• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR - RG141536

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN

MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032

Dosen Pembimbing

M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(2)
(3)

i

TUGAS AKHIR - RG141536

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN

MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR

DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032

Dosen Pembimbing

M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D.

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(4)
(5)

iii

FINAL ASSIGNMENT - RG141536

ANALYSIS OF WEATHER CHANGE USING

PRECIPITABLE WATER VAPOR FROM GLOBAL

POSITIONING SYSTEM (GPS)

VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032

Supervisor

M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. GEOMATICS ENGINEERING DEPARTEMENT Faculty of Civil Engineering and Planning Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017

(6)
(7)

v

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR

DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

Nama Mahasiswa : Virdonio Fila Setiawan

NRP : 3513 100 032

Departemen : Teknik Geomatika

Dosen Pembimbing : M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D.

Abstrak

Precipitable Water Vapor (PWV) adalah campuran zat oksigen

dan hydrogen yang mengalami reaksi kimia dan dengan bantuan panas matahari berubah bentuk menjadi zat cair. Kandungan uap air memainkan peranan penting dalam mengatur temperatur udara karena menyerap radiasi metahari dan radiasi termal dari permukaan bumi (Miller, 1983).

Pengamatan kandungan uap air yang banyak diteliti di atmosfer masih menjadi banyak pekerjaan yang belum terselesaikan oleh para peneliti atmosfer. Dimana pengamatan yang akurat terhadap pergerakan kandungan uap air yang cepat dimana variasi temporal maupun spasial di atmosfer sangat sulit dilakukan.

Global Positioning System atau lebih dikenal dengan sebutan

GPS telah menawarkan metode baru untuk meneliti kandungan uap air yang ada di atmosfer secara akurat dengan cara memberikan parameter dari atmosfer di troposfer dan stratosfer melalui penyebaran sinyal gelombang mikro dari satelit GPS ke ground-based receiver GPS yang tertunda oleh uap air di atmosfer. Penundaan didapat dari parameter Zenith Delay Troposfer (ZTD), dimana ZTD adalah besarnya penyimpangan jarak akibat perlambatan waktu tempuh sinyal saat melewati lapisan troposfer. Dalam penelitian tugas akhir ini dilakukan penentuan delay troposfer dan kandungan uap air menggunakan perangkat lunak ilmiah GAMIT pada bulan Juli-September Tahun 2015. Dengan memanfaatkan 5 (lima) titik pengamatan GPS yang ada di

(8)

Jembatan Suramadu, dan 1 (satu) titik pengamatan GPS di ITS. Serta diikatkan di 1 titik ikat stasiun IGS, diantaranya stasiun BAKO. Penelitian tugas akhir ini menghasilkan nilai Precipitable

Water Vapor (PWV) berkisar 23.49 – 29.23 mm yang menunjukkan

bahwa pada bulan juli-agustus mengalami musim kemarau, sedangkan Precipitable Water Vapor (PWV) pada bulan September 2015 berkisar 19.40 – 35.33 mm mengalami peningkatan dan dapat diperkirakan bahwa bulan selanjutnya akan mengalami musim penghujan.

Kata kunci: Global Positioning System (GPS), Precipitable Water Vapor (PWV), Zenith Delay Troposfer (ZTD)

(9)

vii

ANALYSIS OF WEATHER CHANGE USING PRECIPITABLE WATER VAPOR FROM GLOBAL

POSITIONING SYSTEM (GPS)

Student’s Name : Virdonio Fila Setiawan

Reg. Number : 3513 100 032

Department : Geomatics Engineering

Supervisor : M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D.

Abstract

Precipitable Water Vapor (PWV) is a mixture by chemical

reaction of two substances (oxygen and hydrogen) and with the solar heat it changes into liquid. The content of water vapor have an important role in regulating air temperature because it absorbs sun radiation and thermal radiation from the earth surface (miller, 1983).

Observations of water vapor content that is widely studied in the atmosphere is still a lot of unfinished work by the atmosphere researchers. The accurate observation of the water vapor content that movement rapidly where the variation of temporal or spatial in the atmosphere are difficult to do.

Global Positioning System or better known as GPS has offered

a new method to reasearch the content of water vapor in the atmospheres accurately by providing parameters of the atmosphere in the troposphere and the stratosphere through the dissemination of microwave signals from GPS satellites to ground-based GPS receivers that are delayed by water vapor in the atmosphere.

The delay is obtained from the Zenith Delay Troposphere (ZTD) parameter, where ZTD is the distortion of the distance due to the slowing of signal travel as it passes through the troposphere layer.

In this final task, the tropospheric delay and moisture content are determine using GAMIT scientific software in July-September 2015. By utilizing 5 (five) GPS observation points in the Suramadu

(10)

Bridge, and 1 (one) GPS observation point in ITS. And connect to 1 point IGS station as connective point, including BAKO stations. This thesis research produce Precipitable Water Vapor (PWV) ranging from 23.49 - 29.23 mm indicate that in July-August is dry season, while Precipitable Water Vapor (PWV) value in September 2015 has range from 19.40 - 35.33 mm that increased and it can be predicted that the next month will in the rainy season.

Keyword: Global Positioning System (GPS), Precipitable Water

(11)

ix

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR

DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

pada

Program Studi S-1 Departemen Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Oleh:

VIRDONIO FILA SETIAWAN

NRP. 3513 100 032

Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir:

1. M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D.

NIP. 19811223 200501 1 002 (Pembimbing I)

(12)
(13)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Atas dukungan moril dan materi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ronny Setiawan dan Trifina Fitri Lastiani selaku Orang tua penulis yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir.

2. Bapak M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir. 3. Mbok Supriati, Farras Aulia Majid, Okta Ferriska, Dody

Pambudhi, Fakhrusy Luthfan, Rega Hangasta, Ahmad Solihuddin Ayyubi, Yoga Pradana Karra, Avicenna, Hardani Satrio, serta teman-teman Angkatan 2013 yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam Laporan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis berharap untuk kedepannya ada perbaikan dan pengembangan terhadap tugas akhir ini. Terlepas dari itu semua, semoga Laporan Tugas Akhir yang berjudul

"Analisis Perubahan Cuaca dengan menggunakan Precipitable Water Vapor dari Global Positioning System (GPS) ", dapat

menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Surabaya, 22 Juni 2017 Penulis

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI Abstrak ... v Abstract ... vii LEMBAR PENGESAHAN ... ix KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Konsep Perubahan Cuaca ... 5

2.2Lapisan Atmosfer ... 6

2.2.1 Lapisan Troposfer ... 6

2.2.2 Uap air pada Troposfer... 7

2.3Global Positioning System (GPS) ... 8

2.3.1 Metode GPS Untuk Penentuan PWV ... 9

2.3.2 Penginformasian Jarak (Code) ... 11

2.3.3 Gelombang Pembawa di GPS ... 13

2.3.4 Perambatan Sinyal GPS ... 14

2.4 Penentuan ZTD dan PWV menggunakan GAMIT 10.6 .... 15

2.4.1 Zenith Troposheric Delay (ZTD) ... 15

2.4.2 Zenith Path Delay (ZPD) ... 17

2.4.3 Precipitable Water Vapor (PWV) ... 17

2.4.4 Penentuan Precipitable Water Vapor (PWV) ... 20

(16)

BAB III METODOLOGI ... 21

3.1 Lokasi Penelitian ... 21

3.2 Data dan Peralatan ... 22

3.2.1 Data ... 22

3.2.2 Peralatan ... 23

3.3 Metodologi Penelitian ... 25

3.4 Pengolahan Data ... 27

BAB IV HASIL DAN ANALISA ... 29

4.1 Validasi ZTD Bulan Juli 2015 ... 29

4.2 Validasi ZTD Bulan Agustus 2015 ... 30

4.3 Validasi ZTD Bulan September 2015 ... 32

4.4 Hasil Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS ... 34

4.5 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Juli 2015 ... 35

4.6 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Agustus 2015 ... 36

4.7 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan September 2015 .... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pembentukan cuaca yang terjadi di Indonesia ... 5 Gambar 2.2 Prinsip Dasar Menggunakan GPS secara absolut ... 8 Gambar 2.4 Skema lapisan troposfer, stratosfer, dan tropopause. ... 19 Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ... 21 Gambar 3.2 Ilustrasi Penempatan Rover pada Jembatan Suramadu ... 22 Gambar 3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 25 Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data... 27 Gambar 4.1 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015 ... 29 Gambar 4.2 Uji Korelasi ... 30 Gambar 4.3 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015 ... 31 Gambar 4.4 Uji Korelasi ... 31 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015 ... 32 Gambar 4.6 Uji Korelasi ... 33 Gambar 4.7 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli - September 2015 ... 34 Gambar 4.8 Grafik Nilai PWV pada Bulan Juli 2015 ... 35 Gambar 4.9 Grafik Nilai PWV pada Bulan Agustus 2015 ... 36 Gambar 4.10 Grafik Nilai PWV pada Bulan September 2015 .... 38

(18)
(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komponen sinyal satelit GPS ... 13

Tabel 3.1 Stasiun kontinyu GPS dan IGS. ... 22

Tabel 4.1 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015 ... 29

Tabel 4.2 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015 ... 31

Tabel 4.3 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015 ... 32

Tabel 4.4 Nilai ZTD dan ZPD pada 3 Bulan 2015 ... 34

Tabel 4.5 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Juli Tahun 2015 ... 35

Tabel 4.6 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Agustus Tahun 2015 ... 36

Tabel 4.7 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan September Tahun 2015 ... 38

(20)
(21)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kondisi suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia dapat digunakan sebagai indikator banyak sedikitnya kandungan uap air di atmosfer yang erat kaitannya dengan proses pembentukan awan di atas wilayah Indonesia. Jika suhu muka laut dingin, berpotensi mengurangi kandungan uap air di atmosfer, sebaliknya panasnya suhu permukaan laut berpotensi menambah kandungan uap air di atmosfer.

Uap air (Water Vapor) adalah campuran antara zat oksigen dan hydrogen yang mengalami reaksi kimia dan dengan batuan panas matahari berubah bentuk menjadi zat cair, terletak di atmosfer pada ketinggian 8000-9000 Km. Uap air pada daerah tropis akan mengisi 4% dari total volume udara, sedangkan pada daerah sedang hanya mengisi kurang dari 1% dari total volume udara. Uap air memiliki kemampuan untuk menyerap energi, sehingga tidak semua energi lolos melewati uap air tersebut. Uap air memegang peranan penting dalam proses penentuan cuaca yang mana merupakan penyerap radiasi yang mempengaruhi keseimbangan energi di atmosfer dan berperan dalam pelepasan panas dari proses kondensasi sehingga memelihara proses yang terjadi di atmosfer (Miller,et.al., 1983).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki laut yang cukup luas, dimana laut merupakan sumber penguapan air terbesar dimuka bumi yang berpengaruh terhadap cuaca. Semakin dekat suatu tempat dengan laut maka akan semakin besar pula curah hujan akan terjadi, begitu sebaliknya.

Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada Bulan Mei hingga Oktober, dengan musim penghujan pada bulan November hingga April. Namun demikian, fenomena pemanasan global yang

(22)

2

mengakibatkan perubahan iklim juga terjadi sehingga menyebabkan waktu perpindahan musim saat ini sulit diprediksi.

Pemantauan ruang berbasis seperti Global Positioning System (GPS) adalah cara efektif untuk menilai tingkat uap air secara global dan berbagai misi terlambat dilaksanakan untuk pengukuran

Precipitable Water Vapor. (Chaboureau.et.al., 1998; Randel.et.al.,

1996; Mockler., 1995). Pengukuran dengan menggunakan GPS mampu memberikan pengamatan yang akurat dari parameter atmosfer di troposfer dan stratosfer melalui penyebaran sinyal gelombang mikro dari satelit GPS ke ground-based receiver GPS yang tertunda oleh uap air di atmosfer. Penundaan didapat dari parameter jumlah Zenith Path Delay (ZPD) dalam waktu yang berbeda-beda yang diambil dari pengukuran GPS. Jika suhu permukaan dan pengamatan tekanan pada penerima GPS diketahui akurasi yang cukup ZPD yang diambil dapat dikonversi menjadi perkiraan yang akurat dari total kandungan uap air, yaitu

Percipitable Water Vapor (PWV) yang diterima oleh receiver.

(Choy, Wang, Zhang, & Kuleshov, 2013).

Dari permasalahan diatas, maka penelitian ini akan membahas mengenai penentuan uap air PWV (Precipitable Water Vapor) di atmosfer dengan menggunakan data pengamatan GPS untuk mengetahui perubahan cuaca di suatu wilayah.

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh nilai Precipitable Water Vapor (PWV) dari Global Positioning System (GPS) terhadap perubahan cuaca ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini menggunakan data Pengamatan Global

Positioning System (GPS) berupa data RINEX Observasi

(.o)

b. Penelitian ini menjelaskan pengaruh nilai Precipitable

Water Vapor (PWV) terhadap perubahan cuaca

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui fungsi dan manfaat penggunaan Global

Positioning System (GPS) dalam bidang meteorologi

b. Menganalisa hasil nilai Precipitable Water Vapor (PWV) dari hasil pengamatan Global Positioning System (GPS)

(24)

4

(25)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perubahan Cuaca

Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan dalam jangka waktu yang singkat. cuaca terbentuk dari gugusan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya pagi hari, siang hari, atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Di Indonesia keadaan cuaca selalu diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui prakiraan cuaca yang dikembangkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi & Geofisika (BMKG) dan Kementrian Perhubungan. Untuk negara-negara yang sudah maju perubahan cuaca sudah diumumkan setiap jam dan sangat akurat (tepat). Ilmu yang mempelajari cuaca disebut meteorologi. Keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban dan berbagai fenomena hujan, disuatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek (menit, jam, hari, bulan, musim, tahun) (Gibbs, 1987).

(26)

6

2.2 Lapisan Atmosfer

Atmosfer adalah campuran gas yang menyelubungi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi, campuran gas ini disebut dengan udara. Lapisan gas tersebut mengelilingi bumi dengan ketebalan yang sulit untuk ditentukan secara teliti, namun ketebalan rata-rata dari atmosfer ini ditentukan kira-kira sebesar 500 km (Spiegel & Grubber, 1983).

Udara bercampur secara baik di atmosfer. Meskipun bercampur, atmosfer mempunyai perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam temperatur dan tekanan dalam setiap perbedaan ketinggiannya. Perbedaan ini didefinikan ke dalam sejumlah lapisan atmosfer. Atmosfer ini biasanya dibagi menjadi daerah - daerah atau lapisan-lapisan tertentu menurut suhu atau temperature, muatan listriknya, ionisasinya, medan magnetnya, perambatannya, dan lainnya sesuai dengan keperluan yang berbeda-beda (Seeber, 1993).

2.2.1 Lapisan Troposfer

Lapisan yang paling bawah dari atmosfer disebut dengan troposfer dengan ketinggian antara 0 – 40 km (Hofmann-Wellenhof, 1992). Lapisan ini merupakan presentase terbesar dari total masa atmosfer yaitu lebih dari 75%. Sedangkan sisanya menyebar pada lapisan yang lain (Spiegel & Grubber, 1983). Troposfer tersusun atas nitrogen (78%) dan oksigen (21%) dengan hanya sedikit konsentrasi gas lainnya. Temperatur troposfer umumnya berbanding terbalik dengan ketinggiannya, kira-kira -6.5 per km.

(27)

Secara umum karakteristik dari lapisan troposfer antara lain (Soetriyono, 2006):

- Lebih beragamnya penurunan suhu

- Meningkatnya kecepatan angina berdasarkan ketinggian merupakan lapisan dimana sebagian besar pertukaran panas antara bumi dan atmosfer terjadi (Spiegel & Grubber, 1983).

- Sangat berembun pada permukaan tanah. - Pergerakan udara vertical yang cukup besar.

- Secara umum fenomena atmosfer yang disebut cuaca terjadi di lapisan ini.

2.2.2 Uap air pada Troposfer

Uap air adalah air yang berada pada fase atau bentuk gas. Jumlahnya bervariasi secara spasial dan juga secara temporal. Namun secara umum diperkirakan jumlah atau konsentrasi uap air di atmosfer berkisar antara hamper 0% sampai dengan 4%. Perubahan yang ekstrim dari jumlah uap air disebabkan karena kemampuan air yang unik untuk berada pada tiga fase atau bentuk pada temperature yang biasanya ada di bumi (Miller, 1983)

Kandungan uap air di troposfer menurun secara drastic dengan kenaikan ketinggian. Dari jumlah yang berkisar antara 0% sampai dengan 4% tersebut, hampir seluruhnya 99% berada pada lapisan troposfer. Pada troposfer, air pada bentuk cair ditemukan pada hujan, awan, kabut, dan embun. Es merupakan air bentuk padat dan ditemukan pada troposfer dalam bentuk salju, hujan es dan butiran salju (Spiegel & Grubber, 1983).

Dalam meteorologi, presipitasi adalah setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Hal ini terjadi ketika atmosfer menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi lalu keluar dari larutan tersebut. Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendunginan atau penambahan uap air. Prespitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, dan hujan es.

(28)

8

2.3 Global Positioning System (GPS)

(Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning

System) NAVSTAR GPS adalah satelit yang berbasis pada sistem

navigasi radio yang menyediakan informasi posisi, navigasi, dan waktu yang teliti kepada sejumlah pengguna. Sistem ini secara terus-menerus tersedia di seluruh dunia, dan tidak bergantung pada kondisi Meteorology. GPS sudah dikembangkan di Amerika Serikat sejak tahun 1973, dengan akses yang diutamakan untuk keperluan militer, dan akses yang terbatas untuk pengguna sipil. GPS telah digunakan untuk solusi dari masalah geodesi sejak sekitar tahun 1983. Penataan satelit GPS ini telah direncanakan sedemikian rupa sehingga setidaknya empat satelit secara kontinyu terlihat di atas cakrawala, di manapun posisi di bumi selama 24 jam sehari. (Seeber, 2003).

Gambar 2.2 Prinsip Dasar Menggunakan GPS secara absolut (NASA,2003)

(29)

control station, ground control station, monitor station. Segmen

penerima merupakan segmen yang dipakai dalam mengamati data yang diberikan satelit, terdiri dari: receiver, antenna, pengolah data dan penyimpanan data. Dari segmen ini dapat dihasilkan posisi tiga dimensi, informasi waktu, dan juga kecepatan secara teliti.

Produk utama dari GPS adalah posisi, waktu, dan kecepatan tetapi ada beberapa parameter yang dapat diturunkan dari produk etrsebut menggunakan GPS yaitu percepatan, TEC (Total Electron

Content), WVC (Water Vapor Contect), parameter pergerakan

kutub, dll. Selain itu juga jika digabungkan dengan informasi lainnya maka kita biasa mendapatkan parameter lainnya untuk bermacam-macam aplikasi contohnya tinggi ortometrik, undulasi geoid, defleksi vertical (Abidin, 2007).

2.3.1 Metode GPS Untuk Penentuan PWV

Pelambatan sinyal GPS, yang merupakan salah satu jenis gelombang elektromagnetik, akibat melalui lapisan troposfir dapat diestimasi dalam memproses data pengamatan GPS. Perlambatan troposfer (tropospheric delay) terdiri dari dua komponen yaitu komponen kering (hydrostatic) yang berjumlah sekitar 90% dari total pelambatan, dan komponen basah yang bergantung kepada kelembaban udara. Komponen basah memberikan komponen kesalahan yang jauh lebih besar daripada komponen kering, karena lebih bervariasi secara spatial dan temporal.

Dalam rangka menentukan besarnya koreksi troposfer dalam pengolahan data GPS, biasanya digunakan model troposfir yang sudah ada misalnya Hopfield, Saastamoinen.

Persamaan Saastamoinen : ZTD = ZHD + ZWD = 0.0022768 1−0.00266𝑐𝑜𝑠(2𝜑)−0.00000028𝐻 (𝑃 + ( 1255 𝑇 + 0.05)𝜚) ………....(1) Dimana :

(30)

10

𝜚 adalah Tekanan uap air dalam hPa

T bernilai 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992)

𝜑 dan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi (1 - 0.00266 cos2 𝜑 – 0.0028 H ) Persamaan Hopfield : ZTD = ZHD + ZWD =10-6 x (k 1 𝑃 𝑇 40136+148.72 (𝑇−273.16)−𝐻 5 + (273(k2 – k1) + k3) 𝑒 𝑇2 11000−𝐻 5 ) ………...(2) Dimana : k1 = 77.604 K/hPa k2 = 64.79 K/hPa k3 = 3.776 x 105 K2/hPa

P adalah tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal T bernilai 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992)

tinggi (H) dari model ellipsoid bumi

Dalam kasus penentuan kandungan uap air, model tersebut digunakan dengan membalik parameter dan variabel yang diketahui dan mengestimasi nilai Zenith Troposheric Delay (ZTD) yaitu besaran perlambatan dari arah vertikal datangnya sinyal ke penerima. Nilai ini adalah gabungan dari nilai komponen basah dan komponen kering. Dalam prakteknya, komponen basah lebih sulit untuk ditentukan, sehingga yang sering dilakukan adalah mengestimasi nilai komponen kering yang dikenal dengan istilah

(31)

ZHD = (2.2779±0.0024)∗𝑃𝑠

𝐹 (𝜑,𝐻) ……….(4)

Dimana:

Ps adalah total tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal

F adalah variasi percepatan gravitasi bumi pada titik dengan lintang 𝜑 dan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi (1 - 0.00266 cos2 𝜑 – 0.0028 H )

Selanjutnya adalah menghitung nilai integrase uap air IWV

(Integrated Water Vapor) yaitu jumlah uap air yang dihitung dari

sinyal GPS dalam satu kolom udara. Untuk menghitung kandungan uap air PWV (Precipitable Water Vapor) adalah dengan membagi nilai IWV dengan densitas dari air.

PWV = 106 𝜌𝜔𝑅𝑣 (𝑇𝑚+𝑘2𝐾3 )

∗ 𝑍𝑊𝐷 ………...(5) Dengan:

𝜌𝜔 adalah densitas air bernilai 1 g/cm3 atau 1000 kg/m3 𝑅𝑣 adalah konstanta untuk gas bernilai 8.314 Joule/mol k2 bernilai 22.1 K/hpa

k3 bernilai 3.739*105 K2/hPa

Tm bernilai 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992)

2.3.2 Penginformasian Jarak (Code)

Untuk komponen ini ada dua macam Code Pseudo Random

Noise (PRN) yang dikirimkan oleh satelit GPS dan digunakan

sebagai penginformasi jarak, yaitu Code-P (Precise atau Private

Code) dan Code C/A (Clear Access atau Coarse Acquisation).

Code ini merupakan rangkaian kombinasi biner 0 dan 1 yang mempunyai struktur yang unik dan tertentu yang dibangun

(32)

12

menggunakan suatu algoritma matematis tertentu. Setiap satelit GPS mempunyai struktur yang code yang berbeda dengan satelit GPS lainnya. Hal ini memungkinkan receiver GPS mengenali dan membedakan sinyal-sinyal yang datang dari satelit GPS yang berbeda. Adapun persamaan pseudorange dalam satuan jarak (meter) menurut (Wells dkk, 1999) adalah:

Pi = ρ + dtrop + dioni + (dt – dT) + MPi + vPi ….………….…(6) dimana:

Pi = data ukuran pseudorange

ρ = jarak geometric antara pengamat dan satelit dp = efek dari kesalahan orbit satelit

dtrop = efek dari bias troposfer dioni = efek dari bias ionosfer dt = efek dari bias waktu receiver dT = efek dari bias waktu satelit MP = efek dari multipath pseudorange vP = noise dari pseudorange

i = frekuensi sinyal secara umum presisi pseudorange sekitar 1%

Hal ini berarti untuk pseudorange yang ditentukan dengan Code-P tingkat presisinya adalah 10 kali lebih baik dibandingkan dengan Code C/A. Disamping lebih presisi, pseudorange yang

(33)

jarak ukuran dapat dieliminasi dengan persamaan berikut ini: (Hofmann-Wellenhof, 2007).

LIF =

𝑓12−𝑓22−1

𝑓12−𝑓22 …..………..……….. (7)

Dimana f1 adalah frekuensi dari L1 , f2 adalah frekuendi dari L2 , L1 dan L2 adalah gelombang pembawa dan LIF adalah phase bebas ionosfer.

2.3.3 Gelombang Pembawa di GPS

Untuk komponen ini ada dua macam gelombang pembawa yang digunakan yaitu L1 dan L2. Dalam hal ini, gelombang L1 membawa Code P(Y) dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan gelombang L2 membawa Code P(Y) dan pesan navigasi. Sinyal satelit GPS mempunyai frekuensi yang besarnya merupakan hasil kelipatan dari frekuensi dasar ƒ0 yang dinaikkan oleh oscillator satelit sebesar 10,23 MHz. Frekuensi dari masing-masing komponen sinyal satelit GPS dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1. Komponen sinyal satelit GPS

Komponen Frekuensi (MHz) Frekuensi dasar ƒ0 = 10,23 L1 154ƒ0 = 1575,42 Komponen Frekuensi (MHz) L2 120ƒ0 = 1227,60 Code-P ƒ0 = 10,23 Code-C/A ƒ0/10 = 1,023 Code-W ƒ0/20 = 0,5115 Pesan Navigasi ƒ0/204.600 = 50.10-6 Sumber : (Seeber, 2003)

(34)

14

2.3.4 Perambatan Sinyal GPS

Dalam perambatannya dari satelit hingga ke pengamat di permukaan bumi, sinyal GPS harus melalui media ionosfer dan troposfer, dimana dalam kedua lapisan tersebut, sinyal akan mengalami refraksi serta perlambatan atau percepatan

(atmospheric attenuation) dalam lapisan troposfer. Di samping itu,

sinyal GPS juga dapat dipantulkan oleh benda-benda di sekitar pengamat sehingga dapat menyebabkan multipath , yaitu fenomenan dimana sinyal GPS yang diterima oleh antenna melalui dua atau lebih jalur yang berbeda baik langsung maupun tidak langsung (Abidin, 2007). Gambar dibawah ini menunjukkan perambatan sinyal GPS yang melalui lapisan ionosfer dan troposfer dan juga fenomena dari multipath.

Gambar 2.3 Propagasi sinyal GPS

Kesalahan dan bias tersebut, beserta berbagai jenis kesalahan dan bias lainnya seperti kesalah orbit dan waktu akan menyebabkan kesalahan ada jarak ukuran dengan GPS baik itu

(35)

2.4 Penentuan ZTD dan PWV menggunakan GAMIT 10.6

(GPS Analysis at MIT) GAMIT merupakan sebuah perangkat lunak yang dikembangkan oleh the Harvard Smithsonian Center

for Astrophysics dan The Scripps Institution of Oceanography

untuk melakukan analisis terhadap pengamatan GPS yaitu estimasi koordinat stasiun, percepatan, fungsi post-seismik deformasi,

atmospheric delay, orbit satelit,dan parameter orientasi bumi. Software ini dijalankan pada sistem operasi UNIX. GAMIT

menggunakan algoritma perataan kuadrat terkecil untuk menentukan estimasi dari posisi relatif stasiun, parameter orbit dan rotasi bumi, zenith delay, dan ambiguitas fase dengan menyesuaikan pengamatan fase double difference. (Tetteyfio, 2007).

Untuk menguji nilai dari total delay troposfer maka delay troposfer yang telah dikonversi menjadi Zenith Delay Troposphere (ZTD) dibandingkan dan diuji korelasinya dengan Zenith Path Delay (ZPD) yang merpakan ZTD versi International GNSS Service (IGS).

2.4.1 Zenith Troposheric Delay (ZTD)

(Zenith Tropospheric Delay) ZTD atau yang dikenal dengan

atmospheric delay di GAMIT diestimasi dengan persamaan dasar:

(King dkk, 2010 a; 2010b)

ATDEL(EL)= DRYZEN * DRYMAP(EL) + WETZEN ∗ WETMAP(EL)………..(8)

Keterangan:

ATDEL = Atmospheric delay (ZTD) DRYZEN = delay komponen hidrostatik

(36)

16

WETZEN = delay komponen non-hidrostatik

WETMAP = fungsi pemetaan komponen non hidrostatik EL = elevasi satelit

Apriori ZHD dan ZNHD dihitung menggunakan persamaan (Saastamoinen 1972). Jika tidak ada data meteorologi permukaan, apriori tekanan dan suhu diperoleh dari GPT 50 (Global Pressure

and Temperature) dari (Boehm dkk, 2006). Sedangkan untuk

mengestimasi gradient delay, digunakan persamaan berikut: ADEL(EL,AZ) = GRADSNS * AZMAP (EL) * COS(AZ)

+ GRADEW * AZMAP(EL) * SIN(AZ)

………..………(9) Keterangan:

GRADSNS = gradient horizontal pada arah utara AZMAP = fungsi pemetaan pada gradient delay GRADEW = gradient horizontal pada arah timur

AZ = azimuth satelit GPS

nilai AZMAP ditentukan dengan persamaan berikut ini:

AZMAP = 1./(SIN(EL) * TAN(EL) + C) ……….(10) dimana C adalah konstanta dengan nilai 0.003 (Chen dkk,2002).

Untuk melakukan strategi pengolahan pengamatan GPS yang digunakan untuk mendapatkan ZTD yang sesuai dengan yang

(37)

2.4.2 Zenith Path Delay (ZPD)

Data Zenith Path Delay (ZPD) dari IGS. Data ini merupakan nilai ZTD hasil pengolahan versi IGS. Produk ZPD Sebuah jenis dari IGS yang sangat berkualitas juga signifikan dalam keuntungan operasional diusulkan. Menanggapi kekurangan dalam IGS produk dari ZPD. Nilai-nilai ZPD adalah langsung diperkirakan dari pengukuran berbagai GPS baku memposisikan titik tepat pada pendekatannya (Zumberge dkk, 1997).

2.4.3 Precipitable Water Vapor (PWV)

Precipitable Water Vapor (PWV) adalah hubungan antara

permukaan dan suasana di air atau siklus hidrologi. Hampir semua uap air di atmosfer berasal di permukaan bumi, di mana air menguap dari laut dan benua karena radiasi matahari, dan terjadi oleh tanaman dan dihembuskan hewan ke atmosfer. Setelah di atmosfer, uap air dapat diangkut secara horizontal dan vertikal dengan sirkulasi tiga dimensi atmosfer dan dapat mengembun untuk membentuk air atau es kristal cair di awan. Siklus ini selesai ketika air kembali ke permukaan bumi dalam berbagai bentuk presipitasi seperti hujan atau salju. Siklus ini terkait erat dengan sirkulasi dan suhu pola atmosfer.

Siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh sifat dari permukaan bumi. proses hidrologi beroperasi pada rentang waktu yang berbeda di atas laut dan tanah. Atas lautan, suhu permukaan, yang bervariasi perlahan, merupakan faktor pengendali utama, sementara atas tanah, efek ditambah suhu permukaan dan air tanah yang tersedia, yang dapat mengubah relatif cepat, yang penting.

Sungai membawa air dari darat ke lautan, dari mana kita menyimpulkan bahwa harus ada curah hujan lebih dari penguapan atas tanah. Untuk mencapai keseimbangan, ada maka harus lebih penguapan dari curah hujan lebih dari lautan. Uap air berlebih diangkut dari laut ke daerah benua dan endapan.

Transportasi uap air merupakan faktor penting dalam penentuan iklim global. Gerakan uap air di atmosfer mewakili pergerakan energi dalam bentuk panas. Setelah proses kondensasi,

(38)

18

energi ini diubah menjadi panas yang dapat dirasakan, dan dengan demikian merupakan sumber pemanasan atmosfer. Pemanasan kondensasi ini merupakan sumber utama energi untuk sistem sirkulasi yang berhubungan dengan cuaca dan iklim.

Uap air merupakan perwujudan air dalam bentuk gas. Jumlah kandungan uap air di udara dapat disebut dengan kelembaban udara yang dapat diekspresikan dalam jumlah aktualnya, atau konsentrasinya di udara, serta dari rasio jumlah aktual uap air terhadap jumlah uap air yang dapat membuat jenuh udara (kelembaban nisbi). Konsentrasi uap air di atmosfer hanya kurang dari 2% dari total volume atmosfer, biasanya diekspresikan dalam satuan gram/kilogram. Jika semua uap air di udara pada suatu waktu terkondensasi dan jatuh sebagai hujan, maka uap air tersebut dapat dinyatakan sebagai precipitable water vapor (Air Mampu Curah). Jumlah uap air yang terkandung pada massa udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi (American Geophysical Union, 2002; Handoko,1995).

Keberadaan uap air di atmosfer dapat dijelaskan dari siklus hidrologi yang terdiri dari proses evaporasi dari permukaan, proses kondensasi menjadi bentuk awan, kemudian jatuh ke bumi melalui presipitasi. Jumlah uap air di atmosfer dipengaruhi oleh variasi suhu dari ketinggian, dan kondisi geografi setempat.

Dengan kata lain kandungan uap air di atmosfer dapat dilihat dari penyebarannya secara vertikal atau horizontal. Sebaran vertikal dari suhu udara dan uap air di atmosfer. Uap air akan menurun terhadap ketinggian atmosfer, dimana suhu udara menjadi rendah. Semakin tinggi suhu udara, maka kapasitas untuk menampung uap air semakin besar. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin, kapasitas untuk menampung uap air semakin rendah, gumpalan awan semakin besar, dan kemudian akan jatuh

(39)

Sebagian besar dari total uap air di atmosfer terdapat di antara permukaan laut hingga 1.5 km di atas permukaan laut, kemudian sebanyak 5-6% uap air terdapat di atas ketinggian 5 km dari permukaan laut, 1% di stratosfer sekitar 12 km di atas permukaan laut. (American Geophysical Union, 2002).

Gambar 2.4 Skema lapisan troposfer, stratosfer, dan tropopause. Penyebaran suhu (° C) dan uap air (gr/kg) secara vertikal di atmosfer

(40)

20

2.4.4 Penentuan Precipitable Water Vapor (PWV)

(Precipitable Water Vapor) PWV diekstraksi menggunakan

fungsi metutil. Dimana fungsi metutil akan mengekstraksi nilai ZTD dari solusi pengolahan baseline (o-file), ZHD dan mengkonversi ZNHD menjadi PWV.

Untuk mengektraksi hal tersebut dibutuhkan input data meteorologi permukaan [rinex (*.m)] dari sensor meteorologi. Untuk stasiun yang tidak dilengkapi dengan sensor meteorologi, fungsi metutil dapat dilakukan dengan memanfaatkan model

(z-file). Pada GAMIT, nilai K3 = 3,739 x 105 K2 mbar-1 dan K2 = 22,1 K5 mbar-1 dari (Bevis dkk, 1994), sehingga diperoleh K5 = 5,9107 x 10-5 K-1. (King dkk, 2010a; 2010b).

2.5 Penelitian Terdahulu

Pengamatan kandungan uap air di atmosfer sebelumnya telah dilakukan oleh (Bamahry, F, 2013) dengan menggunakan data GPS untuk mengestimasikan kandungan uap air. Data kandungan uap air yang didapatkan dari pengamatan GPS di Surabaya memiliki korelasi yang baik dengan hasil pengamatan meteorology konvensial, yaitu balon radiosonde. Dengan nilai bias 0.761 mm dan korelasi 98.3%, perbandingan data tersebut dapat dikatakan baik. Dari hasil plotting grafik variasi temporal, didapatkan informasi bahwa rerata kandungan uap air bulanan pada musim kemarau (Mei-Oktober 2012) berada anatara 20-45 mm, sedangkan pada musim huan (November-April 2012) berada antara 45-65 mm. Hasil penggambaran variasi spasial didapatkan informasi bahwa bulan terkering pada tahun 2012 adalah bulan agustus, dan bulan terbasah pada tahun 2012 adalah bulan januari.

(41)

21

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Surabaya Provinsi Jawa Timur, secara geografis terletak antara 07°09" − 07°21" Lintang Selatan dan 112°36" − 112°54" Bujur Timur, dengan batas wilayah Kota Surabaya sebagai berikut :

- Batas Utara : Selat Madura - Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo - Batas Timur : Selat Madura - Batas Barat : Kabupaten Gresik

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Google earth, 2013)

Lokasi titik pengamatan stasiun kontinyu GPS yang digunakan untuk penelitian adalah stasiun GPS mdr, GPS1, GPS4, GPS11 dan GPS6 yang terletak di jembatan suramadu yang berada pada koordinat geografis 7°11’3” LS dan 112°46’48” BT (titik di bentang tengah jembatan). Jembatan ini terhubung langsung

(42)

22

dengan Pulau Madura (Kabupaten Bangkalan) di sebelah utara dan Pulau Jawa (Kota Surabaya) di sebelah selatan. Ilutrasi penempatan rover pada jembatan Suramadu dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.2 Ilustrasi Penempatan Rover pada Jembatan Suramadu Letak posisi stasiun kontinyu GPS dan IGS dapat dilihat Tabel 3.1 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Stasiun kontinyu GPS dan IGS.

3.2 Data dan Peralatan

No Stasiun Northing (m) Easting (m)

1. CORS GP1 9205364.085 696565.106 2. CORS GP4 9205257.017 696591.496 3 CORS GP6 9205465.802 696604.661 4. CORS GP11 9205049.775 696543.706 5. CORS MDR 9208678.422 696781.421 6. CORS ITSS 9194904.093 698129.560

(43)

a. Data Rinex Observasi Stasiun GPS mdr, GPS1, GPS4, GPS6, GPS11 pada bulan Juli, Agustus, dan September tahun 2015 dengan interval waktu pengamatan 30 detik b. Data Rinex Observasi Stasiun CORS ITS Surabaya pada

bulan Juli, Agustus, dan September tahun 2015 dengan interval waktu pengamatan 15 detik.

c. Data Rinex Observasi Stasiun IGS BIG pada bulan Juli, Agustus, dan September tahun 2015

d. Data Orbit satelit GPS, yaitu data final ephemeris dari IGS (*.sp3)

e. Data tables GAMIT yang meliputi lfile, sestbl, sittbl, otcmc, antmod.dat, autcln.cmd, dcb.dat, station.info, gdetic.dat, dan lain-lain.

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Perangkat Keras (Hardware)

a. Stasiun GPS Online atau CORS b. Laptop Asus

2. Perangkat Lunak (Software)

a. GAMIT untuk pengolahan Data GPS b. Microsoft Office

Setiap data dalam proses pengolahan data merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap hasil dan analisis data. Komponen – komponen data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Data RINEX adalah data yang berisi informasi tentang waktu pengamatan, interval epok pengamatan, nomor satelit, nomor antenna, nomor receiver, koordinat estimasi titik pengamatan dan informasi pendukung lainnya. Format data observasi dalam bentuk format RINEX (*.o) yang merupakan hasil observasi receiver satelit GPS. Raw rinex yang digunakan sebagai berikut:

(44)

24

- Raw data pengukuran GPS CORS pada bulan Juli, Agustus, dan September 2015 dan 2016 dengan interval waktu pengamatan 30 detik. Data GPS bersumber dari BIG (Badan Informasi Geospasial). - Data pengukuran CORS ITS dengan interval pengamatan 15 detik.

b) Data orbit satelit GPS, yaitu data final ephemeris dari IGS (*.sp3) yang bersisi informasi posisi satelit dan ketelitian posisi satelit dan dapat didownload melalui pusat data SOPAC.

c) Data navigasi global berupa data broadcast ephemeris yang berekstensi (*.n) dan berisi informasi orbit/waktu orbit GPS.

d) Data tables GAMIT. Data ini meliputi lfile, sestbl, sittbl, otcmc, antmod.dat, autcln.cmd, dcb.dat, station.info, gdetic.dat, dan lain-lain. Data ini dapat didownload di

(45)

3.3 Metodologi Penelitian

Adapun tahap penelitian digambarkan dengan bagan sebagai berikut: MULAI IDENTIFIKASI MASALAH STUDI LITERATUR PENGUMPULAN DATA DATA STASIUN GPS PENGOLAHAN DATA GPS DENGAN GAMIT ANALISA HASIL PENYUSUNAN LAPORAN SELESAI

Gambar 3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian

Berikut adalah penjelasan diagram alir pelaksanaan penelitian: 1. Tahap Persiapan

 Identifikasi Masalah

Identifikasi permasalahan dilakukan berdasarkan latar belakang permasalahan dalam penelitian. Permasalahannya adalah bagaimana cara mengetahui nilai variasi temporal kandungan uap air (PWV), di atmosfer melalui GPS yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan cuaca.

(46)

26

 Studi Literatur

Kegiatan ini bertujuan mendapatkan tinjauan teoritis yang mendukung penelitian. Tinjauan teoritis yang berhubungan dengan penelitian ini berupa tinjauan teori tentang PWV dan GPS serta literature lain yang mendukung dapat diperoleh dari buku, jurnal, majalah, media masa, website, dan lain-lain.

 Pengumpulan Data

Pengumpulan data GPS seperti data observasi GPS berupa data RINEX, data broadcast ephemeris, data orbit satelit final ephemeris dalam format sp3 yang sesuai dengan waktu pengamatan.

2. Tahap Pengolahan dan Analisa  Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan pengolahan dari data stasiun GPS diolah dengan progam pengolahan data GPS GAMIT untuk memperoleh nilai PWV.

 Analisa Data

Dari tahap pengolahan data, maka didapatkan hasil kandungan uap air (PWV) di atmosfer kemudian dari hasil tersebut dianalisa nilai pengukuran PWV yang diukur dengan pengamatan GPS

 Penyusunan Laporan

Pada tahap akhir ini pekerjaan yang dilakukan adalah membuat dokumentasi berupa laporan untuk setiap tahapan proses diatas sebagai kebutuhan laporan dalam penulisan penelitian ini

(47)

3.4 Pengolahan Data

Dalam melakukan pemrosesan data dalam tugas akhir ini, terdapat tiga bagian pemrosesan data.

Data Zenit Path Delay (ZPD)

Data GPS (*,o), (*,sp3), (*,n)

Proses GAMIT (edit file tables)

rms eror < 0.30 m Z~file O~file Zenit Troposheric Delay (ZTD) Validasi ZTD dan ZPD Ekstraksi Metutil Precipitable Water Vapor (PWV) dari GPS Analisa Data Nilai Precipitable Water Vapor Selesai Ya Tidak

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data

(48)

28

1. Pengolahan data GPS

Penentuan ZTD dilakukan untuk mengestimasian nilai ZTD dengan cara membuat direktori kerja, kemudian membuat direktori rinex, brdc untuk data broadcast ephemeris, igs untuk data final ephemeris didalam direktori kerja. Membuat direktori tables pada direktori kerja yang diisi oleh file-file dari gamit.

Kemudian memulai proses pengolahan GAMIT sehingga menghasilkan beberapa bentuk file o-file, z-file, dan file-file lainnya. Pada penelitian ini yang digunakan adalah o-file dan z-file.

2. Tahap Validasi dan Perbandingan ZTD dan ZPD

Untuk menguji nilai kebenaran dari total delat troposfer, maka delay troposfer yang telah dikonversi menjadi zenith delay

troposphere (ZTD) dibandingkan dengan Zenith path delay (ZPD)

yang merupakan ZTD versi International GNSS Service (IGS). 3. Ektraksi Precipitable Water Vapor (PWV)

Ekstraksi PWV diambil o-file dan z-file. Setelah itu, dilakukan ektraksi fungsi metutil di GAMIT dengan aturan: stasiun yang memiliki sensor meteorology menggunakan input data o-file dan m-file (RINEX dari sensor meteorology permukaan). Sedangkan stasiun yang tidak ada sensor meteorology menggunakan input data o-file dan z-file (model dari tropospheric delay dari GPT50). Data yang dihasilkan dari ekstraksi sh_metutil tersebuxzt itu berupa nilai tabular dari PWV.

(49)

29

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

4.1 Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Bulan Juli 2015

Seperti yang dijelaskan pada penelitian, bawah validasi ini bertujuan utnuk mengetahui tingkat kebenaran ZTD yang diperoleh dari data pengolahan data pengamatan GPS.

Berikut gambar 4.1 dapat dilihat kemiripan hasil plotting antara ZTD hasil pengamatan hasil GPS di stasiun Bako dengan data ZPD dari IGS. Pengamatan GPS ini dilakukan selama 31 hari.

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli

2015

Tabel 4.1 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015 NILAI ZPD (mm) ZTD (mm) Rerata (mm) Standar deviasi 33.36 32.84 32.991

(50)

30

Didapatkan nilai standar deviasi rata-rata sebesar 32.991 dan rata-rata nilainya sebesar 2503.7.

Gambar 4.2 Uji Korelasi

Dari hasil uji mempresentasikan perhitungan menggunakan regression linier didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.5605. Hubungan variabel tersebut termasuk kategori kuat. (Sugiono, 2007). Hal ini menunjukkan kemampuan variabel nilai ZTD dan ZPD sebesar 56.05%. Nilai konstanta dari persamaan tersebut sebesar 0.737 menunjukkan besarnya variabel ZTD dan ZPD memiliki hubungan yang kuat karena hubungan keduanya bernilai positif.

4.2 Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Bulan Agustus 2015

Berikut gambar dapat dilihat kemiripan hasil plotting antara ZTD hasil pengamatan GPS dengan data ZPD dari IGS.

(51)

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015

Tabel 4.2 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015

Didapatkan nilai standar deviasi rata-rata sebesar 37.565 dan rata-rata nilainya sebesar 2492.4.

Gambar 4.4 Uji Korelasi

NILAI ZPD (mm) ZTD (mm) Rerata (mm) Standar deviasi 37.679 37.908 37.565

(52)

32

Dari hasil uji mempresentasikan perhitungan menggunakan regression linier didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.8779. Hubungan variabel tersebut termasuk kategori kuat. (Sugiono, 2007). Hal ini menunjukkan kemampuan variabel nilai ZTD dan ZPD sebesar 87.79%. Nilai konstanta dari persamaan tersebut sebesar 0.9427 menunjukkan besarnya variabel ZTD dan ZPD memiliki hubungan yang kuat karena hubungan keduanya bernilai positif.

4.3 Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Bulan September 2015

Berikut gambar dapat dilihat kemiripan hasil plotting antara ZTD hasil pengamatan GPS dengan data ZPD dari IGS. Pengamatan GPS pada bulan september selama 25 hari.

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015

Tabel 4.3 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015 NILAI ZPD (mm) ZTD (mm) Rerata (mm)

(53)

Didapatkan nilai standar deviasi rata-rata sebesar 29.437 dan rata-rata nilainya sebesar 2507.2.

Gambar 4.6 Uji Korelasi

Dari hasil uji mempresentasikan perhitungan menggunakan regression linier didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.773. Hubungan variabel tersebut termasuk kategori kuat. (Sugiono, 2007). Hal ini menunjukkan kemampuan variabel nilai ZTD dan ZPD sebesar 77.3%. Nilai konstanta dari persamaan tersebut sebesar 1.018 menunjukkan besarnya variabel ZTD dan ZPD memiliki hubungan yang kuat karena hubungan keduanya bernilai positif.

(54)

34

4.4 Hasil Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS

Berikut gambar untuk plotting hasil validasi dari bulan juli hingga September 2015:

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli - September 2015

Serta dilakukan Uji T (T Test) untuk membandingkan rata-rata dua sampel. Kriteria uji adalah thitung < ttable maka H0 diterima dan jika thitung > ttable maka H0 ditolak. Untuk menghitung ttable menggunakan ketentuan  = 0.05. (Sarwono, 2005).

Tabel 4.4 Nilai ZTD dan ZPD pada 3 Bulan 2015 Nilai Std (mm) Rerata (mm)

ZPD IGS 33.1 2501.4

ZTD Bako 35.0 2500.5

Berdasarkan Uji T didapatkan nilai sebesar 0.865 yang mana gagal tolak H0 karena P-Value >  yaitu 0.865 > 0.05 dengan kesimpulan rata-rata ZPD IGS sama dengan rata-rata ZTD Stasiun

(55)

4.5 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Juli 2015

Precipitable water vapor (PWV) merupakan parameter

atmosfer yang biasa dipakai menunjukkan besarnya kandungan uap air dalam suatu kolom vertical massa udara yang potensial dapat diendapkan sekaligus diturunkan sebagai curah hujan. (Harijono, 2008)

Hasil Precipitable water vapor (PWV) yang diperoleh dari pengolahan data GPS dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.8 Grafik Nilai PWV pada Bulan Juli 2015

Tabel 4.5 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Juli Tahun 2015

Stasiun ITS GP1 GP4 GP6 MDR GP11 Suhu

min 24.74 24.25 23.49 23.39 26.19 25.25 26.5 max 27.69 27.36 27.06 26.45 27.98 27.71 29.1 rerata 26.13 26.06 25.49 25.27 27.15 26.24 27.45 std 0.764 0.826 0.903 0.852 0.545 0.820 0.795

Nilai PWV dari pengolahan GPS berkisar 23.49 mm – 27.98 mm. Maka dari nilai-nilai tersebut diperlukan validasi nilai PWV

(56)

36

untuk bulan berikutnya untuk melihat kesesuaian dan kuatnya hubungan nilai PWV dari GPS ini.

Pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5. Nilai Precipitable water vapor (PWV) bulan juli Tahun 2015 yang diperoleh dari pengolahan data GPS untuk masing-masing stasiun mencapai nilai terendah dengan kisaran 23.39-26.45 mm dan untuk tertinggi pada stasiun MDR berkisar 26.19-27.98 mm. Disimpulkan pada bulan juli ini memiliki kondisi iklim kering.

4.6 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Agustus 2015

Hasil Precipitable water vapor (PWV) pada bulan agustus Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 4.6. Dimana pengamatan data GPS pada bulan Agustus ini dilakukan 31 hari pada tanggal 1 – 31 Agustus 2015.

(57)

rerata 25.99 27.42 25.09 25.44 27.51 25.74 27.74 std 0.828 0.945 1.181 0.892 1.086 0.958 0.680

Nilai PWV dari pengolahan GPS berkisar 21.45 mm – 29.23 mm. Maka dari nilai-nilai tersebut diperlukan validasi nilai PWV untuk bulan berikutnya untuk melihat kesesuaian dan kuatnya hubungan nilai PWV dari GPS ini.

Pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.6. Nilai Precipitable water vapor (PWV) bulan agustus Tahun 2015 yang diperoleh dari pengolahan data GPS untuk masing-masing stasiun mencapai nilai terendah dengan kisaran 21.45-26.81 mm pada stasiun GP4, dan untuk nilai tertinggi pada stasiun MDR berkisar 25.62-29.23 mm. Disimpulkan pada bulan agustus ini memiliki kondisi iklim kering. Untuk suhu juga terhitung konstan dan tidak ada kenaikan dan penurunan yang signifikan.

Dan didapatkan nilai yang mengalami penurunan paling signifikan pada stasiun GP4 tepatnya pada hari ke 218 dikarenakan belum dilakukan pembersihan pada sinyal satelit serta data pada hari tersebut tidak lengkap 24 jam.

4.7 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan September 2015

Hasil Precipitable water vapor (PWV) pada bulan agustus Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 4.7. Dimana pengamatan data GPS pada bulan Agustus ini dilakukan hanya 15 hari pada tanggal 15-30 September 2015.

(58)

38

Gambar 4.10 Grafik Nilai PWV pada Bulan September 2015

Tabel 4.7 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan September Tahun 2015

Stasiun ITS GP1 GP6 MDR GP11 Suhu

min 26.66 26.26 26.1 27.92 19.4 28 max 32.84 31.73 30.94 35.3 33.55 30 rerata 30.23 29.18 29.20 32.15 29.46 28.96

std 1.349 1.391 1.352 1.547 2.760 0.480

Nilai PWV dari pengolahan GPS berkisar 19.4 mm – 35.33 mm. Maka dari nilai-nilai tersebut diperlukan validasi nilai PWV untuk bulan berikutnya untuk melihat kesesuaian dan kuatnya hubungan nilai PWV dari GPS ini.

Pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.7. Nilai Precipitable water vapor (PWV) bulan September Tahun 2015 yang diperoleh dari pengolahan data GPS untuk masing-masing stasiun mencapai nilai

(59)

agustus. Untuk suhu juga terhitung konstan dan tidak kenaikan dan penurunan yang signifikan.

Dan didapatkan nilai yang mengalami penurunan paling signifikan pada stasiun GP6 tepatnya pada hari ke 248 dikarenakan belum dilakukan pembersihan pada sinyal satelit serta data pada hari tersebut tidak lengkap 24 jam.

(60)

40

(61)

41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil maka didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Variasi temporal kandungan uap air pada 6 stasiun di

surabaya pada bulan Juli tahun 2015 berkisar 23.49

mm – 27.98 mm.

2.

Variasi temporal kandungan uap air pada 6 stasiun di surabaya pada bulan Agustus tahun 2015 berkisar 21.45 mm – 29.23 mm.

3.

Variasi temporal kandungan uap air pada 6 stasiun di surabaya pada bulan September tahun 2015 berkisar 19.4 - 35.33 mm.

4.

Berdasarkan nilai variasi diurnal dari hasil pengamatan GPS PWV pada bulan juli, agustus tahun 2015 bahwa nilai uap air menunjukkan musim kemarau, hal ini dikarenakan nilai rerata PWV cukup rendah berkisar 23.49 – 29.23 mm, akan tetapi pada bulan September tahun 2015 nilai PWV terjadi peningkatan uap air dan dapat diperkirakan bawah bulan selanjutnya akan memasuki musim penghujan. Secara umum, data GPS dapat dijadikan informasi mengenai temporal kandungan uap air yang mempengaruhi siklus cuaca/iklim. Oleh karena itu diperlukan penelitian baik dalam pengembangan metode GPS sebagai pemantau kandungan uap air, ataupun metode-metode yang dapat digunakan untuk kepentingan analisa meteorology lainnya.

(62)

42

5.2 Saran

Berdasarkan proses dan hasil pelaksanaan tugas akhir ini, maka ada beebrapa saran ataupun rujukan untuk mengembangkan sebagai pemantau kandungan uap air:

1. Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap orbit satelit yang real time dari GPS. Hal ini digunakan agar system pemantauan kandungan uap air dengan metode ini secara real time.

2. Perlu dikembangkan lanjutan mengenai distribusi secara vertical menggunakan metode GPS Radio Occultation atau Radiosonde dengan memperhitungkan koreksi tinggi.

(63)

43

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z, Jones, A., Kahar, J. 2011. Survey dengan GPS. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Abidin, H.Z. 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

American Geophysical Union, 2002. Water Vapor in the climate

system. Florida Ave., N.W., Washington, DC 2009.

Asdak, C, 2002. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada.

Bamahry, Fikri. 2008. “Studi Pemantauan Kandungan Uap Air Menggunakan Metode Inversi GPS”. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14-15 September 2008. Bevis, M., Businger, S., Herring, T.A., Rocken, C., Anthes, R.A.

and Ware, R.H. (1992). “GPS Meteorology: Remote Sensing of Atmospheric Water Vapor Using the Global Positioning System, Journal of Geophysical Research, Vol. 97, No. D14, hal 15787-15801.

Boehm. J, Niell, A, Tregoning. P, Schuh. H, 2003 Global Mapping Function (GMF): A new empirical mapping function based

on numerical weather model data. Geophysical Research

Letters AN AGU JOURNAL.

Chaboureau, J.P., A. Chedin, and N. A. Scott, (1998), “Remote sensing of the vertical distribution of the atmospheric water vapor from the TOVS observations: method and validation”,

Journal of Geophysical Research, Vol.103, No.(D8),

hal.8743-8752.

Chen, G., T.A. Herring. 2002. Effects of Atmospheric azimuthal

asymmetry on the analysis of space geodetic data. Journal of

Geophysical Research: Solid Earth (1978-2012) Volume 102,Issue B9, pages 20489-20502.

Choy, S., Wang, C., Zhang, K., & Kuleshov, Y. (2013), “GPS sensing of precipitable water vapor during the March 2010 Melbourne storm”. Advances in Space Research, Vol.52, No.9, hal.1688-1699.

(64)

44

Elgered, G., Davis, J.L., Herring, T.A. and Shapiro, I. I. (1991) . Geodesy by Radio Interferometry: Water Vapour Radiometry for Estimation the Wet Delay, Journal of

Geophysical and Research, Vol 96, hal. 6541-6555.

Gao, B.C. and Y. J. Kaufman, 2003. Water vapor retrievals using

moderate resolution imaging spectroradiometer (MODIS)

near-infrared channels. J. Geophys Research. Vol. 108, No. D13,4389: 1-10.

Gibbs, R. (1987) Memory for request in conversation revisited. Americal Journal of Psychology. 100, 179-191.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya.

Hofman-Wellenhof, B., Lichtenegger, H., Collins, J. 1992. Global Positioning System Theory and Practice. New York: Springer-Verlag Wien.

Hofman-Wellenhof, B., Lichtenegger, H., & Collins, J (2001).

Global Positioning System. Graz, Austria: Novographic

Druck G.m.b.H..A1230 Wien.

Hofman-Wellenhof, B. 2007. GPS: Theory and Practice, Springer Verlag, Berlin.

Jonathan Sarwono, 2005, “Teori dan Praktik Riset Pemasaran

dengan SPSS”, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Jonathan Sarwono, 2005, “Teori dan Latihan Menggunakan

SPSS”, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Kaufman, Y.J, and B.C. Gao, 1992. Remote sensing of water

vapour in the near IR from EOS/MODIS. IEEE Trans. Geosci. Remote sens Vol.30, No. 5; 871-884.

King, R.W., Herring, T.A., McClusky, S.C. 2010a. GAMIT

Reference Manual, Release 10.40, Department of Earth, Atmospheric, and Palnetary Sciences, Massachusetts Institute of Technology, Oktober.

(65)

Miller, A., Thompson, J. C., Peterson, R. E., and Haragan, D. R., (1983), Elemen Meteorology, Charles E. Merrill Publishing Company, Fourth edition, Colombus.

Setiawan, Pavanti. dkk. 2005. Estimasi Air Mampu Curah Menggunakan Data Modis sebagai Informasi Cuaca Spasial di Pulau Jawa. LAPAN, 1 Juni 2006.

Seeber, G. 1993. Satellite Geodesy : Foundation, Methodes and Applications, Berlin: Walterde Gruyter.

Sebber, G. 2003. Satellite Geodesy: Foundation, Methods, and

Application. Berlin: Walter de Gruyter.

Slamet, LS, Berliana, SS. 2006. Indikasi Perubahan Iklim Dari

Pergeseran Bulan Basah, Kering dan Lembab. Prosiding

Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi.

Spiegel, H.J dan Gruber, A, 1983, “From Weather Ranes to Satellites”, An Introduction to Meteorology, John Wiley 8 Sons.

Susilo. 2012. Pemantauan Precipitable Water Vapor (PWV) di wilayah Jawa Barat menggunakan GPS Kontinu. Thesis, Institut Teknologi Bandung.

Tetteyfio, I. N. (2007). Analysis of Data From the GPS Reference

Station at AAU Using GAMIT.

Wells, D., Beck, N., Delikaraoglou, D., Kelusberg, A., Krakiwsky, E.J., Lachapelle, G., Langley, R.B., Nakiboglu, M., Schwarz, K.P., Tranquilla, J.M., Vanicek, P. 1999. Guide to

GPS Positioning. Canada: University of New Brunwick.

Zumberge. J.F., Hevlin. M.B., Jefferson. D.C et al (1997): Precise

Point Positioning For The Effectient and Robust Analysis Of GPS data From Large Network. JGR 102: 5005-5017.

(66)

46

Gambar

Gambar 2.1. Pembentukan cuaca (NASA,2003)
Gambar 2.2  Prinsip Dasar Menggunakan GPS secara absolut  (NASA,2003)
Tabel 2.1. Komponen sinyal satelit GPS  Komponen  Frekuensi  (MHz)  Frekuensi dasar  ƒ 0 = 10,23  L1  154ƒ 0 = 1575,42  Komponen  Frekuensi  (MHz)  L2  120ƒ 0 = 1227,60  Code-P  ƒ 0 = 10,23  Code-C/A  ƒ 0 /10  = 1,023  Code-W  ƒ 0 /20  = 0,5115  Pesan Navi
Gambar 2.3 Propagasi sinyal GPS
+7

Referensi

Dokumen terkait

E-commerce yang akan dibuat pada Toko Sandal Batik Sagitria Colection dapat membantu konsumen untuk mengetahui ketersediaan produk yang ada tanpa harus mengunjungi

Seperti yang disebutkan diawal prakata ini, misi Cake Bakery selain memberikan informasi buat para pemula, juga mengembangan berbagai alternatif usaha dibidang cake dan bakery

Hasil dari perancangan desain ini berupa sistem yang memiliki fungsi-fungsi yang telah ditentukan pada analisis kebutuhan sistem sebelumnya, seperti laporan

Adapun beberapa asumsi yang digunakan pada implementasi algoritma dalam mengatur penjadwalan ini, yaitu sebagai berikut: (1) Semua waktu mulai pengerjaan (release date)

Perlengkapan pada saat acara Maniti Kain Kuniang adalah Kain kuniang (tanda dari orang tua yang akan mengikhlaskan calon anak daro untuk menikah) dan pada saat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini telah terbukti bahwa dengan meng- gunakan

© MTT Agrifood Research Finland Maiju Pesonen.. © MTT Agrifood Research Finland

dan hal tersebut dapat kita rekam pula, seperti terlihat pada Gambar 4.6 Satu pertanyaan yang penting dalam proses perekaman data komponen adalah apakah data tersebut akan dengan