BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
E. Pemeriksaan Histologis Ginjal
Tujuan pemeriksaan histologi ginjal yaitu untuk melihat perubahan
secara struktural pada ginjal. Hasil pemeriksaan gambaran histologis ginjal tikus
jantan dan betina masing-masing kelompok dideskripsikan pada tabel III dan IV.
Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis ginjal pada tikus jantan
Perlakuan
Gambaran Histologis Ginjal
Hari ke-28 Hari ke-42
Kontrol aquadest dosis 3,105
g/kgBB
Dua tikus jantan mengalami
perubahan secara struktural pada gambaran histologis yaitu nefritis interstitialis (infiltrasi limfosit di daerah interstisium), sedangkan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
Satu tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), dan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
IDSM dosis 1,38
g/kgBB
Satu tikus jantan mengalami perubahan secara struktural pada gambaran histologis yaitu nefritis interstitialis (infiltrasi limfosit di daerah interstisium), dan satu tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), sedangkan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
Dua tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
IDSM dosis 2,07
g/kgBB
Satu tikus mengalami nekrosis epitel tubulus, sedangkan dua tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
Satu tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), dan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal
IDSM dosis 3,105
g/kgBB
Ketiga tikus tidak mengalami perubahan atau normal (gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal).
Kedua tikus tidak mengalami perubahan atau normal (gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal).
Tabel IV. Hasil pemeriksaan histologis ginjal pada tikus betina
Perlakuan Gambaran Histologis Ginjal
Hari ke-28 Hari ke-42
Kontrol aquadest dosis 3,105
g/kgBB
Satu tikus betina mengalami perubahan secara struktural pada gambaran histologis yaitu nefritis interstitialis (infiltrasi limfosit di daerah interstisium), dan dua tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit).
Satu tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), dan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
IDSM dosis 1,38
g/kgBB
Tiga tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit).
Satu tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), dan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
IDSM dosis 2,07
g/kgBB
Ketiga tikus tidak mengalami perubahan atau normal (gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal).
Satu tikus betina mengalami dua perubahan sekaligus secara struktural yaitu nefritis interstitialis (infiltrasi limfosit di daerah interstisium), dan degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), sedangkan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal IDSM
dosis 3,105 g/kgBB
Dua tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit), dan satu tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal.
Kedua tikus mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus (adanya vakuola berbatas dalam sitoplasma dan hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit.
Dari tabel III dan IV terlihat gambaran histopatologi ginjal sebagian
besar tikus jantan dan betina baik kontrol maupun perlakuan selama menerima
pemejanan infusa daun sirih merah selama 28 hari menunjukkan adanya
tubulus, kecuali pada tikus jantan perlakuan infusa daun sirih merah dosis 3,105
g/kgBB baik pada masa pemejanan maupun reversibilitas sama sekali tidak
menunjukkan adanya kerusakan pada sel-sel ginjal. Gambaran histologis organ
dicantumkan pada gambar 6.
Gambar 6. Histologi ginjal tikus dengan perbesaran 400x (a) tikus normal, (b) nekrosis epitel tubulus, (c) degenerasi hidropik epithel tubulus, dan (d) nefritis interstitialis
Pada kelompok kontrol akuadest dosis 15,525 g/kgBB maupun perlakuan
infusa daun sirih merah dosis 1,38 g/kgBB ditemukan adanya perubahan secara
struktural pada ginjal tikus jantan yaitu nefritis intertitialis dan degenerasi hidrofik
tubulus.
b a
Nefritis interstitialis merupakan kelainan pada ginjal di mana ruang
antara tubulus ginjal mengalami pembengkakan ditandai adanya infiltrasi limfosit.
Nefritis interstitialis biasanya hasil dari reaksi alergi obat, bisa juga disebabkan
oleh penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainnya. Oleh karena itu,
adanya nefritis intertitialis yang terjadi pada kontrol ini bisa dikatakan bukan
dikarenakan pemberian infusa daun sirih merah, melainkan faktor patologis dari
individu tikus. Perubahan struktural ini bersifat reversibel hal ini bisa dilihat pada
dosis 1,38 g/kgBB, rentang setelah pemberian infusa daun sirih merah dihentikan
dan pada hari ke-42 (masa reversibilitas), tidak ditemukan adanya perubahan pada
sel ginjal (sel tampak normal).
Selain mengalami nefritis interstitial, tikus jantan pada perlakuan infusa
daun sirih merah dosis 1,38 g/kgBB mengalami degenerasi hidropik epitel tubulus
(gambar b). Degenerasi hidropik ini ditandai adanya vakuola dalam sitoplasma
dan sel mengalami hipertrofi sehingga lumen tubulus tampak menyempit.
Selain itu juga terlihat pada perlakuan infusa daun sirih merah dosis 2,07
g/kgBB mengalami nekrosis pada sel tubulus (gambar c) nekrosis hanya terjadi
pada satu ekor tikus sedangkan pada tikus lainnya tidak ditemukan, maka dapat
dikatakan nekrosis yang terjadi bukan dikarenakan oleh perlakuan tetapi oleh
faktor patologi dari individu tikus itu sendiri. Nekrosis ini bersifat irreversibel.
Nekrosis yang terjadi ditandai dengan adanya inti sel yang mengalami
kariopiknotis. Piknosis atau pengerutan inti merupakan homogenisasi sitoplasma
dan peningkatan eosinofil. Piknosis dapat terjadi karena adanya kerusakan di
mitokondria dan apparatus golgi, sehingga sel tidak mampu mengeliminasi air dan
trigliserida, sehingga tertimbun dalam sitoplasma sel.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa degenerasi hidrofik epitel tubulus,
nefritis interstitialis dan nekrosis yang ditemukan pada ginjal tikus jantan
kelompok kontrol dosis 15,525 g/kgBB dan perlakuan dosis 1,38 g/kgBB lebih
dikarenakan oleh faktor patologi dari individu tikus jantan itu sendiri.
Gambaran histopatologi ginjal pada tikus betina baik kontrol aquadest
15,525 g/kgBB maupun perlakuan infusa daun sirih merah menunjukkan
perubahan struktural yang sama seperti pada tikus jantan yaitu nefritis intertisisial
dan degenerasi hidrofik. Seperti halnya tikus jantan, nefritis intertitialis dan
degenerasi hidrofik epitel tubulus yang terjadi pada ginjal tikus betina
dikarenakan faktor patologis tikus betina itu sendiri.
Selama pemberian infusa daun sirih merah, pada tikus betina perlakuan
dosis 1,38 dan 3,105 g/kgBB mengalami degenerasi hidrofik epitel tubulus.
Sedangkan untuk perlakuan infusa daun sirih merah dosis 2,07 g/kgBB pada tikus
betina selama masa pemejanan organ tidak menunjukkan adanya perubahan sama
sekali atau normal, namun pada masa reversibilitas ditemukan adanya dua
kerusakan sekaligus berupa nefritis intertisisial dan degenerasi hidrofik.
Kerusakan yang terjadi ini dapat dikatakan bukan karena pemberian infusa daun
sirih merah, namun lebih karena faktor patologis dari tikus betina sendiri.
Berdasarkan deskripsi gambaran histologis ginjal pada tikus jantan dan
tikus betina tersebut dapat disimpulkan perubahan struktural yang terjadi
ada kemungkinan infusa daun sirih merah memberikan pengaruh terhadap ginjal,
sehingga untuk lebih memastikan spektrum efek toksik yang ditimbulkan oleh
infusa daun sirih merah perlu dilakukan uji subkronis untuk waktu yang lebih
lama lagi.