• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI

3. Hak dan Kewajiban antara Penjual dan Pembeli

Apabila kesepakatan antara pihak penjual dan pembeli telah tercapai maka akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

a. Kewajiban pihak penjual

Adapun kewajiban si penjual diatur dalam bagian kedua dari buku ke-III KUHPerdata, yang dimulai dari pasal 1473 sampai pasal 1512.

1) Menyatakan dengan tegas tentang perjanjian jual beli.49 Hal ini sesuai

dengan pasal 1473 KUHPerdata “si penjual diwajibkan dengan tegas

untuk apa ia mengikatkan dirinya, segala janji yang tidak terang dan dapat diberikan berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk

kerugiannya.”50 2) Menyerahkan barang

Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual kedalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli (pasal 1475 KUHPerdata).

Cara penyerahan barang yang diperjual belikan berbeda berdasarkan kualifikasi barang yang diperjualbelikan tersebut. Adapun cara penyerahannya sebagai berikut :51

a) Barang bergerak bertubuh, cara penyerahannya adalah penyerahan nyata dari tangan penjual atau atas nama penjual ketangan pembeli, akan tetapi penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut dalam jumlah yang sangat banyak

49

Ibid. Hal. 55

50

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Op.cit. hal.369

51

sehingga dapat dilakukan dengan simbol-simbol tertentu (penyerahan simbolis).

Pengecualian lain yang bersifat umum atas penyerahan nyata dari tangan ke tangan tersebut adalah, jika :

(1) Barang yang dibeli tersebut sudah ada ditangan pembeli sebelum penyerahan benda tersebut dilakukan, misalnya barang tersebut sebelumnya telah dipinjam oleh pembeli; (2) Barang yang dibeli tersebut masih berada ditangan penjual

pada saat penyerahan karena adanya suatu perjanjian lainnya, misalnya barang yang sudah dijual tersebut langsung dipinjam oleh penjual;

(3) Barang yang dijual tersebut berada ditangan pihak ketiga, baik karena persetujuan penjual sebelum penyerahan, maupun atas persetujuan pembeli setelah penyerahan langsung.

b) Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara penyerahannya adalah dengan melalui akta dibawah tangan atau akta autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada si berutang atau disetujui atau diakui secara tertulis oleh si berutang.

c) Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adalah melalui pendaftaran atau balik nama.

Dalam soal jual beli diatur juga masalah biaya penyerahan. Siapa yang harus memikul biaya itu diatur dalam pasal 1476 KUHPerdata. Hal ini ada sangkut-pautnya dengan kebiasaan, yang berlaku terhadap barang-barang tertentu dan juga dengan kebiasaan yang berlaku untuk tempat-tempat tertentu.

Pasal 1477 KUHPerdata menentukan bahwa biaya penyerahan harus dipikul oleh si penjual dan biaya pengambilan harus ditanggung oleh si pembeli, kecuali apabila diperjanjikan berlainan.52

Mengenai tempat, dimana barang yang bersangkutan harus diserahkan, terdapat ketentuan dalam pasal 1477 KUHPerdata, bahwa tempat itu ialah tempat dimana barang tadi berada, pada waktu terjadinya ikatan jual beli, kecuali apabila diadakan suatu ikatan lain.53 3) Kewajiban menanggung pembeli.

Kewajiban menanggung dari si penjual adalah dimaksudkan agar: a) Penguasaan benda secara aman dan tenteram, dan

b) Adanya cacat barang-barang tersebut secara tersembunyi atau sedemikian rupa sehingga menerbitkan alasan untuk pembatalan (pasal 1473 KUHPerdata).54

4) Wajib mengembalikan kepada si pembeli atau menyuruh mengembalikan oleh orang yang mengajukan tuntutan barang, segala apa yang telah dikeluarkan oleh pembeli, segala biaya yang telah

52

Soeryatin, Hukum Perikatan, Pradya Paramita, Jakarta, 1981, hal. 135.

53

Loc.it

54

dikeluarkan untuk barangnya atau semata-mata untuk perhiasaan atau kesenangan.55

5) Wajib menanggung terhadap adanya cacat tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat tersebut, kecuali telah diperjanjikan.56

6) Wajib mengembalikan harga pembelian yang diterimanya, jika penjual mengetahui barang yang dijual mengandung cacat, serta mengganti segala biaya, kerugian dan bunga kepada sipembeli.

7) Wajib mengembalikan harga pembelian, apabila ia sendiri mengetahui adanya cacat tersebut.57

8) Jika barang yang dijual musnah disebabkan karena cacat tersembunyi, maka kerugian dipikul oleh si penjual dan diwajibkan mengembalikan uang harga pembelian dan kerugian.58

b. Kewajiban pembeli

Adapun kewajiban si pembeli diatur dalam bagian ketiga dari buku ke-III KUHPerdata, yang dimulai dari pasal 1513 sampai pasal 1518. Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat yang telah diperjanjikan. Akan tetapi, apabila waktu dan tempat pembayaran tidak ditetapkan dalam perjanjian, pembayaran harus dilakukan di tempat dan pada waktu penyerahan barang dilakukan.

Apabila pembeli tidak membayar harga barang tersebut si penjual dapat menuntut pembatalan perjanjian sebagaimana halnya pembeli dapat 55 Loc.it 56 Loc.it 57 Loc.it 58 Loc.it

menuntut pembatalan perjanjian jika penjual tidak menyerahkan barangnya.59

Didalam konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang penjualan barang-barang internasional (United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual dan pembeli. United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods ini ditetapkan pada tanggal 7 april 1980 di Wina. Tujuan konvensi ini adalah penetapan keseragaman pengaturan yang akan mengatur berbagai kontrak untuk penjualan barang-barang internasional memperhitungkan perbedaan sosial, ekonomi dan sistem hukum. Hal ini akan memberikan sumbangan untuk menghapuskan hambatan hukum dalam perdagangan internasional dan mendorong pengembangan perdagangan internasional. Pasal 30 sampai dengan pasal 52 United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban penjual dan pasal 53 sampai dengan pasal 60 United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pembeli.

Ada 3 kewajiban pokok penjual, yaitu : 1) Menyerahkan barang;

2) Menyerahterimakan dokumen ; dan 3) Memindahkan hak milik.

1) Kewajiban menyerahkan barang oleh penjual kepada pembeli meliputi:

59

a) Menyerahterimakan barang kepada pengangkut pertama untuk diteruskan kepada sipembeli, jika kontrak penjualan menyangkut pengangkutan barang (pasal 31);

b) Merinci jenis-jenis barang yang dikirimkan kepada pembeli (pasal 32);

c) Menyerahkan barang sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan dalam kontrak (pasal 33);

d) Menyerahkan barang yang jumlahnya, mutunya dan uraian barang yang diminta dalam kontrak yang dipetikan atau dibungkus (pasal 35);

e) Menyerahkan barang yang bebas dari hak apapun atau klaim dari pihak ketiga, kecuali pembeli setuju untuk mengambil barang itu bersyarat pada hak-hak itu atau klaim (pasal 41); dan f) Menyerahkan barang yang bebas dari hak apapun atau klaim

dari pihak ketiga yang berdasarkan atas hak milik industri atau hak kekayaan intelektual lainnya (pasal 42).

2) Kewajiban pembeli adalah

a) Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh penjual (pasal 38); b) Membayar harga barang sesuai dengan kontrak (pasal 53); dan c) Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak

(pasal 53).

Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk

memungkinkan pelaksanaan pembayaran (pasal 54). Tempat pembayaran ditempat yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika tidak ditentukan oleh kedua belah pihak, maka pembayaran dapat dilakukan ditempat bisnis penjual atau jika pembayaran harus dilakukan dengan penyerahan barang atau dokumen ditempat dimana serah terima itu dilakukan.60

B. Pengembang Perumahan

1. Pengertian Pengembang Perumahan

Pengembang perumahan atau biasa disebut juga dengan istilah developer menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengembang perumahan masuk dalam kategori penyelenggara atau pengembang pembangunan perumahan dan pemukiman yang penyelenggaraan rumah dan perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

“Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan

perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman).”

Sedangkan menurut Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, disebutkan pengertian Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian developer, yaitu :

60

“Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh

masyarakat penghuninya.”

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, developer masuk dalam kategori sebagai pelaku usaha. Pengertian Pelaku Usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Pengembang perumahan (real estate developer) atau biasa juga disingkat pengembang (developer) adalah orang perorangan atau perusahaan yang bekerja mengembangkan suatu kawasan permukiman menjadi perumahan yang layak huni dan memiliki nilai ekonomis sehingga dapat dijual kepada masyarakat.61

Secara umum, pengembang (developer) dapat digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Pengembang besar : membangun perumahan dengan harga satuan rumah diatas Rp. 800 juta;

b. Pengembang menengah : membangun perumahan dengan harga per satuan antara Rp. 300 juta hingga Rp. 800 juta; dan

c. Pengembang kecil mengkhususkan pembangunan perumahan dengan harga satuan rumah maksimal Rp. 300 juta.62

61

R. Serfianto Dibyo Purnomo; Iswi Hariyani; Cita Yustisia, Kitab Hukum Bisnis Properti, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hlm. 11

62

Pengembang (developer) dapat terdiri dari orang-perorangan maupun perusahaan, baik perusahaan yang belum berbadan hukum (seperti CV atau Firma) maupun perusahaan yang sudah berbadan hukum (seperti PT atau Koperasi).

2. Hak dan Kewajiban Pengembang Perumahan

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha63 dan menciptakan hubungan yang sehat antara produsen dan konsumennya, sekaligus menciptakan iklim berusaha yang kondusif bagi perkembangan usaha dan perekonomian pada umumnya.64 Maka undang-undang perlindungan konsumen memberikan sejumlah hak dan membebankan sejumlah kewajiban dan larangan kepada pelaku usaha (pengembang perumahan).

a. Hak Pengembang Perumahan

Hak pelaku usaha (pengembang perumahan) diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :

a. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

63

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Hal.33

64

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010. Hal. 84

b. Kewajiban Pengembang Perumahan

Kewajiban pelaku usaha (pengembang perumahan) diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif;

d. Memperlakukan mutu barang dan/jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, berdasarkan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau garansi atas barang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti kerugian dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti kerugian dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima dan dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

c. Larangan dalam pengembang perumahan

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur larangan pelaku usaha (pengembang perumahan) yang sifatnya umum dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.

b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan yang menyesatkan konsumen.

C. Konsumen Perumahan

1. Pengertian Konsumen Perumahan

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.65

Konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang hak-haknya sering diabaikan (oleh sebagian pelaku usaha). Akibatnya, hak-hak konsumen perlu dilindungi.66 Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, “Konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.’’ Sebelum muncul Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diberlakukan pemerintah mulai 20 april 2000, praktis hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di indonesia. Dalam garis-garis besar haluan negara (ketetapan MPR No. II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istilah ini dalam ketetapan tersebut.

Diantara ketentuan normatif itu terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (diberlakukan 5 maret 2000; satu tahun setelah diundangkan). Undang-undang ini

65

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.22

66

memuat suatu definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.67

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en dienten). Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.68

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.

a. Hak konsumen

Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen memiliki hak sebagai berikut :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa;

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

67

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2006. Hal. 2

68

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping itu Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union) memdeklarasikan 4 (empat) hak dasar konsumen lainnya, yaitu :69

1) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; 2) Hak untuk memperoleh ganti rugi;

3) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

4) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. b. Kewajiban konsumen

Kewajiban konsumen dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah sebagai berikut :

a. Membaca dan mengikuti petunjuk pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; dan

d. Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak membedakan secara jelas tentang hak dan kewajiban antara pengembang perumahan dan konsumen, dimana hak pengembang perumahan dan konsumen diatur didalam Pasal 129, yaitu :

69

Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hal. 39

“Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,

setiap orang berhak:

a. menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;

b. melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; c. memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman;

d. memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

e. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan

f. mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang

merugikan masyarakat.”

Sedangkan Pasal 130 mengatur tentang kewajiban pengembang perumahan dan konsumen, dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, setiap orang wajib :

a. menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di perumahan dan kawasan permukiman;

b. turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan dan membahayakan kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum;

c. menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana lingkungan, dan utilitas umum yang berada di perumahan dan kawasan permukiman; dan

d. mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

BAB IV

TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG DILAKUKAN ANTARA PENGEMBANG PERUMAHAN DENGAN

KONSUMEN PERUMAHAN

E. Gambaran Umum Tentang Perumahan “Azzahra Residence”

Perumahan “Azzahra Residence” merupakan salah satu perumahan yang terdapat di jalan Sampurna, kecamatan Rantau Selatan, Rantauprapat, yang hadir untuk menjawab atas kebutuhan rumah oleh masyarakat di Rantauprapat khususnya dan dikabupaten Labuhan Batu pada umumnya. Berdiri dilahan seluas 2 hektar dan membangun sebanyak 88 unit rumah yang terdiri dari 3 tipe rumah, yaitu tipe 50 sebanyak 31 unit, tipe 45 sebanyak 19 unit dan tipe 36 sebanyak 38 unit. Harga setiap unit bervariasi sesuai dengan luas yang berbeda pula. Termurah adalah tipe 36 yang merupakan salah satu tipe rumah yang termasuk dalam program KPR BTN Sejahtera FLPP, yaitu kredit pemilikan rumah program kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan suku bunga rendah dan cicilan ringan dan tetap sepanjang jangka waktu kredit, terdiri atas KPR Sejahtera Tapak untuk pembelian rumah Tapak dan KPR Sejahtera Susun untuk pembelian Rumah Susun.70 Harga tipe 36 ini sebesar 110 juta Sesuai Kepmen PUPR No. 348/KPTS/M/2015 tentang Batasan Harga Jual Rumah yang dapat diperoleh melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah

70

http://www.btn.co.id/produk/produk-kredit/kredit-perorangan/kpr-bersubsidi, diakses tanggal 18 Nopember 2015 pukul 21:06.

Sejahtera. Selanjutnya ada tipe 45 berjumlah 19 unit yang dijual dengan harga 145 juta. Dan yang termahal adalah tipe 50 dengan harga 170 juta.

Perumahan “Azzahra Residence” memiliki letak yang strategis di Sampurna, yaitu dikelilingi oleh beberapa sekolah mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan dekat dengan pusat perbelanjaan. Hal ini menjadi nilai tambah yang membuat perumahan azzahra residence terjual habis hanya dalam waktu 3 bulan sejak launching.71

Perumahan “Azzahra Residence” pada awalnya berbadan hukum CV. Indra Jaya, tapi seiring dengan berjalannya waktu dan adanya kebutuhan untuk bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai pihak yang akan menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), maka manajemen CV. Indra Jaya merubah badan hukumnya menjadi PT. Berkah Tawakkal.

F. Pelaksanaaan perjanjian jual beli rumah antara pengembang perumahan (developer) dengan konsumen perumahan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, ternyata bentuk perjanjian jual beli rumah dibuat dan lazim dipergunakan dalam dunia usaha adalah berbentuk perjanjian baku. Hal tersebut dibuat semata-mata hanya untuk memudahkan dalam transaksi perjanjian jual beli rumah. Pelaku usaha dalam hal ini pengembang tidak perlu setiap kali melakukan perjanjian, harus membuat terlebih dahulu surat perjanjian. Demikian pula halnya dengan konsumen, belum tentu mau direpotkan untuk membuat draft perjanjian secara bersama-sama mengingat tidak adanya waktu luang. Oleh karenanya pembuatan surat perjanjian

71

Wawancara dengan Bapak Endang Harcipta selaku Direktur Utama PT. Berkah Tawakkal di Medan.

atau akta perjanjian dalam bentuk baku bukan sesuatu yang buruk, tetapi justru mempermudah kedua belah pihak dalam melakukan perjanjian sepanjang isinya tidak merugikan kedua belah pihak.

Ditinjau dari aspek hukum perjanjianpun, perjanjian baku yang dibuat oleh pegembang perumahan (developer) tetap dianggap sah asal telah memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Perjanjian baku atau dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebut dengan klausula baku

adalah “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh

Dokumen terkait