• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KLORINASI TELUR AYAM RAS KONSUMSI DENGAN

METODE IMERSI UNTUK MENDISINFEKSI PERMUKAAN

KERABANG YANG TERCEMAR VIRUS HPAI SUBTIPE H5

RADEN NURCAHYO NUGROHO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul : Klorinasi Telur Ayam Ras Konsumsi dengan Metode Imersi untuk Mendisinfeksi Permukaan Kerabang yang Tercemar Virus HPAI Subtipe H5

Nama : Raden Nurcahyo Nugroho

NRP : B251064094

Disetujui Komisi Pembimbing

Drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D

Ketua Drh. Trioso Purnawarman, M.Si Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas petunjuk dan ridho- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil disusun. Tema penelitian yang dipilih adalah disinfeksi dengan judul Klorinasi Telur Ayam Ras Konsumsi dengan Metode Imersi untuk Mendisinfeksi Permukaan Kerabang yang Tercemar Virus HPAI Subtipe H5.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D dan Bapak drh. Trioso Purnawarman, M.Si selaku komisi pembimbing serta Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA dan Bapak Ir. Hari Priyono, M.Si yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan Pascasarjana. Ungkapan terimakasih juga disampaikan untuk ibu, istri, putriku dan seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkarantinaan Indonesia. Bogor, Januari 2009 Raden Nurcahyo Nugroho

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 13 Desember 1980. Ayah kandung adalah Drh. Kanjeng Raden Tumenggung Jiyono Notokusumo dan Ibu kandung Poni Astuti, SPd. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 7 Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) melalui jalur UMPTN dengan jurusan Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama. Selanjutnya, pada jenjang Pascasarjana penulis memilih Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor (KMV IPB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis tetap menjalankan pekerjaan sehari- hari sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. Beasiswa untuk jenjang studi Pascasarjana diperoleh dari Badan Karantina Pertanian.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR GAMBAR ... xiv DAFTAR PERSAMAAN ... xv DAFTAR LAMPIRAN ... xvi 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Perumusan Masalah ... 2 1.3Tujuan Penelitian ... 3 1.4Manfaat Penelitian ... 3 1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 3 1.6Hipotesis ... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1Virus Avian Influenza ... 4 2.2Kejadian Penyakit Avian Influenza ... 5 2.3Avian Influenza pada Hewan ... 8 2.4Avian Influenza pada Manusia ... 16 2.5Telur sebagai Media Transmisi Virus ... 17 2.6Disinfeksi ... 18 2.7Klorin dan Klorinasi ... 19 2.8Telur Ayam Ras Konsumsi ... 23 3 METODE ... 29 3.1Waktu dan Tempat ... 29 3.2Bahan dan Alat ... 29 3.3Rancangan Percobaan ... 29 3.4Prosedur Penelitian dan Parameter serta Variabel Pengamatan ... 29 3.5Analisa Data ... 34 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35 4.1Titer Virus HPAI Subtipe H5 ... 35 4.2Sediaan Kaporit dan Dosis Klorin ... 35 4.3Penentuan Demand Klorin Kerabang, Cairan Alantois Murni dan

Feses ... 37 4.4Viabilitas Virus HPAI Subtipe H5 pada Permukaan Kerabang ... 38 4.5Klorinasi Telur Ayam Ras Kosumsi ... 40 4.6Kualitas Telur Terklorinasi ... 43 4.7Residu Klorin pada Putih Telur ... 45 4.8Peluang Penerapan Praktis di Lapangan ... 45

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 48 5.1Simpulan ... 48 5.2Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN ... 54

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Rata-rata dosis klorin setelah penimbangan kaporit ... 35 2. Rata-rata pH dan suhu larutan klorin ... 36 3. Berat cairan alantois murni yang ditimbang ... 37 4. Demand klorin kerabang , cairan alantois murni dan feses ... 37 5. Hasil uji HA cepat terhadap cairan alantois dari inokulasi langsung uji

viabilitas virus yang mencemari permukaan kerabang bersih dan kerabang kotor selama 21 jam ... 38 6. Hasil analisa Chi-Square uji viabilitas virus pada permukaan kerabang

bersih dan kotor ... 39 7. Hasil uji HA cepat terhadap cairan alantois dari inokulasi langsung

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Struktur virus Influenza A ... 4 2. Peta penyebaran penyakit AI di Indonesia ... 5 3. Pembengkakan dan sianosis yang terjadi pada seekor ayam layer

akibat terinfeksi virus HPAI ... 9 4. Regresi dan nekrosis ovarium pada ayam ras petelur yang terinfeksi

virus HPAI (a) dan ovarium normal (b) ... 11 5. Uji Viabilitas virus HPAI Subtipe H5 pada permukaan kerabang

telur ayam ras konsumsi ... 32 6. Klorinasi pada telur bersih (a) dan klorinasi pada telur kotor (b) .... 33 7. Peluang viabilitas virus pada kerabang bersih (garis warna merah) dan kerabang kotor (garis warna hijau)... 39 8. Proporsi peluang virus mati dan hidup pada telur bersih (a.) dan

telur kotor (b.) ... 41 9. Perbandingan indeks putih dan kuning telur kelompok kontrol

DAFTAR PERSAMAAN

Halaman 1. Persamaan (1) ... 18 2. Persamaan (2) ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Metode inokulasi telur SPF ...

2. Metode titrasi virus ... 3. Perhitungan titer virus ... 4. Metode titrasi iodometrik ...

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang berpotensi menyebarkan virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) karena agen penyakit tersebut dapat ditemukan pada kuning, putih dan kerabang (Swayne dan Beck 2004). Di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006 virus Avian Influenza (AI) Subtipe H5 telah berhasil dideteksi dan diisolasi dari swab permukaan kerabang telur konsumsi dan egg tray pada peternakan ayam ras petelur oleh BBV Maros (Wahyu D 23 Februari 2008, komunikasi pribadi). Berkaitan dengan hal tersebut, maka perdagangan komoditi telur konsumsi bisa menjadi salah satu faktor yang memungkinkan penyebaran penyakit HPAI di Indonesia menjadi meluas.

Terkait dengan potensi penyebaran penyakit yang terbawa oleh telur, Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah memberikan rekomendasi tindakan disinfeksi telur tetas maupun konsumsi yang diperdagangkan dengan fumigasi, spraying, imersi (pencelupan) dan tindakan disinfeksi lain yang dibakukan oleh otoritas veteriner pada suatu negara. Jenis disinfektan yang direkomendasikan adalah klorin dan quats untuk disinfeksi telur konsumsi, serta formalin dan virkon untuk disinfeksi telur tetas (AFFA 2000, OIE 2008).

Di Indonesia, perdagangan antar area komoditi unggas berupa telur mempunyai frekuensi yang cukup tinggi yaitu 1.259 kali dengan volume 16.070.809 kg untuk lalulintas domestik masuk dan 8.803 kali dengan volume 26.495.538 kg untuk lalulintas domestik keluar (BARANTAN 2007). Sebagai upaya antisipasi penyebaran HPAI, pemerintah memberlakukan Petunjuk Teknis Tindakan Karantina Hewan terhadap Media Pembawa HPAI No. 316.a/Kpts/PD.670.320/L/11/06 tanggal 20 November 2006. Dalam petunjuk teknis tersebut dinyatakan bahwa komoditi telur yang akan dilalulintaskan harus diberi perlakuan disinfeksi terlebih dahulu. Namun demikian, penerapan di lapangan masih terkendala oleh beberapa faktor teknis. Suatu metode disinfeksi telur konsumsi yang baku dan telah teruji secara ilmiah dalam mematikan virus AI sekaligus tidak merusak kualitas telur yang didisinfeksi perlu dirancang dan

diteliti sehingga berbagai pilihan aplikasi pada akhirnya akan tersedia bagi petugas karantina.

1.2 Perumusan Masalah

Penyakit Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) telah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sejak akhir tahun 2003 sampai dengan awal tahun 2009 dari 33 propinsi, hanya 2 yang masih dianggap bebas yaitu Gorontalo dan Maluku Utara. Berkaitan dengan cepatnya penyebaran penyakit tersebut, maka tindakan pencegahan yang benar dan tepat harus diterapkan terhadap seluruh komoditi unggas yang berpotensi membawa dan menyebarkan virus AI. Tindakan tersebut merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah dalam hal ini Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Telur konsumsi yang berpotensi menyebarkan penyakit HPAI selama ini hampir tidak pernah diberi tindakan karantina, meskipun Petunjuk Teknis Tindakan Karantina Hewan terhadap Media Pembawa HPAI No. 316.a/Kpts/PD.670.320/L/11/06 tanggal 20 November 2006 telah ditetapkan sebagai pedoman oleh pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya yang konkret untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga penerapan petunjuk teknis di lapangan dapat berjalan sesuai harapan.

Terobosan dalam pengkajian dan penelitian tentang teknik dan metode tindakan disinfeksi telur konsumsi perlu senantiasa didorong dan difasilitasi sehingga nantinya dapat diperoleh metode-metode baku yang aplikasinya lebih memudahkan bagi petugas karantina di lapangan untuk memilih metode yang cocok sesuai dengan kemampuan dan situasi serta kondisi tempat tugas masing- masing. Penemuan dan aplikasi metode disinfeksi telur konsumsi yang tepat diharapkan dapat turut berperanan penting dalam upaya mencegah penyebaran virus penyebab penyakit HPAI.

Sebagai upaya untuk mewujudkan hal tersebut, maka teknik klorinasi dengan metode imersi menggunakan bahan disinfektan klorin bisa dijadikan sebagai salah satu pilihan mengingat klorin telah terbukti efektif dalam menginaktivasi virus H5N1 dalam media air (Rice et al. 2007), aman terhadap kesehatan manusia karena terbukti tidak bersifat karsinogenik, mutagenik maupun genotoksik serta

tidak toksik terhadap sistem reproduksi (IARC 1991 dalam AISE 1997). Disamping itu, klorin juga telah direkomendasikan sebagai salah satu jenis disinfektan yang dapat digunakan untuk pencucian telur (OIE 2008). Di Indonesia, klorin termasuk golongan disinfektan yang terjangkau dan mudah diperoleh.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh klorinasi pada telur ayam ras konsumsi dengan metode imersi terhadap virus HPAI Subtipe H5, kualitas telur dan residu pada telur.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bahwa klorinasi dengan metode imersi dapat direkomendasikan sebagai metode disinfeksi telur ayam ras konsumsi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup mengenai viabilitas (kemampuan bertahan hidup) virus HPAI Subtipe H5 yang dicemarkan pada permukaan kerabang bersih dan kotor. Kerabang bersih dan kotor yang telah dicemari virus diberi perlakuan klorinasi dengan metode imersi untuk selanjutnya dilakukan pengujian apakah virus tersebut masih mampu bertahan hidup atau mempertahankan tingkat titernya setelah didisinfeksi.

Telur yang telah diklorinasi juga diuji kualitasnya dengan mengukur parameter kualitas yaitu indeks putih dan kuning telur serta dideteksi kemungkinan adanya residu klorin akibat perlakuan klorinasi.

1.6 Hipotesis

a. Klorinasi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap viabilitas virus.

b. Klorinasi tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kualitas telur konsumsi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus Avian Influenza

Avian Influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang termasuk dalam Famili Orthomyxoviridae genus Influenzavirus A. Ada 3 tipe virus Influenza yaitu A, B dan C. Hanya virus Influenza A yang diketahui secara pasti dapat menginfeksi unggas (OIE 2005). Istilah Flu Burung atau Avian Influenza mempunyai arti yang sama yaitu penyakit yang akut dan sangat fatal pada sebagian besar jenis unggas (Anaeto dan Chioma 2007).

Virus AI dibagi menjadi 2 kelompok yaitu HPAI dan LPAI tergantung pada kemampuannya dalam menimbulkan gejala klinis dan kefatalan penyakit. Lebih jauh lagi, virus AI dibagi dalam klasifikasi Subtipe berdasarkan tipe antigen pada protein permukaan kapsid yaitu haemagglutinin (H) dan neuraminidase (N) (Burgos dan Burgos 2007a). Sampai dengan saat ini, telah dikenal sebanyak 16 Subtipe H (H1-H16) dan 9 subtipe N (N1-N9) (OIE 2005).

Gambar 1 Struktur virus Influenza A (Kamps et al. 2006).

Hanya Subtipe H5 dan H7 yang sampai dengan saat ini tergolong sebagai virus HPAI, namun demikian tidak semua Subtipe H5 dan H7 bersifat virulen (Anaeto dan Chioma 2007). Diantara virus Influenza tipe A lainnya, virus H5N1 merupakan virus yang paling virulen (Noorudin et al. 2006). Virus H5 dan H7

yang tergolong LPAI pada kelanjutannya dapat mengalami perubahan menjadi strain yang patogen atau HPAI (CFSPH 2008).

Virus AI mengandung 8 segmen s-RNA dan mengkode 10 jenis protein khusus. Agar dapat menghindar dari sistem imun, virus ini mampu melakukan rekombinasi, delesi, insersi, re-assortment dan mutasi (Burgos dan Burgos 2007c).

2.2 Kejadin Penyakit Avian Influenza

Berdasarkan data dari USAID (2008) dalam Bello et al. (2008), lebih dari 220 juta ekor unggas di benua Asia, Eropa dan Eurasia serta Afrika pada 57 negara telah mati akibat terinfeksi virus H5N1. Wabah tersebut menunjukkan bahwa keganasan virus AI sangat merugikan kelangsungan usaha peternakan ayam serta memberikan pengaruh buruk terhadap pertumbuhan ekonomi dan perkembangan perdagangan.

Gambar 2 Peta penyebaran penyakit AI di Indonesia (Pusat Informasi dan Keamanan Hayati, Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian 2007).

Menurut Burgos dan Burgos (2007e), wabah virus AI H5N1 yang terjadi di Asia Tenggara mengakibatkan dampak ekonomi yang cukup signifikan yaitu penurunan ekspor unggas, jatuhnya harga komoditi unggas domestik dan turunnya produksi serta mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Kerugian paling nyata terlihat dari lesunya perdagangan broiler dan telur yang turun hingga 62.5%. Di Kamboja, harga telur turun drastis dari semula US$ 0,05 menjadi US$ 0,03 per butirnya dan harga broiler juga turun dari KHR 4000 menjadi KHR 1500. Akibat

kejadian wabah AI H5N1, importasi produk unggas dari Asia akhirnya dilarang. Disamping itu, secara tidak langsung negara pemasok bahan baku pakan unggas seperti Amerika Serikat, juga terkena dampaknya karena permintaan terhadap komoditi tersebut menjadi berkurang.

Sebelum terjadinya wabah AI, Indonesia mampu mengekspor produk unggas berupa telur sebanyak 1.224.579 kg, namun setelah wabah, ekspor komoditi tersebut menjadi nol (BARANTAN 2003, BARANTAN 2007).

Sebanyak 26 epizootik HPAI telah terjadi di dunia sejak 1995 dan yang paling besar disebabkan oleh virus HPAI H5N1 di lebih kurang 60 negara di kawasan Asia, Eropa dan Afrika sejak tahun 1996 (Ka-Oud et al. 2008). Silsilah virus HPAI di Asia pertamakali ditemukan pada angsa di China Selatan pada tahun 1996 dan tidak menyebar sampai benua Eropa maupun Afrika (Burgos dan Burgos 2008).

Sejak tahun 2003 sampai dengan bulan April 2008, virus AI H5N1 telah menginfeksi 380 orang yang sebelumnya pernah mempunyai riwayat kontak yang sangat dekat dengan unggas. Jumlah kematian dari total jumlah yang terinfeksi mencapai 241 orang (CFSPH 2008). Tingkat mortalitas pada manusia lebih kurang adalah 61%, sedangkan pada unggas bisa mencapai 90-100% (Burgos dan Burgos 2007c).

Menurut CFSPH (2008), antara tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 rentetan kejadian infeksi AI pada manusia adalah sebagai berikut :

- Tahun 1997, sebanyak 18 orang terinfeksi virus H5N1 di Hongkong. Gejala yang mereka alami adalah demam, sakit tenggorokan dan batuk. Beberapa penderita mengalami gangguan pernafasan yang parah dan pneumonia. Dari 18 orang tersebut, 6 diantaranya meninggal.

- Tahun 1999, sebanyak 2 orang anak di Hongkong dikonfirmasi positif terinfeksi virus LPAI H9N2. Infeksi tersebut tergolong ringan dan kedua anak tersebut akhirnya sembuh. Di daratan China, 6 orang juga terinfeksi virus H9N2 dan semua penderitanya sembuh.

- Tahun 2002, antibodi terhadap virus H7N2 terdeteksi pada seseorang setelah kejadian wabah pada unggas di Virginia.

- Tahun 2003, 2 jenis virus AI H5N1 diketahui menginfeksi sebuah keluarga yang baru saja bepergian dari China. Salah satu penderitanya meninggal. Anggota keluarga yang lain meninggal karena terserang penyakit pada saluran pernafasan namun tidak dilakukan peneguhan diagnosa tentang penyebab penyakit tersebut.

- Tahun 2003, sebanyak 89 dari total 347 orang dikonfirmasi positif terinfeksi H7N7 mengikuti wabah pada unggas. Kebanyakan kasus terjadi pada pekerja kandang dan anggota keluarga dari 3 penderita tersebut juga menderita gejala sakit yang serupa. Dari 89 orang yang dikonfirmasi positif, 78 orang hanya menunjukkan gejala konjungtivitis, 2 orang menunjukkan gejala flu berupa demam, batuk dan nyeri otot. Sementara itu, 5 orang yang lainnya mengalami gejala konjungtivitis dan gejala flu, sedangkan 4 penderita lagi diklasifikasikan sebagai infeksi penyakit lain. Seorang dokter hewan pernah diketahui meninggal setelah mengalami gangguan pernafasan akut yang sangat parah serta komplikasi. Pada awalnya, dokter hewan tersebut mengalami gejala demam tinggi yang persisten dan sakit kepala tanpa disertai dengan gejala sakit pernafasan. Virus yang berhasil diisolasi dari kasus yang fatal biasanya telah mengalami mutasi.

- Tahun 2003, infeksi virus LPAI H7N2 ditemukan pada seorang pasien yang menunjukkan gejala sakit pernafasan di New York. Penderita tersebut akhirnya sembuh setelah mendapatkan perawatan yang intensif.

- Tahun 2004, pekerja kandang unggas di Kanada diketahui mengalami gejala konjungtivitis dan flu. Kedua pekerja tersebut akhirnya sembuh setelah berobat menggunakan antiviral. Selain 2 orang tersebut, 10 pekerja lainnya juga mengalami gejala serupa dan disertai dengan gangguan saluran pernafasan atas. Semua kejadian infeksi tersebut setelah ditelusuri ternyata berkaitan dengan wabah virus H7N3 pada unggas.

- Sejak tahun 2004 sampai dengan 2008, kejadian sporadik dan kematian pada manusia berkaitan erat dengan wabah H5N1 yang terjadi secara meluas pada unggas. Pada tanggal 17 April 2008, telah dikonfirmasi dan dilaporkan ke WHO ada 381 penderita dan 240 diantaranya berlangsung fatal. Kasus infeksi pada

manusia dilaporkan oleh beberapa negara Asia. Di Afrika, Azerbaijan, Timur Tengah dan Turki kasus yang terjadi pada manusia sangat sedikit.

2.3 Avian Influenza pada Hewan

Virus AI mempunyai hubungan yang dekat dengan virus Influenza pada manusia, kuda, babi dan anjing. Secara umum, dalam hal menginfeksi virus-virus tersebut bersifat spesies spesifik. Namun terkadang, virus dari satu spesies dapat menginfeksi spesies lainnya. Hal tersebut dapat terjadi melalui dua cara. Pertama, apabila 2 jenis virus dari spesies yang berbeda secara bersamaan menginfeksi sel, segmen genetik dapat mengalami re-assortment ketika partikel-partikel virus baru sedang dibentuk. Sebagai contoh, jika suatu sel terinfeksi oleh virus Influenza dari unggas dan manusia, virus-virus baru yang dihasilkan dari sel tersebut bisa mengandung beberapa segmen dari virus AI dan sebagian lainnya mengandung segmen dari virus Influenza manusia. Virus AI yang sudah mengandung beberapa gen dari virus Influenza manusia selanjutnya dapat menginfeksi manusia secara langsung. Kedua, virus Influenza dapat berpindah-pindah dalam menginfeksi satu spesies ke spesies lainnya. Sebagai contoh, virus AI telah diketahui dapat menginfeksi secara berpindah-pindah dari unggas ke manusia, kucing, cerpelai, anjing laut, kuda dan hewan lainnya. Namun dengan cara ini, biasanya virus tidak mampu beradaptasi dengan baik, tidak bisa melakukan transmisi secara efisien dan segera mati (CFSPH 2008).

Virus Influenza mampu bermutasi sehingga dapat mendukung kemampuan replikasi dan transmisi pada hospes yang baru dan selanjutnya mampu menginfeksi dari satu spesies ke spesies lain secara berpindah-pindah. Meskipun hal ini jarang sekali terjadi, namun dapat berlanjut menjadi epidemi atau pandemi ketika hospes yang terinfeksi tidak memiliki kekebalan terhadap virus tersebut (CFSPH 2008).

AI pada Unggas

Masa inkubasi pada unggas bervariasi mulai dari beberapa jam hingga 2 minggu. Periode waktu tersebut tergantung pada dosis virus yang menginfeksi, rute infeksi dan kepekaan unggas yang terinfeksi (Saidu et al. 2008).

Infeksi pada unggas dapat bersifat ringan atau berat, tergantung dari strain dan Subtipe virus. Virus LPAI biasanya menyebabkan infeksi asimtomatis, penyakit pernafasan ringan atau penurunan produksi telur. Sedangkan virus HPAI sifatnya sangat virulen dan dapat menyebabkan infeksi yang berat pada beberapa unggas. Gejala klinis bervariasi mulai dari sinusitis, lakrimasi, sianotik pada kepala, jengger dan pial, edema kepala dan diare hijau atau putih. Lesi hemoragi dapat terjadi pada jengger dan pial kalkun. Gejala lain berupa anoreksia, batuk, pilek, leleran hidung dan mulut, perdarahan titik pada kaki dan cakar, gejala neurologik, penurunan produksi telur, rusaknya pigmentasi kerabang dan deformitas kerabang. Kematian mendadak dapat terjadi tanpa menunjukkan gejala (CFSPH 2008).

Gambar 3 Pembengkakan dan sianosis yang terjadi pada seekor ayam layer akibat terinfeksi virus HPAI (Bello et al. 2008).

Pada bebek dan angsa gejala klinis jarang sekali muncul. Namun gejala yang umum terjadi pada angsa adalah sinusitis, diare dan peningkatan kematian. Beberapa isolat H5N1 saat ini dapat mengakibatkan penyakit yang parah pada bebek, termasuk disfungsi saraf dan kematian (CFSPH 2008).

Infeksi AI biasanya bersifat subklinis pada burung liar, namun beberapa strain dapat mengakibatkan sakit dan kematian. Virus H5N1 yang merebak sangat terkait dengan angka mortalitas yang tinggi pada unggas liar. Infeksi secara percobaan pada Anas platyrhyncha (sejenis bebek hasil persilangan domestik dengan liar) dapat menimbulkan kelumpuhan, ataksia, tortikolis, berputar-putar dan seizure. Infeksi secara percobaan pada bebek kayu (Aix sponsa) menyebabkan terjadinya kelemahan yang parah, inkoordinasi, mata sembab, bulu kusam,

konstriksi pupil, tremor, seizure dan kematian. Bebek asli Amerika Utara yaitu Anas platyrhynchos, Anas acuta, Anas crecca dan Aythya Americana tidak menunjukkan gejala klinis pada saat diinfeksi dengan virus H5N1. Di Eropa, angsa dapat mengalami infeksi yang parah apabila terinfeksi H5N1 (CFSPH 2008).

Gejala akibat infeksi H5N1 secara percobaan pernah teramati pada burung camar dan burung psittacine. Burung camar akan mengalami gejala saraf yang parah, kelemahan, mata sembab, bulu kusam, inkoordinasi dan tortikolis. Hampir semua burung camar yang terinfeksi akan mati. Burung camar biasanya akan sembuh total namun akan mengalami kepala miring persisten. Infeksi secara percobaan pada zebra finches akan mengakibatkan depresi dan anoreksia yang berlanjut menjadi kematian dalam waktu 5 hari pasca inokulasi. House finches dan budgerigar akan mengalami anoreksia, depresi, gejala saraf dan mati dengan cepat. Infeksi H5N1 bersifat ringan pada burung gereja karena tidak mengakibatkan kematian dan hanya menimbulkan gejala depresi. Pada burung jalak gejala infeksi tidak muncul (asimtomatis) (CFSPH 2008).

Lesi pada unggas sangat bervariasi dan dapat menyerupai lesi akibat penyakit unggas lainnya. Beberapa lesi yang dapat ditemukan pada unggas yang terinfeksi adalah edema subkutan pada kepala dan leher, penumpukan cairan pada hidung dan rongga mulut (paruh) dan kongesti konjugtiva yang parah. Trakheitis hemoragika dapat terlihat pada beberapa unggas, sementara unggas lainnya dapat menunjukkan lesi berupa eksudat mukus. Pada lemak abdomen, permukaan lapisan serosa dan peritoneum dapat dijumpai adanya perdarahan titik (petechiae).