HAK-HAK PEKERJ A KONTRAK YANG DI PHK DALAM MASA KONTRAK
Laju pertumbuhan angka penduduk Indonesia yang cendrung meningkat dari tahun ke-tahun akan mempengaruhi secara langsung terhadap jumlah angkatan kerja dan permintaan lapangan kerja sedangkan kesempatan kerja yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan kerja sesuai dengan jumlah pencari kerja yang ada. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara besarnya permintaan lapangan kerja dengan kesempatan kerja yang tersedia. Apalagi saat ini ditambah dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dari perusahaan tempat pekerja bekerja. Adanya masalah kekurangan kesempatan kerja ini membuat banyak terjadi pengangguran di Indonesia.27
Diitinjau dari segi mutu tenaga kerja dilain pihak, tenaga kerja Indonesia belum mempunyai keunggulan kompetitif jika dibandingkan dengan Negara- negara maju di dunia. Keunggulan kompetitif yang disini adalah keunggulan dalam hal penguasaan teknologi.28 Padahal di tengah kemajuan dunia yang sangat pesat sekarang ini tenaga kerja dituntut lebih menguasai teknologi. Dengan adanya masalah seperti ini membuat bangsa Indonesia kadang-kadang masih belum dapat memenuhi sendiri kebutuhan tenaga kerja yang menguasai teknologi, padahal ditinjau dari kuantitas, Indonesia mempunyai banyak tenaga kerja.
27
Sanusi Fatah, Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Sebagai Sumber Daya dalam Kegiatan Ekonomi,http://www.crayonpedia.org/mw/ANGKATAN_KERJA_DAN_TENAGA_KERJA_SE
BAGAI_SUMBER_DAYA_DALAM_KEGIATAN_EKONOMI_8.2_SANUSI_FATTAH,
diakses pada hari senin, tanggal 7 maret 2011, 07.00
28
Andre Heryanto, Skema Insentif dalam Pengem Bangan Iptek, http://andre-haryanto- 672009034.blogspot.com/2009/11/skema-insentif-dalam-pengembangan-iptek.html, diakses pada hari rabu, tanggal 16 maret 2011
Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/ buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.
Tujuan pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan ketentuan pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003, menyebutkan :
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan;
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.
Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.
Penekanan pembangunan ketenagakerjaan pada pekerja mengingat bahwa pekerja adalah pelaku pembangunan. Berhasil tidaknya pembangunan teletak pada kemampuan, dan kualitas pekerja. Apabila kemampuan pekerja (tenaga kerja) tinggi maka produktifitas akan tinggi pula, yang dapat mengakibatkan kesejahteraan meningkat. Tenaga kerja menduduki posisi yang strategis untuk meningkatkan produktifitas nasional dan kesejahteraan masyarakat.
2.1 Kewajiban Pekerja Kontr ak
1. Kewajiban-kewajiban dari pihak pekerja
Kewajiban-kewajiban bagi pihak pertama, yaitu pekerja di dalam uraian tentang unsur-unsur dari perjanjian kerja yaitu adanya unsur work, service, dan time. Di dalam peraturan perundang- undangan, perihal kewajiban pekerja atau buruh, ketentuannya dapat dilihat pada pasal 1603, 1603 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata, yang pada prinsipnya sebagai berikut:29
a. Buruh wajib melakukan pekerjaan
Bahwa buruh atau pekerja dalam melaksanakan isi dari perjanjian kerja, yaitu perjanjian kerja pada prinsipnya wajib dilakukan sendiri.
b. Buruh wajib mentaati aturan petunjuk majikan
Buruh dalam melakukan pekerjaannya, wajib mentaati perintah-perintah yang diberikan oleh majikan aturan dan kewajiban mana diterapkan, antara lain
29
Djumadi, S.H, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,1992, hal.37.
ditujukan untuk peningkatan tata tertib dan ketenangan dalam bekerja pada suatu perusahaan.
c. Kewajiban membayar ganti rugi dan denda
Jika si pekerja atau buruh dalam melakukan pekerjaannya, akibat kesengajaan atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian, kerusakan, kehilangan atau lain kejadian yang sifatnya tidak menguntungkan atau merugikan majikan.
2.2 Tanggung J awab Pelaku Usaha Kepada Tenaga Kerja Yang di PHK Pada Masa Kontr ak.
Undang- undang No 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan telah melakukan pembatasan –pembatasan terhadap pengusaha atau perusahaan jika hendak melakukan PHK. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 153 yang menyebutkan alasan-alasan yang melarang adanya PHK sebagai berikut.
a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
c.Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; d. Pekerja/buruh menikah;
e.Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya;
f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dipastikan.
PHK yang dilakukan dengan alasan seperti disebutkan pada pasal 153 ayat (1), PHK akan menjadi batal demi hukum dan pengusaha wajib memperkerjakan kembali/buruh yang bersangkutan. Dalam hal perjanjian kerja berakhir dapat kita temui persyaratan tersebut dalam pasal 61 ayat 1 UU ketenagakerjaan disebutkan perjanjian kerja berakhir bila :
a. Pekerja meninggal dunia
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c.Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Pengusaha yang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada tenaga kerja pada masa kontrak hubungan kerja tidak sesuai dengan pasal 62 dan pasal 61 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan, maka pengusaha harus bertanggung jawab dan berkewajiban menanggung terhadap seluruh upah yang harus dibayar selama masa kontrak tersebut atau pihak yang
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
2.3 Hak-hak Pekerja Kontrak yang di PHK Dalam Masa Kontrak di Tinjau Dari Undang-undang 13 Tahun 2003.
Tenaga kerja kontrak/tidak tetap adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Pasal 1603 e ayat 1 KUH Perdata yang mengatur mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu :
“Hubungan kerja berakhir demi hukum jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian atas peraturan-peraturan atau dalam peraturan perundang-undangan atau jika semua itu tidak ada menurut kebiasaan”.
Hak –hak pekerja kontrak :
1. Pekerja kontrak berhak menerima upah lembur apabila pekerja melaksanakan lembur.
2. Pekerja kontrak berhak atas cuti tahunan dihitung secara proporsional sesuai tahun mulai atau berakhirnya masa kerja di perusahaan.
3. Pekerja kontrak berhak memperoleh gaji bersih dari perusahaan sesuai dengan surat perjanjian kontrak
4. Pekerja kontrak berhak mendapatkan tunjangan kesejhteraan pegawai berdasarkan peraturan dan kebijaksanaan perusahaan.
5. waktu bekerja pekerja kontrak sudah di tentukan berdasarkan surat kontrak kerja.
Bahwa hubungan kerja yang telah ditentukan berakhirnya menurut perjanjian kerja yang telah ditandatangani oleh para pihak dan waktunya telah ditentukan dapat dijelaskan menjadi 3 yaitu : 30
4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut perjanjian, misalnya dalam perjanjian kerja tertulis untuk waktu 2 tahun dan sebagainya atau sampai proyek selesai;
5. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut undang-undang, misalnya bila pengusaha mempekerjakan tenaga asing, dalam perjanjian kerja tertulis untuk waktu sekian tahun dan sebaginya menurut ijin yang diberikan oleh menteri tenaga kerja atas dasat undang – undang nomor 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga kerja asing.
6. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut kebiasaan, misalnya diperkebunan terdapat pekerja pemetik kopi, jangka waktu perjanjian kerja ditentukan oleh musim kopi. Musim kopi hanya berlangsung beberapa bulan dan setelah musim kopi selesai maka perjanjian kerja dianggap telah berakhir.
30
Perjanjian kerja yang telah dibuat akan menciptakan hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang memiliki unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hal ini berarti bahwa dalam suatu hubungan kerja terdapat beberapa hal, yaitu hak pengusaha (pengusaha memiliki posisi lebih tinggi dari pekerja), kewajiban pengusaha (membayar upah), dan objek perjanjian (pekerjaan).
Ada beberapa syarat sah perjanjian kerja, yaitu syarat subjektif, objektif, dan teknis. 31
1. Syarat subjektif
Syarat subjektif merupakan syarat mengenai subjek perjanjian. Syarat subjek ini ada dua, yaitu adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan cakap melakukan perbuatan hukum
1) Kesepakatan antara kedua belah pihak
Para pihak yang melakukan perjanjian menyetujui dan menyepakati hak dan kewajiban masing-masing. Dalam hal ini para pihak berdiri saling berhadapan, sehingga biasanya, hak pihak yang satu menjadi kewajiban pihak yang lain.
2) Cakap melakukan perbuatan hukum
Cakap berarti mampu untuk secara mandiri melakukan perbuatan hukum dengan akibat hukum yang lengkap. Berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata, yang dimaksud tidak cakap sebagai berikut.
31
a. Orang yang belum dewasa
Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun (berarti orang dewasa adalah orang yang berumur minimum 18 tahun).
b. Orang yang ditaruh di bawah pengampun/wali
Orang ini dianggap tiak dapat mengerti akibat dari perbuatannya. Menurut Pasal 433 KUH Perdata, yang termasuk dalam kelompok ini adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila/mata gelap, serta boros.
2. Syarat objektif
Syarat objektif adalah syarat mengenai objek perjanjian. Syarat objektif ada dua, yaitu adanya pekerjaan yang perjanjikan dan karena sebab yang halal.
1) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
Jika pekerjaan yang dijanjikan tidak ada, perjanjian tersebut batal demi hukum.
2) Karena sebab yang halal.
Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika pekerjaan bertentangan dengan hal-hal tersebut di atas seperti perjanjian jual beli organ tubuh manusia, perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum.
Keterangan: syarat subjektif dan obyektif diatur dalam KUH Perdata Pasal 1320. Secara umum Hak-hak yang berkaitan dengan pengupahan antara pekerja kontrak denga pekerja tetap adalah sama dimana hal itu diatur dalam pasal 88 s/d 98 UU Ketenagakerjaan. Setiap pekerja kontrak berhak mendapat kan hak yang sama dalam hal upah, upah lembur, upah jika tidak masuk kerja, serta tunjangan hari raya.
Setiap pekerja kontrak berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan untuk mewujjudkannya pemerintah menerapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja kontrak. Kebijakan pengupahan meliputi32
a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya f. Bentuk dan cara pembayaran upah
g. Denda dan potongan upah
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah i. Stuktur dan skala pengupahan yang proporsional j. Upah untuk perhitungkan pajak penghasilan
Menurut ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep150/Men/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak, ”pengusaha dengan segala daya upaya harus
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja dengan melakukan pembinaan terhadap pekerja yang bersangkutan atau dengan
32
memperbaiki kondisi perusahaan dengan melakukan langka-langkah efisiensi untuk penyelamatan perusahaan.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, semua pihak yang terkait dalam hubungan industrial harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Artinya, bukan hanya pengusaha yang diminta untuk sedapat mungkin tidak melakukan PHK, tetapi juga pihak tenaga kerja dan Pemerintahpun diwajibkan untuk mengusahakanya. UU telah memberikan batasan-batasan yang sifatnya untuk mencegah pemutusan hubungan kerja, yaitu:
Pasal 61 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menyebutkan perjanjian kerja akan berakhir bila :
a) Pekerja meninggal dunia
b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c) Adanya ptusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai hukum tetap; atau
d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang di cantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Ada beberapa hal yang harus dilalui apabila pengusaha akan mengakhiri hubungan kerja, hal ini telah disebutkan di dalam UU Ketenagakerjaan, sebagai berikut :
1. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 151 ayat (1));
2. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja
wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.(Pasal 151 ayat (2)); 3. Dalam hal perundingan benar-benar tidakmenghasilkan persetu-juan,
pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. (Pasal 151 ayat (3))
4. Pasal 62 UU Ketenagakerjaan berbunyi apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
5. Pasal 151 ayat 1 yang menyebutkan, ” 6. Pasal 151 ayat 3
7. Pasal 155 ayat 1 Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151ayat (3) batal demi hukum. Dan pasal 155 ayat 3 berbunyi Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. Dalam hal ini pasal
151 merupakan syarat mutlak untuk terjadinya PHK, sedangkan pasal 155 merupakan suatu tahap yang harus dilalui, apabila pasal 151 tercederai atau tidak terlaksana dalam suatu proses PHK yang dilakukan pengusaha.
Putusan Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dengan No. 271/G/2009/PHI.sby pada Pengadilan Negeri Surabaya antara PT.KLINIK, DOKTER AYOMAN KELUARGA dengan Dr. Nico Juliargo dan Dr. Melisa Juni Siswanto, sudah tepat menolak gugatan tenaga kerja, disebabkan sesuai anjuran yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Penyelesaian dan Pemutusan Hubungan Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya kepada tenaga kerja, bahwa tenaga kerja dianjurkan untuk bekerja kembali di Perusahaan PT. KLINIK, DOKTER AYOMAN KELUARGA tetapi tenaga kerja tidak melaksanakan perintah anjuran yang dikeluarkan oleh PPHI Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya, dan tenaga kerja tidak datang ke Perusahaan untuk bekerja kembali, sehingga tenaga kerja yang tidak datang bekerja selama 5 hari kerja di Perusahaan tanpa alasan apapun dianggap mengundurkan diri dari, hal ini dipertegas dalam pasal 168 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, menyebutkan :
”Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut- turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri”.
Meskipun tanaga kerja kontrak tersebut belum sampai pada waktu jatuh tempo pernjanjian kerjanya yang telah ditandatangani belum berkahir dengan perusahaan, disebabkan tenaga kerja tidak masuk kerja selama 5 hari kerja tanpa
memberikan alasan yang jelas kepada perusahaan, maka tenaga kerja dianggap mangkir dari kerja dan dianggap mengundurkan diri dari perusahaan, sehingga pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan sebelum berakhirnya hubungan kerja bukan merupakan kesalahan dari pengusaha tetapi disebabkan karena tenaga kerja mangundurkan diri sendiri dari perusahaan.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha terhadap tenaga kerja karena mangkir atau mengundurkan diri sebelum jatuh tempo pernjanjian kontrak yang telah ditandatangani tidak akan mendapatkan perlindungan hukum oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan, karena PHI bukan tindakan sepihak dari pengusaha tetapi tindakan sepihak dari tenaga kerja untuk mengundurkan diri dari perusahaan.