• Tidak ada hasil yang ditemukan

B IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Golongan dan Jenis Obat yang digunakan

Yogyakarta periode Juli-Desember 2005

a. Antibiotika

Semua pasien DM komplikasi ulkus/gangren diberi antibiotika. Antibiotika yang digunakan sebanyak 6 golongan, seperti yang dapat dilihat pada tabel XI. Tujuan penggunaan antibiotika ini sebagai terapi antiinfeksi bagi pasien DM komplikasi ulkus/gangren, profilaksis pembedahan dan kombinasi dengan antibiotika lain untuk meningkatkan efek. Semua kasus pasien DM komplikasi ulkus/gangren mengalami infeksi akibat lingkungan

gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Pada lingkungan tersebut suplai oksigen sangat kurang akibat penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah sehingga bakteri tumbuh subur, terutama bakteri anaerob (Misnadiarly, 2001).

Tabel XI. Golongan dan jenis obat antiinfeksi yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005

No. Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus

(n = 24) Prosentase (%) seftazidim 4 16,67 seftriakson 8 33,33 sefazolin 2 8,33 sefpodiksim 1 4,16 sefepim 1 4,16 sefotiam 4 16,67 moksifloksasin 5 20,83 cefditoren pivoxil 1 4,16 1. Sefalosporin sefotaxim 1 4,16 gentamicin 4 16,67 2. Aminoglikosida amikasin 2 8,33 levofloksasin 4 16,67 siprofloksasin 5 20,83 3. Kuinolon ofloksasin 3 12,50 klaritromisin 3 12,50 4. Makrolid klindamisin 1 4,16 5. Penisilin sultamisilinatobilat 7 29,16 sulbenisilin 2 8,33 amoksisilin 1 4,16 metronidazol 12 50,00 teicoplanin 1 4,16 6. Antibiotika lain thiamfenikol 1 4,16

Berdasarkan tabel XI terlihat bahwa antibiotika yang banyak digunakan adalah golongan sefalosporin yaitu seftriakson sebanyak 33,33% dan golongan antibiotika lain (antiprotozoa) yaitu metronidazol sebanyak 50%. Sefalosporin merupakan antibiotika bakterisid beta laktam yang bekerja menghambat sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin memiliki spektrum

kerja luas yang meliputi banyak kuman Gram negatif termasuk Eschericia coli, Klebsiella, Proteus bahkan kuman “sulit” pseudomonas (Ganiswara, 1995). Seftriakson adalah antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga yang aktif terhadap bakteri gram negatif. Metronidazol merupakan anti protozoa sekaligus anti bakteri terhadap bakteri anaerob batang gram negatif yang umumnya memang tumbuh pada ulkus/gangren.

Pemilihan antibiotika yang pasti harus sesuai dengan jenis bakteri penginfeksi yang diketahui dari pemeriksaan kultur dan harus mempertimbangkan uji sensitivitas. Pada penelitian ini, sebanyak 13 pasien menjalani pemeriksaan kultur sehingga tidak semua kasus diketahui agen penginfeksinya. Pemilihan antibiotika yang tidak diketahui agen penginfeksinya adalah secara empiris, yaitu berdasarkan bakteri yang biasa terdapat di daerah terinfeksi.

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap pengobatan yang diberikan. Oleh karena itu diperlukan gambaran kesesuaian pemberian antibiotika baik secara empiris maupun berdasarkan bakteri patogen dibandingkan dengan guideline. Tabel XII menunjukkan kesesuaian pemberian antibiotika secara empiris dengan antibiotika yang dianjurkan oleh Infectious Disease Society of America dalam Guideline of Diabetic Foot Infection (Lipsky, et al., 2004) sedangkan pada tabel XIII ditunjukkan agen penginfeksi dari masing-masing pasien yang menjalani pemeriksaan kultur beserta antibiotika yang diberikan dan dibandingkan dengan pemilihan antibiotika berdasarkan bakteri penginfeksi oleh Nuermberger (2005).

Tabel XII. Gambaran kesesuaian pemberian antibiotika secara empiris pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta periode Juli- Desember 2005

(+) sesuai (-) tidak sesuai. Kesesuaian tersebut dalam artian bahwa jenis antibiotika yang diberikan berspektrum luas atau seperti yang dianjurkan oleh Infectious Disease Society of America. *jenis antibiotika dalam satu golongan dapat saling menggantikan

Tabel XIII. Gambaran kesesuaian pemberian antibiotika berdasarkan hasil pemeriksaan kultur pus gangren pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005

Pasien Bakteri

penginfeksi Antibiotika yang diberikan

Antibiotika berdasarkan bakteri

penginfeksi*

4 (-) Staphylococcus aureus

• sefotiam 4 x 1g I.V (7 hari) • vancomicin / florokuinolon + rifampin

• klindamisin

Pasien Antibiotika yang diberikan

Antibiotika yang dianjurkan*

1 (+) • seftazidim 2 x 500 mg P.O + klindamisin 2 x 150 mg P.O (5 hari) dilanjutkan

• levofloksasin 1 500 mg P.O (3 hari)

• amoxicilin + clavulanat 2 (-) • sultamisilinatobilat 2 x 500 mg P.O + metronidazol 3 x 500 mg

P.O (3 hari) 3 (-)

• levofloksasin

• metronidazol 3 x 500 mg P.O + sefazolin 2 x 500 mg I.V (5 hari)

5 (-) • seftriaxone 1 x 1g I.V (1 hari)

• dibekasin 2 x 500 mg I.V (2 hari)

10 (+) • seftriakson 2 x 1 gr I.V + metronidazole 3 x 500 mg P.O (2 hari) 12 (-) • gentamisin 2 x 80 mg P.O (7 hari)

13 (-) • sefotiam 2 x 200 mg P.O (7 hari)

14 (+) • seftazidim 2 x 2 g I.V + moksifloksasin 1 x 400 mg P.O (2 hari) dilanjutkan

• seftazidim 2 x 2 g I.V (3 hari)

• moksifloksasin 1 x 400 mg P.O (3 hari)

• ampicilin + sulbactam • levofloksasin / siprofloksasin dengan klindamisin • vancomisin dan ceftazidim (dengan/ tanpa metronidazol)

15 (+) • levofloksasin 1 x 1g I.V + metronidazole 2 x 1g I.V (4 hari) dilanjutkan

• teicoplanin 1 x 400 mg P.O (5 hari) kemudian

• thiamfenikol 1 x 500 mg + klaritromisin 1 x 1g I.V (10 hari) 16 (+) • siprofloksasin 3 x 500 mg P.O (1 hari)

19 (+) • siprofloksasin 1 x 500 mg P.O + klaritromisin 1 x 500 mg P.O (10 hari) dilanjutkan

• moksifloksasin 1 x 400 mg P.O (10 hari) kemudian

• levofloksasin 1 x 100 mg I.V (5 hari)

24 (-) • sultamisilinmatobilat 3 x 1 g I.V + seftriakson 2 x 1 g I.V (3 hari)

Lanjutan Tabel XIII 6 (-) Staphylococcus epidermidis • moksifloksasin 1 x 400 mg P.O (6 hari) • vancomicin / florokuinolon + rifampin • klindamisin 7 (-) Proteus vulgaris + Enterobacter

tidak diberikan antibiotik • sefalosporin gen III

• florokuinolon

• ampisilin

• beta laktam 8 (-) Enterobacter • gentamisin 3 x 500 mg P.O (8 hari)

(resisten)

• sefalosporin gen III florokuinolon • ampisilin • beta laktam 9 (-) Staphylococcus epidermidis • sultamisilinatobilat 2 x 1,5 g I.V (1 hari) dilanjutkan • sultamisilinatobilat 2 x 1,5 g I.V + siprofloksasin 2 x 500 mg P.O + seftriakson 2 x 1 g I.V (4 hari) kemudian

• siprofloksasin 2 x 500 mg P.O (4 hari)

• vancomicin / florokuinolon + rifampin • klindamisin 11 (-) Staphylococcus aureus • metronidazol 3 x 500 mg P.O + seftazidim 2 x 1 g I.V (resisten) + ofloksasin 3 x 400 mg (4 hari) • ofloksasin 3 x 400 mg (3 hari) • vancomicin / florokuinolon + rifampin • klindamisin 17 (+) Klebsiella sp. • amikasin 2 x 500 mg P.O +

seftriakson 2 x 1 g I.V (4 hari) kemudian

• amikasin 2 x 500 mg P.O + seftriakson 2 x 1 g I.V +

siprofloksasin 2 x 100 mg P.O (4 hari)

• metronidazol 2 x 100 mg P.O + sefepim 2 x 500 mg +

siprofloksasin 2 x 100 mg P.O (3hari)

• siprofloksasin 2 x 100 mg P.O (6 hari)

• beta laktam

• carbapenem

• siprofloksasin + klindamisin

• sefalosporin gen iii + metronidazol 18 (-) Staphylococcus aureus • sefpodiksim 1 x 200 mg P.O + sultamisilinotobilat 2 x 100 g P.O (6 hari) • vancomicin/florokui nolon + rifampin, klindamisin 20 (+) Pseudomonas sp. • metronidazol 3 x 500 mg I.V + moksifloksasin 1 x 400 mg I.V (4hari)

• moksifloksasin 1 x 400 mg I.V (2 hari) • Sefalosporin / penisilin + aminoglikosida / siprofloksasin 21 (-) MRSA + Enterobacter

• seftriakson 2 x 1 g I.V + gentamisin 2 x 120 mg P.O (1 hari) dilanjutkan

• metronidazole 3 x 500 mg P.O + Seftriakson 2 x 1 g I.V (1 hari) kemudian

• seftriakson 2 x 1 g I.V (2 hari)

• nafsilin • ofloksasin • sefalosporin gen I • klindamisin • beta laktam • vancomicin 22 (+) Enterobacter • ofloksasin 2 x 400 mg P.O (2 hari)

dilanjutkan

• ofloksasin 2 x 400 mg P.O +

cefditoren pivoxil 3 x 400 mg (2 hari)

• sefalosporin gen III

• florokuinolon

• ampisilin

Lanjutan Tabel XIII

23 (-) Staphylococcus epidermidis + Enterococcus

• sefazolin 1 x 1 g I.V (3 hari) kemudian

• sefotiam 2 x 1 g I.V (1 hari)

• vancomicin / florokuinolon + rifampin

• klindamisin

(+) sesuai (-) tidak sesuai. Kesesuaian tersebut dalam artian bahwa jenis antibiotika yang diberikan sesuai dengan bakteri penginfeksinya. *jenis antibiotika dalam satu golongan dapat saling menggantikan

Pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren yang menjalani perawatan di rumah sakit mengalami infeksi sedang hingga parah. Terapi awal biasanya secara empiris dan didasarkan pada tingkat keparahan infeksi. Infeksi sedang serta infeksi yang parah dan lebih luas diterapi dengan antibiotika berspektrum luas. Sebelas dari 24 pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren yang menjalani rawat inap di RS Bethesda periode Juli- Desember 2005 diberikan antibiotika secara empiris. Namun demikian terdapat 8 pasien yang mendapatkan antibiotika bukan spektrum luas dan tidak sesuai anjuran guideline.

Kesesuaian pemilihan antibiotik dengan bakteri penginfeksi dan hasil uji sensitivitas sangat penting. Apabila pemilihan antibiotika sesuai maka efektivitas kerja obat lebih optimal, menurunkan kemungkinan resistensi dan tidak menimbulkan kerugian dalam hal finansial. Pada penelitian ini, pasien yang menjalani pemeriksaan kultur tidak semuanya mendapatkan antibiotika yang sesuai dengan bakteri penginfeksinya. Sembilan pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 mendapatkan antibiotika yang tidak sesuai dengan bakteri penginfeksinya. Di samping itu, diketahui 2 pasien mendapatkan antibiotika yang sudah resisten.

b. Antidiabetik

Terapi farmakologis guna mengontrol kadar glukosa darah adalah dengan pemberian antidiabetik, baik insulin maupun antidiabetika oral. Insulin merupakan terapi standar pada DM tipe I dan DM tipe II yang mengalami gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, penderita DM yang memiliki kontraindikasi atau alergi terhadap obat antidiabetika oral serta penderita DM dengan keadaan stress berat seperti infeksi berat atau tindakan pembedahan dan mendapat nutrisi parenteral (Priyanto, 2006).

Tabel XIV. Golongan dan jenis obat antidiabetik yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005

No. Golongan Sub Golongan Jenis Obat

Jumlah Kasus (n = 24)

Prosentase (%) Insulin kerja singkat Crystal Zinc

Insulin 12 50,00

1. Insulin

Insulin kerja menengah Netral Protamine Hagedorn 5 20,83 2. α- glucosidase inhibitor acarbose 7 29,16 metformin 4 8,33 3. Biguanid glimepirid 7 16,67 Glinid repraglinid 1 4,16 Thiazolidindion rosiglitazon 1 4,16 4. Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea glikasid 2 8,33

Pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren, di mana sebagian besar mengalami infeksi berat dan pembedahan atau amputasi memperlukan terapi insulin karena keperluan insulin meningkat. Hal ini ditunjukkan bahwa 70,83% dari pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS. Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 mendapatkan

insulin seperti yang ditunjukkan pada tabel XIV. Sebanyak 50% pasien menggunakan insulin kerja singkat dan 20,83% menggunakan insulin kerja menengah. Insulin kerja singkat memiliki masa kerja 8 jam. Insulin kerja menengah memiliki masa kerja 12-24 jam. Pada penelitian ini insulin diberikan sendiri maupun kombinasi dengan antidiabetika oral.

Antidiabetika oral yang diberikan pada pasien pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS. Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 adalah golongan α- glucosidase inhibitor, biguanid, dan pemicu sekresi insulin. Antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah acarbose sebanyak 29,16% dan glimepirid sebanyak 16,67%. Acarbose merupakan golongan α-glucosidase inhibitor. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α-glucosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan mampu menurunkan hiperglikemia postpandrial (Priyanto, 2006). Glimepirid merupakan antidiabetika oral yang bekerja langsung terhadap organ sasaran dengan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan dan menghambat glukoneogenesis.

c. Analgesik

Pada pasien DM dengan komplikasi ulkus memerlukan analgesik untuk mengatasi nyeri yang dialami. Analgesik non opioid yang umum digunakan adalah ketorolak (41,66%) dan parasetamol (37,5%). Penggunaan analgesik non opioid ini adalah untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat, bekerja dengan cara menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri di saraf perifer. Di samping itu

juga dapat berdaya antipiretik. Oleh karena itu, pada pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren, parasetamol juga digunakan untuk mengatasi demam namun tidak mengatasi inflamasi kecuali dikombinasi dengan kodein (Tjay dan Raharja, 2002).

Analgesik opioid atau narkotik bekerja dengan memblokade pusat nyeri di sistem saraf pusat. Analgesik opioid yang digunakan sebanyak 4,16% kasus yaitu tramadol. Tramadol merupakan analgesik opioid lemah yang memiliki indikasi untuk nyeri akut sampai kronis, nyeri pasca operasi dan nyeri neuropati di mana pada pasien DM dengan komplikasi ulkus sering menjalani pembedahan dan menderita neuropati (Anonim, 2006).

Tabel XV menunjukkan golongan dan jenis analgesik yang digunakan oleh pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005.

Tabel XV. Golongan dan jenis obat Analgesik yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005

No. Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus

(n = 24) Prosentase (%) ketorolak 10 41,66 metamizol 2 8,33 parasetamol 9 37,50 tinoridin 4 16,67 asetosal 3 12,50 1. Analgesik non opioid metampiron + diazepam 1 4,16 2. Analgesik opioid tramadol HCl 1 4,16

d. Obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah

Obat yang mempengaruhi gizi dan darah atau vitamin dan mineral diberikan pada sebanyak 83,33% pasien DM dengan komplikasi

ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS. Bethesda Yogyakarta. Obat gizi dan darah yang diberikan terdiri dari 3 golongan, yaitu cairan dan elektrolit, vitamin serta obat antianemia defisiensi besi. Jumlah yang digunakan untuk masing-masing golongan tersebut ditunjukkan pada tabel XVI.

Tabel XVI. Golongan dan jenis obat gizi dan darah yang diberikanpada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005

No. Golongan Sub Golongan Jenis Obat

Jumlah Kasus (n = 24) Prosentase (%) glukosa 3 12,50 maltosa 5 20,83 ringer lactat/asetat 19 79,16 natrium asetat 2 8,33 natrium klorida 10 41,66 kalsium 1 4,16 1. Cairan dan elektrolit Pengganti plasma

dan albumin plasbumin 1 4,16 Vitamin B kombinasi 3 12,50 Vitamin B/ dengan vitamin C Vitamin C + vitamin B complex 4 16,67 2. Vitamin Multivitamin/ dengan mineral vitamin C, seng sulfat, selenium 2 8,33 3. Antianemia

defisiensi besi Feroglukonat

Fe(OH)3 sucrose

complex 1 4,16

Pemberian cairan dan elektrolit dimaksudkan untuk rehidrasi sebagai pemenuhan keperluan normal akan cairan dan elektrolit pada pasien. Pemberian NaCl, glukosa, maltosa serta NaCl kombinasi adalah sebagai pengganti cairan dan elektrolit serta pemasukan energi. Pengganti plasma dan albumin diberikan karena mengandung protein dan elektrolit sehingga diberikan untuk menambah volume plasma yang rendah pada pasien.

Selain cairan dan elektrolit, diberikan pula sediaan antianemia defisiensi besi dan vitamin. Anemia terjadi karena pasien kekurangan zat besi. Vitamin yang diberikan adalah multivitamin, yaitu gabungan vitamin B1, B6 dan B12 untuk mengatasi gangguan saraf pada DM dengan komplikasi ulkus ini serta gabungan dari berbagai vitamin seperti vitamin C, vitamin B complex, vitamin E, β-karoten, seng sulfat dan selenium sebagai suplemen. e. Obat Penyakit Otot Skelet dan Sendi

Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi yang digunakan adalah adalah golongan obat reumatik dan gout. Obat antiinflamasi non steroid (AINS) digunakan untuk gangguan otot skelet, nyeri, dan radang pada penyakit reumatik. Obat anti inflamasi nonsteroid dalam dosis tunggal mempunyai aktivitas analgesik yang setara dengan parasetamol dan memberikan efek analgesik yang tahan lama (Anonim, 2000). Pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren mengalami inflamasi dan nyeri neuropati sehingga AINS yang diberikan dapat dikombinasi dengan analgesik lain (Tjay dan Raharja, 2002).

Obat AINS yang banyak digunakan adalah natrium diklofenak (25%) yang memiliki indikasi untuk nyeri akut dan kronik. Natrium diklofenak bekerja menghambat pembentukan prostaglandin dengan mewmblokade enzim cyclooxygenase (COX-2) sehingga peradangan tidak terjadi. Obat ini memiliki kontraindikasi dengan tukak lambung atau usus halus karena kerjanya kurang selektif. Natrium diklofenak juga memblokade enzim COX-1 sehingga daya perlindungan terhadap mukosa lambung menurun (Anonim, 2006).

Obat antigout yang digunakan adalah alopurinol (4,16%) untuk pengendalian keadaan yang berhubungan dengan kelebihan garam urat serta pengobatan dan pencegahan batu ginjal Ca pada penderita yang kadar asam urat dalam serum dan urin meningkat (Anonim, 2006). Alopurinol bekerja secara kompetitif menggantikan purin sehingga purin tidak dirombak oleh ksantin oksidase menjadi asam urat (Tjay dan Raharja, 2002). Pada penelitian ini digunakan oleh pasien yang memiliki kadar asam urat tinggi.

Golongan dan jenis obat penyakit otot skelet dan sendi ditunjukkan pada tabel XVII.

Tabel XVII. Golongan dan jenis obat penyakit otot skelet dan sendi yang

diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi

ulkus/gangren di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005

No. Golongan Sub

Golongan Jenis Obat

Jumlah Kasus (n = 24) Prosentase (%) AINS Natrium diklofenak 6 25,00 Ketoprofen 4 16,67 Celecoxib 1 4,16 1. Obat reumatik dan gout Antigout Alopurinol 1 4,16

f. Obat Sistem Saluran Cerna

Obat sistem saluran cerna yang paling banyak digunakan untuk mencegah perkembangan tukak lambung yang dialami pasien DM dengan komplikasi ulkus yang sekresi asam lambungnya meningkat ataupun disebabkan obat AINS. Obat sistem saluran cerna yang paling banyak digunakan adalah golongan antitukak sub golongan antagonis H2 yaitu ranitidin dan sub golongan penghambat pompa proton yaitu omeprazole. Masing-masing penggunaan obat tersebut adalah sebanyak 8,33%. Ranitidin

dan omeprazole bekerja simptomatis saja, yaitu menurunkan keasaman lambung dengan menghambat sekresi lambung.

Obat-obat tersebut memiliki efek yang sama namun mekanisme aksinya berbeda. Antagonis H2 bekerja secara kompetitif dengan menduduki reseptor histamin H2 secara selektif pada sel parietal di mukosa lambung sehingga produksi asam menurun. Penghambat pompa proton bekerja dengan menghambat enzim H+/K+ ATPase atau pompa proton dalam sel-sel parietal sehingga sekresi asam lambung (Anonim, 2007c).

Kelas terapi obat sistem saluran cerna yang digunakan pada pasien sebanyak 62,5 % yang terdiri dari berbagai golongan dan jenis obat seperti ditunjukkan oleh tabel XVIII.

Tabel XVIII. Golongan dan jenis obat sistem saluran cerna yang diberikanpada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli- Desember 2005

No. Golongan Sub Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus

(n = 24) Prosentase (%) Antagonis H2 ranitidin 2 8,33 Khelator dan senyawa kompleks sukralfat 1 4,16 omeprazole 2 8,33 Penghambat

pompa proton lanzoprazole 1 4,16

aluminium hidroksida 1 4,16 1. Antitukak Antasida natrium rebeprazole 1 4,16 2. Enzim pencernaan protease, lipase, amilase 1 4,16 3. Digestan Lacbon® 1 4,16

Lacbon® : spora viabel dari Lactobacillus sporogenes g. Obat Susunan Saraf Pusat

Obat sistem saraf pusat yang digunakan dalam penelitian ini adalah antimual dan vertigo. Penggunaan obat ini untuk mengatasi mual dan muntah

yang sering terjadi pada penderita DM karena asam lambung meningkat maupun efek samping obat lain. Peningkatan sekresi asam lambung yang dialami pasien DM dengan komplikasi ulkus karena selalu mendapatkan nutrisi parenteral dan menjalani puasa baik untuk pemeriksaan kadar glukosa puasa maupun puasa sebelum melakukan pembedahan serta penggunaan antibiotika yang menimbulkan efek samping mual dan muntah. Dari tabel dapat dilihat bahwa obat antimual yang banyak digunakan adalah domperidon yaitu sebanyak 16,67%. metoklopramid yang bekerja di sentral dan perifer juga digunakan untuk pencegahan mual dan muntah pasca operasi dengan dosis 10 mg. Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat ditunjukkan dalam tabel XIX di bawah ini.

Tabel XIX. Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli- Desember 2005

No. Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus

(n = 24) Prosentase (%) 1. Antipsikotik haloperidol 1 4,16 domperidon 4 16,67 metoklopramid 1 4,16

2. Antimual dan vertigo

ondansetron 1 4,16

h. Obat Sistem Kardiovaskuler

Obat sistem kardiovaskuler yang banyak digunakan pada kasus ini adalah antiplatelet yaitu sebesar 41,66% dan selanjutnya vasodilator perifer sebesar 20,83%. Antiplatelet yang digunakan adalah cilostazol (41,66%). Fungsi penggunaannya adalah untuk menghilangkan gejala iskemik seperti ulkus, rasa nyeri dan dingin yang berhubungan dengan oklusi arteri kronis

(Anonim, 2006). Cilostazol menangani iskemik dengan menurunkan agregasi platelet dan menghambat pembentukan trombus.

Tabel XX di bawah ini menunjukkan golongan dan jenis obat sistem kardiovaskuler yang digunakan.

Tabel XX. Golongan dan jenis obat sistem kardiovaskuler yang diberikanpada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005

No. Golongan Sub Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus

(n = 24) Prosentase (%) cilostazol 10 41,66 1. Anti platelet asetosal 1 4,16 2. Hemostatik dan fibrinolitik asam traneksamat 2 8,33 pentoksifilin 4 16,67 4. Vasodilator perifer klopidrogel 1 4,16

Diuretika tiazid hidroklortiazid 1 4,16

kaptopril 2 8,33

5. Anti hipertensi

ACE inhibitor

ramipril 1 4,16

Obat golongan vasodilator yang digunakan adalah golongan vasodilator perifer. Obat ini digunakan karena kurangnya pasokan darah arteri di perifer yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah perifer pada pasien DM ulkus/gangren (Misnadiarly, 2001). Pemberian obat ini dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan ulkus/gangren. Cara kerja dari obat ini dengan mendilatasi pembuluh darah sehingga pasok darah lebih besar pada daerah pembuluh darah yang sulit dicapai karena menyempit atau tersumbat sehingga pasokan oksigenpun tercukupi (Endah, 1999).

Penghambat enzim konversi angiotensin atau ACE inhibitor digunakan sebagai antihipertensi dengan mengurangi pembentukan

Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan mengurangi sekresi aldosteron sehingga terjadi ekskresi natrium, air dan retensi kalium.

i. Obat Sistem Pernafasan

Pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus/gangren yang dirawat di RS Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 terdapat 1 pasien yang mendapatkan obat sitem pernafasan yaitu antitusif. Obat ini diberikan karena pasien mengalami batuk kering. Kelas terapi obat sistem pernafasan ditunjukkan pada tabel XXI berikut ini.

Tabel XXI. Golongan dan jenis obat sistem pernafasan yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Juli- Desember 2005

No. Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus (n = 24)

Prosentase (%) 1. Antitusif codein fosfat 1 4,16

C. Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi

Dokumen terkait