• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LEMBAGA BANTUAN HUKUM

D. Hak dan Kewajiban Para Pemberi dan Penerima

HUKUM

Dalam Pasal 9 UU tentang Bantuan Hukum disebutkan, Pemberi Bantuan Hukum berhak: a) melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas

hukum;

b) melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

c) menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;

d) menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;

e) mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f) mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

g) mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.

Dari beberapa hak yang diberikan kepada Pemberi Bantuan Hukum diatas, terdapat hak-hak yang sudah dilakukan bahkan jauh-jauh sebelum Undang-Undang Bantuan Hukum ini ada. Contohnya dalam bidang penyuluhan hukum. LBH Medan di awal tahun 1980-an mempunyai cara unik dalam penyuluhan hukum kepada masyarakat. Di era kepemimpinan H.M. Kamaluddin, LBH Medan bekerja sama dengan tim kesehatan dari Rumah Sakit Dr. Pringadi Medan untuk memberikan pelayanan kesehatan, setelah itu baru diberikan penyuluhan hukum – dengan menggunakan logika dalam tubuh yang sehat terdapat pikiran yang sehat, kemudian baru diberikan informasi hukum.

LBH Jakarta sejak era 1980-an telah memanfaatkan siaran radio, sebagai media penyebarluasan informasi tentang bantuan hukum, termasuk usaha penyadaran hukum bagi masyarakat. Pendidikan-pendidikan hukum juga sudah dimulai, dengan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat seperti kelompok-kelompok buruh.

LBH Bandung, diera 1980-an juga mempergunakan siaran radio untuk menyebarluaskan informasi hukum. Kerjasama dilakukan dengan Radio Republik Indonesia (RRI) Bandung dengan mengisi siaran hukum sekali dalam sebulan.

LBH Manado diera yang sama, telah melakukan penyuluhan hukum dengan memanfaatkan TVRI Manado dalam Siaran Pedesaan dengan bentuk penyajian dengan fragment selama 30 menit, juga acara Topik dalam Lensa, wawancara tentang masalah hukum selama 30 menit. Diera kepemimpinan HJJ. Mangindaan, LBH Manado juga telah mengisi rubrik klinik hukum di harian Obor Pancasila Manado dan Warta Manado. Bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sulawesi Selatan, LBH Manado membentuk Tim Penyuluhan Hukum untuk masyarakat di kotamadya Manado dan Kabupaten Minahasa. Aktivitas lainnya, antara lain memberikan latihan kepada mahasiswa tentang teknik penyuluhan hukum kepada para mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

LBH Yogyakarta dimasa kepemimpinan Artidjo Alkostar – saat ini Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI – juga menggunakan media TVRI dan RRI Yogyakarta serta stasiun radio swasta dalam siaran-siaran hukum. Penerbitan juga dilakukan oleh LBH Yogyakarta antara lain “Dunia Informasi” – berupa kliping, kumpulan berita tentang hukum.

Begitu juga hak Pemberi Bantuan Hukum yang dalam Pasal 9 diatas dikatakan bahwa ada anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan bantuan hukum. Hal ini sesuai dengan Prinsip ketiga dari The Basic Principles on the Role of Lawyers yang mensyaratkan bahwa Negara/Pemerintah untuk menyediakan dana yang cukup dan infrastruktur lainnya bagi pemberian bantuan hukum terhadap kaum miskin dan anggota masyarakat lainnya yang tidak beruntung.30 Dalam hal ini LBH Medan mendapat bantuan dana per tahunnya dari negara melalui APBD Sumatera Utara. 31

_______________________

30 Binziad Kadafi,dkk., op.cit., hal.166

31 hasil wawancara dengan Bahrain S.H.,M.H., dari Lembaga Bantuan Hukum Medan pada tanggal 14 Mei 2012

Dalam Pasal 10 UU tentang Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:

a) melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;

b) melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;

c) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a;

d) menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan

e) memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

Sejak awal, tradisi penerbitan laporan keuangan sudah dilakukan LBH. Di era Adnan Buyung Nasution memimpin LBH Jakarta, secara rutin laporan keuangan dimuat dalam publikasi LBH. Sumber dana LBH ketika itu, dilaporkan berasal dari subsidi Pemda DKI Jakarta, sumbangan perusahaan dan individu, serta kotak donasi LBH, yang dipergunakan untuk gaji, honor dan biaya rutin/administratif. Pada 1973, total penerimaan dana untuk LBH sejumlah Rp 8.697.789. Jumlah ini naik menjadi Rp 9.846.001 pada 1974 dan kembali naik sejumlah Rp 12.008.000 pada 1974.

Hingga saat ini, keberadaan dan keberlanjutan LBH, tidak lain karena dukungan pendanaan yang didapat dari 4 sumber utama: dana dari internal lembaga – berupa sumbangan dari dewan pembina dan badan pengurus dan kantor-kantor LBH; dana sumbangan masyarakat; alokasi anggaran dari pemerintah daerah, dan pendanaan dari lembaga dana internasional. Diawal-awal berdirinya LBH, lembaga ini banyak mendapat dukungan dana dari pemerintah daerah. Karenanya, subsidi yang diberikan Pemerintah Daerah DKI Jakarta kepada LBH Jakarta dan pengalokasian dana untuk pembangunan gedung YLBHI di Jalan Diponegoro, bukan sebuah hal yang baru sama sekali. Selain Pemda DKI, di awal 1980-an, Pemda Sumatera Utara, banyak memberikan bantuannya kepada LBH Medan. Transparansi maupun akuntabilitas LBH dalam pengelolaan keuangannya sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum ini.

Selain Pemberi Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum juga mempunyai hak dan kewajiban. Dalam Pasal 12 UU tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum berhak:

a) mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;

b) mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan

c) mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 13 UU tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum juga wajib: a) menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada

Pemberi Bantuan Hukum;

b) membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

Prinsip membela tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, suku, etnis, asal usul, agama, keyakinan politik, adalah prinsip yang mesti dipertahankan agar kepercayaan dan legitimasi dari masyarakat terus diperoleh. Lebih dari itu, posisi dan sikap keberpihakan kepada yang lemah, marjinal dan dimarjinalkan, mesti terus dipegang teguh para advokat dan aktivis LBH. Dengan begitu masyarakat sebagai Penerima Bantuan Hukum dapat mengaplikasikan hak dan kewajiban yang terdapat dalam Undang-Undang Bantuan Hukum ini.

Dokumen terkait