• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

4.3 Struktur Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif

4.3.1 Gugus Fungsi

Analisa dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) bertujuan untuk

mengetahui gugus fungsi dari bahan yang diamati dimana gugus fungsi tersebut dipakai untuk menduga sifat permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Hasil analisa spektrum serapan IR (infra red) dapat memberikan petunjuk tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat karbonisasi dan aktivasi. Gugus fungsi dari bahan yang berbeda karena perbedaan suhu dan lama aktivasi diperlihatkan pada Gambar 2, sedangkan serapan terhadap radiasi IR ditunjukkan oleh bilangan gelombang yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Bilangan gelombang tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan Bilangan gelombang (cm-1)

1. 2. Tempurung Arang 3402 3406 2928 2924 1736 2854 1624 2527 1508 1581 1427 1427 1269 1061 1038 876 876 Arang aktif 3. 4. 5. 6. 7. A1W2S1 A1W2S2 A1W2S3 A2W1S3 A2W2S3 3429 3425 3429 3352 3402 2924 2924 2924 2924 2924 2854 2854 2854 2854 2519 2002 1423 1431 2175 2279 1632 1034 1034 1427 1427 1423 876 876 1038 1068 1068 876 876 876

Keterangan : A1 = aktivator panas S1 = suhu aktivasi 550 0C A2 = aktivator uap H2O S2 = suhu aktivasi 650 0C W1 = waktu aktivasi 90 menit S3 = suhu aktivasi 750 0C W2 = waktu aktivasi 120 menit

Pola spektrum serapan IR dari bahan baku dan arang hasil karbonisasi mengalami perubahan oleh karena pengaruh suhu. Selama proses karbonisasi terjadi penguraian struktur kimia yang diperlihatkan oleh adanya perubahan spektrum, yaitu dengan menurunnya intensitas serapan di daerah bilangan gelombang 3402, 2928, 1427, dan 1038 cm-1. Serapan yang hilang ditunjukkan di daerah bilangan gelombang 1736, 1624, 1508, 1269 dan 1038 cm-1. Serapan yang bergeser terjadi di bilangan gelombang 2928 cm-1 ke 2924 cm-1 dan 1508 cm-1 ke 1581 cm-1. Pada arang yang dihasilkan terdapat serapan baru di daerah bilangan gelombang 2854 cm-1 dan 2527 cm-1. Proses karbonisasi pada pembuatan arang mengakibatkan perubahan gugus fungsi pada tempurung kemiri, yang diikuti terbentuknya senyawa baru pada hasil arang melalui mekanisme radikal. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Demibras (2005) bahwa makin tinggi suhu karbonisasi makin banyak gugus fungsi yang teroksidasi atau terurai sehingga menjadi hilang atau tingkat serapannya berkurang atau menyebabkan pergeseran bilangan gelombang serapan.

Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada bahan baku tempurung kemiri antara lain adanya vibrasi OH regangan dengan serapan kuat di daerah bilangan gelombang 3402 cm-1, vibrasi C-H regangan alifatik (dari CH3 dan CH2)

dengan serapan di bilangan gelombang 2928 cm-1, vibrasi C-H asimetri di

(berbagai subtitusi cincin benzena) pada bilangan gelombang 876, ikatan C=O (karbonil) di bilangan gelombang 1735 dan 1624 cm-1, Vibrasi cincin guasil (C=C) dengan serapan tajam di bilangan gelombang 1508 cm-1, gugus eter teridentifikasi dengan adanya vibrasi C-O di bilangan gelombang 1038 cm-1 dan

vibrasi C-C di bilangan gelombang 1038 cm-1. Berdasarkan hasil analisa

komponen kimia tempurung kemiri didapatkan kadar lignin sebesar 54,68 % dan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) sebesar 49,22%. Menurut Achmadi (1990) lebih dari 2/3 unit fenilfropana dalam lignin dihubungkan melalui ikatan eter (C-O), sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon-karbon (C-C), selulosa mempunyai gugus fungsi OH, sementara hemiselulosa mempunyai ikatan ester dan gugus asetil (CH3CO-). Selanjutnya dikemukakan bahwa ekstraktif yang memiliki gugus fungsi karboksil (-COOH) diantaranya asam karboksilat, asam resin dan asam lemak, alkohol dan sterol (triterpen) yang dijumpai dalam ekstraktif memiliki gugus hidroksil (-OH) sedangkan terpenoid dapat mengandung gugus fungsi hidroksil, karbonil, karboksil dan ester. Besarnya gugus hidroksil merupakan cerminan dari banyaknya senyawa kimia pada tempurung kemiri yang mengandung gugus OH seperti senyawa alkohol (dikoniferil alkohol dan furanmetanol), fenol (benzena, benzenadiol dan etanon) dan asam (asam asetat, asam hexana dan benzena asam asetat) dan dimana selengkapnya dapat dilihat pada hasil analisa Pyr-GCMS yang disajikan pada Lampiran 1. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada arang hasil karbonisasi tempurung kemiri antara lain adanya pita serapan yang melebar dari vibrasi OH

di bilangan gelombang 3406 cm-1 dari senyawa yang mengandung alkohol,

vibrasi C-H regangan dari gugus metil (CH3) dan metilen (CH2) dengan serapan

di bilangan gelombang 2924, 2854 dan 2527 cm-1, Vibrasi C-H asimetri

dibilangan gelombang 1427 cm-1, vibrasi C-H regangan dari struktur aromatik

ditunjukkan di bilangan gelombang 876 cm-1 dan vibrasi C-O di bilangan

gelombang 1061 cm-1. Pola serapan IR pada arang dan arang aktif menunjukkan penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 2700-3500 cm-1. Pada bilangan gelombang tersebut merupakan daerah serapan gugus OH, dimana tempurung kemiri memiliki intensitas paling tinggi kemudian menurun setelah melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Menurunnya intensitas serapan pada bilangan gelombang 2700 - 3500 cm-1 merupakan petunjuk mulai terbentuknya

senyawa aromatik (Kimura dan Kaito, 2004). Senyawa tersebut merupakan penyusun struktur kristalit heksagonal arang dan arang aktif.

Aktivasi dengan menggunakan uap air nampaknya tidak meningkatkan gugus OH pada arang aktif. Arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan dari semua perlakuan dalam penelitian ini secara umum memiliki gugus fungsi (jenis ikatan) dengan pola spektrum serapan IR yang relatif sama, dan hanya berbeda dalam intensitas serapannya. Gugus fungsi dan jenis ikatan yang terdapat pada

Keterangan : ___ Tempurung kemiri

___ Arang

___ Arang aktif (Panas/120 mnt/550 0C)

___ Arang aktif (Panas/120 mnt/650 0C) ___ Arang aktif (Panas/120 mnt/750 0C)

___ Arang aktif (Uap/90 mnt/750 0C) ___ Arang aktif (Uap/120 mnt/750 0C)

Gambar 2 Spektogram FTIR pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif.

O-H O-H O-H C-H C-H C=O C=C C=O C=O C=O C-H C-H C-H C-H C-H C-H C-H C=O C-C C=O C-O C-H C=C

arang aktif antara lain OH, C-H dan C=O. Berdasarkan jenis ikatan tersebut dan

terdapatnya senyawa Carbamic acid dan senyawa Ditertbutyl dimethoxy

cyclohexa dienone dan Pyranone yang mengandung gugus karbonil dengan ikatan C=O dan hidroksil (OH) dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 1). Gugus karbonil (C=O) memiliki sifat kepolaran yang tinggi sedangkan C-H bersifat bipolar (Hendayana, 1994), sedangkan gugus hidroksil OH) relatif cenderung bersifat polar (Houghton dan Raman, 1998). Berdasarkan gugus fungsi yang dimiliki, arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan relatif bersifat polar sehingga diharapkan dapat berperan sebagai penyerap larutan atau gas yang juga bersifat polar.

4.3.2 Kristalinitas

Pengujian dengan difraktometer sinar-x (XRD) bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan aromatik (Lc) dan lebar lapisan aromatik (La) serta jumlah lapisan aromatiknya (N). Pada penelitian ini karakterisasi struktur kristalin dilakukan terhadap bahan tempurung kemiri, arang dan arang aktif yang hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 5 dan spektogram XRD pada bahan yang dianalisa seperti pada Gambar 3.

Tabel 5 Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif

No. Bahan baku X θ(002) d Θ (100) D Lc N La

(%) (o) (nm) (o) (nm) (nm) (nm) (nm) 1. Tempurung 18,86 22,30 0,3983 - - - - - 2. Arang 18,65 23,36 0,3763 43,35 0,2085 1,3263 6,36 8,1272 3. A1W2S1 16,40 23,10 0,3763 43,8 0,2085 1,6385 7,84 7,9389 4. A1W2S2 20,89 22,75 0,3701 43,65 0,2096 1,6557 7,90 7,1263 5. A1W2S3 23,60 23,35 0,3716 43,90 0,2091 1,7634 8,43 6,7171 6. A2W1S3 20,53 22,95 0,3769 44,00 0,2092 1,5911 7,58 7,5895 7. A2W2S3 24,99 23,93 0,3667 43,83 0,2097 2,0759 9,90 6,2913 Keterangan : A1 = aktivator panas S1 = suhu aktivasi 550 0C

A2 = aktivator uap H2O S2 = suhu aktivasi 650 0C W1 = waktu aktivasi 90 menit S3 = suhu aktivasi 750 0C W2 = waktu aktivasi 120 menit

Hasil analisa komponen kimia menunjukkan bahwa komponen struktural tempurung kemiri terdiri dari lignin dengan kadar sebesar 54,68 % yang lebih tinggi dari kadar holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yang besarnya 49,22%. Pada umumnya lignin dan hemiselulosa memiliki struktur amorf, sedangkan selulosa sendiri hanya memiliki sebagian struktur yang kristalin. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa selulosa kayu memiliki kristalinitas antara 60 – 70%. Selanjutnya dikemukakan bahwa kulit mempunyai kisi kristal yang sama seperti yang dikenal dari selulosa kayu, tetapi derajat kristalinitasnya lebih rendah. Dengan rendahnya kadar selulosa pada tempurung kemiri menyebabkan bahan ini memiliki derajat kristalinitas yang cukup rendah yaitu 18,86 %. Derajat kristalinitas tempurung kemiri sedikit lebih tinggi dibanding dengan derajat kristalinitas arangnya (18,65 %). Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi dari θ 22,30 menjadi θ 23,36 dan terbentuknya sudut baru di θ 43,35. Pergeseran dan terbentuknya sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa antara struktur kristalin tempurung kemiri dan arangnnya berbeda. Pada tempurung kemiri struktur kristalin berada pada struktur selulosa, sedangkan pada arang struktur kristalin terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal (Pari, 2004).

Kristalinitas suatu bahan terinduksi dengan sejumlah cara, antara lain pendinginan leburan polimer, evaporasi larutan polimer atau pemanasan suatu polimer dalam kondisi hampa udara atau suatu atmosfer yang lembam (untuk mencegah oksidasi) pada suhu tertentu (Stevens, 2007). Pada proses aktivasi menggunakan aktivator panas, peningkatan suhu aktivasi dari 550 – 750 °C menyebakkan derajat kristalinitas arang aktif juga meningkat. Peningkatan derajat kristalinitas ini terjadi melalui induksi pemanasan yang semakin meningkat. Peningkatan kristalinitas tersebut terjadi karena jarak antar lapisan aromatik (d) semakin berkurang disertai penyempitan lebar lapisan aromatik (La). Perubahan ini menyebabkan tingkat keteraturan yang semula rendah (amorf) berubah menjadi lebih teratur. Hal ini didukung oleh pernyataan Stevens (2007) bahwa kecendrungan terbentuknya kekristalan makin bertambah dengan naiknya

stereoregularitas (keteraturan stereo). Keteraturan tersebut terjadi karena adanya pergeseran pada struktur kristalin arang aktif (Schukin et al. 2002). Pergeseran

terjadi pada penambahan tinggi lapisan aromatik (Lc) yang diikuti dengan penyempitan lapisan aromatik (La) serta terjadinya peningkatan jumlah lapisan aromatik (Kercher dan Nagle, 2003).

Peningkatan kristalinitas arang aktif tempurung kemiri akibat bertambahnya suhu aktivasi didukung oleh hasil penelitian Schukin et al. (2002)

dan Pari et al. (2006) yang menunjukkan bahwa kristalinitas arang aktif

meningkat dengan semakin meningkatnya suhu aktivasi. Aktivasi menggunakan aktivator uap H2O juga menunjukkan peningkatan kristalinitas bila dibanding dengan aktivasi yang hanya menggunakan aktivator panas. Waktu aktivasi juga berpengaruh pada pembentukan struktur kristalin arang aktif yang diaktivasi

menggunakan aktivator uap H2O, dimana semakin meningkat waktu aktivasi derajat kristalinitas arang aktif juga meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan pertambahan tinggi lapisan maupun jumlah lapisan aromatik dan sebaliknya lebar lapisan aromatik semakin berkurang.

4.3.3 Porositas

Pengamatan porositas tempurung kemiri, arang dan arang aktif pada

penampang atas (transversal) secara visual dilakukan dengan menggunakan

Scanning Electron Microscope (SEM) berkekuatan 20 kV. Pengambilan gambar pada penampang atas menggunakan perbesaran 5000 kali. Diameter pori tempurung, arang dan arang aktif disajikan pada Tabel 6 dan hasil scanning

menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar 4.

Tabel 6 Diameter pori pada permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan baku Diameter Pori (µm) Presentasi Diameter Por

Minimal Maksimal < 5 µm 5 - 25 µm > 25 µm 1. Tempurung kemiri Tidak

tampak Tidak tampak - - - 2. Arang Tidak tampak Tidak tampak - - - Arang Aktif 3. A1W2S1 0,4 3,3 100,00 - - 4. A1W2S2 1,2 6,2 79,13 20,83 - 5. A1W2S3 1,5 8,7 66,72 33,28 - 6. A2W1S3 1,4 6,7 71,67 28,33 - 7. A2W2S3 1,6 8,3 64,84 35,16 -

Keterangan : A1 = aktivator panas S1 = suhu aktivasi 550 0C A2 = aktivator uap H2O S2 = suhu aktivasi 650 0C W1 = waktu aktivasi 90 menit S3 = suhu aktivasi 750 0C W1 = waktu aktivasi 120 menit

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pada penampang atas tempurung kemiri tidak terlihat adanya pori-pori yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa tempurung kemiri merupakan bahan masif yang memiliki ukuran pori yang sangat kecil. Bentuk pori pada tempurung kemiri yang dimaksudkan dalam penelitian ini

secara anatomi sama dengan bentuk pori pada kayu, sedangkan pori pada arang dan arang aktif menggambarkan rongga-rongga kecil yang terdapat di dalam suatu bahan padat yang tersusun dari karbon.

Setelah tempurung kemiri dikarbonisasi pada suhu 500 °C untuk menghasilkan arang, pori-pori pada penampang atas arang hasil karbonisasi juga belum terlihat karena keseleluruhan permukaan arang masih tertutup dengan senyawa hidrokarbon dan abu. Pemanasan sampai dengan suhu 500°C telah menyebabkan terdegradasinya komponen holoselulosa dan lignin yang Gambar 4 Mikrofotogram SEM pada permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif (Pembesaran 5000x)

menghasilkan produk gas (antara lain CO2, H2, CO, CH4 dan benzena), produk cair (tar, hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dan air) dan produk padatan berupa arang (Vigouroux, 2001). Pada karbonisasi akan dihasilkan lebih banyak karbon, sedikat hidrogen dan oksigen, namun demikian pada arang masih terdapat cukup banyak senyawa hidrokarbon sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Senyawa tersebut menutupi pori dan permukaan arang yang menyebabkan kemampuan daya serap.

Aktivasi menyebabkan semakin banyaknya bahan mudah terbang (volatile) terlepas dari arang sehingga menyebabkan terbukanya struktur seluler yang tersisa yang berakibat pada pembentukan pori. Aktivasi arang menjadi arang aktif pada suhu 550 °C selama 120 menit ternyata telah mampu membuka pori-pori kecil dan mengurangi penutupan hidrokarbon pada permukaan arang, walaupun demikian pori-pori yang terbentuk keseluruhannya tergolong mikro pori (< 5 µ) dengan ukuran 0,4 - 3,3 µ. Pembentukan meso pori (5 – 25 ) sebanyak 20,83 % mulai terbentuk pada suhu 650 0C. Jumlah meso pori semakin bertambah banyaknya (33,28 %) sejalan dengan peningkatan suhu aktivasi yaitu pada 750 0C. Peningkatan suhu aktivasi menyebabkan penyusutan pada arang karena semakin banyak bahan volatil yang terlepas. Hal tersebut dapat dilihat pada rendemen (Tabel 3) yang semakin rendah dan kadar zat terbang pada arang aktif yang semakin berkurang (Tabel 6). Peningkatan suhu akan menyebabkan terbentuknya mikro pori baru dan kerusakan dinding mikro pori sehingga diameternya bertambah besar. Terbentuknya meso pori ini dapat berasal dari mikropori yang semakin membesar akibat meningkatnya suhu aktivasi atau bergabungnya mikro pori yang berdekatan membentuk meso pori. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Bonelli et.al. (2001) bahwa pembentukan dan pembesaran pori disebabkan oleh penguapan komponen yang terdegradasi dan lepasnya zat terbang. Dengan berkurangnya senyawa hidrokarbon maka permukaan arang aktif semakin jelas terlihat (Gambar 4). Penghilangan komponen yang heterogen dan menyatukan karbon alifatik ke dalam lapisan aromatik dan menghilangkan penyumbat pada struktur akan mengakibatkan peningkatan pembukaan mikro pori (Byrne dan Nagle, 1997). Komponen kimia yang masih tertinggal dalam arang aktif pada suhu aktivasi yang lebih tinggi jumlahnya semakin berkurang. Hal ini dapat

dilihat dari semakin berkurangnya senyawa kimia arang aktif dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 5). Secara keseluruhan diameter pori pada permukaan arang aktif tempurung kemiri hasil analisa SEM termasuk ke dalam struktur mikro pori (< 5 µ ) yang lebih dominan, sampai meso pori (5 - 25 µ) dengan diameter 0,2 – 11,3 µ .

Dokumen terkait