• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

C. Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ bersimpai yang terletak di area

retroperitoneum (McPhee and Ganong, 2010). Bentuk ginjal seperti biji kacang,

jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan

(Syaifuddin,2006). Anatomi ginjal dapat dilihat pada gambar 2.

Dari gambar anatomi ginjal (gambar 2), setiap ginjal terbungkus oleh

selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus

berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis)

dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (substansia medularis) berbentuk

kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang

rediri dar lubang-lubang kecil disebut papila renalis. Masing-masing piramid

saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah (Syaifuddin,2006).

Satuan anatomis fungsi ginjal adalah nefron, suatu struktur yang terdiri

atas berkas kapiler yang dinamai glomerulus (tempat darah yang disaring) dan

tubulus ginjal (tempat air dan garam dalam filtrat diserap kembali) (McPhee and

Ganong, 2010). Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24

jam dapat menyaring darah 170 liter (Syaifuddin,2006). Gambar

Komponen tubular nefron adalah suatu tabung berongga yang berisi

cairan yang dibentuk oleh satu lapisan sel epitel. Komponen tubulus berawal dari

kapsul Bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi

glomerulus untuk mengumpulkan cairan dari kapiler glomerulus

(Syaifuddin,2006).

Dari kapsula Bowman, cairan yang difiltrasi mengalir ke dalam tubulus

proksimal, yang seluruhnya terletak didalam korteks dan membentuk gulungan

gulungan rapat sepanjang perjalanannya. Segmen berikutnya ansa Henle,

membentuk lengkung berbentuk U tajam atau hairpin yg masuk ke dalam medula

ginjal. Pars desenden ansa Henle masuk dari korteks kedalam medula, pars

asendens berjalan balik ke korteks (Syaifuddin,2006).

Aparatus jugstaglomerulus suatu struktur yang terletak disamping

glomerulus yang berperan dalam mengatur fungsi ginjal. Setelah Aparatus

jugstaglomerulus, tubulus kembali membentuk kumparan erat menjadi tubulus

distal, tubulus distal mengalirkan isinya ke dalam duktus atau tubulus koligentes

(Syaifuddin,2006).

2. Fisiologi ginjal

Menurut Price (1985) fungsi utama ginjal dapat dibagi menjadi dua, yaitu

fungsi ekskresi dan nonekskresi. Fungsi ekskresi ginjal antara lain :

a. mempertahankan osmolalitas plasma,

b. mempertahankan volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah,

c. mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam

d. mempertahankan pH plasma,

e. mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama

urea, asam urat dan kreatinin), dan

f. bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

Sedangkan fungsi nonekskresi ginjal yaitu mensintesis dan mengaktifkan

hormon, yaitu renin, eritropoetin, 1,25-dihidroksivitamin D3, prostaglandin,

insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, hormon anti

diuretik (ADH), hormon gastrointestinal, serta degradasi hormon polipeptida.

3. Patologi ginjal

Sebagian penyakit glomerulus bermanifestasi sebagai proteinuria berat

tetapi tanpa tanda reaksi peradangan selular (penyakit nefrotik), sementara yang

lain memperlihatkan proteinuria dengan derajat bervariasi yang disertai oleh

adanya sel darah merah dan putih di urin (penyakit nefritik). Penyakit nefrotik

biasanya memperlihatkan pengendapan kompleks imun tepat di atau di bawah sel

epitel. Sedangkan penyakit nefritik memperlihatkan pengendapan kompleks imun

di lokasi subendotel atau di membran basal glomerulus atau mesangium (McPhee

and Ganong, 2010).

Penyakit mengenai tubulus dan interstisium antara lain reaksi peradangan

di tubulus dan interstisium (nefritis tubulointerstisium). Nefritis tubulointerstisium

dapat bersifat akut atau kronis. Nefritis tubulointerstisium akut memperlihatkan

secara histologiss ditandai dengan edema interstisial, sering kali disertai infiltrasi

leukositik di interstisum dan tubulus, dan nekrosis tubulus fokal. Nekrosis adalah

membesar dan lebih asidofik (merah) daripada sel normal. Nekrosis melibatkan

kematian sekelompok sel dan terlihat adanya respon peradangan. Pada nefritis

tubulointerstisium kronik, terjadi infiltrasi terutama oleh leukosit menonukleus,

fibrosis interstisium, dan atrofi tubulus luas. Gambaran morfologik yang

membedakan bentuk akut dan kronik pada nefritis tubulointerstisium adalah

edema dan (jika ada) eosinofil dan neutrofil pada bentuk akut, dan fibrosis serta

atrofi tubulus pada bentuk kronik (Kumar, Abbas, and Fausto, 2010).

Nefritis interstitial yaitu peradangan pada daerah interstisium yang

disebabkan oleh reaksi alergi obat, penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi

penyakit lainnya. Dalam nefritis interstitial akut, kerusakan tubular menyebabkan

disfungsi tubular ginjal, dengan atau tanpa gagal ginjal. Terlepas dari tingkat

keparahan kerusakan epitel tubular, disfungsi ginjal ini umumnya bersifat

reversibel (Kumar, et al., 2010).

4. Kreatinin

Kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan

kreatin fosfat (protein), yang disintesis dalam hati, ditemukan dalam otot rangka

dan darah, dan diekskresikan dalam urine. Meningkatnya kadar kreatinin dalam

darah merupakan indikasi rusaknya fungsi ginjal (Sutedjo, 2008).

Kreatinin berasal dari pemecahan kreatinifosfat otot. Kreatinin adalah

produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin sebagian besar ditemukan di otot

rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai kreatin fosfat.

Dalam sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan

energi sehingga dihasilkan kreatin fosfat. Dalam prosesnya, sejumlah kecil kreatin

diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh

ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan setara dengan massa otot rangka yang

dimilikinya (Sacher and Richard, 2004).

Metode pemeriksaan kreatinin antara lain :

a. Jaffe Reaction. Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis

dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Alat yang digunakan

photometer.

b. Kinetik. Dasar metodenya relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan

sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.

c. Enzimatik. Dasar metode ini adalah dengan adanya substrat dalam sampel

bereaksi dengan enzim membentuk senyawa enzim substrat dengan menggunakan

alat photometer.

Meskipun sejumlah kecil disekresi, tes kliren kreatinin merupakan suatu

tes untuk memperkirakan GFR dalam klinik (Price and Wilson, 1985).

Glomerulus filtration rate (GFR) didefinisikan sebagai volume filtrat yang masuk

ke dalam kapsula Bowman per satuan waktu. Untuk mengukur GFR, dilakukan

pengambilam sampel darah, pengumpulan urin secara berkala dalam waktu

tertentu, dan pengukuran konsentrasi kreatinin dalam darah dan urin (Crowin,

Dokumen terkait