• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru dalam Pendidikan Humanistik

Dalam dokumen Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) (Halaman 122-126)

IMPLIKASI PENDIDIKAN HUMANISTIK

C. Guru dalam Pendidikan Humanistik

Al-Qur'an adalah waktu Allah yang dilakukan, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai suatu mukjizat, membacanya dianggap ibadah, dan merupakan sumber utama ajaran Islam. Adapun ruang lingkup pengajaran al-Qur'an ini lebih banyak berisi pengajaran ketrampilan khusus yang memerlukan banyak latihan dan pembiasaan.17

4. Pembelajaran akhlak

Dalam bahasa Indonesia, secara umum, akhlak diartikan dengan tingkah laku atau budi pekerti. Menurut Imam Chazali sebagaimana dikutip Zakiah Darajat bahwa akhlak ialah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatupemikiran dan bukan pula karena suatu pertimbangan.

mempribadi (personifi kasi pendidik), yaitu mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isinya, tetapi juga nilainya.20 Misalnya, seorang pengajar ketrampilan bertukang perlu memiliki keterampilan yang tampilannya meyakinkan murid dan tidak cukup hanya menguasai teori bertukang. Seorang pengajar piano haruslah terampil bermain piano. Seorang pengajar agama tidak cukup hanya karena yang bersangkutan memiliki pengetahuan agama secara luas, melainkan juga harus seseorang yang meyakini kebenaran agama yang dianutnya dan menjadi pemeluk agama yang baik.

Dalam proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan fi losofi s guru bahwa murid adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan. Dalam perspektif humanisme, guru tidak dibenarkan memandang murid dengan mata sebelah, tidak sepenuh hati, atau bahkan memandang rendah kemampuan murid (Abdurrahman Mas’ud, 2002: 195). Pengembangan potensi yang dimiliki murid dan mendukung keahliannya akan memunculkan kepercayaan diri pada murid. Dalam operasionalnya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya.21 Seorang guru mempersiapkan murid dengan kasih sayangnya sebagai individu yang shaleh, dalam arti memiliki tanggung jawab sosial, religius, dan lingkungan hidup.

Dalam konteks ini guru tidak sekedar melakukan transfer of knowledge atau transfer of value (menyampaikan pengetahuan atau nilai-nilai) kepada murid. Akan tetapi proses pengembangan dan meraih tanggung jawab. Dengan demikian, ucapan, cara bersikap, dan tingkah laku seorang guru ditunjukan agar murid dapat menjadi insan kamil, yakni sempurna dalam kacamata peradaban manusia dan sempurna dalam standar agama.

Menurut Abdurrahman Mas'ud, dalam konsep pendidikan Islam humanis ini, seorang guru harus berperan sebagai orang yang mempersiapkan anak didik dengan kasih sayangnya

20 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), 119.

21 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 43.

sebagai individu yang saleh dalam arti memiliki tanggung jawab social, religius dan lingkungan hidup. Guru tidak hanya sekedar melakukan transfer of knowledge atau transfer of value saja, tetapi lebih dari itu. Seorang guru harus bisa mengembangkan individu dalam rangka menerapkan dan meraih tanggung jawab. Sehingga ucapan, tata bersikap, dan tingkah laku seorang guru ditujukan agar siswa bisa menjadi insan kamil. Lebih lanjut Abdurrahman Mas'ud, secara teknis guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru hendaknya bertindak sebagai role model, suri tauladan bagi kehidupan sosial akademis siswa, baik di dalam maupun di luar kelas.

2. Guru harus menunjukkan kasih sayang kepada siswa; antusias dan ikhlas mendengar atau menjawab pertanyaan; serta menjauhkan sikap emosional dan feudal, seperti cepat marah dan tersinggung karena pertanyaan siswa sering diartikan sebagai mengurangi wibawa.

3. Guru hendaknya memperlakukan siswa sebagai subjek dan mitra belajar, bukan objek.

4. Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator, promoting of learning yang lebih mengutamakan bimbingan, menumbuhkan kreativitas siswa, serta interaktif dan komunikatif dengan siswa.

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas si fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petuntuk.

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalam kelas.

2. Fasilitator membamtu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fl eksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual maupun bagi kelompok.

7. Bilamana cuaca penerima kelas tidak mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.

8. Dia mengambil prakasa untuk ikut serta dalam kelompok.

Dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh digunakan atau ditolak oleh siswa.

9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaab yang dalam dan kuat selama belajar.

10. Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk adalah: mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan sendiri.22

Menurut Carl Rogers, seorang humanis, ciri-ciri guru yang fasilitatif

1. Merespons perasaan siswa.

2. Mengunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.

3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.

4. Menghargai siswa.

5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.

6. Menyesuaikan isi kerangka berfi kir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa).

22 Matt Jarvis. Psiko Belajar, 236.

7. Tersenyum pada siswa.23

Tidak jauh dari pandangan Hamacheek, yang berpendapat bahwa guru-guru yang efektif adalah guru-guru yang ‘manusiawi’.

Begitu pula pandangan Combs dan kawan-kawan, yang menyebut-kan ciri-ciri guru yang baik adalah sebagai berikut:

1. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.

2. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat serta bersifat ingin berkembang.

3. Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai.

4. Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk yang dari peristiwa-peristiwa ekstrenal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang mempunyai kreativitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban.

5. Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dipercaya dan dapat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.

6. Guru yang melihat orang lain dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya, bukan menghalangi apalagi mengancam.24

Dalam dokumen Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) (Halaman 122-126)