i
VISI JEMAAT GMIT POLA TRIBUANA KALABAHI TERHADAP PEMBERDAYAAN
PEMUDA DARI PERSPEKTIF PEMBINAAN PEMUDA
Oleh :
Zetya Inger Anastasia 712012032
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teolgi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si. Teol)
Program Ilmu Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
vi
MOTTO
Don’t lose the faith,
Keep praying,
Keep trying.
“Janganlah takut,
sebab Aku menyertai engkau,
Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan
meneguhkanmu, bahkan akan menolong engkau; Aku
akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang
membawa kemenangan.”
vii
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas perkenanannya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Dalam penulisan Tugas Akhir ini, tentunya penulis mempunyai banyak pengalaman. Ada senyuman, tawa, bahagia, tetapi ada juga kecewa, gerutu, benci, jengkel, dan stress yang berjalan secara beriringan. Semua yang terjadi penulis menyadari bahwa cinta dan kasih Tuhan Yesus selalu dinyatakan dalam setiap proses yang ada.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini pun, membutuhkan dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Tanpa kehadiran, dukungan, doa, canda dan tawa serta motivasi mereka, penulisan ini tidak dapat di selesaikan dengan baik. Hal ini berarti eksistensi penulis tidak terlepas dari orang-orang yang luar biasa bagi kehidupan penulis. Dengan hal tersebut, di saat yang berbahagia ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada personal maupun lembaga yang turut mensukseskan akan keberlangsungan bermahasiswa di Fakultas Teologi sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Mereka tersebut adalah :
1. Tuhan Yesus Kristus yang adalah penolong yang luar biasa bagi penulis. Tempat di mana penulis mengutarakan isi hati dan pengeluhan-pengeluhan kepadaNYA. Terimakasih karena sampai detik ini, Tuhan masih membuat keajaiban-keajaiban dalam kehidupan penulis. Penulis takkan mampu membalas semua kebaikan dan berkat yang telah Engkau berikan, hanyalah diri ini yang dipersembahkan kepadaMu sebagai alat dalam pelayananMu. Inilah aku, Utuslah aku.
2. Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nubantimo dan Ibu Feriningsih B. P. Hagni, sebagai pembimbing yang senantiasa membimbing penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Kritikan dan saran yang diberikan selama penulisan ini, menjadi sangat bermanfaat, khususnya bagi perkembangan pembinaan pemuda di GMIT. Terimakasih untuk bimbingan dan arahan yang luar biasa dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini. Kiranya Tuhan yang adalah sumber berkat dan rahmat memberkati Bapak dan Ibu dalam keluarga dan tugas pelayanannya.
viii
4. Semua dosen di Fakultas Teologi yang telah memberikan ilmu serta pengetahuan kepada penulis dalam proses perkuliahaan di Fakultas Teologi. Terimakasih untuk ilmu dan pengorbanan yang dibagikan kepada semua mahasiswa sebagai bekal untuk menjadi calon pelayan Tuhan di masa depan. Tuhan membekati setiap dedikasi dan pengorbanan Bapak dan Ibu dosen. Tak lupa juga penulis berterimakasih kepada Ibu Budi, sebagai TU di Fakultas Teologi yang sudah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi selama penulisan. 5. Majelis Jemaat GKI Soka dan GKMI Salatiga, yang telah menerima serta mendukung
penulis selama PPL I- IV. LSM L-Paska yang telah menerima penulis serta teman-teman yang melakuakn PPL V. Tak lupa juga GMIT Limarahing, sebagai tempat pelayanan PPL VI, yang telah memberikan dukungan serta doa untuk penulis. Tuhan senantiasa memberkati pelayanannya.
6. Majelis jemaat dan pemuda/ I GMIT Pola Tribuana Kalabahi yang telah meluangkan waktu dan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data dalam penyusunan Tugas Akhir. 7. Bapak sebagai inspirasi dan motivasi serta bagi penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Terimakasih untuk kasih sayang yang sudah Bapak berikan buat Tya. Tugas Akhir ini di dedikasikan khusus buat Mama yang di Surga. Mama yang menjadi sosok yang luar biasa buat Tya, menjadi sumber kekuatan buat Tya untuk selalu maju dan berjuang untuk menyelasaikan proses perkuliahan sampai penyelesaian study di Fakultas Teologi. Terimakasih telah menjadi sumber inspirasi bagi Tya sampai saat ini.
8. Kakak Elvi, Kakak Moan, Kakak Erni, Adibu, yang telah mendukung serta memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini. Terimakasih karena sampai saat sudah menjadi kakak serta adik yang luar biasa bagi Tya. Terimakasih selalu menjadi pendengar yang setia ketika Tya sedang dalam kesulitan. Terimakasih untuk keponakan tersayang Farrel, Andre, Nona Telly, yang sudah menghibur Mama Tya dalam penuyusunan Tugas Akhir ini.
9. Keluarga besar Sumaa dan Oga, yang berada Alor, Maumere, Kupang, dan di berbagai tempat. Terimakasih karena selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa untuk Tya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
ix
11.Yusuf Anie sebagai pacarnya Tya, yang telah menjadi penyemangat dan memberikan dukungan kepada Tya sampai saat ini. Terimakasih atas dukungan, doa, serta cinta kepada Tya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
12.Kawan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya. Terimakasih atas kebersamaan dan kasih sayang yang terjalin selama menjalani perjalanan study di Fakultas Teologi.
13.Anak Kos Adhelphous yang selalu mendukung dan mendoakan saya selama dalam penulisan tulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih untuk kebersamaan selama ini.
14.Adik-adik Alor yang berada di Salatiga Melki, Anis, Inger, Kori, Ayu Redda, Nita Haan, Thesa Djobo, dan semua adik-adik yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Terimakasih untuk senyuman dan dukungannya selama ini, yang telah menghibur dan mendukung Kaka Tya selama menyelesaikan Tugas Akhir.
15.Sahabat kecil saya, Lenny Dakabesi dan juga teman terbaik saya Putri Takalapeta dan Nelcy Sally, yang selalu memberikan semangat dan doa untuk saya. Terimakasih untuk persahabatan ini.
16.Almamaterku tercinta Universitas Kristen Satya Wacana, tempatku menimbah ilmu dan mengalami proses belajar.
17.Semua pihak tidak dapat di sebutkan namanya satu per satu, yang sudah membantu mendukung dan memberikan semangat kepada dalam penyelesaian studi ini.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini keterbatasan wawasan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan akan Tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, gereja, dan juga masyarakat luas. Terimakasih.
Salatiga, … Februari 2017
Penulis,
x
Daftar Isi
Halaman Judul ……… i
Halaman Pengesahan ………. ii
Halaman tidak plagiat ………. iii
Halaman persetujuan akses ………... ………iv
Halaman persetujuan ………. ……….v
Motto ……….. ………...vi
Kata Pengantar ………. vii
Daftar isi ……… x
Saripati ……… xi
I. Pendahuluan ………. 1
a. Latar belakang ………. 1
b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian ………. 6
c. Metode penelitian ……….. ………..7
d. Sistematika penulisan ……….. ………..7
II. Teori ……… 8
a. Pengertian Organisasi ………... 8
b. Pengertian Visi ……… 9
c. Pengertian pembinaan pemuda ………. 10
III. Gereja dan Pelayanan ……… ………. 14
a. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi ………. ………..14
b. Visi GMIT Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan kepada pemuda. 18 c. Respon pemuda kepada visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan. ……….. 21
d. Penghambat-penghambat dalam Pembinaan dan pemberdayaan pemuda. ……….23
IV. Penutup ………. 26
1. Kesimpulan ……….. 26
2. Saran a. Gereja GMIT Pola Tribuana ……… 26
b. Pemuda GMIT Pola Tribuana ………. 27
c. Fakultas Teologi ……… ………..27
xi Saripati
Zetya Inger Anastasia, 2016/ 2017, “VISI JEMAAT GMIT POLA TRIBUANA KALABAHI TERHADAP PEMBERDAYAAN PEMUDA DARI PERSPEKTIF PEMBINAAN PEMUDA”, Tugas akhir, Program Ilmu Teolgi, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Penelitian ini dilakukan di jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Pokok penelitiannya ialah sejauh mana GMIT Pola Tribuana Kalabahi memiliki visi dan misi pelayanan yang ditetapkan oleh setiap kategorial. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ialah pertama, apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda? Kedua, apa respon pemuda GMIT Pola tentang visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu? Dengan melihat kedua hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian di GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Metode penelitian yang digunakan ialah pendekatan kualitatif yaitu wawancara. Dari hasil penelitian yang dilakukan, gereja sampai saat ini belum memiliki visi. Sehingga program yang dijalankan sering tidak sesuai dengan kebutuhan jemaat. Salah satunya ialah pemuda. pemuda merupakan generasi penerus gereja yang seharusnya mendapat pembinaan dari gereja. Tetapi sampai saat ini, gereja kurang melakukan pembinaan dan pemberdayaan kepada pemuda, yang membuat pemuda semakin malas mengikuti pelayanan di gereja. Dengan melihat masalah diatas, tulisan ini direkomendasikan bagi gereja agar dapat merumuskan visi gereja secara jelas, agar pelayanan yang dijalankan dapat berjalankan dengan baik dan juga direkomendakasikan kepada gereja terkait agar dapat melakukan workshop atau diskusi dengan pemuda agar gereja dapat mengetahui permasalahan serta kebutuhan dalam pelayanan pemuda.
1
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Gereja dipahami sebagai “persekutuan orang percaya”, yaitu kepercayaan atau imannya kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus.1 Gereja merupakan tempat di mana orang percaya berkumpul dan gereja dipahami bukan hanya dari gedung saja, tetapi orang-orang yang berada di dalamnya yaitu anak-anak, remaja dan pemuda, orang-orangtua. Gereja adalah tubuh Kristus di mana harus meningkatkan mutu dari pelayanan kasihNya. Penekanan gereja sebagai tubuh Kristus membawa kepada penekanan gereja sebagai suatu persekutuan yang di dalamnya setiap individu menemukan identitas dan kepenuhan melalui perjumpaan dengan orang lain dan dalam relasi dengan Yesus Kristus.2 Sehingga gereja harus mempunyai visi yang jelas untuk melaksanakan tugas panggilannya bukan hanya di lakukan pada masa kini, tetapi juga masa yang akan datang. Dengan demikian, pemuda sebagai calon-calon penerus gereja harus mendapat perhatian secara optimal.
Untuk menjadi gereja Tuhan yang fungsional di tengah-tengah dunia dan masyarakat yang majemuk, setiap gereja perlu menetapkan arahan bagi kehidupan dan pelayanannya. Visi dan misi jemaat harus berdasarkan visi dan misi Allah untuk dunia ini.3 Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana akan di bawa organisasi akan di bawa, dan harus diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, bersifat antisipatif, produktif, dan inovatif dalam menangani setiap tantangan. Visi juga merupakan suatu gambaran menantang tentang jeadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan dalm sebuah organisasi.4
Pemuda di GMIT merupakan orang-orang yang mempunyai semangat untuk berjuang dan mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu perubahan bagi dunia dan gereja. Orang muda sering diberi label sebagai Agent of change, agen pembaharuan, karena ciri-ciri yang melekat pada kepemudaan mereka. Ciri mereka, antara lain, adalah energik, kreatif, dinamis, empatik, kritis, dan berani mengambil resiko.5
Menurut Abraham Maslow, lima tingkatan kebutuan manusia yang disebutnya Piramida
Kebutuhan : a) Kebutuhan fisik; b) kebutuhan keamanan; c) Keamanan pengakuan; d) kebutuhan
1
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK: Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 7
2 Yusak B. Setyawan, Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW Press, 2013), 8 3
Irene Ludji, Eklesiologi dan konsep pelayanan Holistik, Jurnal of Theologia, Vol. IV, No.1 (Agustus 2009): 81
4
Renowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009), 124
5
2
harga diri; dan e) kebutuhan perwujudan diri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bila kelima tingkat kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan baik, maka masalah-masalah yang dihadapi manusia termasuk pemuda pun berkurang dan pada gilirannya dapat diatasi sampai tuntas.6
Di masa dewasa, kebanyakan orang mengembangkan pemahaman identitas yakni pandangan tentang diri sendiri sebagai individu dan anggota masyarakat. Formasi identitasnya tak dapat dipahami di luar konteks kulturnya. Fakta bahwa transisi ke peran dewasa agak tertunda di banyak masyarakat telah menimbulkan periode kehidupan baru.7
Remaja dan pemuda adalah masa perpindahan ke arah dewasa; suatu masa yang rawan dan perlu pelayanan tersendiri. Saat itulah, mereka lebih banyak menanyakan substansi imannya dan mengambil keputusan-keputusan etis secara signifikan.8 Pemuda yang tergolong dalam usia 18 tahun ke atas, menurut teori Piaget, seseorang yang telah melampaui tahap operasional formal yang dialami pada masa remaja.9 Pada tahap ini, remaja mulai memikirkan masalah-masalah yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan mereka masuki. Di dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka, bisa mengarah kepada idealisme yang mengejutkan. Mereka dapat memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak, seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat dengan sangat berbeda dari apapun yang eksis saat ini.10
Pada tahap perkembangan moral, lebih menekankan kepada siapa yang memegang kekuasaan, dialah yang dihormati. Para remaja dan pemuda senang memerhatikan kewajiban yang harus mempertahankan tata kehidupan sosial untuk kepentingan ketertiban dan keamanan sendiri. Demikian juga, pada perkembangan ego, pemuda berada dalam suatu situasi di antara mencari intimitas (kedekatan) dan menyisihkan isolasi atau keterasingan. Yang dimaksud ialah adanya kemampuan untuk sharing dan saling memperhatikan tanpa harus kehilangan identitas.11 Salah satu kebutuhan pokok yang tersirat dalam kelima kebutuhan yang dikemukakan Abraham Maslow, adalah kebutuhan rohani. Kebutuhan ini mulai terancam di zaman ini dengan
6
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 204
7
Eric B. Shiraev dan David A. Levy, Psikologi Lintas Kultural: Pemikiran Kritis dan terapan Modern, edisi keempat,
(Jakarta: Kencana, 2012), 306-307
8
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan untuk mengajar Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006), 35
9
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 129
10
William Crain, Teori perkembangan, Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ), 202
11
3
kemajuan sangat pusat di bidang informasi, komunikasi yang telah bermuara dalam era globalisasi12. Tentunya kaum muda sering bergumul dengan spiritual mereka, yang sering di sebut dengan perkembangan iman. Pada masa ini, pemuda pemudi harus memulai secara serius membangun keyakinan sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Pada usia seperti ini, mereka mulai menimbang-nimbang semua alternatif dan menentukan pandangan pribadi. Kepercayaan dan pemahaman mengenai Tuhan bersifat sangat personal.13
Keadaan zaman memang sudah berubah. Zaman semakin maju dan berkembang dengan cepat. Gereja dituntut supaya dapat mengaktualisasikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada, baik itu dalam pergaulan dan pola pikir yang semakin maju. Perjalanan iman generasi selanjutnya adalah tantangan bagi gereja yang sudah mapan, tapi perjalanan iman itu juga bisa menjadi sumber harapan bagi komunitas iman.14 Peran pemuda dalam hal ini sangat diperlukan, sebagai salah satu kategorial yang berada dalam gereja dan juga mereka adalah orang-orang yang lebih dekat dan sangat terbuka terhadap perubahan zaman di era globalisasi ini.
Dalam konteks Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), visi yang dirumuskan merupakan konsep dari Rencana Induk Pelayanan (RIP). Sejarah pelayanan GMIT, memberi gambaran bahwa GMIT tidak saja terpanggil untuk melaksanakan pelayanan khusus di bidang rohani tetapi keberadaan GMIT juga memberi perhatian pada segala aspek kehidupan umat. Itulah yang menjadi visi dan misi GMIT dalam pelayanan. Tata GMIT 2010 mengambarkan tentang visi GMIT yang terpanggil untuk mewujudkan GMIT sebagai gereja yang misioner, yaitu GMIT sebagai : pertama, Gereja yang memahami diri sebagai keluarga Allah yang terikat oleh Kasih Kristus dan secara bersama-sama ikut serta dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia; Kedua
Gereja yang memahami diri sebagai umat keluaran yang diutus ke dalam dunia untuk membawa Syalom Allah dimana semua anggota GMIT berfungsi sebagai surat Kristus yang hidup untuk membawa kabar baik bagi dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung; Ketiga,
Gereja yang jemaat-jemaatnya saling membina, membangun dan bertumbuh menuju kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus (MS-GMIT, 2010).15
12
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204
13
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik , 131
14
David Kinnaman, You Lost Me: Mengapa Orang Kristen Muda Meninggalkan Gereja Dan Memikirkan Ulang tentang Iman Mereka, (Sekolah Tinggi Teologi Bandung (STTB), 2012)
15 Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap kepemimpinan
4
Gambaran Visi yang tercantum dalam Tata GMIT 2010 tersebut, merupakan suatu landasan bagi setiap gereja yang berada di GMIT salah satunya Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi, Kabupaten Alor.
Sejauh ini, pelayanan masih belum sepenuhnya dipercayakan kepada kaum muda, seperti menjadi Majelis (Penatua dan Diaken), regenerasi pemain musik, menjadi penanggungjawab
sound dan lain-lain. Jika dilihat dari gereja-gereja lainnya di Alor, sudah banyak gereja yang
mempercayakan kepada pemuda pemudinya untuk melayani di gereja, seperti Gereja Puildon, Gereja Bethlehem, Gereja Ebenhaizer Hombol, dan beberapa gereja lainnya. Gereja sering menganggap orang muda sebagai the church of tomorrow, warga gereja masa depan, yang nanti akan diberi peran kalau sudah matang dan siap. Artinya, mereka baru diberikan kesempatan berperan ketika seluruh ciri kemudaannya sudah hilang dimakan usia.16
Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi merupakan gereja yang berdiri di Kabupaten Alor dengan jumlah anggota jemaat ± 4000 jiwa, 7 Gugus 25 kelompok, dengan jumlah pemuda sekitar 900 jiwa. Jika di klasifikasi dalam kategoria usia para pemuda GMIT Pola Tribuana yaitu sekitar 18-35 tahun, sebab ada juga yang sudah berumah tangga, tetapi masuk dalam kaum muda. Biasanya yang hadir dalam ibadah Pemuda, sekitar 95-100 jiwa. Tidak dipungkiri bahwa gereja dengan jumlah jemaat yang besar akan muncul banyak persoalan dalam jemaat. Salah satunya adalah persoalan tentang pembinaan dan pemberdayaan pemuda. Kepemimpinan dalam sebuah gereja sangat mempengaruhi akan perkembangan dan kemajuan pemuda itu sendiri. Pemimpin haruslah seorang yang “visioner” –memiliki “visi. Tugas terpenting pemimpin adalah membangun visi bagi organisasi yang dipimpinnya dan memengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk mempunyai visi yang sama dengan dirinya. Visi tersebut yang kemudian dikembangkan dan akhirnya diwujudkan dalam misi.17
Jika dilihat, sampai saat ini, GMIT Pola Tribuana masih saja menutup diri dan belum mempercayakan pelayanan kepada para pemuda. Pemuda sering diabaikan oleh pihak gereja. Hal ini bisa dilihat dengan adanya pembatasan pada kaum muda untuk mengeksplorasikan kreatifitas mereka, dan juga gereja masih belum mempercayakan pelayanan dalam gereja kepada kaum muda, misalkan dalam memainkan musik pada saat kebaktian umum yang sampai sekarang masih dimainkan oleh orangtua, menjadi kolektor dalam ibadah minggu, dan lain-lain. Lebih lagi, gereja kurang melakukan pembinaan terhadap pemuda di GMIT Pola Tribuana. Inilah
16 Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja., 15 17
5
menjadi salah satu kelemahan sekaligus faktor penyebab kaum muda kurang terlibat dalam setiap kegiatan pemuda.
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, masih menfokuskan diri pada pelayanan umum, seperti kebaktian Minggu, kebaktian Gugus, sedangkan untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda masih kurang mendapat perhatian. Inilah yang membuat kaum muda menjadi canggung dalam pelayanan, sehingga pemuda mengalami suatu kekecewaan terhadap kinerja yang dilakukan oleh Gereja, yang kurang memberi perhatian dan memberikan ruang gerak bagi kaum muda dalam menyalurkan kreatifitas mereka dan gereja belum menjawab akan kebutuhan-kebutuhan dari kaum muda di GMIT Pola Tribuana. Jika mau dilihat, kaum muda sangat membutuhkan suatu pembinaan dari gereja dalam menumbuhkan spritualitas mereka dan bahkan membuat kehidupan kaum muda lebih baik lagi untuk mempersiapkan diri mereka dalam sebuah pelayanan dalam gereja. Pelayanan dan spiritualitas tidak dapat dipisahkan. Seorang pelayan kristiani tidak akan pernah dapat menjadi pelayan kalau bukan imannya yang paling pribadi dan pemahaman tentang hidup, yang menjadi pusat pastoralnya.18
Pelayanan dari pihak orangtua dan gereja yang secara khusus melibatkan kaum muda dengan cara dalam pengalaman keluarga Kristen dan kehidupan jemaat tanpa mengharuskan kaum muda lebih dulu mengalami pertobatan pada umur tertentu.19
Mendidik, membina, dan memberi peran generasi muda di usia muda, harus menjadi kunci menuju masa depan. Kalau kita menginginkan perubahan dan pembaharuan menuju keadaban publik baru, kita membutuhkan generasi baru yang lebih jujur, lebih adil, lebih bertanggung jawb, lebih terbuka-inklusif, memliki daya juang dan tentu saja iman yang kokoh.20 Dan pembinaan dan pendidikan bagi pemuda juga merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tersirat dalam lima kebutuhan pokok menurut Abraham Maslow. Karena itu kebutuhan pokok ini pun harus dipenuhi oleh gereja secara khusus. Sayang sekali – pemimpin/jemaat kurang memberikan perhatian yang serius terhadap pelayanan pendidikan bagi para pemuda dalam lingkungan jemaatnya.21
Pemuda juga memerlukan cinta dari gereja supaya mereka tidak meninggalkan gereja. Karena itu, jika gereja ingin mengalami perubahan yang mana mengikuti perkembangan zaman
18
Henry Nouwen, Pelayanan yang kreatif, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 21
19
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan PIkiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius hingga Perkembangan PAK di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 501
20
Tangdilintin Philip. Pembinaan generasi Muda,, 17
21
6
harus dapat melibatkan kaum muda agar mereka kelak dapat berpartisipasi dan merasa cinta kepada gereja.
Tak heran, jika setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemuda, kebanyakan di habiskan luar gereja dibandingkan dalam gereja. Kalaupun melakukan kegiatan dalam gereja, itu pun hanya sebatas kegiatan-kegiatan gerejawi saja dan hanya menjadi jemaat biasa. Dalam lingkungan GMIT Pola Tribuana Kalabahi, banyak orang-orang sukses yang sebagian besar ialah kaum muda. Namun, mereka belum sepenuhnya memberikan kontribusi kepada pemuda dan jarang mendapat pengaruh dalam gereja. Kritik dan saran yang disampaikan, belum mendapat respon yang baik dari pihak gereja. Sehingga bisa di katakan bahwa GMIT Pola Tribuana Kalabahi masih sangat lemah dalam hal pelayanan secara internal.
Sejauh penelusuran, baru satu tulisan yang ditemukan yaitu tentang “Konseling Pastoral Pendeta (Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi). Dalam tulisan ini, belum banyak menulis tentang pemuda, tetapi bagaimana penulis mengkritik tentang perlunya konseling pastoral terhadap Pendeta di GMIT Pola Tribuana Kalabahi, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.22
Dengan melihat hal-hal diatas, maka judul penelitian ini “Visi Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi tentang Pemberdayaan Pemuda dari Perspektif Pembinaan Pemuda”.
b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncullah rumusan masalah yang dipaparkan dalam beberapa pertanyaan yaitu :
Apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda?
Apa respon pemuda GMIT Pola tentang visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu?
Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
Mengidentifikasi visi jemaat GMIT Pola Tribuana terhadap pemuda serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda GMIT Pola Tribuana Kalabahi
22
7
Mendiskripsikan dan menganalisis pemahaman tentang respon pemuda GMIT Pola Tribuana tentang visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu.
Penelitian ini bermanfaat untuk warga jemaat GMIT Pola Tribuana terkhususnya di bidang komisi pemuda dan GMIT Pola Tribuana untuk memberikan evaluasi kepada Gereja. Sehingga kedepannya pemuda dapat ikut berperan dalam pelayanan gereja (Komisi Pemuda).
2. Metode Penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian di GMIT Pola Tribuana ini, maka digunakan pendekatan-pendekatan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, terutama dalam mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran tentang obyek penelitian. Pendekatan yang di lakukan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara wawancara. Dalam suatu penelitian wawancara bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.23
Penelitian ini bertempat di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi, Kabupaten Alor. Pengambilan data penelitian dengan cara mewawancara, kepada Pendeta, Majelis, dan pemuda/I, sehingga mempermudah mendapat informasi dari setiap responden.
3. Sistematika penulisan
Dalam sistematika penulisan, penulis menjabarkan dalam 4 bagian. Bagian pertama,
dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian. Bagian kedua, teori yang di gunakan ialah teori organisasi dan teori PAK tentang PAK pemuda. Bagian ketiga, pemaparan hasil penelitian yaitu dengan cara wawancara serta analisis kritis dan pembahasan mengenai visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda GMIT Pola tentang visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan tersebut. Dan Bagian keempat, penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
23
8 II. Teori
A. Pengertian Organisasi
Istilah organisasi tentunya sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Organisasi menurut W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah susunan da aturan dari berbagai-bagai bagian (orang, dan sebagainya) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Selain itu, definisi lain tentang oragnisasi menurut James D. Mooney, ialah “Organization is the of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Kochler, organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur mengkoordinasikan usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.24
Dengan demikian, secara umum organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.25
Gereja mengorganisasi diri sebagai sebuah institusi, oleh karenya membutuhkan pengorganisasian yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal saesuai tujuan yang diharapkan. Untuk itu gereja-gereja memiliki aturan organisasi yang biasanya terdapat didalam tata gereja dan/ atau peraturan-peraturan lainnya. Sehingga dalam pengorganisasian gereja diperlukan suatu struktur organisasi.26
Dalam organisasi juga dipengaruhi oleh suatu budaya tertentu. Budaya organisasi merupakan fondasi organisasi. Budaya organisasi sebagai budaya yang khas dari perusahaan/ organisasi itu sendiri. Budaya organisasi dapat mengarahkan, mengikat dan memotivasi setiap individu yang terlibat didalalamnya untuk menciptakan suasana yang mendukung bagi upaya mencapai tujuan yang diharapkan.27 Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari organisasi yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku organisasi para anggota organisasi. Secara umum budaya organisasi dirumuskan sebagai visi, misi, tujuan strategik, dan nilai-nilai strategik. Budaya organisasi diajarkan kepada para anggota organisasi dan diawasi pelaksanaannya secara sistematis (Wirawan, 2007).28 Budaya organisasi di GMIT
24
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 20-22
25
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 24
26
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 56
27
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 31-32
28
9
memahami visi dan misi gereja terlebih dahulu yang kemudian dari diturunkan secara budaya. itu dapat dilihat dari tata cara gereja serta visi dan misi itu dipengaruhi gaya kepemimpinan. Setiap gereja memiliki visi dan misi mengacu pada visi dan misi sinode.
B.Pengertian Visi
Dengan melihat definisi organisasi di atas, tentunya didasari dengan visi yang jelas. Visi adalah visualisasi atas masa depan yang realistis, dapat dipercaya, serta memiliki daya bagi manusia dan organisasi untuk menentukan misi dan strategis dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Visi adalah arah ke mana organisasi akan dibawa menuju masa depan yang lebih baik dan lebih berhasil daripada sebelumnya. Visi yang benar merupakan gagasan yang penuh kekuatan untuk masa depan dengan mengandalkan kemampuan, ketrampilan, bakat, dan sumber daya.
Thomas Sowell (1987) menjelaskan konsep visi sebagai berikut:
“Vision has been decribed as a pre-analitic cognitive act. It what we dence or feel before we have contructed any systematic reasoning that could be salled theory, much less dedicated any
specific consequences as hypotheses to be terted again evidence. A vision is our sense of how the works.” Sowell menyamakan visi dengan teori dan hipotesis dalam penelitian yang perlu diuji terhadap bukti yang harus diciptakan oleh pemimpin dan para pengikutnya di masa yang akan datang. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu gambar yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.29
Setiap gereja tentunya mempunyai visi yang sudah di rancangkan untuk kemajuan sebuah organisasi. Demikian halnya di GMIT. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara presbiterial sinodal. Sehingga visi yang sudah dirancangkan oleh setiap gereja di GMIT juga
harus berdasarkan pada visi GMIT. Visi GMIT yaitu “ GMIT adalah keluarga Allah yang merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom Allah. Setiap
anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, setiap anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan
keadilan dan kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya
29
10
keseimbangan diantara pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah
secara bertanggung jawab.”30
C. Pengertian Pembinaan Pemuda
Melihat pentingnya suatu organisasi, perlu juga diterapkan dalam gereja, ketika gereja ingin melibatkan dan mengajak warga jemaat untuk terlibat dalam pelayanan, secara khusus pemuda. Tentunya dalam melibatkan kaum muda dalam pelayanan, gereja perlu melakukan pembinaan kepada mereka.
Secara etimologis pembinaan berasal dari kata bina.31 Pembinaan juga dapat diartikan sebagai bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau
sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan
kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.32
Pembinaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui proses pembahuruan, usaha,
atau pun kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna untuk masa depan.
Menurut Clement Suleeman, pemahaman warga gereja tentang pembinaan warga gereja masih bermacam ragam. Walaupun demikian, pada umumnya dapat dilihat bahwa mereka cenderung untuk menafsirkan pengaktifan kembali kegiatan-kegiatan rutin sebagai pembinaan. Oleh karena pembinaan dalam pengertian demikian cenderung mengarah ke dalam (introvert), maka menjadi jelas bahwa jarak antara Gereja dengan dunia belum dihubungkan.33 Salah satu ciri khas PWG yang di paparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahan-perubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. PWG bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secra realistis, kristis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi; bahwa orang-orang Kristen yang berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru
30
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap kepemimpinan perempuan dalam gereja di GMIT,” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September2012),
31
Tim penyusun kamus Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonsesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2011)
32
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), 144.
33
11
di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan yang terbuka.34
Kaum muda bersifat dinamis, dan mau berjuang untuk mewujudkan cita-citanya. Mereka hendak membaharui masyarakat dan ingin memberantas segala sesuatu yang jelek, yang jahat, yang merintangi perkembangan dunia ke arah keadilan dan kemakmuran. Pada tiap-tiap generasi, gereja dibaharui pula oleh angkatan mudanya. Yang sekarang masih merupakan teruna dan gadis di dalam jemaat kita, nanti akan menjadi golongan dewasa yang bertanggungjawab dan yang memimpin.35
Menurut Calvin, tujuan pendidikan agama Kristen di mana melibatkan kaum gerejawi, dalam demikian tentang sifat-sifat yang hendak nampak dalam warga gereja sebagai akibat kehidupan mereka bersama, khususnya kehidupan beribadah dan belajar.36
Ferry C. Lawier mengungkapkan bahwa para pemimpin jemaat di Indonesia agar memberikan perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap pemuda dalam jemaat. Mereka adalah sumber daya manusia yang sangat penting bagi pembangunan jemaat dan masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan dan terpadu. Gereja memerlukan manajemen PAK yang didalam terkandung unsur-unsur manajemen, menuurt Ferry C. Lawier, yakni Unsur manusia (man), unsur modal (money), unsur materi (material), unsur metode (method), unsur mesin (machine), unsur memasarkan (marketing).37
Pemuda adalah man yang dalam pembinaan dan pendidikannya membutuhkan methods yang relevan dan yang dapat membantu baik pendidikan maupun peserta didik mencapai tujuan secara bersama-sama.38
Banyak pemimpin yang diperlukan oleh gereja, dan organisasi pemudalah yang harus menjadi persamaian bagi bibit pemimpin baru. Justru jikalau gereja benar-benar memikirkan tentang masa depan, maka ia wajib menunjukan segala perhatiannya kepada PAK bagi kaum muda. Betapa indahnya jikalau angkatan muda jemaat kita rela menyerahkan talenta dan tenaga dan waktunya untuk melayani Tuhan, oleh karena mereka insaf bahwa semuanya bukanlah kepunyaan mereka sendiri, melainkan kepunyaan Tuhan semata-mata, yang hanya diamanatkan
34
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
35
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 138-139
36
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen; dari Plato sampai IG. Loyola, (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 412
37
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
38
12
kepada mereka selaku pelayan Tuhan saja. Rasa tanggung jawab dan kerelaan berkorban dan bekerja bagi kerajaan Tuhan itu sangat perlu ditanamkan dan dipupuk di antara kaum pemuda kita.39
Gereja juga perlu untuk melihat pemuda dari segi psikologi perkembangannya, baik secara kognitif, moral dan spiritual pemuda itu sendiri.
a. Kognitif.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, pemuda di kategorikan dalam usia 18-30 tahun. Menurut teori kognitif dari Piaget, pada tahap ini di sebut sebagai tahap operasional formal dan biasanya dialami pada masa remaja. Pada tingkat pengoperasional formal, para remaja bekerja dengan sistematis mencoba semua kemungkinan. Para remaja mulai memikirkan masalah-masalah yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan mereka masuki. Dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka mengarah kepada idealism dan utopianisme yang mengejutkan. Mereka memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak, seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat hipotetis sangat berbeda dari apapun. Remaja menjadi seorang pemimpi, dimana mereka bermimpi tentang masa depan yang menakjubkan atau mentransformasikan dunia lewat ide-ide.40
Pada tahap operasional formal, cenderung memiliki bentuk egosentrisitasnya sendiri.
“Egosentrisitas remaja diperlihatkan oleh kepercayaan terhadap kemahakuasaan refleksi, seolah-olah dunia tunduk pada skema-skema idealistis daripada ke sistem-sistem realitas.” Tahap operasional formal menjadi tanda tahap terakhir yang diwartakan oleh penelitian Piaget.41
b. Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin mos (jamak: mores) yang artinya adat-kebiasaan. Kata moral ini
dekat sekali artinya dengan kata etika yang berasal dari Yunani ethos (jamak: ta etha) yang artinya hampir sama saja, yaitu pegangan orang atau kelompok dalam mengatur perilaku.42
Eli Tanya, mengulas tentang faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakan moral. Salah satu faktor ialah dampak dari psikologi, khususnya psikologi perkembangan moral menurut Lawrence
39
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 145-147
40
William Crain, Teori perkembangan: Konsep dan Aplikasi, edisi ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 202-203
41
Thomas Groome, Christian Religious Education: Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 366
42
13
Kohlberg. Tahap perkembangan moral dari Kohlber terdiri atau 3 tahap, dan masing-masing tahapan terbagi ke dalam dua bagian.
a) Tingkat Pra- Konvesional. Pertama, Orientasi kepada hukuman dan ketaatan. Inilah jenjang yang merupakan awal kesadaran seorang anak atau orang dewasa yang mendasarkan perbuatannya atas pertimbangan ketakutkan akan hukuman sebagai akibat tindakannya, misalnya si anak berbuat baik sebab ia takut dihukum oleh orangtuanya jikalau ia nakal. Kedua, Orientasi
relativis instrumental. Si anak kini memakai pertimbangan untuk tindakannya- hanya sifatnya
egositis, yaitu demi keuntungan dirinya.
b) Tingkat Konvensional. Pertama, Orientasi anak laki-laki baik atau gadis manis: di sini perbuatan baik di diartikan si anak sebagai apa yang menyenangkan, menolong, dan disetujui orang banyang. Ia patuh kepada peraturan yang oleh mayoritas dianggap baik atau benar. Kedua,
Orientasi Hukum dan tata tertib umum: anak dan oranglain telah merasa berkewajiban untuk
menaati hukum, otoritas dan peraturan demi tata tertib itu sendiri. Orag menghormati dan menaati hokum yang dianggapnya bersifat universal.
c) Tingkat Purna-Konvensional. Pertama, Organisasi Kontak-sosial yang Legalistis. pada tahap ini orang telah sadar tentang hokum sebagai sebagai persetujuan masyarakat yang membuatnya. Orang sadar akan sifat relativisnya dan menekankan hal legaslitasnya. Kedua,
Orientasi Asas Etis yang Universal. Tahap ini apa yang dianggap baik atau benar adalah apa
yang hati-nurani orang menetapkan sesuai dengan asas keadilan yang universal, yang menghormati sesama, harkat dan martabatnya. Inilah merupakan puncak dari perkembangan moral.43
Psikologi perkembangan moralitas dari pemuda, menurut Kohlberg, yaitu anak-anak muda mulai berpikir sebagai masyarakat yang konvesional, dengan nilai, norma dan harapan-harapannya. Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Mereka lebih mentaati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban agar tatanan sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.44
c. Perkembangan Spiritual
43
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 72-74
44
14
Pada tahap perkembangan spiritual, menurut Fowler, mereka mulai menimbang-nimbang semua alternative damn menentukan pandangan sendiri. Kepercayaan dan pemahaman mengenani Tuhan bersifat sangat personal. 45
Maslow membagi kebutuhan organisme menjadi dua kategori. Pertama, ia mengidentifikasi bebrapa kategori kebutuhan defisiensi –kebutuhan, “D” (atau “Motif D”) – yang penting dalam pertahanan hidup. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan biologis seperti makanan, air, seks, dan tempat tinggal. Kebutuhan akan rasa aman mencakup kebutuhan akan keadaan yang umumnya bisa diprediksi, yang membuat dunia menjadi masuk akal. Kebutuhan akan rasa memiliki dan
cinta mencakup hubungan psikologis yang mendalam dengan orang lain. Dan kebutuhan akan
penghargaan mencakup penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Semua kebutuhan “D”
ini memotivasi kita untuk menghadapi defisit – kita butuh seuatu untuk mengisi dorongan atau kekosongan, kemudian menciptakan kembali keadaan homeostasis (keseimbangan tubuh).46
Lima kebutuhan di atas dapat di buat oleh setiap orang sesuai dengan pemahaman dan pengalaman sendiri atau bersama dengan oranglain, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Hal yang terpenting dalam lima kebutuhan tersebut ialah kebutuhan rohani. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh gereja lewat pelayanan pendidikan yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen, ditunjang oleh biaya yang memadai serta didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh masyarakat dan para pendidik).47
Dengan melihat perkembangan psikologi pemuda diatas, gereja harus dapat mengakomodir semua yang menjadi kebutuhan dalam pelayanan. Gereja-gereja sampai saat ini belum sungguh-sungguh memberikan perhatian terhadap pelaksanaan pendidikan dan pembinaan bagi pemuda. Sehingga pemuda merasa bosan dan tidak diperhatikan ketika berada dalam gereja. Gereja seharusnya memberikan perhatian serta membina akan kaum muda, agar supaya mereka jangan meninggalkan gereja dan juga dapat mencintai gerejanya.
Semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan (sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan pendidikan bagi pemuda dalam kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru dan dosen PAK serta setiap orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-jemaat hendaknya
45
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 131
46
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian:Teori Klasik dan Riset Modern Edisi ke-3, ( Jakarta: Erlangga, 2008), 353
47
15
menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.48
Inilah upaya dalam menemukan potensi dari pemuda serta dapat digunakan dalam suatu pelayanan secara khusus pada bidang pendidikan dan pembinaan.
III. Gereja dan Pelayanan
Pada bagian ini, akan membahas tentang hasil penelitian yang terdiri dari sejarah singkat tempat penelitian, pandangan tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan.
A. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi
Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 331 tahun 1906, tentang pembagian daerah dan penyusunan administrasi, maka seluruh wilayah Alor Pantar menjadi sebuah wilayah sub distrik yang merupakan bagian dari distrik Timor Selatan di bawah kontrol Residen Timor. Sebagai suatu wilayah sub distrik dipimpin oleh seorang Gezaghebber yang berkedudukan dipantai Makasar (Desa Alor Kecil sekarang). Di tempat ini pemerintah Kolonial Hindia Belanda menempatkan sejumlah pejabatnya untuk memerintah dan mengatur
kepentingannya di daerah ini. Dengan demikian maka pantai Makasar dapat disebut sebagai “Ibu Kota” daerah Alor Pantar pada waktu itu. Sebagai sebuah ibu kota tentu saja menarik perhatian
berbagai pihak dengan berbagai kepentingan.49
Ada indikasi bahwa orang Portugis sudah masuk ke Kalabahi, Kokar, dan Alor Kecil dan membentuk perkampungan di sana. Kedatangan mereka dengan mempunyai suatu misi. Tanggal 22 Agustus 1901 pendeta Niks dari Kupang berkunjung ke Alor. Dia Membaptis seorang anak Timor yang orang tuanya sudah Kristen, Willian Hatsarani.50 Pada tahun 1905 tibalah dua keluarga Kristen dari pulau Rote di Bangatinang yaitu keluarga Heo dan Mengga. Keduanya
didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Alor sebagai “orang buangan”, namun dalam pergaulannya dengan masyarakat setempat sangat akrab sehingga mereka diterima dengan baik.
48
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
49 Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta
faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
50 Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
16
Sebagai keluarga Kristen apalagi yang terus diawasi kelakuannya oleh pemerintah, kedua keluarga ini berupaya untuk berbuat hal-hal yang baik sehingga dapat menarik simpati masyarakat dan juga pemerintah. Salah satu yaitu, mereka mewartakan kabar tentang injil kepada masyarakat di sekitarnya, khususnya kepada anak-anak. Ternyata upaya mereka mendapat simpati pemerintah Hindia Belanda yang pada akhirnya mendirikan sebuah “Kerk School”
(sekolah gereja) pada tanggal 17 Mei 1910.51
Pada tahun 1911 Alor-Pantar kembali di kunjungi oleh seorang pendeta atas nama Ds.
William Back kemudian disusul dengan kunjungan pendeta pembantu van den Staaij. Ds.
William Back melakukan baptisan di Alor, baik anak-anak maupun dewasa. Jumlah orang
Kristen dalam kunjungan-kunjungan itu seluruhnya menjadi 1000 orang.52 Dalam kunjungan ini ia sempat membabtiskan sekitar 100 orang pada tanggal 1 Oktober 1910 di Dulolong (dekat pante Makasar – Alor Kecil). Di antara mereka yang dibaptis itu terdapat Lambertus Mouata, yang di kemudian hari menjadi orang Alor Pantar pertama yang jadi Pendeta. Pada tahun yang sama, pemerintahan Hindia Belanda atas persetujuan kepala kampung Kabola, Adang, Lendola yang menyerahkan tanah mereka melalui Raja Bala Nampira (Raja Alor waktu itu) maka dipindahkan ibu kota dari alor kecil ke Kalabahi karena dipandang di kalabahi lebih luas dan strategis. Kepindahan atau pergeseran ibu kota dari Alor Kecil ke Kalabahi tentu dengan sendirinya diikuti juga oleh perpindahan penduduk yang telah dibaptis dan beragama Kristen. Pada tanggal 5 Mei 1911 atas prakarsa pemerintah dibangunlah sebuah kerk school di Kalabahi (yang dikemudian hari menjadi SD GMIT Kalabahi 1 sekarang) dengan demikian maka pendidikan bagi anak-anak yang telah dan akan dibaptis tetap terjadi dan berlangsung. Gedung sekolah ini juga dipakai oleh jemaat di Kalabahi pada setiap hari minggu untuk beribadah, sebab waktu itu belum memiliki sebuah gedung kebaktian. Karena itu dapat dikatakan bahwa sebuah gedung sekolah dapat berfungsi menjadi tempat belajar sekaligus tempat pekabaran injil.53
Kalabahi, 10 Juli1924, istri dari A. A van Dalen, membuka kursus menjahit bagi anak-anak perempuan dalam jemaat Kalabahi. Awalnya menjahit untuk penduduk baru dalam dunia.
51
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta
faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
52 Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014),27
53 Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta
17
Kursus menjahit tersebut dinamakan kelompok Dorkas. Dengan kursus menjahit inilah, jemaat Kalabahi dapat membangun sebuah gedung gereja untuk gunakan.54
Pada tanggal 28 Februari 1928, tibalah di Kalabahi Ds. A. Boekenkruger yang menjadi
predikant (Pendeta Kepala) di Alor. Untuk membina dan membangun terus warga jemaat yang
telah ada di berbagai tempat di Alor. Beliau berupaya untuk mulai menata dan mengatur pelayanan dengan baik, sebagaimana sebuah jemaat yang secara organisatoris perlu dibenahi.55
Memasuki tahun 1940-an dunia dihadapkan pada tragedi besar yaitu perang dunia II. Keadaan ini di catat sebagai suatu periode yang kelam dan gelap bagi gereja-gereja di tanah air, khususnya di Alor yang baru mulai berkembang. Pada periode ini yang menjadi Predikan di Alor menggantikan Ds. A. Boekenkruger adalah Ds. M. Mollema. Pada saat itu, semua orang Eropa dan Amerika ditangkap oleh balatentara Jepang kerena menganggap mereka sebagai musuh, apapun alasan dan pekerjaannya. Akibatnya Ds. M. Mollema bersama sejumlah pejabat Hindia Belanda meninggalkan Kalabahi dan berlindung di Pitungbang. Dalam periode ini, pada tanggal 28 Oktober 1942 Indlandsch Leerar Soleman Dekuanan dan Indlandsch Leerar Riwu menjadi korban dan mati sebagai martir bagi gereja di Alor. Akibat berkecamuknya perang dunia II, maka gereja di Alor khususnya di Kalabahi terputus komunikasi dan hubungannya dengan organisasi gereja pusat di Kupang.56
Pada tanggal 6 November 1943 berkumpullah beberapa orang pekerja gereja mengadakan rapat di Kalabahi untuk mengatur pekerjaan Gereja di Alor. Dalam rapat ini, disepakati untuk dibentuk suatu lembaga yang diberi nama Badan Gereja Protestan Di Alor Pantar, yang menjabat sebagai ketua Ind. Lehr. Christian, sekertaris Ind. Lehr. Gerson Haan dan bendahara Penatua Christian Djahi. Badan inilah yang bertugas mengurus jemaat di Alor sampai lahirnya Gereja Masehi Injili di Timor, dimana jemaat-jemaat di Alor yang merupakan bagian dari umat Kristen di wilayah Afdeling Timor, (dengan sendirinya menjadi bagian integeral). Dengan berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor, maka dengan sendirinya Badan Gereja Protestan di Alor Pantar
54Pdt. Ebenhaizeir Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014),252-259
55Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta
faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 42-43
56Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta
18
membubarkan diri dan berada dalam GMIT sebagai sebuah klasis yang bernama Klasis Alor Pantar berkedudukan di Jemaat Kalabahi (kini jemaat Pola Tribuana Kalabahi).57
Ketika GMIT berdiri pada tanggal 31 Oktober 1947, jemaat Kalabahi sebagai jemaat induk bagi jemaat-jemaat di Alor Pantar mulai dikembangkan. Apalagi di lingkungan pelayanan jemaat ini, ada banyak kekuatan jemaat baik itu dari segi manusianya, daya dan dananya. Keadaan ini berlangsung sampai sekitar tahun 1958 – 1960 di mana sinode GMIT karena berbagai pertimbangan memekarkan klasis-klasisnya yang memiliki wilayah pelayanan yang sangat luas, termaksud Klasis Alor Pantar. Antara tahun 1959 – 1960 Klasis Alor Pantar yang pusatnya di jemaat Kalabahi, di mekarkan menjadi 5 kalsis sebagai berikut : Klasis Kolana (diresmikan tanggal 16 Desember 1959) berpusat di Lantoka, Klasis Kui (diresmikan tanggal 10 Maret 1960) berpusat di Moru, Klasis Batulolong (diresmikan tanggal 5 Oktober 1960) berpusat di Apui, Klasis Alor (diresmikan tanggal 20 Oktober 1960) berpusat di Kalabahi, dan Klasis Pantar (diresmikan tanggal 10 November 1960).
Dalam rapat Badan Kerja Klasis-Klasis Alor Pantar yang disebut sebagai Sidang Sandra Bakti II tanggal 28 – 29 Februari 1964 disepakati dan ditetapkan bahwa jemaat-jemaat di Alor Pantar membutuhkan suatu wadah untuk menjadi Lembaga Pembinahan Pelayanan. Lembaga yang dimaksud adalah sebuah jemaat yang merupakan representasi dari seluruh jemaat di Alor Pantar. Jemaat itu adalah Jemaat Kalabahi, yang pada tanggal 1 Maret 1964 dirubah dan ditetapkan namanya menjadi Jemaat Pola Tribuana Kalabahi.58
B.Visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda.
“….. Visi Jemaat Pola Tribuana mengikuti Visi Sinode GMIT. Isi dari visi GMIT yaitu “GMIT adalah keluarga Allah yang merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom
Allah. Setiap anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi tersebut, setiap
anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan keadilan dan
57
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 45
58Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta
19
kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya keseimbangan diantara
pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah secara bertanggung jawab.”59 Melalui pernyataan diatas, bisa dilihat bahwa GMIT Pola Tribuana hanya menerima Visi GMIT Sinode saja, tetapi untuk visi GMIT Pola penjabaran dari visi itu kedalam penjabaran program-program yang terukur sesuai dengan konteks jemaat Pola Kalabahi, secara khusus GMIT Pola Kalabahi tidak memiliki perencanaan kedepan tentang peran pemuda dan apa yang dikehendaki oleh pemuda 25 tahun kedepan. Padahal kalau mau dilihat secara mendalam, visi sinode hanya sebagai dasar untuk setiap gereja menjalankan program dalam gereja.
“Untuk jemaat sendiri masih belum semua diketahui, dan secara presbiter sebagian sudah mengetahui tentang visi ini”60
Sekretaris GMIT Pola sendiri menjelaskan bahwa belum semua visi GMIT diketahui oleh jemaat. Secara teori sudah dikatakan bahwa visi ini dibuat untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan tertentu dan jemaat pun harus mengetahui dalam visi yang ada sehingga dapat menjalankan pelayanan bersama. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara presbiterial sinodal dan sebagai seorang presbiter dalam jemaat masih kurang dalam penyampaian tentang visi gereja kepada setiap jemaat, sehingga masih sebagian jemaat yang belum mengetahui akan visi tersebut.
“…Ada beberapa pemuda yang sudah termasuk dalam kemajelisan hanya saja belum terlalu aktif…”61
Pernyataan ini hanya secara tersirat bisa dikatakan bahwa gereja sudah melakukan pelayanan terhadap pemuda untuk masuk dalam setiap pelayanan dalam gereja. Tetapi tidak semua pemuda siap untuk menjadi penatalayanan dalam gereja. Ini berarti bahwa gereja sebagai wadah pelayanan, harus lebih giat lagi untuk bisa membina dan mengarahkan setiap pemuda dengan baik. Dengan melatarbelakangi teori bahwa PWG bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secara realistis, kristis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru Ini berarti bagi pelayanan gerejawi; bahwa orang-orang Kristen yang
59
Nandjaya Akal (Sekretaris Gereja GMIT Pola Tribuana), Wawancara 20 November 2016
60
Nandjaya Akal (Sekretaris Gereja GMIT Pola Tribuana), Wawancara 20 November 2016
61
20
berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan yang terbuka.62
“Pemuda terkadang selalu kebablasan ketika dikasih pelayanan, bukannya belajar tetapi berlaku seenaknya sehingga membuat orangtua tidak suka”63
Gereja sudah memberikan peluang untuk kaum muda untuk melayani tetapi terkadang kaum muda selalu melakukan seenaknya tanpa melihat pelayanan yang sebenarnya. Di sinilah kita melihat bahwa Pemuda dalam faktor usia tertentu, masih mengikuti apa yang menjadi keinginan mereka. Bahkan membuat orangtua menjadi tidak nyaman. Pernyataan di atas melatarbeakangi teori dari Kohlber bahwa seseorang remaja memakai banyak pertimbangan untuk tindakan-tindakan yang bersifat egoistis, yang mementingkan dirinya sendiri.
“… ide mereka itu baik hanya saja mereka semacam tidak mau tau. Ini hal yang tidak menolong dalam organisasi …”64
Pemuda mempunya kreatifitas yang baik. tetapi ternyata ada factor tertentu yang membuat pemuda menjadi apatis dalam pelayanan, yaitu sikap mereka yang masih mementingkan dirinya sendiri. Inilah yang membuat para orangtua merasa nyaman dengan pemuda itu sendiri. Pemuda seharusnya dapat belajar untuk dipersiapkan dalam pelayanan.65
“ Pemuda mempunyai jiwa kreatif, inovatif, yang harus juga diarahkan secara baik dan mereka juga harus membuka diri untuk belajar dari orangtua”66
Dilihat dari pernyataan ini, pemuda sangat mempunyai peran penting dalam sebuah organisasi. Peran pemuda dalam suatu organisasi gereja sangat di butuhkan. Dan juga perlu membuka diri untuk selalu belajar dari orangtua. Peran orangtua sangat penting untuk menjadi contoh nyata bagaimana kaum muda dapat meneladani akan sikap melayani. Karena terkadang kaum muda mempunyai semangat melayani tetapi sering tidak terkontrol.67 Sehingga kaum muda sendiri harus dapat menempatkan diri dengan baik, karena semua yang dijalankan sesuai aturan dan tatanan yang sudah diatur oleh gereja.
62
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
63
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir, M.Si, 21 November 2016
64
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
65
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
66
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
67
21
“Pembinaan yang dilakukan setiap dilakukan setiap bulan dan menghadirkan pendeta..”68 Gereja sendiri sudah melakukan pembinaan pemuda lewat kebaktian pemuda. Pernyataan ini melatarbelakangi teori dari Ferry C. Lawier bahwa pemimpin jemaat di Indonesia agar memberikan perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap pemuda dalam jemaat.69
“Hanya untuk organisasi gereja, masih di programkan. Agar organisasi gereja menjadi sentral bagi semua kategorial, supaya bisa menjalankan fungsi dan perannya masing-masing”70
Organisasi gereja merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai visi tertentu. Organisasi gereja tentunya dipengarui oleh suatu budaya tertentu. Di GMIT Pola sendiri sampai saat ini, masih dalam proses untuk membuat suatu organisasi gereja untuk menjadi sentral bagi setiap kategorial yang lebih fokus kepada nilai-nilai teologis.71 Sehingga organisasi yang terbentuk dapat memotivasi dan menciptakan suasana yang mendukung dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
“Kedepannya akan di lakukan untuk pembinaan organisasi. Karena organisasi gereja harus fungsi peran dalam pelayanan dan harus di komunikasikan pada kategorial”72
Meninjau secara teori bahwa organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari organisasi yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku organisasi para anggota organisasi.73 Dengan demikian, pemimpin gereja harus mempunya suatu kemampuan dalam memberikan ide-ide yang kreatif dalam memprogramkan organisasi gereja.
C.Respon pemuda terhadap visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan pemuda
68
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
69
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
70
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
71
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
72
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
73
22
“….Pelayanan merupakan salah satu bentuk ungkapan syukur kepada TUHAN dalam totalitas kehidupan..”74
Bagi pemuda, makna dari pelayanan ialah memberikan totalitas kehidupan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemuda ternyata mempunya rasa tanggung jawab dalam dirinya untuk mau berpikir pada hal-hal yang nyata. Dalam teori Piaget bahwa mereka dapat mempresentasikan representasi (gambaran) dari tindakan yang di
lakukan.75
“ Gereja cukup memperhatikan kebutuhan pemuda, tetapi lebih banyak mengarah kepada kegiatan-kegiatan massa atau besar”76
Menurut responden, gereja sampai saat ini cukup memperhatikan akan kebutuhan pemuda, tetapi pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan luar gereja, contohnya seperti bakti sosial ke desa-desa. Inilah yang menjadi kelemahan dari gereja sendiri, agar gereja harus lebih giat untuk memperhatikan kebutuhan pemuda secara internal. Sehingga banyak pemuda juga merasa kalau kebutuhan belum cukup dipenuhi oleh gereja.77 Pernyatan ini menitik beratkan pada teori bahwa Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Mereka lebih menataati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban agar tatanan sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.78
“tidak menyentuh pada pembinaan pemuda”79
Menurut responden , dalam hal pembinaan pemuda belum dirasakan sama sekali. Hal ini merupakan salah satu yang menjadi kelemahan dari gereja. Sampai saat ini sebagian pemuda merasa kalau kebutuhan rohani mereka belum terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh gereja lewat pelayanan pendidikan yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen, ditunjang oleh biaya yang memadai serta didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh masyarakat dan para pendidik).80 Sehingga gereja seharusnya lebih giat lagi untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda agar nantinya pemuda tidak meninggalkan gereja.
74
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
75
Thomas Groome, Christian Religion Eduated, Pendidikan Agama Kristen , 366
76
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
77
SA, wawancara pada tanggal 24 November 2016
78 William Crain, Teori Perkembangan, 234-235 79
MW, Wawancara tanggal 23 November 2016
80
23
“Gereja sampai saat ini belum menjelaskan visi gereja kepada pemuda”81
Menurut responden, sampai saat ini visi gereja belum diketahui oleh setiap pemuda. Inilah yang menjadi kendala mereka dalam melakuakn kegiatan-kegiatan. Karena menurut responden ketika tidak ada visi khusus dalam gereja, maka setiap program akan dilaksanakan dengan tidak teratur. Inilah yang seharusnya diperhatikan oleh gereja dalam melaksanakan kegiatan gereja. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu gambar yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.82
“Sejauh ini keterlibatan pemuda dalam pelayanan gereja ini, sudah baik. Misalnya, menjadi kepanitiaan hari raya gerjawi dan operator LCD”83
Pemuda merupakan generasi penerus dari gereja. gereja harus dapat menyiapkan kebutuhan dari pemuda, dapat mengakomodir setiap kebutuhan yang diperlukan dalam pelayanan. Sehingga pemuda tidak jenuh dalam melayani. Menurut Ketua Pemuda Pola juga memengatakan hal yang sama bahwa keterlibatan pemuda hanya sebatas kegiatan gerejawi dan operator LCD, tetapi untuk menjadi majelis jemaat atau menjadi pemusik dalam pelayanan gereja masih belum di jangkau.84 Ditinjau dari teori yang ada bahwa semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan (sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan bagi pemuda dalam kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru dan dosen PAK serta setiap orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-jemaat) hendaknya menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.85
“ Gereja harus lebih membuka diri dan menerima masukan positif untuk kemajuan pelayanan gereja”86
Menurut responden gereja masih menutup diri, dalam hal ini responden merasa pemuda masih belum mendapat perhatian secara baik. Pernyataan ini menitik beratkan pada salah satu ciri khas
81
Meri Djahila, Ketua pemuda Pola Tribuanan wawancara via telepon 17 Januari 2017
82
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian,
83
MW, wawancara tanggal 23 November 2016
84 Wawancara via telepon dengan Ketua Pemuda, Mery Djahila, tanggap 17 Januari 85
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
86