• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINDAKAN ABORSI TERHADAP KEHAMILAN

B. Hak Janin

Perempuan sering membuat pembenaran untuk melakukan aborsi dengan berpandangan bahwa aborsi adalah hak seorang perempuan untuk mengatur tubuhnya sendiri, menentukan sendiri apa yang baik dan buruk untuk tubuhnya, apa yang boleh dan tidak boleh bagi tubuhnya.112 Sebagian orang juga sering lupa, sebab bukan saja hanya perempuan yang mempunyai hak, janin dalam kandunganpun juga mempunyai hak, yaitu hak untuk hidup.113 Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi kehidupan tersebut.

114

Hak untuk hidup adalah salah satu Hak Asasi Manusia yang dicantunmkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28A, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pasal 28B, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 28I, “Hak untuk hidup, hak untuk disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”. 112 CB. Kusmaryanto, Op.Cit., hlm 164. 113 K. Bertens, Op.Cit., hlm 28. 114

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 1 angka (5), menyebutkan, “Anak adalah setiap manusia yang berada dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”. Berdasarkan pengertian ‘anak’ tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa anak yang didalam kandungan (janin) secara hukum sudah di atur hak nya, sehingga setiap ketentuan yang menyangkut hak anak maka hal tersebut juga menyangkut hak janin yang ada didalam kandungan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 52 ayat (2) menyatakan, “Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya, hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan”. Pasal 53 ayat (1), mengatakan, “Setiap anak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.”. Apabila dikaitkan dengan tindakan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan, meskipun telah berkali-kali ditegaskan bahwa tujuan utama tindakan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan adalah untuk melindungi perempuan sebagai korban perkosaan dan tidak dimaksudkan untuk semata-mata memusnahkan kehidupan janin didalam kandungan, namun dampak dari dilaksanakannya tindakan aborsi tersebut adalah kematian bagi janin, hak hidup janin tetap dikesampingkan dan tidak lain hal nya dengan tidak melindungi, tidak menghormati, tidak mempertahankan, mengabaikan, mengurangi, dan merampas hak asasi janin itu sendiri.

Kebijakan hukum di Indonesia mengatur hukuman bagi penghilangan hak hidup yaitu diancam dengan hukuman yang berat sebagaimana di atur didalam KUHP, seperti pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, atau karena kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain, demikian juga penganiayaan yang dapat menyebabkan matinya orang lain. Disamping itu ada pula ancaman pidana bagi pembunuhan terhadap bayi yang baru dilahirkan, termasuk bayi yang masih didalam kandungan.115

Kehadiran janin didalam kandungan bagi ibu yang tidak menginginkannya dapat menjadi beban mental dan menyebabkan penderitaan bagi ibunya. Penderitaan si ibu tersebut meskipun sedemikian besarnya tetap tidak dapat menjadi alasan yang cukup untuk membalas dendam dan menimbulkan penderitaan yang lebih besar lagi kepada kepada janinnya sendiri berupa penghilangan hak hidup janin tersebut karena hal ini merupakan ketidakadilan.116 Janin tidak ambil bagian dalam kejahatan yang dahulu pernah dilakukan oleh ayah biologisnya yang telah memperkosa ibu si janin tersebut. Janin juga tidak bisa memilih dengan cara apa ia hadir didunia ini karena jika ia dapat memilih tentu ia tidak akan mau lahir sebagai hasil dari kejahatan perkosaan. Oleh karena itu ia tidak dapat dituntut untuk ikut bertanggungjawab atas kejahatan yang diperbuat oleh ayah biologisnya sehingga mengakibatkan ia layak untuk dibunuh.117

115 Ibid, hlm 81. 116 CB. Kusmaryanto, Op.Cit., hlm 166. 117 Ibid, hlm 170.

Janin tidak bersalah, untuk itu tidak akan adil baginya apabila ia harus digugurkan.

Pasal 6 ayat (5) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, menyebutkan “Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dibawah usia delapan belas tahun, dan tidak dapat dilaksanakan pada perempuan yang tengah mengandung.”118

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak memuat sanksi pidana. Undang-Undang ini hanya mengatur hak, kewajiban, larangan atau pembatasan. Didalam Penjelasan Umum Undang-Undang ini disebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan Terbukti bahwa suatu kehidupan adalah sangat berharga, sehingga negara memberikan perlindungan kepada anak yang ada didalam kandungan perempuan. Dapat kita pahami bahwa anak didalam kandungan merupakan suatu entitas diluar daripada ibunya sehingga meskipun ibunya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati, bayi yang ada didalam kandungan tidak turut serta bersalah, dan oleh karenanya pelaksanaan hukuman mati atas ibunya tersebut dapat ditunda sampai 40 hari setelah bayi itu lahir.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 52 ayat (1) menyebutkan, “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.” Undang-Undang telah mengamanatkan kepada orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara suatu tanggungjawab untuk memberikan perlindungan kepada anak dalam segala aspek.

118

tentang hak asasi manusia. Oleh sebab itu pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, atau administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan lain yang sesuai dengan konteks tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan, misalnya dengan mengacu pada KUHP (KUHP) atau peraturan yang lebih khusus.119

Dokumen terkait