• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.5. Good Corporate Governance (GCG)

Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,

pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para

pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak

dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan.

Bank dunia ( World Bank) mendefinisikan good corporate governance

(GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah – kaidah yang wajib

dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan untuk

berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara

keseluruhan.

Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M – MBU/2002 tanggal

31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna

mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap

memerhatikan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai – nilai etika.

Menurut The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) tahun 2000 mendefinisikan Good Corporate Governance adalah Suatu proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama

untuk meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap

mempertahankan kepentingan stakeholders yang lain.

Good Corporate Goveranance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ( value added ) untuk semua stakeholders. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu ( YPPMI & SC, 2002 ):

1. Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar

(akurat ) dan tepat pada waktunya.

2. Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan ( disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja

Good Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta urusan – urusan

perusahaan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas

perusahaan, dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam

jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain ( Malaysian finance Committee on Corporate Governance February 1999 ).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, GCG secara singkat dapat

diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan untuk menciptkan nilai tambah ( value added ) bagi para pemangku kepentingan. Hal ini dsebabkan karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola

kerja manajemen yang bersih, transparan, dan profesional (BTP). Implementasi

prinsip – prinsip GCG secara konsisten di perusahaan akan menarik minat para

investor, baik domestik maupun asing.

2.2.5.1. Prinsip – prinsip Good Corporate Governance

Prinsip – prinsip GCG yang dikembangkan oleh OECD(Organization for Economic Co- operation and Development) pada bulan april 1998 mencakup 5 (lima) hal berikut ini :

1. Perlindungan terhadap hak – hak pemegang saham ( the right off shareholders).

Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak – hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham

1. Hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran

kepemilikan

2. Hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham

3. Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara

berkala dan teratur

4. Hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS)

5. Hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi

6. Hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan

2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham ( the equitable treatment of shareholders ).

Kerangka yang dibangun dalam corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang

saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan

berdasarkan informasi orang dalam ( insider trading ) dan transaksi dengan diri sendiri ( self dealing ). Prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi – transaksi yang mengandung

benturan atau konflik kepentingan ( conflict of interest ).

3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan ( the role of stakeholders ).

Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak – hak pemangku kepentingan sebagaimana

perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan

lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha ( going concern ). 4. Pengungkapan dan transparansi ( disclosure and transparency ).

Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang teapat waktu dan akurat untuk setiap

permasalahan berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup

informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja kepemilikan, dan pengelolaan

perusahaan. Informasi yang diungkap harus disusun, diaudit, dan disajikan

sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan

untuk meminta auditor eksternak ( kantor akuntan publik ) melakukan audit

yang bersifat independent atas laporan keuangan.

5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi ( the responsibilities of the board ).

Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap

manajemen oleh dewan komisaris, dan pertanggungjawaban dewan komisaris

terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini kewenangan –

kewenangan serta kewajiban – kewajiban profesional dewan komisaris kepada

pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

Prinsip – prinsip GCG sesuai Pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No.

117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan good corporate governance ( GCG )sebagai berikut :

1. Transparansi ( transparency )

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.

2. Pengungkapan ( disclosure )

Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta

maupun tidak diminta maupun, mengenai hal – hal yang berkenaan dengan

kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.

3. Kemandirian ( independent )

Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik

kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi

yang sehat

4. Akuntabilitas ( Accountability )

Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen

perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan

ekonomis.

5. Pertanggungjawaban ( responsibility )

Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang – undangan

yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat.

6. Kewajaran ( fairness )

Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak – hak pemangku kepentingan

yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang –

Ensensi dari Corporate Governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya

akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan

kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

Penyusunan prinsip – prinsip Good Corporate Governance

dikelompokkan dalam 5 (lima) hal, yaitu :

1. Perlindungan atas hak – hak pemegang saham

2. Perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham

3. Peranan stakeholders dalam Corporate Governance

4. Keterbukaan dan Transparansi

5. Akuntabilitas Direksi dan Komisaris

2.2.5.2. Tujuan Penerapan Prinsip Good Corporate Governance

Penerapan prinsip Good Corporate Governancemempunyai tujuan berikut ( Petrokimia, 2005 ):

1. Good Corporate Governance dapat memaksimalkan nilai bagi seluruh

stakeholders.

2. Good Corporate Governance dapat membantu dalam pengelolaan perusahaan yang lebih profesional, transparansi dan efektif.

3. Good Corporate Governance dapat memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ perusahaan.

4. Para stakeholder perusahaan harus bertindak dilandasi moral yang tinggi, patuh pada peraturan dan kesadaran akan tanggung jawab sosial.

5. Good Corporate Governance dapat meningkatkan kontribusi dalam perekonomian nasional.

6. Good Corporate Governance dapat meningkatkan iklim investasi.

2.2.5.3. Manfaat Good Corporate Governance

Adanya beberapa manfaat dari penerapan prinsip Good Corporate Governance bagi korporasi, yaitu :

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing

2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah ( debt/capital )

3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi

perusahaan.

4. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra

perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.

5. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder dan stakeholder

terhadap perusahaan

6. Meningkatkan kontribusi BUMN terhadap penerimaan Negara dalam bentuk

pajak dan deviden, serta meningkatkan kesejahteraan karyawan.

7. Melindungi Direksi / Komisaris / Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan

melindungi dari intervensi politisi serta usaha – usaha campur tangan di luar

mekanisme korporasi.

8. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan perusahaan dan strategi dan kebijakan yang

2.2.5.4. Konsep good corporate governance ( GCG )

Implementasi prinsip – prinsip GCG menyangkut pengembangan dua

aspek yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu perangkat keras (

hardware ) dan perangkat lunak ( software ). Hardware yang lebih bersifat teknis mencakup pembentukan atau perubahan struktur dan sistem organisasi.

Sedangkan, software yang lebih bersifat psikososial mencakup perubahan paradigma, visi, misi, nilai ( value ), sikap ( attitude ), dan etika keperilakuan (

behavioral ethics ). Dalam praktik nyata di dunia bisnis, sebagian besar perusahaan ternyata lebih menekankan pada aspek hardware, seperti penyusunan sistem dan prosedur serta pembentukan struktur organisasi ( Arif, 2009 ).

Menurut Gede Raka, salah seorang panel ahli dari indonesian Institute for Corporate Governance ( IICG ), menyatakan dalam GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah mesin pencetak keuntungan bagi pemiliknya,

melainkan sebuah entitas untuk menciptakan nilai bagi semua pihak yang

berkepentingan. Perusahaan juga bukan hanya mesin yang mengubah input

menjadi output , melainkan sebuah lembaga kemanusiaan ( human instiution ), sebuah masyarakat yang punya nilai, cita – cita, jati diri, dan tanggung jawab

sosial. Konsep GCG mencerminkan pentingnya sikap berbagi ( sharing ), peduli (

caring ) dan melestarikan. Semua hal itu menyangkut aspek kejiwaan GCG. Perubahan menuju praktik GCG yang lebih baik harus mencakup perubahan pada

dimensi teknis ( sistem dan strutur ) dan aspek psikososial ( paradigma, visi dan

nilai – nilai ) organisasi. Dalam perubahan dimensi psikososial perusahaan, peran

menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai, serta menumbuhkan idealisme dan

kesadaran akan tujuan para anggota perusahaan.

Model dan sistem yang akan digunakan oleh sebuah korporasi, perangkat

tata kelola ( governance ) dari suatu organisasi sebagai sistem yang terbuka ( open system ) terdiri atas struktur tata kelola ( governance structure ), mekanisme tata kelola ( governance mechanism ), dan prinsip – prinsip tata kelola ( governance principles ). Ketiga perangkat ini berjalan sebagai suatu kesatuan dalam bentuk sistem tata kelola yang berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal

organisasi organisasi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan

sebelumnya. Efektifitas perangkat tata kelola ini dinilai dari seberapa jauh sistem

dimaksud mampu memberikan hasil tata kelola ( governance outcomes ) yang diharapkan ( Syakhroza, 2005).

2.2.5.5. Implementasi Prinsip Good Corporate Governance dalam Organisasi

Pada dasarnya tidak ada pola yang baku dan berlaku seragam dalam

pengembangan dan pengimplementasian Good Corporate Governance di setiap organisasi korporasi, kondisi, dan struktur dan budaya masing – masing organisasi

yang bervariasi berpengaruh kepada pola pengembangan Good Corporate Governance untuk masing – masing korporasi.

Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di korporasi adalah penting bagi korporasi untuk melakukan tahapan – tahapan yang cermat

sehingga Good Corporate Governance dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam korporasi.

Pada umumnya perusahaan – perusahaan yang telah berhasil dalam

menerapkan Good Corporate Governance menggunakan tahapan – tahapan sebagai berikut ( Daniri, 2005) :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama, yaitu :

i. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Good Corporate Governance dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan

dengan meminta bantuan tenaga ahli independent dari luar perusahaan.

Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan

diskusi kelompok.

ii. Good Corporate Governance Assesment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam

penetapan Good Corporate Governance saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik level penerapan Good Corporate Governance ( GCG ) dan untuk mengidentifikasikan langkah – langkah yang tepat

guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang

kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance ( GCG ) secara efektif. Dengan kata lain Good Corporate Governance Assesment

mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah – langkah apa

yang dapat diambil untuk mewujudkannya.

iii. Good Corporate Governancemanual building, adalah langkah berikut setelah Good Corporate Governance Assesment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya

identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi Good Corporate Governance ( GCG ) dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independent dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara

manual untuk organ – organ perusahaan dan manual untuk perusahaan mencakup berbagai aspek, seperti:

 Kebijakan Good Corporate Governance ( GCG ) perusahaan.

 Pedoman Good Corporate Governance ( GCG ) bagi organ – organ perusahaan.

 Pedoman perilaku

Audit commite charter

 Kebijakan disclosure dan transparansi

 Kebijakan dan kerangka manajemen resiko

Roadmap implementasi 2. Tahap Implementasi

Setelah perusahaan mempunyai Good Corporate Governance ( GCG )

manual , langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama, yakni :

i. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh

perusahaan aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya

mengenai pedoman penerapan Good Corporate Governance. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk itu,

langsung berada dibawah pengawasan direktur utama atau salah satu

direktur yang ditunjuk sebagai Good Corporate Governance champion di perusahaan.

ii. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman

GCG yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya

mencakup pula upaya manajemen perubahan ( change management ) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh

implementasi GCG.

iii. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi.

Internalisasi mencakup upaya – upaya untuk memperkenalkan GCG di

dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan

perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan

GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang

bersifat superficial, tetapi benar – benar tercermin dalam seluruh aktifitas perusahaan.

3. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari

waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG

telah dilakukan dengan meminta pihak independent yang menyangkut

remunerasi dan kompensasi serta sistem pensiun. Kriteria seleksi dan

proses penunjukan yang transparan dan terencana bagi Komisaris /Dewan

Perencana dan Direksi akan mengimplementasikan. Hal ini termasuk dan

merupakan perbaikan terhadap Uji Kelayakan dan Kepatutan calon Direksi

yang sudah ditetapkan BUMN saat ini. Surat Penunjukan bagi Komisari /

Dewan Pengawas dan direksi yang baru akan dibuat, yang secara formal

akan menjelaskan antara lain tugas, tanggung jawab serta harapan –

harapan pemerintah, Program Pengenalan / Orientasi untuk Komisaris /

Dewan Pengawas Direksi segera dapat memberikan kontribusinya kepada

perusahaan.

2.2.5.6. Sistem Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance

Penilaian terhadap pelaksanaan good corporate governance di Indonesia dilakukan oleh lembaga independen yaitu: Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh pihak manajemen perusahaan. Aspek yang dinilai meliputi Hak-hak

Pemegang Saham, Kebijakan Corporate Governance, Praktek-praktek Corporate Gover-nance, Pengungkapan, dan Fungsi Audit. Penentuan skor pelaksanaan

dilakukan melalui metode rata-rata tertimbang, dengan bobot masing-masing

aspek sebagai berikut:

1. Hak-hak Pemegang Saham (20%).

Dalam Hak-hak Pemegang Saham, penilaian dilakukan terhadap apakah

perusahaan telah:

i. Melaksanakan RUPS tahunan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah akhir

tahun buku sesuai dengan pasal 65 ayat 2 Undang-undang Perseroan

Terbatas.

ii. Menyampaikan kepada Pemegang Saham pemberitahuan mengenai RUPS

tahunan minimal 28 hari sebelum pelaksanaan RUPS tersebut.

iii. Memberikan dorongan kepada para Pemegang Saham untuk menghadiri

RUPS dan menggunakan hak suara-nya.

iv. Memberikan kesempatan yang memadai bagi Pemegang Saham untuk

mengajukan pertanyaan pada RUPS.

Selanjutnya diberikan penilaian, misalnya nilai 5 untuk setiap jawaban "ya"

dan 0 untuk tiap jawaban "tidak". Jadi misalkan dari 10 pertanyaan di

bidang Hak-hak Pemegang Saham tersebut peru-sahaan menjawab "ya"

sebanyak 6 kali dan menjawab "tidak" seba-nyak 4 kali maka dalam

bidang tersebut perusahaan akan memperoleh skor:

(6 x 5) + (4 x 0) = 30 (dari nilai maksimum 50 atau 10 x 5)

2. Kebijakan Corporate Governance (15%).

Bidang Kebijakan Good Corporate Governance, perusahaan dapat menilai sendiri apakah pihaknya telah:

i. Memiliki Kode atau Pedoman Good Corporate Governance secara tertulis, yang secara jelas menjabar-kan hak-hak Pemegang Saham,

tugas dan tanggung jawab Direksi dan Komisaris.

ii. Menyediakan akses bagi masyarakat untuk mengetahui kebijakan

perusahaan mengenai investor.

iii. Menentukan organisasi/orang yang bertanggung jawab (misalnya

Komisaris) untuk memastikan bahwa perusahaan mentaati kode Good Corporate Governance.

iv. Memiliki Code of Conduct/Ethics bagi karyawannya.

v. Aturan perilaku tersebut dikomunikasikan dan diimplementasikan

dengan baik.

3. Praktek-praktek Corporate Governance (30%).

Dalam bidang Praktek Good Corporate Governance, dapat diteliti apakah di dalam perusahaan:

i. Direksi mengadakan pertemuan berkala secara teratur dengan

Komisaris.

ii. Terdapat rencana strategis dan rencana usaha yang memberikan arahan

bagi Direksi dan Komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

iii. Direksi dan Komisaris mendapatkan pelatihan atau mempunyai latar

belakang yang memadai untuk menun-jang pelaksanaan pekerjaaanya.

iv. Para anggota Komisaris maupun Direksi telah bebas dari benturan

kepentingan (conflict of interests).

4. Pengungkapan (Disclosure) (20%)

Sementara itu dalam bidang Pengungkapan (Disclosure), dapat dinilai apakah perusahaan telah:

i. Menyediakan akses yang sama bagi Pemegang Saham dan analis keuangan.

ii. Memberikan penjelasan yang memadai mengenai risiko usaha.

iii. Mengungkapkan remunerasi/kompensasi Direksi dan Komi-saris

secara memadai.

iv. Mengungkapkan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa.

v. Menyajikan hasil kinerja keuangannya dan analisa mana-jemen

melalui internet.

5. Fungsi Audit (15%).

Dalam bidang Audit, dapat dinilai apakah perusahaan telah:

i. Mempunyai internal audit yang efektif.

ii. Diaudit oleh akuntan publik yang independen.

iii. Memiliki komite audit yang efektif.

iv. Menciptakan komunikasi yang efektif antara internal audit, external

audit dan komite audit.

Selanjutnya, seperti halnya pada bidang hak pemegang saham, pada

bidang-bidang lainnya pun diberikan skor (misalnya untuk setiap jawaban "ya"

diberikan nilai 5 sedangkan untuk setiap jawaban "tidak"diberikan nilai "0").

i.Hak-hak Pemegang Saham = 30 (dari nilai maks 50).

ii.Kebijakan Corporate Governance = 45 (dari nilai maks 60). iii.Praktik-praktik Corporate Governance = 60 (dari nilai maks 80). iv.Pengungkapan (Disclosure) = 25 (dari nilai maks 40) dan

v.Audit = 30 (dari nilai maks 40).

Selanjutnya untuk menentukan skor keseluruhan digunakan metode rata-rata

tertimbang (dengan pembobotan seperti dijelaskan di awal tulisan ini).

Dengan demikian skor keseluruhan untuk perusahaan tersebut adalah:

{(30/50 x 20%) + (45/60 x 15%) + (60/80 x 30%) + (25/40 x 20%) +

(30/40 x 15%)}=69.5% atau skor 69.5 dari skor tertinggi 100.

2.2.5.7. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan

kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agency) yaitu manager, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”. (Jurnal - online)

Perbedaan kepentingan ekonomis bisa disebabkan ataupun menyebabkan

timbulnya kesenjangan informasi antara pemegang saham (Stake holders) dan organisasi. Adanya perbedaan kepentingan ini masing – masing pihak berusaha

memperbesar keuntungan diri sendiri. Investor menginginkan pengembalian

investasi yang sebesar – besarnya dan secepatnya yang salah satunya dicerminkan

kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/ bonus/ insentif/

rumenerasi yaang memadai dan sebesar – besarnya atas kinerjanya. Investor

menilai prestasi manager berdasarkan kemampuan memperbesar laba untuk

dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin

besar deviden , maka managerial dianggap berhasil baik sehingga layak

mendapatkan insentif yang tinggi.

Sebaliknya manager juga memenuhi tuntutan investor agar mendapatkan

kpmpensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka

managerial dapat memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah – olah

target tercapai.

Hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelola

perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada

meningkatkan nilai perusahaan.

Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agenci, yaitu :

1. Kontrol pemegang saham kepada manager

2. Biaya yang menyertai hubungan agency

3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agency

Dokumen terkait