• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Global Positioning System (GPS)

(Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning

System) NAVSTAR GPS adalah satelit yang berbasis pada sistem

navigasi radio yang menyediakan informasi posisi, navigasi, dan waktu yang teliti kepada sejumlah pengguna. Sistem ini secara terus-menerus tersedia di seluruh dunia, dan tidak bergantung pada kondisi Meteorology. GPS sudah dikembangkan di Amerika Serikat sejak tahun 1973, dengan akses yang diutamakan untuk keperluan militer, dan akses yang terbatas untuk pengguna sipil. GPS telah digunakan untuk solusi dari masalah geodesi sejak sekitar tahun 1983. Penataan satelit GPS ini telah direncanakan sedemikian rupa sehingga setidaknya empat satelit secara kontinyu terlihat di atas cakrawala, di manapun posisi di bumi selama 24 jam sehari. (Seeber, 2003).

Gambar 2.2 Prinsip Dasar Menggunakan GPS secara absolut (NASA,2003)

control station, ground control station, monitor station. Segmen

penerima merupakan segmen yang dipakai dalam mengamati data yang diberikan satelit, terdiri dari: receiver, antenna, pengolah data dan penyimpanan data. Dari segmen ini dapat dihasilkan posisi tiga dimensi, informasi waktu, dan juga kecepatan secara teliti.

Produk utama dari GPS adalah posisi, waktu, dan kecepatan tetapi ada beberapa parameter yang dapat diturunkan dari produk etrsebut menggunakan GPS yaitu percepatan, TEC (Total Electron

Content), WVC (Water Vapor Contect), parameter pergerakan

kutub, dll. Selain itu juga jika digabungkan dengan informasi lainnya maka kita biasa mendapatkan parameter lainnya untuk bermacam-macam aplikasi contohnya tinggi ortometrik, undulasi geoid, defleksi vertical (Abidin, 2007).

2.3.1 Metode GPS Untuk Penentuan PWV

Pelambatan sinyal GPS, yang merupakan salah satu jenis gelombang elektromagnetik, akibat melalui lapisan troposfir dapat diestimasi dalam memproses data pengamatan GPS. Perlambatan troposfer (tropospheric delay) terdiri dari dua komponen yaitu komponen kering (hydrostatic) yang berjumlah sekitar 90% dari total pelambatan, dan komponen basah yang bergantung kepada kelembaban udara. Komponen basah memberikan komponen kesalahan yang jauh lebih besar daripada komponen kering, karena lebih bervariasi secara spatial dan temporal.

Dalam rangka menentukan besarnya koreksi troposfer dalam pengolahan data GPS, biasanya digunakan model troposfir yang sudah ada misalnya Hopfield, Saastamoinen.

Persamaan Saastamoinen : ZTD = ZHD + ZWD = 0.0022768 1−0.00266𝑐𝑜𝑠(2𝜑)−0.00000028𝐻 (𝑃 + (1255 𝑇 + 0.05)𝜚) ………....(1) Dimana :

10

𝜚 adalah Tekanan uap air dalam hPa

T bernilai 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992)

𝜑 dan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi (1 - 0.00266 cos2 𝜑 – 0.0028 H ) Persamaan Hopfield : ZTD = ZHD + ZWD =10-6 x (k1 𝑃 𝑇 40136+148.72 (𝑇−273.16)−𝐻 5 + (273(k2 – k1) + k3) 𝑒 𝑇2 11000−𝐻 5 ) ………...(2) Dimana : k1 = 77.604 K/hPa k2 = 64.79 K/hPa k3 = 3.776 x 105 K2/hPa

P adalah tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal T bernilai 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992)

tinggi (H) dari model ellipsoid bumi

Dalam kasus penentuan kandungan uap air, model tersebut digunakan dengan membalik parameter dan variabel yang diketahui dan mengestimasi nilai Zenith Troposheric Delay (ZTD) yaitu besaran perlambatan dari arah vertikal datangnya sinyal ke penerima. Nilai ini adalah gabungan dari nilai komponen basah dan komponen kering. Dalam prakteknya, komponen basah lebih sulit untuk ditentukan, sehingga yang sering dilakukan adalah mengestimasi nilai komponen kering yang dikenal dengan istilah

ZHD = (2.2779±0.0024)∗𝑃𝑠

𝐹 (𝜑,𝐻) ……….(4)

Dimana:

Ps adalah total tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal

F adalah variasi percepatan gravitasi bumi pada titik dengan lintang 𝜑 dan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi (1 - 0.00266 cos2 𝜑 – 0.0028 H )

Selanjutnya adalah menghitung nilai integrase uap air IWV

(Integrated Water Vapor) yaitu jumlah uap air yang dihitung dari

sinyal GPS dalam satu kolom udara. Untuk menghitung kandungan uap air PWV (Precipitable Water Vapor) adalah dengan membagi nilai IWV dengan densitas dari air.

PWV = 106 𝜌𝜔𝑅𝑣 ( 𝐾3

𝑇𝑚+𝑘2)

∗ 𝑍𝑊𝐷 ………...(5) Dengan:

𝜌𝜔 adalah densitas air bernilai 1 g/cm3 atau 1000 kg/m3 𝑅𝑣 adalah konstanta untuk gas bernilai 8.314 Joule/mol k2 bernilai 22.1 K/hpa

k3 bernilai 3.739*105 K2/hPa

Tm bernilai 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992)

2.3.2 Penginformasian Jarak (Code)

Untuk komponen ini ada dua macam Code Pseudo Random

Noise (PRN) yang dikirimkan oleh satelit GPS dan digunakan

sebagai penginformasi jarak, yaitu Code-P (Precise atau Private

Code) dan Code C/A (Clear Access atau Coarse Acquisation).

Code ini merupakan rangkaian kombinasi biner 0 dan 1 yang mempunyai struktur yang unik dan tertentu yang dibangun

12

menggunakan suatu algoritma matematis tertentu. Setiap satelit GPS mempunyai struktur yang code yang berbeda dengan satelit GPS lainnya. Hal ini memungkinkan receiver GPS mengenali dan membedakan sinyal-sinyal yang datang dari satelit GPS yang berbeda. Adapun persamaan pseudorange dalam satuan jarak (meter) menurut (Wells dkk, 1999) adalah:

Pi = ρ + dtrop + dioni + (dt – dT) + MPi + vPi ….………….…(6) dimana:

Pi = data ukuran pseudorange

ρ = jarak geometric antara pengamat dan satelit dp = efek dari kesalahan orbit satelit

dtrop = efek dari bias troposfer dioni = efek dari bias ionosfer dt = efek dari bias waktu receiver dT = efek dari bias waktu satelit MP = efek dari multipath pseudorange vP = noise dari pseudorange

i = frekuensi sinyal secara umum presisi pseudorange sekitar 1%

Hal ini berarti untuk pseudorange yang ditentukan dengan Code-P tingkat presisinya adalah 10 kali lebih baik dibandingkan dengan Code C/A. Disamping lebih presisi, pseudorange yang

jarak ukuran dapat dieliminasi dengan persamaan berikut ini: (Hofmann-Wellenhof, 2007).

LIF = 𝑓1𝑓12−𝑓22−𝑓22−12 …..………..……….. (7) Dimana f1 adalah frekuensi dari L1 , f2 adalah frekuendi dari L2 , L1 dan L2 adalah gelombang pembawa dan LIF adalah phase bebas ionosfer.

2.3.3 Gelombang Pembawa di GPS

Untuk komponen ini ada dua macam gelombang pembawa yang digunakan yaitu L1 dan L2. Dalam hal ini, gelombang L1 membawa Code P(Y) dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan gelombang L2 membawa Code P(Y) dan pesan navigasi. Sinyal satelit GPS mempunyai frekuensi yang besarnya merupakan hasil kelipatan dari frekuensi dasar ƒ0 yang dinaikkan oleh oscillator satelit sebesar 10,23 MHz. Frekuensi dari masing-masing komponen sinyal satelit GPS dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1. Komponen sinyal satelit GPS

Komponen Frekuensi (MHz) Frekuensi dasar ƒ0 = 10,23 L1 154ƒ0 = 1575,42 Komponen Frekuensi (MHz) L2 120ƒ0 = 1227,60 Code-P ƒ0 = 10,23 Code-C/A ƒ0/10 = 1,023 Code-W ƒ0/20 = 0,5115 Pesan Navigasi ƒ0/204.600 = 50.10-6 Sumber : (Seeber, 2003)

14

2.3.4 Perambatan Sinyal GPS

Dalam perambatannya dari satelit hingga ke pengamat di permukaan bumi, sinyal GPS harus melalui media ionosfer dan troposfer, dimana dalam kedua lapisan tersebut, sinyal akan mengalami refraksi serta perlambatan atau percepatan

(atmospheric attenuation) dalam lapisan troposfer. Di samping itu,

sinyal GPS juga dapat dipantulkan oleh benda-benda di sekitar pengamat sehingga dapat menyebabkan multipath , yaitu fenomenan dimana sinyal GPS yang diterima oleh antenna melalui dua atau lebih jalur yang berbeda baik langsung maupun tidak langsung (Abidin, 2007). Gambar dibawah ini menunjukkan perambatan sinyal GPS yang melalui lapisan ionosfer dan troposfer dan juga fenomena dari multipath.

Gambar 2.3 Propagasi sinyal GPS

Kesalahan dan bias tersebut, beserta berbagai jenis kesalahan dan bias lainnya seperti kesalah orbit dan waktu akan menyebabkan kesalahan ada jarak ukuran dengan GPS baik itu

Dokumen terkait