• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERBUKTI DISELEWENGKAN OLEH OKNUM APARAT DESA/LURAH MAUPUN CAMAT

B. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Badan Peradilan 1.Pengadilan Umum

2. Gugatan Perdata Sengketa Tanah di Pengadilan Umum

Dalam perkara ini berlaku ketentuan-ketentuan perdata seperti KUHPerdata dan ketentuan lain di luarnya, seperti Undang-Undang Pokok Agraria.

Tugas dan kewenangan badan peradilan perdata adalah menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan sengketa diantara pihak yang berperkara. Subjek sengketa diatur sesuai Pasal 2 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang diubah menjadi UU NO. 35 Tahun 1999, sekarang menjadi Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004.

Menyelesaikan sengketa di pengadilan umum digunakan hukum acara perdata yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan hukum perdata materil.52 Dalam peradilan tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijk rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.53 Gugatan perdata ada tiga jenis yaitu:

1. Gugatan Permohonan atau Gugatan Voluntair adalah permasalah perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasa hukumnya yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri. Ciri khas gugatan ini adalah : masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata (for the benefit of one party only).54 Gugatan ini diajukan hanya untuk kepentingan pemohon semata, tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orng lain, jadi prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes or difference with

52

K. Wantjik Saleh,Hukum Acara Perdata, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 7

53R. Soepomo,Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hlm. 13.

another party). Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, jadi bersifatex-parte, misalnya permohonan hak waris oleh seorang anak setelah orang tuanya meninggal dunia, permohonan ini untuk kepentingan sepihak (on behalf of one party).

2. GugatanContentiosa.

Kewenangan badan peradilan menyelesaikan perkara diantara para pihak disebut yurisdiksi contentiosa, Gugatannya berbentuk gugatan contentiosa atau disebut yurisdiksi contentiosadengan demikian yurisdiksi dan gugatan contentiosa berbeda atau berlawanan dengan yurisdiksi gugatan voluntair yang bersifat sepihak

(ex-parte)

GugatanContentiosaini yang disebut sebagai gugatan perdata dalam praktik di pengadilan negeri, pasal 118 ayat (1) HIR mempergunakan istilah gugatan perdata, tapi dalam pasal-pasal selanjutnya disebut gugatan atau gugat saja seperti dalam Pasal 118 dan 120.

Sudikno Mertokusumo juga mempergunakan istilah gugatan, yakni berupa tuntutan perdata (burgerlijk vor denj) sehubungan dengan hak yang dipersengketakan dengan pihak lain.55 Berdasarkan keterangan di atas bisa dikatakan bahwa gugatan perdata adalah gugatan contentiosa yang mengandung sengketa para pihak, penyelesaiannya di pengadilan, posisi para pihak seperti berikut:

1. Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat(plaintiff = planctus, the party who institutes a legal actionor claim).

2. Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian disebut dan berkedudukan sebagai tergugat (defendant, the party against whom a civil action is brought).

Dengan demikian ciri yang melekat pada gugatan perdata adalah:

a. Permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa (disputes, differences).

b. Sengketa terjadi diantara para pihak, paling sedikit dua pihak.

c. Gugatan perdata bersifat partai (party), dengan komposisi: pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai tergugat.

Surat gugatan diajukan penggugat atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri pada daerah hukumnya atau domisili tergugat sesuai Pasal 118 HIR, Pasal ini mengatur dua hal yakni kempentesi atau kekuasaan relative serta cara mengajukan gugatan.

Selain peraturan pokok ini masih ada peraturan tambahan yaitu:

a) Jika kedua pihak memilih tempat tinggal spesial dengan akta yang tertulis, maka penggugat, jika ia mau memajukan gugatannya ke ketua pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal yang dipilih itu (Pasal 118 ayat 4).

b) Jika tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal, maka yang berkuasa mengadili ialah Pengadilan Negeri tempat kediaman tergugat.

c) Jika tergugat juga tidak mempunyai tempat kediaman yang diketahui, atau jika tergugat tidak terkenal, maka gugatan diajukan ke ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat atau di tempat tinggal salah seorang dari penggugat,

atau jika mengenai benda yang tidak bergerak (misalnya tanah), maka gugatan diajukan ke ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum barang itu terletak (Pasal 118 ayat 3).

Dalam surat gugatan yang diajukan ke ketua Pengadilan Negeri ada tiga hal yang harus termaktub yaitu:

a. Keterangan lengkap tentang pihak yang digugat seperti nama, alamat, dan pekerjaan.

b. Dasar gugatan (fundamentum petendi) bagian posita yang memuat uraian tentang atau peristiwa hukum yang memuat uraian tentang fakta-fakta atau peristiwa hukum (rechtfeiten) yang menjadi dasar gugatan, juga aspek hukum sengketa, tapi tanpa harus menyebutkan pasal-pasal perundang-undangan atau aturan hukum termasuk hukum adat, Hakim dalam putusannya nanti yang akan menyebut rujukan itu jika dianggap perlu (positum).56

c. Hal yang dimohon atau dituntut penggugat agar diputuskan pengadilan, oleh hakim dirumuskan dalampetitum (pokok tuntutan).

d. Tuntutan dapat dirinci menjadi dua jenis yakni tuntutanprimairyang merupakan tuntutan pokok dan tuntutansubsidair, yang merupakan tuntutan pengganti bila yang pokok ditolak hakim.57

56R. Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, cv. Mandar Maju, 2005, hlm. 9.

57Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 41.

Contoh tuntutan primair, misalnya tergugat menyerahkan barang yang dibeli dalam perjanjian jual-beli. Tuntutan subsidair-nya mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Gugatan sengketa pertanahan yang diajukan ke Pengadilan Negeri umumnya akibat wanprestasi dalam perjanjian hak atas tanah, sewa-menyewa tanah, kredit bank dengan jaminan tanah, atau pewarisan.

3. Gugatan perwakilan Kelompok (Class Action).

Class Action secara umum adalah sinonim dari class suit atau representative action yang berarti:

a. Tuntutan melalui pengadilan yang diajukan satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok (Class representative).

b. Penggugat bukan hanya atas namanya saja tetapi sekaligus atas nama kelompok yang diwakili. Namun untuk itu penggugat tak memerlukan surat kuasa dari sengketa kelompok.

c. Dalam gugatan tidak perlu disebutkan satu persatu identitas anggota kelompok yang diwakili.

d. Yang penting asal kelompok yang diwakili dapat diidentifikasi secara spesifik. e. Selain itu, diantara kelompok seluruh anggota kelompok dan wakil kelompok

terdapat ketentuan fakta atau dasar hukum yang melahirkan: e1. Kesamaan kepentingan (common interest),

e.3. Apa yang dituntut memenuhi syarat kemanfaatan bagi seluruh anggota. Apabila dalam kenyataan terdapat persaingan kepentingan (competing interest) diantara anggota kelompok, tidak dibenarkan pengajuan gugatan melaluiclass action.

Syarat FormalClass Action

Syarat formal yang merupakan condition sine quo non dalam mengajukan

class actionoleh PERMA No. 1 tahun 2002 digariskan: 1. Ada kelompok

2. Dua komponen yaitu perwakilan kelompok (class representative) dan anggota kelompok (class members) sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf (a) dan (c) PERMA

3. Kesamaan fakta atau dasar gugatan

4. Diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok terdapat kesamaan fakta atau dasar hukum yang digunakan dalam gugatan .

5. Kesamaan fakta atau dasar hukum itu bersifat substantial. 6. Kesamaan jenis tuntutan.

7. Syarat kesamaan jenis tuntututan secara implisit disebut dalam pasal 1 huruf (b) 8. Wakil kelompok terdiri dari satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang

mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.

Sengketa pertanahan yang menimbulkan gugatan class action banyak terjadi dalam pembebasan tanah rakyat untuk pembangunan oleh swasta maupun

pemerintah. Pemicunya yang lazim adalah ketidakpuasan sewaktu pemberian ganti-rugi, pembayaran ganti-rugi kepada yang tidak berhak, atau ganti-rugi yang tidak diberikan, tidak sesuai dengan harapan, seperti halnya apa yang terjadi pada lahan yang dibeli oleh Bapak Faili Siran dari Bambang Syahrial, tanpa sepengetahuan dari Bambang Syahrial sebagai pemilik lahan awal, Kedayutama Developer (pengembang) perumahan di perumahan BTN TNI AL yang terletak di kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan yang berkedudukan di Jakarka mengambil dan mensertipikatkan lahan milik Bambang Syahrial tanpa sepengetahuannya dan tanpa ganti rugi apapun pada waktu itu. Kejadian ini tentu tidak menimpa Bambang Syahrial saja tapi juga menimpa pemilik lahan lain yang lokasi lahannya diambil oleh pihak PT. Kedayutama baik yang tanpa ganti-rugi sama sekali maupun dengan ganti rugi yang tidak sesuai dengan harapan, artinya ganti rugi yang diperjanjikan tidak sesuai dengan kesepakatan, pihak developer hanya membayar uang panjar untuk lahan yang diambil dengan uang sekedarnya saja, kemudian pihak pemilik lahan diminta menandatangani seluruh berkas-berkas yang mereka butuhkan, setelah lahannya beralih sesuai sertipikat yang dibuat oleh pihak PT. Kedayutama pihak Kedayutama melarikan diri, dan ingkar untuk membayar sisa uang yang diperjanjikan semula, sedangkan lahan sudah beralih nama menjadi sertipikat atas nama PT. Kedayutama.

Walaupun masa berlaku HGB dari Developer Kedayutama telah berakhir tapi hal ini tetap memicu masalah baru. Mau menuntut pada perusahaan ini tapi masa berlaku hak atas tanah milik PT. Kedayutama telah berakhir. Sejak awal orang tak

mengerti siapa sebenarnya pihak yang bertanggung jawab terhadap Perusahaan ini, yang diketahui orang adalah PT. Kedayutama suatu perusahaan yang berkedudukan di Jakarta dengan alamat yang tertera pada akta milik masyarakat yang mengambil rumah dari perusahaannya, tapi setelah dikonfirmasi di alamat yang tercantum itu ternyata alamatnya di Jakarta bukan alamat milik PT. Kedayutama tersebut, sementara kekosongan ini menimbulkan masalah baru dari pihak yang ingin mengambil keuntungan dari sisa lahan PT. Kedayutama yang belum sempat dibangun, mereka pikir sisa lahan milik PT. Kedayutama yang belum sempat dibangun dan ditinggalkan begitu saja dapat dengan mudah dikuasai dan diperjual-belikan tanpa masalah.

Jelas kenyataan ini menimbulkan kerugian bagi korban, masalah sebelumnya belum selesai muncul masalah baru lagi, justru kali ini yang menuntut malah pihak Kelurahan dengan menggunakan nama orang lain dan jelas orang lain itu juga tak mampu menunjukkan bukti kepemilikannya, jadi lahan ini kelihatan sekali sengaja dibuat sengketa atau kata lainnya sengketa lahannya sengaja diciptakan. Harusnya pihak Kelurahan berhati-hati dalam bertindak terutama tindakan yang berkaitan dengan hukum tanah karena hukum tanah pun dapat dijerat dengan hukum pidana, dan jika dia tak mampu membuktikan kebenaran dasar laporan dari si pelapor maka dia pun dapat dituntut dalam persengkongkolan jahat itu. Sengketa pertanahan yang ada unsur tindak pidananya, baik yang terdapat pada ketentuan ketentuan KUHPidana maupun ketentuan dalam UUPA diajukan ke pengadilan umum ketentuan dalam perkara ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Tindak pidana dalam sengketa pertanahan diatur dalam sejumlah ketentuan kejahatan berupa penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 167 KUHP dan Pasal 168 KUHP.58Kejahatan berupa pemalsuan surat-surat tanah masing-masing diatur dalam Pasal 263, 264, 266, dan 274 KUHP, kejahatan berupa penggelapan hak atas barang tidak bergerak seperti tanah, rumah dan sawah, ini biasa disebut dengan kejahatan stellionaat. Diatur dalam pasal 384 KUHP.

Dokumen terkait