• Tidak ada hasil yang ditemukan

GIS Model Hidrologi Model Hidrolika Pangkalan Data Spasial

15

pembangunan bangunan air yang tidak sesuai rencana, sehingga sistem model ini harus bisa terhubungan dengan berbagai data perencanaan.

Berbeda dengan Pitocchi dan Mazzoli (2001), Johnson, dkk. (2001) meragukan penggunakan HEC-HMS untuk analisis hidrologi dalam suatu DAS. Ditekankan bahwa bagaimanapun juga HEC-HMS adalah Lumped Basin Models, sehingga perlu dipisahkan dalam sub-DAS yang merepresentasikan masing-masing parameter hidrologi, efeknya parameter tersebut dirata-ratakan untuk keseluruhan sub-DAS. Terlalu banyaknya variasi parameter dalam sub-DAS dirata-ratakan menjadi satu kedalam DAS yang kemudian digunakan dalam analisis, sehingga memberikan hasil yang tidak baik.

Lebih lanjut Johnson, dkk. (2001) menjabarkan penggunaan HEC-GeoHMS sebagai interface pada ArcView 3.2 belum cukup untuk membentuk Grid-based hydrologic analysis, karena masih banyak keterbatasannya. Studi kasus di DAS East Fork Sungai San Jacinto, Texas memperkuat pendapat Johnson (2001) bahwa HEC-GeoHMS belum cukup untuk memproses data hujan dalam grid-based sehingga dapat dimasukan kedalam HEC-HMS. Sayangnya Johnson. (2001) tidak melakukan studi keterkaitannya dengan HEC-RAS sehingga tidak secara khusus dibahas kelemahan sistem integrasi antara HMS dan HEC-RAS dan lebih menyoroti akan kemampuan HEC-GeoHMS untuk membentuk grid-based dari analisis hidrologi pada suatu DAS.

Secara terpisah Fongers (2002) melakukan studi hidrologi di DAS Ryerson Michigan, dan menghasilkan hasil yang baik untuk memprediksi volume limpasan dan aliran puncak pada hujan dengan perioda ulang 2, 10 dan 100 tahunan. Untuk mengatasi grid-based analisis hidrologi seperti yang diungkapkan oleh Johnson, dkk. (2001), Fongers (2002) membagi DAS Ryerson menjadi sub-sub DAS kecil yang kemudian dimasukan ke dalam elemen hidrologi pada HEC-HMS. Secara rinci Fongers (2002) melakukan uji terhadap berbagai Curve Number agar diperoleh nilai yang paling sesuai untuk setiap sub-sub DAS tersebut dan sekaligus diuji untuk setiap perioda ulang tertentu (Gambar 6).

Lebih jauh Fongers (2002) menyatakan bahwa sistem ini dapat dikembangkan untuk pengelola hujan deras (storm water) secara efektif dan menjabarkan kemungkinan untuk mengembangkan manajemen storm water untuk daerah hulu DAS.

Benavides (2001) mengaplikasikan HMS, RAS, dan HEC-GeoRAS dengan sistem informasi geografis dengan ArcView 3.2 dan menggunakan data dari NEXRAD radar untuk menganalisis alternatif metode pengendalian banjir pada DAS Clear dengan luas 260 mil2 dengan fokus daerah banjir seluas 164 mil2 di Houston Amerika Serikat (Gambar 7). Tujuan dari studi ini ialah untuk menguji keragaman dan efektivitas dari alternatif pengendalian banjir yang spesifik untuk mendapatkan hasil yang dapat diterima. Untuk pengendalian banjir pada DAS Clear dibuat kombinasi saluran sepanjang 4 mil dengan perioda ulang 10 tahunan dan dilakukan uji efektivitas dari kombinasi saluran yang direncanakan tersebut.

Gambar 6 Sub-DAS dan elemen hidrologi (Fongers, 2002).

Sistem model ini kemudian digunakan untuk mengevaluasi rencana saluran yang ada dengan berbagai skenario kombinasi dengan mendasarkan analisis

Elemen Hidrologi

Drainase Holland Selatan M46 bawah

M46 atas Drainase Holland atas Drainase Marsh atas Drainase Marsh Tengah

Mouth Wood

Geety

Home

17

dengan SIG dan HEC-GeoRAS. Skenario tersebut digunakan Benavides (2001) untuk menghitung kerugian atau biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan akibat banjir dengan memperhitungkan berapa rumah atau bangunan yang rusak akibat banjir tersebut.

Perlunya metoda hitungan kerugian banjir diperkuat oleh Sanders dan Tabuchis (2000) yang membahas secara rinci mengenai analisis resiko banjir pada Sungai Thames, Inggris. Sistem informasi geografis berbasis ArcView 3.2 dikembangkan untuk mengetahui nilai kerugian (value of damage) akibat terjadinya banjir. Dengan menggunakan data kedalaman air, portofolio asuransi dan fungsi kehilangan, maka dapat ditentukan perkiraan kerugian berdasarkan jumlah dan banyaknya permukiman yang terendam, sistem ini memanfatkan pada kode pos bangunan yang telah memuat data tipe bangunan dan lokasinya dalam sistem informasi geografis. Lebih lanjut Sanders dan Tabuchis (2000) mengisyaratkan perlunya dibuat loss curve atau kurva kerugian sebagai fungsi dari kedalaman banjir.

Gambar 7 Susunan metode oleh Benavides (2001).

Untuk mengetahui daerah genangan banjir berdasarkan perioda ulang tertentu seperti yang dibutuhkan pada analisis kerugian di atas. Ghani (2000) mengembangkan model integrasi antara ArcView 3.2 dengan HEC-6, Fluvial 12 dan HEC-RAS. Model integrasi ini digunakan untuk meramalkan perubahan

muka air sungai, sehingga dapat diketahui luapan air sungai yang akan terjadi. Lebih lanjut Ghani (2000) menyarankan hasil hitungan model ini kemudian digambarkan dalam bentuk poligon dengan bantuan HEC-GeoRAS dan kemudian diekspor ke dalam sistem informasi geografis. Hal ini merupakan overlay antar peta dasar lokasi dengan hasil hitungan model yang digambarkan secara spasial pada ArcView. Overlay ini memberikan penampakan yang jelas akan daerah rawan banjir. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa luasan dan kedalaman daerah genangan.

Interface HEC-GeoRAS membentuk shape file pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HEC-RAS, shape file ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, maka kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir yang akan terjadi seperti banyaknya rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian atau peruntukkan lain, banyaknya jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain sesuai dengan tujuan analisis dan keberadaan data base spasial yang terkait dalam ArcView.

Pengembangan sistem model yang hampir sama di Malaysia dilakukan oleh Sinnakuadan dkk. (2001) untuk mendefinisikan dataran banjir secara tepat berdasarkan analisis SIG berbasis ArcView 3.2 dan diintegrasikan dengan HEC-6 dengan bantuan interface AVHEC-6.avx untuk mengetahui pergerakan sedimen atau menentukan gerakan morfologi sungai (Gambar 8). Lebih jauh Sinnakuadan dkk. (2001) melakukan analisis untuk menentukan garis batas dataran banjir Sungai Pari di Ipoh Malaysia sehingga dapat memberikan arahan bagi perkembangan kawasan dengan didasari batas daerah rawan banjir pada perioda ulang tertentu.

19

Gambar 8 Prakiraan luapan air dari sungai/ saluran (Ghani, 2000).

Kerugian Akibat Terjadinya Banjir

Kerusakan akibat banjir tidaklah terlepas dari peluang terjadinya banjir itu sendiri yang umumnya dinyatakan dalam suatu perioda ulang tertentu. Keterkaitan antara aspek fisik seperti debit, tinggi muka air dengan aspek ekonomis pada memperkirakan kerugian akibat banjir disajikan pada Gambar 9 yang menunjukkan derivasi kurva peluang kerugian akibat banjir (Departemen Pekerjaan Umum, 1996). Kurva peluang akan menentukan debit banjir pada perioda ulang tertentu dan apabila telah diketahui kurva debit (rating curve) pada penampang sungai dapat diperkiraan tinggi muka air yang akan terjadi.

Kurva kerusakan terhadap muka air sangat menentukan dalam analisis kerugian akibat banjir, Sanders dan Tabuchis (2000) menegaskan perlunya kurva kerusakan terhadap tinggi muka air sehingga dapat dipergunakan untuk memperkirakan kemungkinan kerusakan pada perioda ulang tertentu.

Gambar 9 menunjukkan peluang kerusakan/ kerugian akibat banjir dan sangat ditentukan oleh prioda ulang rancangan bangunan air, sehingga keterbatasan biaya akan memberikan kontribusi kerusakan akibat banjir yang lebih besar. Estimasi kerugian akibat banjir dapat didiskripsikan sebagai (a) Kerusakan fisik langsung, yaitu setiap kerusakan fisik langsung diperkirakan dengan menggunakan hubungan antara frekuensi-tinggi muka air-unit luas dan perkiraan kerusakan unit tempat spesifik. Kerusakan yang sesungguhnya sangat tergantung pada kondisi-kondisi lokal, karakteristik banjir (tinggi dan lama banjir). Seperti kondisi pemukiman (perdesaan dan perkotaan); perdagangan/komersial;

industri; tanaman beririgasi; tanaman tegalan; ternak; kolam ikan; bangunan yang berhubungan dengan air; infrastruktur fisik yang lain; dan lain-lain; (b) kerugian komersial “tidak langsung”, Kehilangan tidak langsung dapat terdiri dari gangguan lalu lintas, turunnya harga tanah, produktivitas industri, kehilangan yang berasal dari gangguan karena pengaruh banjir untuk kegiatan pelayanan, biaya operasi darurat dan lain-lain dan (c) kerugian non-pasar atau “tak nyata”, metoda yang dapat digunakan untuk menentukan kerugian tidak nyata atau non-market seperti timbulnya rasa takut, gelisah, turunnya kesehatan dll adalah metoda valuasi (Braden, 2000).

21

Metoda ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1936 di Amerika Serikat untuk mengkaji kesetimbangan lingkungan dalam analisis kelayakan sebuah pengendali banjir. Analisis ini dilakukan untuk menentukan nilai dampak pengendali banjir tersebut terhadap berbagai aspek lingkungan. Pada tahun 1970, pada ahli mulai mengembangkan berbagai metoda untuk menilai atau valuasi terhadap kerugian akibat bencana alam yang tidak secara langsung dapat didasarkan pada acuan harga yang berlaku dan dapat dihitung dalam analisis kelayakan ekonomis.

Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu

Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi Hulu didasarkan pada letak Bendung Bekasi pada 106o 59’ 35” Bujur Timur, 060 14’ 09 Lintang Selatan yang memisahkan sistem tata air Sungai Bekasi Hulu dan Hilir.

Keterangan

Gambar 10 Sungai pada DAS Bekasi Hulu. Sungai Cikeas

Sungai Cileungsi

PETA SUNGAI PADA

Dokumen terkait