• Tidak ada hasil yang ditemukan

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah sistem pengendalian yang dilakukan pada titik-titik kendali kritis bahan baku tahapan proses untuk menentukan komponen-komponen kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan tahapan yang tepat untuk dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP menuntut tanggung jawab yang besar pada proses pengolahan untuk mengidentifikasi, mengontrol bahaya dan mendokumentasikan keefektifan sistem. HACCP memerlukan verifikasi konstan bagi sistem yang berjalan (FDA, 1999).

Salah satu manfaat utama konsep HACCP adalah dimungkinkannya tindakan pengoperasian dan pengaturan dibawah suatu rencana HACCP untuk suatu tindakan pencegahan, dimana bahaya potensial diidentifikasi dan dikontrol dalam lingkungan produksi. Keamanan pangan akan terjamin melalui penerapan proaktif dari monitoring yang kontinu terhadap pengawasan keamanan pangan dokumentasi hasil dan tindakan perbaikan. Walaupun monitoring proses hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja, tindakan ini jauh lebih baik daripada tindakan reaktif yang dilakukan setelah terjadinya suatu kasus. Dengan penerapan sistem HACCP dimungkinkan suatu tindakan pencegahan yang sistematik untuk keamanan pangan.

HACCP merupakan suatu pendekatan sistimatik untuk menjamin keamanan pangan, terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut: 1. Penetapan bahaya dan resiko; 2. Penetapan CCP; 3. Penetapan batas kritis; 4.

Pemantauan CCP; 5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan; 6. Penyusunan sistem pencatatan yang efektif dan; 7. Penetapan prosedur verifikasi. Aplikasi HACCP terdiri dari 12 tahapan, yaitu:

1. Menyusun tim HACCP

Tim ini haru dipilih oleh pihak manajemen (komitmen pihak manajemen adalah syarat paling awal yang ahrus ada untuk mensukseskan studi). Perencanaan, organisasi dan identifikasi sumber-sumber daya yang penting adalah tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil.

Kesuksesan studi ini tergantung pada: Pengetahuan dan kompetensi anggota-anggota tim terhadap produk, proses dan potensi bahaya yang perlu diperhatikan, pelatihan yang sudah mereka jalani tentang prinsip-prinsip metode ini, dan kompetensi pelatih.

Tergantung pada kasusnya, tim ini bisa terdiri dari 4-10 orang yang menguasai produk proses dan potensi bahaya yang hendak diperhatikan. Sebagai acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin produksi, quality control, bagian teknis dan perawatan.

2. Mendeskripsikan produk

Deskripsi produk menjelaskan karakteristik umum (komposisi, volume, struktur), struktur fisiko kimia, bahan pengemas dan cara pengemasan, kondisi penyimpanan, informasi tentang pelabelan, instruksi tentang pengawetan dan penggunaannnya, kondisi distribusi, dan kondisi penggunaan oleh konsumen.

Pada prakteknya, informasi ini juga perlu dikumpulkan untuk bahan mentah, bahan baku, produk antara, dan produk yang harus diproses ulang jika bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik tertentu.

3. Identifikasi Pengguna

Tujuan penggunaan harus didasarkan penggunaan yang diharapkan oleh konsumen akhir. Pada kasus-kasus tertentu, populasi yang sensitif harus dipertimbangkan. Tujuannya adalah :

a. Untuk mendaftar umur simpan yang diharapkan, penggunaan produk secara normal, petunjuk penggunaan, penyimpangan yang dapat

diduga dan masih masuk akal, kelompok konsumen yang akan menggunkaan produk tersebut, dan kelompok konsumen yang mungkin sensitif terhadap produk tersebut.

b. Untuk menentukan konsistensi petunjuk penggunaan dengan kondisi penggunaan yang sesungguhnya

c. Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan peraturan yang dibuat

d. Jika perlu untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen

4. Penyusunan Bagan Alir Proses

Diagram alir adalah penyajian yang mewakili tahapan-tahapan operasi yang saling berkesinambungan. Diagram alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting (dari penerimaan hingga perjalanan akhir produk yang sedang dipelajari). Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis potensi bahaya, namun harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk menyederhanakan secara berlebihan sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang dapat diandalkan.

Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistimatis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan pangan tertentu (BSN, 1999). Kegiatan verifikasi meliputi penerapan metode, prosedur pengujian dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP dan validasi dari diagram yang sudah lengkap. 5. Pemeriksaan Bagan Alir di Lapangan

Tujuan dari tahapan ini adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapan-tahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja di lokasi pengolahan pangan. Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan

tentang proses yang dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda.

Jika tahap ini tidak dilakukan dengan teliti maka analisa yang dilakukan selanjutnya bisa keliru. Potensi bahaya yang sesungguhnya bisa tidak teridentifikasi dan titik-titik yang bukan titik pengendalian kritis teridentifikasi sebagai CCP. Dengan demikian perusahaan telah membuang-buang sumber daya dan tingkat keamanan produk menjadi berkurang.

6. Identifikasi Bahaya Pada Setiap Tahap dan Cara Pencegahannya

Analisa bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP (BSN, 1999).

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menentukan potensi bahaya yang mana yang sepenuhnya telah dapat dikendalikan dengan upaya pengendalian yang telah dilakukan pada program yang telah disyaratkan sebelumnya : bangunan, peralatan, sanitasi, pelatihan perseorangan, penyimpanan, dan transportasi.

Masing-masing upaya pengendalian perlu dibuat dalam bentuk resmi ke dalam prosedur yang didefinisikan dengan baik atau instruksi kerja yang dibuat oleh tim HACCP dan keefektifannya perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan seluruh informasi ilmiah yang telah dikumpulkan pada tahap pendahuluan protokol.

Peluang dan jenis bahaya mikroba terdiri dari kapang, Coliform, Salmonella, dan E. Coli. Bahaya ini dapat berasal dari bahan baku, cara produksi pekerja yang tidak higienis dan kondisi kebersihan ruangan. Tindakan pencegahan dari bahan baku diakukan dengan cara seleksi yang ketat terhadap suplaier bahan baku dan uji fisik bahan baku yang baru datang sebelum digunakan untuk produksi. Kondisi penyimpanan bahan baku dan produk akhir harus diletakan pada ruangan yang terkontrol kebersihannya, ruangan produksi dan gudang dibersihkan secara terjadwal. Peluang terjadinya kontaminasi mikroba ini tidak terlalu

berbahaya, hal ini disebabkan di setiap ruangan kondisi suhu selalu terkontrol. Kondisi suhu gudang bahan baku selalu terkontrol dengan mempertahankan suhu 4-6 0C. Dengan demikian peluang mikroba untuk tumbuh sangat kecil.

Peluang dan jenis bahaya kimia dapat berasal dari clening agent, pestisida, dan senyawa-senyawa allergen. Penggunaan dan penyimpanan cleaning agent yang tidak baik dapat menyebabkan kontaminasi silang pada produk akhir dan bahan baku. Menurut Dewanti-Hariyadi (2002) penggunaan bahan pembersih dan sanitaiser berikut metode pembersihan yang tepat dapat mencegah terjadinya kontaminasi kimia. Penyimpanan bahan pembersih diletakkan terpisah dengan bahan baku dan produk akhir. Penggunaan pestisida yang salah juga dapat menyebabkan kontaminasi silang pada peralatan dan bahan baku. Pencegahan senyawa allergen dilkukan dengan cara pencegahan kontaminasi silang selama proses.

Peluang bahaya fisik dapat berasal dari kontaminasi silang seperti gelas, kayu, logam, karet, debu, dan batu. Cemaran fisik yang berasal dari alat produksi dapat dicegah dengan uji visual alat sebelum digunakan oleh pekerja. Cemaran fisik selama proses produksi dapat dikendalikan melalui penerapan cara produksi yang baik pada personel produksi.

7. Menentukan Titik Pengendalian Kritis

Critical Control Point (CCP) adalah suatu langkah pengendalian suatu titik, tahapan dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu diterapkan untuk mencegah bahaya keamanan pangan atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima (SNI, 1998).

Identifikasi CCP bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3. Peluang dan jenis bahaya yang terdapat pada bahan baku meliputi bahaya mikroba, kimia dan bahaya fisik. Menurut Nuraida (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang merupakan bagian dari bahan pangan, yaitu keasaman (pH), kadar air, nutrisi, senyawa anti mikroba dan struktur biologi. Faktor

ekstrinsik yaitu faktor dari luar yang dapat diatur untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Menurut Nuraida (2002), untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, mikroorganisme membutuhkan komponen air, sumber energi, sumber protein, vitamin, mineral dan faktor pertumbuhan lainnya. Kebanyakan bakteri tumbuh pada Aw > 0,91. Khamir hidup pada Aw 0,87-0,91 dan kapang mempunyai Aw terkecil yaitu 0,80-0,87.

Semua bahan baku yang digunakan di PT. Ciptayasa Pangan Mandiri disimpan di gudang penyimpanan dan dalam keadaan dingin (suhu dipertahankan 6-8 ºC). Bahaya kimia yang terdapat pada semua bahan baku dikategorikan bukan CCP karena ada seleksi yang ketat terhadap supplier bahan baku. Menurut Dewanti - Hariyadi (2002), cemaran kimiawi umumnya tidak dapat dikurangi atau dihilangkan selama pengolahan. Oleh karenanya cemaran kimiawi hanya dapat ditekan seminimal mungkin melalui spesifikasi dan pengawasan bahan baku terhadap supplier serta penggunaan bahan pembersih dan sanitaiser berikut metode pembersihan dan sanitasi yang tepat.

8. Penetapan Batas Kritis untuk Masing-masing CCP

Critical Limit/Batas Kritis adalah suatu kriteria yang memisahkan antara kondisi yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Tahapan ini harus memungkinkan untuk dibuat pada masing-masing CCP dari satu atau beberapa batas kritis, berikut pengawasannya yang menjamin pengendalian CCP. Suatu batas kritis adalah kriteria yang harus diperoleh dengan cara pengendalian yang berhubungan dengan CCP.

Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perbaikan ketika batas kritis terlampaui.

9. Penetapan Tindakan Pemantauan Pada Setiap CCP

Monitoring adalah tindakan melakukan serentetan pengamatan atau pengukuran yang direncanakan dari parameter pengendali untuk menilai apakah CCP dalam kendali. Metode yang dapat memberikan jawaban yang cepat akan lebih baik untuk digunkan. Hal ini terutama berupa pengamatan

fisik, pengukuran fisik atau kimia. Metode mikrobiologi jarang digunakan sebab terlalu lama, terlalu banyak sampel yang harus diambil agar hasilnya nyata secara statistik. Di sisi lain, metode analisa mikrobiologi berguna untuk menyusun analisis potensi bahaya dan mengkaji ulang bahwa sistem tersebut bekerja dengan efisien.

10.Menetapkan Tindakan Koreksi Jika Terjadi Penyimpangan

Corrective Action/Tindakan Koreksi adalah setiap tindakan yang harus diambil apabila hasil pemantauan pada titik kendali kritis menunjukkan kehilangan kendali. Tindakan koreksi merupakan tindakan yang harus diambil ketika hasil pemantauan pada CCP menunjukan kegagalan pengendalian. Semua penyimpangan yang mungkin terjadi tidak dapat diantisipasi sehingga tindakan perbaikan tidak boleh dilakukan sebelumnya. Dengan demikian disrankan untuk menduga kasus penyimpangan yang paling sering terjadi dan atau mendefinisikan mekanismenya, pengaturannya, pihak yang berwenang, serta tanggungjawab secara umum untuk diterapkan setelah terjadi penyimpangan apapun juga.

11.Penyusunan Prosedur Verifikasi

Kegiatan verifikasi terdiri dari dua kegiatan yaitu, validasi dan verifikasi. Validasi adalah kegiatan memperoleh bukti bahwa unsure-unsur dari rencana HACCP berjalan efektif. Sedangkan verifikasi adalah penerapan metode, prosedur, pengujian dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP (SNI, 1998). Tujuan dari verifikasi adalah untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja efektif.

Tahapan ini meliputi : Prosedur pengkajian, pengujian, dan audit untuk mengkaji ulang bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif, dan modifikasi yang harus dibuat di dlaam sistem HACCP dan dokumen-dokumen pendukungnya ketika proses atau produk dimodifikasi.

12.Penetapan Prosedur Pencatatan yang Efektif

Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis

dan tepat sangatlah penting untuk aplikasi yang efisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.

Sistem ini juga harus menjelaskan bagaimana orang-orang yang ada di dalam pabrik dilatih untuk menerapkan rencana HACCP dan harus memasukan bahan-bahan yang digunakan dalam pelatihan pekerja.

Tahapan penetapan prosedur pencatatan/dokumentasi dari rencana HACCP umumnya dilaksanakan sebelum dilakukannya penetuan prosedur verifikasi, akan tetapi dapat pula dilakukan setelah prosedur verifikasi selesai disusun. Jika dokumentasi rencana HACCP disusun setelah prosedur verifikasi dilaksanakan, maka dokumen HACCP juga mencakup prosedur verifikasi yang telah ada.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN GMP

Dokumen terkait