TINJAUAN UMUM TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
F. Good Governance
1. Pengertian Good Governance
Good governance merupakan suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut keseluruhan termasuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukumnya, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan diantara mereka. Istilah governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif atau efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel
serta transparansi.24
Good governance sebenarnya mempunyai makna sebagai kepengelolaan atau pengarahan yang baik bukan kepemerintahan yang baik, good governance juga dapat dipahami sebagai pijakan pertama dari
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.25
24
Sirajudin dkk, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi & Keterbukaan Informasi, Setara Press, Malang, 2011, hlm 38-39
25Riant Nugroho Dwijowijoto, Kebijakan Publik (Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi), PT Alex Media Komputindo, Jakarta, 2003, hlm 208
Secara umum pengertian good governance menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengandung dua makna. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (Nasional) kemandirian pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien
dalam pelaksanaan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.26
2. Prinsip Good Governance
UNDP (United Nation Development Program) mengatur 9 (sembilan)
prinsip good governance sebagai berikut27:
a. partisipasi, partisipasi menuntut setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat. Partisipasi dapat dilakukan secara langsung maupun melalui institusi intermediasi seperti DPRD, LSM, dan lain sebagainya;
b. penegakan hukum, salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang dilaksanakan dengan adil dan tanpa pandang bulu;
c. transparansi, adanya keterbukaan yang mencakup aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahapan evaluasi;
d. daya tanggap, semua komponen yang terlibat dalam pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan stakeholder;
e. berorientasi pada konsensus, di dalam good governance
pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan kesediaan konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama;
f. keadilan, melalui prinsip good governance setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperleh kesejahteraan,
26R Muhammad Mihradi, Kebebasan Informasi Publik Versus Rahasia Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm 39
akan tetapi karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, maka sektor publik perlu memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan;
g. keefektifan dan efisiensi, agar mampu berkompetisi secara sehat dalam pencaturan dunia, kegiatan ketiga domain dalam governance perlu mengutamakan efektifitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan; h. akuntabilitas, setiap kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan
publik perlu mempertanggung jawabkannya kepada publik; dan i. visi strategis, dalam era yang berubah secara dinamis seperti
sekarang ini, visi itu sendiri dapat dibedakan antara visi jangka (20-25 tahun) dan visi jangka pendek sekitar 5 tahun.
3. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Sejarah kelahiran AAUPB yakni sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang dalam campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan-perundangan, tetapi berdasarkan pada inisiatif sendiri melalui freies ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara. Karena dengan freies ermessen muncul peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat baik dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detoutnement de pouvoir, maupun dalam bentuk willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintah yang mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara. Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada 1946 Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentang Verhoogde Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang. Pada 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang ”algemene beginselem van behoorlijk bestuur” atau asas-asas umum pemerintahan
yang baik.28
Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan,adil dan terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan
28Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta,2016, hlm 231
wewenang, dan tindakan sewenang-wenang. Adapun macam-macam
AAUPB tersebut adalah sebagai berikut29:
a. asas kepastian hukum (principle of legal security); b. asas keseimbangan (principle of proportionality);
c. asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality); d. asas bertindak cermat (principle of equality);
e. asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation); f. asas tidak mencapuradukkan kewenangan (principle of non misuse
of competence);
g. asas permainan yang layak (principle of fair play);
h. asas keadilan dan kewajaran (principle of reasonable or prohibition of arbitrariness);
i. asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);
j. asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the concequences of an annuled decision);
k. asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi (principle
of protecting the personal may of life); l. asas kebijaksanaan (sapientia); dan
m. asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).
4. Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara
Pasal 3 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN menyebutkan asas-asas umum
penyelenggaraan negara meliputi30:
a. asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
b. asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara;
c. asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
d. asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap
29Ibid hlm 244
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
e. asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
f. asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
g. asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.