja merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai visi tertentu. Organisasi gereja tentunya dipengarui oleh suatu budaya tertentu. Di GMIT Pola sendiri sampai saat ini, masih dalam proses untuk membuat suatu organisasi gereja untuk menjadi sentral bagi setiap kategorial yang lebih fokus kepada nilai-nilai teologis.71 Sehingga organisasi yang terbentuk dapat memotivasi dan menciptakan suasana yang mendukung dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
“Kedepannya akan di lakukan untuk pembinaan organisasi. Karena organisasi gereja harus fungsi peran dalam pelayanan dan harus di komunikasikan pada kategorial”72
Meninjau secara teori bahwa organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari organisasi yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku organisasi para anggota organisasi.73 Dengan demikian, pemimpin gereja harus mempunya suatu kemampuan dalam memberikan ide-ide yang kreatif dalam memprogramkan organisasi gereja.
C.Respon pemuda terhadap visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan pemuda
68
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
69
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
70
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
71
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
72
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
73
22
“….Pelayanan merupakan salah satu bentuk ungkapan syukur kepada TUHAN dalam totalitas kehidupan..”74
Bagi pemuda, makna dari pelayanan ialah memberikan totalitas kehidupan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemuda ternyata mempunya rasa tanggung jawab dalam dirinya untuk mau berpikir pada hal-hal yang nyata. Dalam teori Piaget bahwa mereka dapat mempresentasikan representasi (gambaran) dari tindakan yang di
lakukan.75
“ Gereja cukup memperhatikan kebutuhan pemuda, tetapi lebih banyak mengarah kepada kegiatan-kegiatan massa atau besar”76
Menurut responden, gereja sampai saat ini cukup memperhatikan akan kebutuhan pemuda, tetapi pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan luar gereja, contohnya seperti bakti sosial ke desa-desa. Inilah yang menjadi kelemahan dari gereja sendiri, agar gereja harus lebih giat untuk memperhatikan kebutuhan pemuda secara internal. Sehingga banyak pemuda juga merasa kalau kebutuhan belum cukup dipenuhi oleh gereja.77 Pernyatan ini menitik beratkan pada teori bahwa Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Mereka lebih menataati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban agar tatanan sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.78
“tidak menyentuh pada pembinaan pemuda”79
Menurut responden , dalam hal pembinaan pemuda belum dirasakan sama sekali. Hal ini merupakan salah satu yang menjadi kelemahan dari gereja. Sampai saat ini sebagian pemuda merasa kalau kebutuhan rohani mereka belum terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh gereja lewat pelayanan pendidikan yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen, ditunjang oleh biaya yang memadai serta didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh masyarakat dan para pendidik).80 Sehingga gereja seharusnya lebih giat lagi untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda agar nantinya pemuda tidak meninggalkan gereja.
74
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
75
Thomas Groome, Christian Religion Eduated, Pendidikan Agama Kristen , 366
76
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
77
SA, wawancara pada tanggal 24 November 2016
78 William Crain, Teori Perkembangan, 234-235
79
MW, Wawancara tanggal 23 November 2016
80
23
“Gereja sampai saat ini belum menjelaskan visi gereja kepada pemuda”81
Menurut responden, sampai saat ini visi gereja belum diketahui oleh setiap pemuda. Inilah yang menjadi kendala mereka dalam melakuakn kegiatan-kegiatan. Karena menurut responden ketika tidak ada visi khusus dalam gereja, maka setiap program akan dilaksanakan dengan tidak teratur. Inilah yang seharusnya diperhatikan oleh gereja dalam melaksanakan kegiatan gereja. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu gambar yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.82
“Sejauh ini keterlibatan pemuda dalam pelayanan gereja ini, sudah baik. Misalnya, menjadi kepanitiaan hari raya gerjawi dan operator LCD”83
Pemuda merupakan generasi penerus dari gereja. gereja harus dapat menyiapkan kebutuhan dari pemuda, dapat mengakomodir setiap kebutuhan yang diperlukan dalam pelayanan. Sehingga pemuda tidak jenuh dalam melayani. Menurut Ketua Pemuda Pola juga memengatakan hal yang sama bahwa keterlibatan pemuda hanya sebatas kegiatan gerejawi dan operator LCD, tetapi untuk menjadi majelis jemaat atau menjadi pemusik dalam pelayanan gereja masih belum di jangkau.84 Ditinjau dari teori yang ada bahwa semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan (sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan bagi pemuda dalam kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru dan dosen PAK serta setiap orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-jemaat) hendaknya menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.85
“ Gereja harus lebih membuka diri dan menerima masukan positif untuk kemajuan pelayanan gereja”86
Menurut responden gereja masih menutup diri, dalam hal ini responden merasa pemuda masih belum mendapat perhatian secara baik. Pernyataan ini menitik beratkan pada salah satu ciri khas
81
Meri Djahila, Ketua pemuda Pola Tribuanan wawancara via telepon 17 Januari 2017
82
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian,
83
MW, wawancara tanggal 23 November 2016
84 Wawancara via telepon dengan Ketua Pemuda, Mery Djahila, tanggap 17 Januari
85
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
86
24
PWG yang dipaparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahan-perubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru.
“Gereja harus peka terhadap masalah-masalah pemuda di lingkungan sekitar”87
Pernyataan ini menitik beratkan kepada Seorang pelayan mempunyai tugas untuk membimbing, menasehati, serta menopang jemaatnya. Perannya itu salah satunya dapat menjawab permasalahan pemuda. Gereja tidak saja tinggal diam tetapi harus dapat membantu pemuda untuk menemukan jalan keluar atas permasalahan atau pergumulan pemuda.
D. Penghambat-penghambat dalam Pembinaan dan pemberdayaan pemuda.
Clement Suleeman mengungkapkan bahwa pemahaman warga gereja tentang pembinaan warga gereja masih bermacam ragam. Walaupun demikian, pada umumnya dapat dilihat bahwa mereka cenderung untuk menafsirkan pengaktifan kembali kegiatan-kegiatan rutin sebagai pembinaan. Oleh karena pembinaan dalam pengertian demikian cenderung mengarah ke dalam
(introvert), maka menjadi jelas bahwa jarak antara Gereja dengan dunia belum dihubungkan.88
Salah satu ciri khas PWG yang dipaparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahan-perubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. PWG bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secara realistis, kritis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi; bahwa orang-orang Kristen yang berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru