UPAYA HUKUM BAGI PEKERJ A KONTRAK YANG DI PHK DALAM MASA KONTRAK
Pekerja yang telah menandatangani kontrak hubungan kerja dengan perusahaan dimana ia bekerja telah diatur di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, bahwa pekerja tersebut telah terikat secara hukum dengan perusahaan dan demikian juga sebaliknya bagi perusahaan sudah terikat secara hukum dengan pekerja. Pekerja baru dikatakan berakhir hubungan kerjanya dengan perusahaan apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, antara lain :
a. Pekerja meninggal dunia ;
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja ;
c. Adanya keputusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ;
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Pekerja yang terikat kontrak hubungan kerja dengan perusahaan dan berakhirnya kontrak hubungan kerja tersebut tidak sesuai dengan sebagaimana ketentuan yang telah diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, maka pekerja mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum untuk memperjuangkan hak-haknya. Demikian juga apabila perusahaan yang telah menandatangani kontrak hubungan kerja dengan pekerja kemudian tenaga kerja mengakhiri hubungan kerja sebelum masa kontrak yang telah ditandatangani, maka perusahaan juga mempunyai upaya hukum yang sama untuk menuntut hak-haknya. Hal ini telah diatur di dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan :
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
Upaya-upaya hukum pekerja yang diputus oleh perusahaan sebelum berakhirnya kontrak hubungan kerja dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk meyelesaikannya, antara lain :
a. Melalui di luar Pengadilan (Non Litigasi) b. Melalui Pengadilan (Litigasi)
3.1. Penyelesaian Sengketa Melalui di Luar Pengadilan (Non Litigasi) a) Bipar tit
Perundingan bipartit merupakan penyelesaian perselisihan yang harus dilakukan terlebih dahulu yakni secara musyawarah untuk mufakat. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Pasal 1 angka (10) disebutkan definisi mengenai Perundingan Bipartit yaitu:
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.33 Pekerja yang telah diputus hubungan kerjanya secara sepihak oleh perusahaan sebelum berakhirnya kontrak hubungan kerja, harus melakukan langkah-
33
Pendidikan dan Pelatihan Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 tahun 2004 tentang PPHI di jajaran Konfederasi SPSI Sejatim Hal. 14
langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan langkah melalui Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota, yaitu dengan cara melakukan upaya hukum secara Bipartit secara langsung kepada pengusaha yaitu dengan jalan musyawarah mufakat untuk menemukan titik temu antara pekerja dengan pengusaha, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 10, Pasal 3 sampai dengan 7 UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( PPHI ).34
Penyelesaian secara bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat dengan pengusaha harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melalui LPPHI, penyelesaian melalui bipartit dengan pengusaha harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tetap tidak mencapai kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti tertulis bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan antara pekerja dengan pengusaha. Apabila bukti-bukti tidak dilampirkan maka instansi yang bertanggung
34
jawab dibidang ketenagakerjaan akan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Setelah menerima bukti dari salah satu atau para pihak, maka instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui kosuliasi atau melalui arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 hari kerja, instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator yang berada di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.
Setiap perundingan birpatit harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan sekurang- kurangnya memuat : (Pasal 6 UU PPHI No 2 Tahun 2004)
1. Nama lengkap dan alamat para pihak 2. Tanggal dan tempat perundingan 3. Pokok masalah atau alasan perselisihan 4. Pendapat para pihak
5. Kesimpulan atau hasil perundingan
6. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
Apabila penyelesaian perundingan dapat mecapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditanda tangani oleh para pihak. Perjanjian bersama itu akan mengikat para pihak serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian bersama itu wajib didaftarkan
oleh para pihak atau salah satu pihak yang melakukan perjanjian pada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama. Perjanjian bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama. Apabila perjanjian bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada PHI pada Pengadilan Negeri diwilayah perjanjian bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi. Dalam hal permohonan eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran perjanjian bersama maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui PHI pada Pengadilan Negeri diwilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke PHI pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melakukan eksekusi (Pasal 7 Ayat 1-6 UU PPHI No 2 Tahun 2004).
b) Tripar tit.
Pekerja yang telah gagal atau tidak ada kesepakatan dalam melakukan penyelesaian perundingan bipartit secara musyawarah mufakat antara pekerja dan pengusaha dan tidak memilih lembaga penyelesaian secara kunsiliasi dan arbitrase, maka para pihak telah memilih lembaga penyelesaian melalui Tripartit/mediasi, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU PPHI No 2 Tahun 2004;
“Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja /serikat buru hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seseorang atau lebih mediator yang netral”
Pasal 1 angka 12 UU PPHI No 2 Tahun 2004;
“Mediator hubungan industrial yang selanjutnya di sebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuihi syarat –syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisaihan kepentingan, perselisihan kepentingan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu preusan”
Upaya mediasi diatur dalam Pasal 8 s/d 16 UU PPHI No. 2 Tahun 2004. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten /kota. Mediator merupakan pegawai instansi yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan yang memiliki syarat-syarat sebagai mediator dan diangkat oleh menteri untuk menjalankan tugas mediasi dan berkewajiban memberikan anjuran tertulis kepada pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antar serikat/pekerja hanya dalam satu perusahaan.35
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera
35
Pendidikan dan Pelatihan Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 tahun 2004 tentang PPHI di jajaran Konfederasi SPSI Sejatim Hal. 17
mengadakan sidang mediasi. Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya. Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan keputusan menteri (Pasal 10 dan 11 UU PPHI).
Apabila tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di PHI pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak yang mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka :
a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada oleh para pihak;
c. Para pihak harus memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;
e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana di maksud dalam huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar dipengadilan hubungan industrial pada pengandilan negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendaptkan akta bukti pendaftaran.(Pasal 13 ayat 2 UU PPHI )
Lembaga mediasi ini pada dasarnya hampir sama dengan lembaga perantaraan yang dilaksanakan oleh pegawai perantara dinas tenaga kerja sebagai mana yang telah kita kenal. Petugas yang melakukan mediasi adalah mediator yang merupakan pegawai dinas tenaga kerja yang akan memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih.
Perbedaannya adalah jika sebelumnya setiap perselisihan wajib melalu proses perantaraan (mediasi) terlebih dahulu, maka berdasarkan UU PHI ini (selain perselisihan hak ) pihak dinas tenaga kerja terlebih dahulu menawarkan kedua belah pihak untuk dapat memilih Konsiliasi atau Arbitrase (tidak langsung melakukan mediasi). Jika para pihak tidak menetapkan pilihan melalui Konsiliasi atau Arbitrase dalam 7 hari, maka penyelesaian kasus akan dilimpahkan kepada mediator adapun terhadap perselisihan hak , maka setelah menerima pencatatan hasil Bipartit, dinas tenaga kerja wajib meneruskan penyelesaian perselisihan kepada Mediator. Hal ini dikarenakan PHI hanya dapat menerima gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja yang telah melalui proses mediasi. Setelah menerima pelimpahan perselisihan, maka Mediator wajib menyelesaikan tugasnya selambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan perselisihan. Jika penyelesaian melalui Mediasi tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada PHI.
Pekerja yang mengalami pemutusan kontrak hubungan kerja dalam masa kontrak oleh Pengusaha dan mengajukan pilihan untuk membantu menyelesaikan perselisihan yang terjadi melalui lembaga konsoliasi sebagai penengah antara pekerja dengan pengusaha, dan petugas sebagai penengah adalah konsiliator yaitu orang yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketetapan menteri dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih.
Jika proses Konsiliasi tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-undang PPHI No. 2 tahun 2004, Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang di tengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral, sedangkan Konsiliator adalah orang yang telah mempunyai izin dari Menteri sebagaimana ketentuan Pasal 1 anka 14 UU PPHI No. 2 Tahun 2004.
Konsiliasi diatur dalam pasal 17 s/d 28 UU PPHI No. 2 Tahun 2004. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja hanya dalam satu perusahaan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi
tempat pekerja/buruh bekerja. Penyelesaian melalui konsiliator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada Konsiliator yang di tunjuk dan disepakati oleh para pihak. Para pihak dapat mengetahui nama Konsiliator yang akan dipilih dan di sepakati dari daftar nama konsiliator yang di pasang dan di umumkan pada Kantor Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.
Dalam watku selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, Konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat- lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama. Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang guna diminta dan didengar keterangannya. Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima pengantian biaya perjalanan dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh Konsiliator dan didaftar di PHI pada Pengadilan Negeri diwilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi maka:
a. Konsiliator melakukan anjuran tertulis
b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak
c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah menerima anjuran tertulis
d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis
e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak anjuran tertulis di setujui, konsiliator harus sudah membantu para pihak melakukan perjanjian bersama untuk kemudian didaftar dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah para pihak melakukan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Perjanjian bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama. Perjanjian bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat melakukan permohonan eksekusi di PHI pada Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili diluar wilayah hukum PHI pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran perjanjian bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui PHI pada Pengadilan Negeri diwilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke PHI pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesian perselisihan ke PHI pada
Pengadilan Negeri setempat dengan membuat gugatan. Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.
d) Arbitrase.
Lembaga yang berwenang untuk menjadi wasit dalam perselisihan kepentingan. Yang bertugas menjadi wasit adalah arbiter. Para arbiter ini dapat dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 15 undang-undang No 2 tahun 2004, Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, diluar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Arbiter orang yang telah mempunyai izin dari Menteri sebagai ketentuan pasal 1 angka 16 UU PPHI No. 2 Tahun 2004.
Arbitrase diatur dalam Pasal 29 s/d 54 UU PPHI No 2 Tahun 2004. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan. Arbiter yang berwenang
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus arbiter yang telah ditetapkan oleh menteri. Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih. Kesepakatan para pihak yang berselisih dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 dan masing-masing pihak mendapatkan 1 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, memuat:
1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih dan arbiter;
2. Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbiter untuk diselesaikan dan diambil putusan; 3. Jumlah arbiter yang disepakati;
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase;
5. Tempa, tinggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.( Pasal 32 UU PPHI No. 2 Tahun 2004)
Arbiter yang bersedia untuk ditunjuk membuat perjanjian penunjukan arbiter dengan para pihak yang berselisih sekurang- kurangnya memuat hal sebagai berikut: (Pasal 34 UU PPHI No. 2 Tahun 2004)
1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih dan arbiter;
2. Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbiter untuk diselesaikan dan diambil keputusan;
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbirase;
5. Tempat, tanggal pembuatan surat erjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih dan arbiter;
6. Pernyataan arbiter atau para arbiter untuk tidak melampaui kewenangannya dalam penyelesaian perkara yang ditanganinya; 7. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang berselisih.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh Arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tercapai, Arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditanda tangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter. Akta perdamaian didaftarkan di PHI pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Akta perdamaian yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akta perdamaian. Apabila akta perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada PHI pada Pengadilan Negeri diwilayah akta perdamaian di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili diluar wilayah hukum PHI pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran akta perdamaian, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui PHI pada Pengadilan Negeri diwilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke PHI pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Apabila upaya perdamaian gagal, Arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase dibuat berita acra pemeriksaan oleh arbiter atau majelis arbiter. Dalam hal permohonan dikabulkan, mahkamah agung menetapkan akibat dari pembatalan, baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan dalm waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima permohonan pembatalan. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaiakan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke PHI. Arbiter atau majelis arbiter tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apa pun atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbiter, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut (Pasal 52 ayat 2 – 3 Pasal 53 – 54 UU PPHI No 2 Tahun 2004).
3.2. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (Litigasi)
Pekerja yang masih merasa belum puas terhadap keputusan yang telah dibuat dan/atau pertimbangan-pertimbangan yang telah diberikan oleh lembaga penyelesaian persilisihan yang telah dipilih atau pekerja telah merasa puas terhadap keputusan yang telah dibuat dan/atau pertimbangan- pertimbangan yang telah diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan yang telah dipilih tetapi keputusan tidak ditepati atau tidak dihiraukan oleh pengusaha untuk membayar atau memberikan hak-haknya, maka pekerja
dapat menempuh upaya hukum yang lain yaitu melalui lembaga peradilan yaitu pengadilan hubungan indurstrial yang berada pada pengadilan negeri.
Dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Pasal 56 dijelaskan sebagai berikut:
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan:36
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak ;
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; c. di tingakat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan
kerja;
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Lembaga pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang berhak dan berwenang untuk memeriksa dan memutus perselisihan yang telah terjadi antara pengusaha dengan pekerja karena diputus hubungan kerjanya dalam masa kontrak. Hakim akan memeriksa dan mempertimbangkan serta memutus perselisihan tersebut apabila pekerja mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, pengajuan gugatan dapat dilakukan oleh pekerja apabila telah melakukan sesuai prosedur dan syarat yang telah ditentukan yaitu dengan menempuh penyelesaian melalui lembaga penyelesaian penyelesaian hubungan industrial yang telah dipilih, tetapi apabila pekerja mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial tanpa menempuh terlebih dahulu melalui lembaga penyelesaian
36
Wawancara pada tanggal 7 April 2010 dengan ibu Sri Iswahyuningsih Selaku Panitera pengganti Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya 10.00 – 12.00
perselisihan hubungan industrial, maka gugatan tersebut tidak akan diterima oleh Hakim.
Pekerja yang telah menempuh untuk mengajukan gugatan melalui